Home / Horor / Pesugihan Kandang Bubrah / 173. Suara Makhluk itu Terdengar Mengerikan  

Share

173. Suara Makhluk itu Terdengar Mengerikan  

Author: Ndraa Archer
last update Last Updated: 2025-02-23 01:02:37

Perjalanan di dalam hutan terasa semakin ganjil. Pepohonan yang menjulang tinggi seolah bergerak, menciptakan lorong-lorong yang berputar tanpa arah. Udara semakin berat, dan suara-suara aneh mulai terdengar di sekitar mereka—bisikan, tawa samar, serta isakan lirih yang tidak berasal dari siapa pun di antara mereka.

Tiba-tiba, Wina berhenti. “Kita sudah dekat.”

Ustadz Harman memejamkan mata sejenak sebelum mengangguk. “Aku juga merasakannya.”

Lila dan Jatinegara saling berpandangan. Mereka tidak tahu apa yang harus mereka hadapi, tapi mereka tidak akan mundur.

Lalu, di depan mereka, sebuah cahaya samar mulai terlihat di antara pepohonan.

Mereka berjalan mendekat, dan akhirnya tiba di sebuah lapangan kecil yang dikelilingi pohon-pohon tinggi.

Di tengah lapangan itu, Dimas berdiri. Namun, dia tidak sendirian. Bayangan hitam besar b

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pesugihan Kandang Bubrah    174. Lila! Sadar! Kau Sedang Diperdaya!

    ”Mbah Niah...,” ucap Lila lirih.Gadis itu tersenyum tipis, tatapannya tajam menembus jiwa mereka.“Kalian akhirnya sampai di sini,” katanya dengan suara yang jauh lebih tua dari wujudnya.Lila dan Jatinegara saling berpandangan. Mereka baru saja menyelesaikan satu konflik.Namun, yang lebih besar kini menanti di depan mereka.Lila berdiri mematung di tengah pasar hutan Srengege, matanya kosong menatap ke depan. Di hadapannya, Mbah Niah duduk dengan anggun di balik meja kayu tua yang dipenuhi benda-benda aneh—botol kaca berisi cairan pekat, tulang-tulang kecil yang terikat benang merah, serta kertas-kertas kuno yang ditulis dengan aksara yang tak bisa ia pahami.Wujud Mbah Niah yang menyerupai gadis berusia 17 tahun tampak begitu tenang. Rambut hitam panjangnya menjuntai indah, kulitnya putih bersih tanpa cela, tapi matanya, matanya tidak seha

    Last Updated : 2025-02-24
  • Pesugihan Kandang Bubrah    175. Jatinegara Menatap Sekeliling Dengan Napas Tersengal

    Ustadz Harman menghela napas panjang. “Kami akan mencari cara lain. Cara yang tidak melibatkan perjanjian kotor seperti ini.”Mbah Niah tertawa pelan. “Kalau begitu, bersiaplah… karena kalian baru saja menolak satu-satunya kesempatan untuk menyelesaikan ini dengan cara yang mudah.”Kabut hitam mulai berkumpul di sekelilingnya, menyelimuti tubuhnya sedikit demi sedikit. “Kita lihat saja… apakah kalian benar-benar bisa keluar dari sini hidup-hidup.”Dalam sekejap, mbah Niah menghilang. Pasar hutan Srengege yang tadinya riuh tiba-tiba sunyi. Tidak ada lagi penjual, tidak ada lagi pengunjung. Hanya mereka berempat yang berdiri di tengah kehampaan, seolah pasar itu sendiri hanya sebuah ilusi.Lila merasakan tubuhnya lemas, hampir jatuh jika tidak ditopang oleh Wina.Jatinegara masih menunduk, matanya kosong. Ia hampir melakukan sesuatu

    Last Updated : 2025-02-25
  • Pesugihan Kandang Bubrah   176. Hutan itu Sudah Menghilang! Bagaimana Bisa Masih Ada Korban?  

    “Apa menurut kalian… dia masih hidup?” tanya Lila pelan.Ustadz Harman tidak langsung menjawab. Ia menatap keluar jendela, memandangi bulan yang menggantung di langit. “Aku tidak tahu, Lila. Tapi jika dia masih hidup, maka suatu saat… kita pasti akan melihatnya lagi.”Lila menggigit bibirnya. Ia ingin percaya, tapi entah mengapa, hatinya merasa ini belum benar-benar selesai.Tapi untuk saat ini, mereka butuh istirahat. Besok, mereka akan mencari jawaban.Besok, mereka akan menghadapi apa pun yang masih menunggu mereka.Namun, mereka tidak tahu, teror yang lebih besar sedang menunggu di depan mereka. Pagi di desa terasa lebih tenang dari biasanya. Udara dingin masih menyelimuti rumah Ustadz Harman, sementara embusan angin membawa aroma tanah basah setelah hujan semalam.Lila membuka matanya perlahan. Cahaya matahari yang masuk dari cela

    Last Updated : 2025-02-26
  • Pesugihan Kandang Bubrah    Bab 177. Mungkin di Alam Lain.

    Dengan ragu, Pak Surip mengangguk dan membawa mereka ke halaman belakang rumah Pak Darmo.Di sanalah mereka melihatnya. Pak Darmo tergeletak di tanah, tubuhnya kaku seperti patung kayu. Matanya terbuka lebar, tetapi tidak ada cahaya kehidupan di sana. Wajahnya membeku dalam ekspresi ketakutan yang begitu dalam, seolah ia melihat sesuatu yang tak bisa dijelaskan sebelum kematiannya.Jatinegara menelan ludah. “Ini… seperti yang terjadi pada orang-orang yang terjebak di hutan Srengege,” ucapnya spontan dengan wajah lugu.Ustadz Harman mengangguk, ekspresinya gelap. “Benar. Dan itu berarti… hutan belum benar-benar hilang.”Lila merasakan napasnya memburu dan bergumam. ”Jika hutan itu masih ada, itu berarti… mereka belum benar-benar keluar dari teror ini.”Dan sesuatu yang lebih mengerikan masih mengintai mereka. Suasana di seki

    Last Updated : 2025-02-27
  • Pesugihan Kandang Bubrah    178. Jadi, Roh-Roh Itu Masih Ada di Sekitar kita?

