Home / Horor / Pesugihan Kandang Bubrah / 195. Anak yang lahir dari darah Mahoni tidak bisa lepas dari nasibnya

Share

195. Anak yang lahir dari darah Mahoni tidak bisa lepas dari nasibnya

Author: Ndraa Archer
last update Last Updated: 2025-03-18 01:31:21

Nenek itu melanjutkan, suaranya tajam. “Dulu, pesugihan keluarga Mahoni selalu mengambil tumbal dari garis darah mereka sendiri. Itu sebabnya kakekmu memilih berhenti, sebab ia tidak ingin kehilangan anak dan cucunya.”

Arif menggigit bibirnya. “Lalu kenapa… kenapa masih berlanjut?”

“Karena ayahnya Gibran mengambil alih.”

Semua orang terdiam.

Nenek Bunyu Mahoni melanjutkan, “Dia terlalu pintar untuk mengorbankan darahnya sendiri. Jadi dia melakukan cara baru—menggunakan buruh-buruhnya sendiri sebagai tumbal, bukan keluarganya.”

Lila membelalak.

Jatinegara mengepalkan tangannya. “Jadi semua pekerja yang menghilang… semua orang yang tiba-tiba mati tanpa sebab… itu karena mereka dijadikan tumbal?”

Nenek Bunyu Mahoni mengangguk pelan. “Mereka tidak pernah tahu bahwa mereka dijual untuk mempertahankan kekayaan Mahoni.”

Wina merasakan pe

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pesugihan Kandang Bubrah   196. Gerbang ini akan benar-benar tertutup selamanya

    Lalu, ia berbalik ke arah neneknya. “Bagaimana cara membebaskan Dimas?”Nenek Bunyu Mahoni menghela napas berat, lalu berkata, “Dimas tidak bisa pergi jika ikatan pesugihan ini masih ada. Satu-satunya cara… adalah memutuskan sumbernya.”Jatinegara mengangkat alis. “Sumbernya? Maksudmu… pria tua itu?”Pria tua itu menyeringai. “Kalian pikir semudah itu?”Dan saat itu juga, tubuhnya mulai berubah.Pakaian lusuhnya melayang di udara, kulitnya menegang hingga retak, memperlihatkan urat-urat hitam yang tampak seperti akar pohon tua. Matanya semakin merah, penuh kebencian yang dalam.“Aku bukan sekadar manusia biasa lagi.”Tiba-tiba, bayangan hitam yang menyelimuti tubuhnya merayap ke lantai, membentuk sebuah pusaran gelap yang menghisap energi dari sekelilingnya.Angin bertiup

    Last Updated : 2025-03-19
  • Pesugihan Kandang Bubrah   197. Mereka… kembali

    Udara berubah drastis, Lila terjatuh ke tanah dengan keras, tubuhnya terasa ringan namun lemah. Sesaat, ia tidak bisa merasakan apa pun selain dingin yang menjalari kulitnya. Napasnya tersengal-sengal, jantungnya masih berdetak cepat akibat adrenalin yang belum hilang.Jatinegara terkapar di sampingnya, mengerang pelan. Wina terduduk dengan tubuh gemetar, satu tangannya masih melindungi perutnya, sementara Ustadz Harman berusaha bangkit dengan sisa tenaga yang ada.”Mereka… kembali.”Lila memejamkan matanya sesaat, mencoba memahami situasi. Tidak ada lagi udara berat yang menyesakkan, tidak ada suara jeritan dari roh-roh yang terperangkap, tidak ada gemuruh tanah yang bergetar.Kandang Bubrah telah lenyap. Tapi sesuatu masih terasa kurang. Matanya langsung terbuka, mencari seseorang.”Arif...” Lila menoleh ke kanan dan kiri dengan panik, Arif tidak

    Last Updated : 2025-03-20
  • Pesugihan Kandang Bubrah   198. Bayang-Bayang yang Mengintai

    Lila menggeliat gelisah di ranjangnya. Sudah tiga malam berturut-turut ia terbangun di jam yang sama pukul dua pagi dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Ada sesuatu di rumah ini, sesuatu yang mengawasinya dalam kegelapan.Di sebelahnya, Jatinegara tidur pulas, tetapi sesekali tubuhnya bergerak gelisah seolah sedang bermimpi buruk. Lila mengusap kepala anaknya dengan lembut, mencoba menenangkan diri.“Apa aku hanya terlalu lelah?” gumamnya.Namun, kegelisahan itu semakin sulit diabaikan ketika suara langkah kaki terdengar dari arah ruang tamu. Lila menegang. Suara itu pelan, menyeret, dan terputus-putus.Bulu kuduknya berdiri. Ia menoleh ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka, menatap kegelapan di luar. Jantungnya berdegup kencang saat menyadari sesuatu yang janggal. Lampu ruang tamu tadi ia matikan sebelum tidur, tetapi kini ada semburat cahaya samar dari celah pintu.&nbs

