Home / Horor / Pesugihan Kandang Bubrah / Chapter 191 - Chapter 200

All Chapters of Pesugihan Kandang Bubrah: Chapter 191 - Chapter 200

210 Chapters

191. Kalian semua adalah bagian dari kami sekarang

Lila merasakan tubuhnya jatuh ke dalam kegelapan yang seolah tidak berujung. Udara di sekitarnya begitu dingin, menusuk hingga ke tulang. Rasanya seperti ditarik ke dalam kehampaan yang tidak memiliki dasar.Suara berbisik terus terdengar di telinganya."Kau telah menyerahkan sesuatu...""Kau tidak bisa kembali dengan utuh...""Kalian semua adalah bagian dari kami sekarang..."Lila berusaha berteriak, tapi suaranya tenggelam dalam pusaran suara yang tidak henti-hentinya berputar di kepalanya. Matanya terbuka, namun yang ia lihat hanya bayangan hitam yang berkedip-kedip seperti ilusi.Brak!Tubuhnya menghantam sesuatu yang keras. Lila terbatuk, merasakan rasa sakit menjalar di punggungnya. Ia mencoba mengatur napas, tetapi paru-parunya terasa sesak, seperti udara di tempat ini lebih berat dari biasanya.Lila mengangkat kepalanya dan melihat sekeliling.Ia tidak lagi berada di tanah kosong itu.Sebaliknya, ia kini b
last updateLast Updated : 2025-03-14
Read more

192. Mereka semakin dekat!

Lila menjerit. “LARI!!!”Mereka semua berbalik dan berlari secepat mungkin, menerobos jalanan berbatu yang penuh dengan reruntuhan.Di belakang mereka, suara langkah kaki yang patah-patah terdengar semakin dekat.Suara tulang-tulang yang berderak.Suara erangan dan jeritan yang bukan berasal dari manusia.Lila hampir terjatuh, tapi Jatinegara menarik tangannya, menyeretnya agar terus berlari.Arif berlari di depan mereka, menuntun jalan. “Kita harus sampai ke menara itu! Itu satu-satunya tempat yang cukup kuat untuk melindungi kita!”Wina menoleh ke belakang, wajahnya tegang. “Mereka semakin dekat!”Lila mengerahkan semua tenaga yang tersisa. Paru-parunya terasa terbakar, otot-ototnya menjerit meminta istirahat.Tapi ia tahu, jika mereka berhenti, mereka tidak akan pernah bisa keluar dari sini.Mereka akhirnya sampai di tangga batu yang mengarah ke menara tinggi di tengah kota.
last updateLast Updated : 2025-03-15
Read more

193. Makhluk itu menelengkan kepalanya.  

Arif langsung berbisik, “Jangan bergerak.”Lila menahan napas.Makhluk itu terus merayap, perlahan, lalu berhenti tepat di depan mereka.Meski tidak memiliki mata, mereka semua bisa merasakan bahwa ia sedang memperhatikan mereka.Jatinegara mencengkeram pisaunya lebih erat. Keringat dingin mengalir di pelipisnya.Ustadz Harman melanjutkan doanya, suara lirihnya bergema di ruangan sempit itu.Lalu…Makhluk itu menelengkan kepalanya.Crack.Lehernya patah ke satu sisi, dan suara seperti tawa pelan terdengar… meskipun ia tidak memiliki mulut.“Kalian… tidak akan pernah keluar…”Lalu, dengan gerakan yang tiba-tiba, makhluk itu melesat ke arah mereka!Lila menjerit, tapi Arif langsung mendorongnya ke samping.Ctar!Wina melemparkan garam ke arah makhluk itu, membuatnya menjerit kesakitan. Tubuhnya berkedut, seolah garam itu membakar kulitny
last updateLast Updated : 2025-03-16
Read more