    Last Updated : 2025-03-20
  • Pesugihan Kandang Bubrah   199. Cermin yang Membawa Mimpi Buruk

    Lila berdiri mematung. Matanya terpaku pada cermin yang tertutup kain, tetapi bayangan hitam di dalamnya masih bisa terlihat samar, seolah sosok itu tetap berdiri di balik kain tipis.”Senyum itu…” gumam Lira lirih.Itu bukan senyum Arif yang ia kenal. Senyum itu bukan sekadar menyapa. Senyum itu mengancam.Tiba-tiba, kain yang menutupi cermin mulai bergerak sendiri, seolah ada tangan tak terlihat yang menyibaknya perlahan.Lila ingin berteriak, tetapi suaranya tercekat di tenggorokan. Jatinegara yang berada di sampingnya menoleh dengan tatapan kosong ke arah cermin. Bibirnya bergerak pelan.“Ibu… dia ingin keluar.” Lila merasakan darahnya berhenti mengalir. Seketika, ia menarik anaknya ke dalam pelukan, tangannya berusaha meraih kain itu untuk menutupi cermin lebih erat. Tapi saat jemarinya menyentuh kain, sesuatu yang dingin merambat ke tubuhnya.Jari seseorang dari dalam cermin sedang mencengkeram kain itu dari balik kaca.Lila terlonjak mundur.Brak!Lampu kamar mereka tiba-tiba b

    Last Updated : 2025-03-22
  • Pesugihan Kandang Bubrah   200. Jejak yang Tertinggal  

    Lila masih berdiri kaku di halaman rumah, matanya terpaku ke jendela kamar. Sosok Arif dan bayangan-bayangan lainnya memang sudah menghilang, tapi perasaan tidak enak masih mencengkeram dadanya.Di sampingnya, Jatinegara tetap diam, tatapannya kosong seperti seseorang yang baru saja bangun dari tidur panjang.Dimas menyentuh bahu Lila, menyadarkannya. "Kita pergi dari sini sekarang."Lila menelan ludah, lalu mengangguk. Ia menggandeng Jatinegara menuju mobil Dimas. Saat mereka akan masuk, Jatinegara tiba-tiba menoleh lagi ke arah rumah."Ibu..."Lila menegang. "Kenapa, sayang?"Jatinegara mengangkat tangannya, menunjuk ke pintu rumah yang setengah terbuka. "Ayah belum ikut dengan kita."Dimas dan Lila bertukar pandang. Dimas berbisik tegas, "Jangan dengarkan dia, Lila. Kita pergi sekarang."Tapi sebelum Lila sempat merespons, angin kencang tiba-tiba berhembus dari dalam rumah. Pintu depan berderak keras, kemudian.BRAK!Pintu itu menutup sendiri dengan suara yang menggema. Seolah ada

    Last Updated : 2025-03-22
  • Pesugihan Kandang Bubrah   201. Jalan Menuju Malam Kematian  

    Suara langkah kaki di luar rumah semakin jelas. Seolah ada lebih dari satu makhluk yang sedang mengitari mereka.Lila menahan napas. Tangan dinginnya mencengkeram erat bahu Jatinegara yang duduk diam di pangkuannya.Dimas sudah berdiri dengan posisi waspada, sementara Ustadz Harman tetap duduk tenang, meski matanya tajam menatap ke arah pintu.Lalu…Tok. Tok. Tok.Ketukan itu terdengar lagi. Pelan, tapi mencengkeram jiwa. Sama seperti yang Lila dengar di rumahnya tadi malam.Tapi kali ini, suara itu diiringi oleh bisikan. "Lila… keluarlah…"Napas Lila tercekat. ”Itu suara Arif, tidak mungkin Arif sudah mati.”Dimas menoleh padanya, tatapannya mengisyaratkan sesuatu. ’Jangan dengarkan.’Namun, suara itu kembali bergema—lebih pelan, lebih dingin. "Jatine

    Last Updated : 2025-03-23
  • Pesugihan Kandang Bubrah   202. Gerbang Menuju Kegelapan

    Langit telah sepenuhnya gelap ketika Lila, Dimas, Ustadz Harman, dan Jatinegara tiba di jalan setapak yang menuju hutan tempat Desa Srengege konon berada.Udara malam terasa lebih dingin dari biasanya. Angin berhembus pelan, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang membusuk. Lila mengeratkan genggamannya pada tangan Jatinegara, sementara Dimas menyalakan senter untuk menerangi jalan.Ustadz Harman berjalan paling depan. Suaranya tenang, tapi tegas. "Sekali kita masuk, kita tidak bisa berbalik sebelum waktunya tiba."Lila menelan ludah. "Berarti… kita hanya bisa keluar setelah ritual selesai?"Ustadz Harman mengangguk. "Benar. Desa Srengege hanya muncul di malam Jumat Kliwon, dan akan menghilang sebelum fajar. Jika kita masih ada di dalam saat matahari terbit… kita tidak akan pernah kembali."Lila merasakan jantungnya mencelos.Dimas menoleh ke arah mereka. "Kalau begitu, kita harus cepat."Ustadz Harman melangkah ke depan, dan mereka mengikuti.Langkah pertama memasuki hutan terasa

    Last Updated : 2025-03-23
  • Pesugihan Kandang Bubrah   203. Jembatan yang Tak Terlihat

    Lila berdiri di tepian jurang, jantungnya berdetak begitu kencang hingga hampir terasa menyakitkan.Di hadapannya, Ustadz Harman berdiri tegak di atas sesuatu yang tak kasat mata. Seolah-olah ada lantai yang menyangga tubuhnya, meskipun yang terlihat hanyalah kegelapan yang menganga lebar."Jangan ragu," kata Ustadz Harman dengan suara tenang. "Jika kau ragu, kau akan jatuh."Lila menelan ludah. Tangannya berkeringat saat menggenggam erat Jatinegara, yang berdiri diam di sampingnya.Dimas menyalakan senter dan mengarahkannya ke depan. Cahaya terang itu melayang… tanpa menyentuh apa pun. Seolah-olah tidak ada yang bisa dipijak."Ini gila," gumamnya. "Tidak ada jembatan di sini."Ustadz Harman menoleh padanya. "Tidak terlihat, bukan berarti tidak ada."Lila menarik napas dalam. Tidak ada pilihan lain.Ia menatap wajah Jatinegara yang pucat dalam cahaya remang. "Jati, kamu percaya sama Ibu?"Jatinegara mengangguk pelan.Lila menggenggam tangannya lebih erat. Lalu…Ia mengangkat kakinya d

    Last Updated : 2025-03-24

Latest chapter

  • Pesugihan Kandang Bubrah   253.Kenangan yang Terkikis dan Panggilan dari Dalam Tanah

    "Jati pertama kali jalan... usia sepuluh bulan..." tulisnya sambil menangis.Dimas di sampingnya berusaha keras mengingat detail kecil, suara tawa, langkah pertama, kata pertama.Tapi setiap kali ia memejamkan mata, wajah Jatinegara kecil menjadi semakin buram.Malam itu, suara-suara aneh kembali terdengar dari halaman.Dimas keluar dengan hati-hati. Ia melihat jejak-jejak samar di tanah, menuju ke arah pohon tua.Di sana, di bawah sinar rembulan, berdiri sesosok bayangan. Tidak sebesar penjaga di dunia bawah, tapi bayangan ini lebih familiar. Lebih dekat."Ayah..."Dimas membeku. Suara itu... suara Jatinegara kecil.Bayangan itu tersenyum, tangan kecilnya terulur."Ayo, main lagi... seperti dulu..."Dimas terhuyung, air mata mengaburkan pandangannya. Setiap serat tubuhnya ingin berlari dan memeluk sosok itu.Tapi ia tahu, itu bukan Jatinegara."Kamu bukan anakku," gumam Dimas parau.Bayangan

  • Pesugihan Kandang Bubrah   252. Dunia di Balik Pohon

    Lubang itu berdenyut seperti jantung raksasa. Setiap denyutan menghembuskan hawa dingin yang membuat kulit Lila dan Dimas meremang. Mereka berdiri di hadapannya, menggenggam tangan erat-erat, saling menguatkan."Kita lakukan bersama," bisik Lila."Apa pun yang terjadi, jangan lepaskan tangan," balas Dimas.Dengan langkah perlahan, mereka mendekati pohon tua itu. Lubang yang semula tampak kecil kini cukup besar untuk dilalui dua orang dewasa. Cahaya bulan memantul pada dinding-dinding basah di dalam lubang, membentuk jalur berkelok yang menghilang dalam kegelapan.Mengambil napas panjang, mereka melangkah masuk.Begitu melewati ambang lubang, dunia berubah.Udara menjadi berat, penuh aroma logam dan tanah basah. Di sekeliling mereka terbentang hutan aneh, dengan pohon-pohon yang melengkung, dedaunan berwarna hitam keunguan, dan tanah yang berdenyut pelan, seolah makhluk hidup.Tidak ada bintang. Tidak ada angin. Hanya keheningan mencek