194. Aku pernah mengingatkanmu, Arif

Ustadz Harman maju selangkah, menggenggam tasbihnya erat-erat. “Astaghfirullah… Jadi inilah akar dari semuanya?”Pria itu tertawa pelan. “Kalian pikir pesugihan ini hanya sebatas hutan Srengege? Hanya sesajen dan tumbal yang biasa? Tidak.”Ia menatap Arif dengan tajam. “Kau tahu betul, kan, Arif?”Arif mengepalkan tangannya lebih erat. Ia baru sadar… mengapa ia bisa melewati gerbang-gerbang mistis dengan mudah. Mengapa perjalanannya ke hutan Srengege, bertemu Mbah Mijan di hutan Misahaan, dan Mbah Niah di hutan ghaib Srengege terasa begitu lancar.Karena dirinya sendiri adalah kunci.Darah Mahoni mengalir dalam dirinya.Lila menatapnya dengan kaget. “Arif… kau juga Mahoni?”Arif mengangguk pelan, matanya masih penuh amarah.“Ayahku…” suara Arif bergetar, “… memilih untuk hidup miskin. Ia tahu apa yang terjadi jika pesugihan ini
last updateLast Updated : 2025-03-17
Read more

195. Anak yang lahir dari darah Mahoni tidak bisa lepas dari nasibnya

Nenek itu melanjutkan, suaranya tajam. “Dulu, pesugihan keluarga Mahoni selalu mengambil tumbal dari garis darah mereka sendiri. Itu sebabnya kakekmu memilih berhenti, sebab ia tidak ingin kehilangan anak dan cucunya.”Arif menggigit bibirnya. “Lalu kenapa… kenapa masih berlanjut?”“Karena ayahnya Gibran mengambil alih.”Semua orang terdiam.Nenek Bunyu Mahoni melanjutkan, “Dia terlalu pintar untuk mengorbankan darahnya sendiri. Jadi dia melakukan cara baru—menggunakan buruh-buruhnya sendiri sebagai tumbal, bukan keluarganya.”Lila membelalak.Jatinegara mengepalkan tangannya. “Jadi semua pekerja yang menghilang… semua orang yang tiba-tiba mati tanpa sebab… itu karena mereka dijadikan tumbal?”Nenek Bunyu Mahoni mengangguk pelan. “Mereka tidak pernah tahu bahwa mereka dijual untuk mempertahankan kekayaan Mahoni.”Wina merasakan pe
last updateLast Updated : 2025-03-18
Read more

196. Gerbang ini akan benar-benar tertutup selamanya

Lalu, ia berbalik ke arah neneknya. “Bagaimana cara membebaskan Dimas?” Nenek Bunyu Mahoni menghela napas berat, lalu berkata, “Dimas tidak bisa pergi jika ikatan pesugihan ini masih ada. Satu-satunya cara… adalah memutuskan sumbernya.” Jatinegara mengangkat alis. “Sumbernya? Maksudmu… pria tua itu?” Pria tua itu menyeringai. “Kalian pikir semudah itu?”Dan saat itu juga, tubuhnya mulai berubah. Pakaian lusuhnya melayang di udara, kulitnya menegang hingga retak, memperlihatkan urat-urat hitam yang tampak seperti akar pohon tua. Matanya semakin merah, penuh kebencian yang dalam. “Aku bukan sekadar manusia biasa lagi.” Tiba-tiba, bayangan hitam yang menyelimuti tubuhnya merayap ke lantai, membentuk sebuah pusaran gelap yang menghisap energi dari sekelilingnya.Angin bertiup
last updateLast Updated : 2025-03-19
Read more

197. Mereka… kembali

Udara berubah drastis, Lila terjatuh ke tanah dengan keras, tubuhnya terasa ringan namun lemah. Sesaat, ia tidak bisa merasakan apa pun selain dingin yang menjalari kulitnya. Napasnya tersengal-sengal, jantungnya masih berdetak cepat akibat adrenalin yang belum hilang. Jatinegara terkapar di sampingnya, mengerang pelan. Wina terduduk dengan tubuh gemetar, satu tangannya masih melindungi perutnya, sementara Ustadz Harman berusaha bangkit dengan sisa tenaga yang ada. ”Mereka… kembali.” Lila memejamkan matanya sesaat, mencoba memahami situasi. Tidak ada lagi udara berat yang menyesakkan, tidak ada suara jeritan dari roh-roh yang terperangkap, tidak ada gemuruh tanah yang bergetar. Kandang Bubrah telah lenyap. Tapi sesuatu masih terasa kurang. Matanya langsung terbuka, mencari seseorang. ”Arif...” Lila menoleh ke kanan dan kiri dengan panik, Arif tidak
last updateLast Updated : 2025-03-20
Read more