  • Pesugihan Kandang Bubrah   251. Bayangan di Balik Pohon dan Jejak dari Lubang

    Srek... srek...Seperti sesuatu yang menggaruk-garuk tanah.Dimas menggenggam obor kecil dan berjalan perlahan ke arah belakang, diikuti Lila. Mereka mengintip dari balik pintu kaca.Pohon tua itu tampak bergoyang pelan, padahal angin malam tidak berhembus.Dan di depan lubang pohon, berdiri sosok kecil. Tubuhnya kurus, kepalanya menunduk, rambutnya menutupi wajah."Siapa itu..." bisik Lila, tubuhnya gemetar.Sosok itu mengangkat kepalanya perlahan. Mata kosong, hitam pekat, menatap langsung ke arah mereka."Itu bukan manusia," bisik Dimas cepat, menarik Lila mundur.Mereka segera mengunci semua pintu dan jendela.Tapi bahkan setelah semua terkunci, suara ketukan perlahan terdengar di pintu belakang.Tok. Tok. Tok."Jangan dibuka apa pun yang terjadi," kata Dimas tegas, memeluk Lila dan Jatinegara yang mulai menangis ketakutan.Di luar, bayangan di balik pohon tetap berdiri, menunggu. Bayangannya mem

  • Pesugihan Kandang Bubrah   250.Tanda-Tanda Baru

    Malam itu, setelah Jatinegara tertidur, Lila dan Dimas duduk di ruang tamu. Mereka membahas lubang di pohon tersebut."Aku merasa aneh, Dim. Setelah semua yang kita lalui... kenapa sekarang muncul lagi tanda-tanda?" tanya Lila lirih, matanya menatap kosong ke arah jendela.Dimas mengangguk, wajahnya tegang. "Aku juga merasakannya. Pohon itu... sepertinya bukan pohon biasa. Bukan sekadar pohon tua."Mereka sepakat untuk keesokan harinya mencari tahu lebih banyak tentang sejarah tanah di sekitar rumah mereka. Tapi sebelum mereka sempat tidur, sesuatu terjadi.Suara dentingan kecil terdengar dari arah dapur.Clink.Seperti koin jatuh.Lila dan Dimas saling pandang. Dimas berdiri pelan, mengambil senter, dan berjalan ke arah suara. Lila mengikutinya dengan jantung berdebar.Saat mereka sampai di dapur, lantainya kosong. Tidak ada koin. Tidak ada apa-apa. Hanya keheningan yang terasa menekan. Bahkan jam dinding seolah berhenti berdetak.Namun saat Dimas mengarahkan senter ke lantai, mereka

  • Pesugihan Kandang Bubrah    249. Bersama Cahaya

    Sore harinya, di ruang tamu, mereka menggelar tikar dan bermain permainan papan sederhana. Tawa mereka menggema memenuhi rumah. Dimas berpura-pura kalah dalam permainan, membuat Jatinegara tertawa terpingkal-pingkal. Lila merekam momen itu dengan kameranya, memastikan mereka bisa selalu mengingat bahwa kebahagiaan sederhana ini pernah ada.Saat malam tiba, Lila menghidangkan sup ayam hangat. Mereka makan bersama dengan penuh syukur."Kalau nanti kita liburan, mau ke mana?" tanya Dimas sambil menyuapkan sendok ke mulut."Ke pantai!" seru Jatinegara tanpa ragu. "Aku mau bikin istana pasir!"Lila tertawa. "Kalau begitu, kita nabung, ya. Biar bisa liburan bareng.""Janji, Bu? Janji, Yah?""Janji," jawab mereka bersamaan.Setelah makan malam, mereka duduk di teras, menikmati malam yang cerah. Bintang-bintang bertaburan di langit, dan angin membawa harum wangi bunga kamboja dari kebun belakang."Dulu, aku pikir kita nggak akan pernah