198. Bayang-Bayang yang Mengintai

Lila menggeliat gelisah di ranjangnya. Sudah tiga malam berturut-turut ia terbangun di jam yang sama pukul dua pagi dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Ada sesuatu di rumah ini, sesuatu yang mengawasinya dalam kegelapan. Di sebelahnya, Jatinegara tidur pulas, tetapi sesekali tubuhnya bergerak gelisah seolah sedang bermimpi buruk. Lila mengusap kepala anaknya dengan lembut, mencoba menenangkan diri. “Apa aku hanya terlalu lelah?” gumamnya. Namun, kegelisahan itu semakin sulit diabaikan ketika suara langkah kaki terdengar dari arah ruang tamu. Lila menegang. Suara itu pelan, menyeret, dan terputus-putus. Bulu kuduknya berdiri. Ia menoleh ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka, menatap kegelapan di luar. Jantungnya berdegup kencang saat menyadari sesuatu yang janggal. Lampu ruang tamu tadi ia matikan sebelum tidur, tetapi kini ada semburat cahaya samar dari celah pintu.&nbs
last updateLast Updated : 2025-03-20
Read more

199. Cermin yang Membawa Mimpi Buruk

Lila berdiri mematung. Matanya terpaku pada cermin yang tertutup kain, tetapi bayangan hitam di dalamnya masih bisa terlihat samar, seolah sosok itu tetap berdiri di balik kain tipis.”Senyum itu…” gumam Lira lirih.Itu bukan senyum Arif yang ia kenal. Senyum itu bukan sekadar menyapa. Senyum itu mengancam.Tiba-tiba, kain yang menutupi cermin mulai bergerak sendiri, seolah ada tangan tak terlihat yang menyibaknya perlahan.Lila ingin berteriak, tetapi suaranya tercekat di tenggorokan. Jatinegara yang berada di sampingnya menoleh dengan tatapan kosong ke arah cermin. Bibirnya bergerak pelan.“Ibu… dia ingin keluar.” Lila merasakan darahnya berhenti mengalir. Seketika, ia menarik anaknya ke dalam pelukan, tangannya berusaha meraih kain itu untuk menutupi cermin lebih erat. Tapi saat jemarinya menyentuh kain, sesuatu yang dingin merambat ke tubuhnya.Jari seseorang dari dalam cermin sedang mencengkeram kain itu dari balik kaca.Lila terlonjak mundur.Brak!Lampu kamar mereka tiba-tiba b
last updateLast Updated : 2025-03-22
Read more

200. Jejak yang Tertinggal  

Lila masih berdiri kaku di halaman rumah, matanya terpaku ke jendela kamar. Sosok Arif dan bayangan-bayangan lainnya memang sudah menghilang, tapi perasaan tidak enak masih mencengkeram dadanya.Di sampingnya, Jatinegara tetap diam, tatapannya kosong seperti seseorang yang baru saja bangun dari tidur panjang.Dimas menyentuh bahu Lila, menyadarkannya. "Kita pergi dari sini sekarang."Lila menelan ludah, lalu mengangguk. Ia menggandeng Jatinegara menuju mobil Dimas. Saat mereka akan masuk, Jatinegara tiba-tiba menoleh lagi ke arah rumah."Ibu..."Lila menegang. "Kenapa, sayang?"Jatinegara mengangkat tangannya, menunjuk ke pintu rumah yang setengah terbuka. "Ayah belum ikut dengan kita."Dimas dan Lila bertukar pandang. Dimas berbisik tegas, "Jangan dengarkan dia, Lila. Kita pergi sekarang."Tapi sebelum Lila sempat merespons, angin kencang tiba-tiba berhembus dari dalam rumah. Pintu depan berderak keras, kemudian.BRAK!Pintu itu menutup sendiri dengan suara yang menggema. Seolah ada
last updateLast Updated : 2025-03-22
Read more
PREV
1
...
161718192021
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status