  • Pesugihan Kandang Bubrah   248. Tak Ada Suara Ketukan

    “Bagaimana Bapak tahu?”“Karena itu warisan keluarga Bagas. Dan karena aku yang menyuruh ibunya menyembunyikannya.”Pak Arwan berdiri. “Ada sesuatu yang harus kalian tahu. Pintu-pintu seperti yang kalian alami... tidak muncul sendiri. Ia tumbuh dari perjanjian. Perjanjian yang tidak pernah ditepati. Bagas pernah berjanji untuk menyerahkan sesuatu... demi anaknya bisa sembuh dari penyakit. Tapi ia menunda. Dan saat istrinya meninggal, ia kabur. Tapi makhluk itu tidak pernah lupa.”“Jadi semua ini... karena janji yang dilanggar?”“Dan karena tidak ada yang memperingatkan kalian. Kalian datang ke rumah yang menyimpan luka, lalu luka itu meresap ke dalam kalian.”Lila menatap Dimas. “Apa yang harus kita lakukan?”“Bakar surat dan foto itu. Tapi jangan di rumah. Lakukan di tanah tinggi. Bersihkan energi dari tempat kalian tinggal. Dan ajari anak kalian... untuk mengenali perbedaan antara teman dan penunggu.”Malam itu, mereka pergi ke bukit di ujung desa. Di sana, mereka menyalakan api ung

  • Pesugihan Kandang Bubrah   247. Rumah yang Masih Terbelah

    Lila menggenggam tangan anaknya. Ia masih bernapas. Tapi tubuhnya lemas.Dalam keheningan yang tersisa, hanya suara hujan yang terdengar. Tapi suasana rumah sudah berbeda. Tidak lagi terasa ditekan. Tidak lagi ada suara-suara bisik.Namun saat Dimas membantu Lila berdiri, mereka melihat satu hal terakhir.Di dinding tempat bayangan muncul, pasir hitam mengumpul membentuk pola baru.Pola itu menyerupai pintu. Dan di tengah-tengahnya, satu kalimat terukir:“Celah sudah ditutup. Tapi penjaga akan kembali.”Udara pagi di Desa Misahan terasa lebih lembut dari biasanya. Hujan semalam telah membersihkan debu-debu yang selama ini menggantung di antara daun-daun dan atap rumah. Tapi di rumah Lila, meski cahaya mentari menyusup lewat celah tirai dan suara burung bersahutan dari kejauhan, bayangan yang tertinggal belum benar-benar pergi.Jatinegara duduk di dekat jendela ruang tamu. Krayon berwarna hijau muda di tangannya menari pelan di atas kertas putih. Wajahnya tampak lebih segar, pipinya mu

  • Pesugihan Kandang Bubrah   246. Penjaga Celah

    Dalam perjalanan pulang, malam sudah mulai turun. Jalan desa yang gelap dilalui dengan perasaan campur aduk. Tapi mereka tahu, ini bukan hanya soal pengusiran. Ini soal menutup celah yang selama ini dibiarkan terbuka oleh luka-luka lama.Dan saat mereka sampai di rumah......pintu depan terbuka sedikit.Mereka saling tatap. Tidak ada yang merasa membukanya.Saat melangkah masuk, mereka langsung mencium aroma asing.Bunga melati.Dan di lantai ruang tamu, tersebar koin-koin logam. Bukan hanya satu. Tapi puluhan.Berderet. Mengarah ke kamar Jatinegara.Dan di dinding, tergambar satu kalimat:"Kami sudah menunggu."Dalam keheningan itu, sebuah suara kecil terdengar dari dalam kamar.Ketukan. Pelan.Satu...Dua...Tiga...Seolah memanggil mereka... untuk membuka pintu mimpi yang belum selesai.Hujan kembali turun malam itu. Lebih deras dari malam-malam sebelumnya, seolah langi

  • Pesugihan Kandang Bubrah   245. Pagar Tak Terlihat

    Pagi itu, suasana rumah dipenuhi keheningan yang bukan berasal dari ketenangan, tapi dari sesuatu yang menggantung, belum selesai, dan terus mengintai. Lila bangun lebih awal dari biasanya. Sinar matahari belum sepenuhnya menembus tirai, namun ia sudah duduk di tepi tempat tidur, matanya sembab, dan napasnya pendek-pendek. Ia tidak benar-benar tidur semalam.Dimas sudah di dapur, memanaskan air. Wajahnya sama letih. Ia belum bercerita bahwa malam sebelumnya, ia mendengar suara ketukan pelan dari balik dinding kamarnya sendiri. Ketukan yang berirama. Seolah seseorang mencoba mengetuk... dan mengetuk... meminta diizinkan masuk.“Pagi ini kita ke rumah Bu Retno. Habis itu, kita cari orang pintar yang bisa bantu,” ujar Dimas tanpa menoleh.Lila hanya mengangguk. Ia tak punya tenaga untuk membantah. Ia hanya tahu, apa pun yang mengikuti mereka, itu bukan hanya dari rumah Pak Bagas. Mungkin dari masa lalu mereka sendiri, dari tanah yang pernah terjamah keg

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status