    Wina menatap mereka dengan tatapan penuh kehati-hatian sebelum berkata, “Mbah Niah.”Malam harinya, mereka berkumpul kembali di rumah Ustadz Harman.Tidak ada seorang pun yang bisa tidur setelah kejadian tadi pagi. Semua orang masih diliputi ketegangan, terutama dengan fakta bahwa hutan Srengege masih memiliki pengaruh di desa ini.Lila duduk di lantai dengan pikiran penuh. Wina tengah menyiapkan sesuatu di meja, sementara Jatinegara hanya diam menatap ke luar jendela.“Jika kita harus menemui Mbah Niah,” kata Lila akhirnya, “bagaimana caranya? Kita bahkan tidak tahu di mana dia sekarang.”Wina menoleh dengan ekspresi yang sulit ditebak. “Kita tidak perlu mencarinya. Dia akan datang sendiri.”Lila menatapnya bingung. “Apa maksudmu?”Wina meletakkan mangkuk kecil berisi air di atas meja. &ldquo

    Last Updated : 2025-02-28
  • Pesugihan Kandang Bubrah   179. Di sana, segalanya dimulai. Dan di sana pula, segalanya harus berakhir.  

    Mbah Niah mengangguk pelan. “Mereka masih mencari tempat mereka. Mereka tidak bisa kembali ke hutan yang telah tertutup, tapi mereka juga tidak bisa benar-benar masuk ke dunia manusia. Mereka… terjebak.”Ustadz Harman menarik napas panjang. “Lalu, bagaimana cara kita menghentikan ini?”Mbah Niah menyeringai. “Pertanyaan bagus, Ustadz.”Ia kemudian melangkah mendekat, menatap mereka satu per satu sebelum berkata, “Satu-satunya cara untuk benar-benar menyelesaikan ini adalah dengan menemukan akar dari kekacauan ini.”Jatinegara mendengus. “Bukankah akar masalahnya sudah jelas? Hutan Srengege dan semua perjanjian yang pernah dibuat di dalamnya.”Mbah Niah menggeleng. “Bukan hutan itu sendiri yang memulai semua ini. Ada sesuatu… atau seseorang… yang menjadi pemicu utama.”

    Last Updated : 2025-03-01
  • Pesugihan Kandang Bubrah   180. Jadi jiwa Arif benar-benar terjebak di sini?  

    Wina menghela napas. “Gerbang hutan Srengege tidak bisa dibuka kapan saja. Tapi dari yang aku pelajari… tempat seperti itu biasanya memiliki waktu tertentu di mana batasnya melemah.”Ustadz Harman mengangguk. “Seperti malam saat kita terjebak di pasar hutan?”Wina mengangguk. “Tepat.”Lila menelan ludah. “Dan kapan gerbang itu akan terbuka lagi?”Wina menatap mereka semua dengan tatapan serius sebelum menjawab. “Malam Jumat Kliwon. Dua hari lagi.”Dua hari kemudian…Malam turun dengan cepat, dan langit dipenuhi oleh awan gelap yang menutupi cahaya bulan. Suara jangkrik yang biasanya riuh di malam hari terasa lebih lirih, seolah alam pun tahu bahwa sesuatu yang besar akan terjadi.Lila, Jatinegara, Ustadz Harman, dan Wina berdiri di tepi desa, menatap ke arah lahan k

    Last Updated : 2025-03-02
  • Pesugihan Kandang Bubrah   181. Ke Dalam Hutan Srengege.

    Lila merasakan darahnya membeku. Mereka telah menemukannya tapi, sesuatu yang lebih besar telah menemukan mereka juga. Dan kali ini, mereka tidak akan bisa keluar dengan mudah.Malam itu, Lila terlelap dengan perasaan yang campur aduk. Setelah semua yang terjadi setelah pengorbanan besar yang ia lakukan demi menghapus nama Arif dan mengakhiri pengaruh Hutan Srengege, iaakhirnya bisa beristirahat. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama.Dalam tidurnya, ia kembali berada di suatu tempat yang tidak asing. Sebuah hutan gelap, tapi kali ini bukan Hutan Srengege. Udara di sini lebih pekat, lebih menyesakkan. Tidak ada suara burung malam atau gemerisik daun, hanya sunyi yang menyelimuti segalanya.Lila melangkah perlahan di atas tanah yang terasa lembut, seolah ia sedang berjalan di atas abu. Di kejauhan, samar-samar terlihat sosok yang berdiri diam, menatapnya.”Arif.”Lila tertegun. Meski

    Last Updated : 2025-03-03

Latest chapter

  • Pesugihan Kandang Bubrah   212. Pertarungan di Antara Bayangan

    Angin kencang berputar di dalam ruangan.Tangan-tangan hitam yang keluar dari lantai semakin liar, semakin banyak.Dari sudut ruangan, makhluk-makhluk tanpa wajah mulai merangkak keluar, tubuh mereka berwarna abu-abu, mata kosong, dan mulut mereka bergerak seolah-olah menggumamkan sesuatu yang tidak bisa dipahami.Lila memeluk Jatinegara erat.Ustadz Harman berusaha membaca doa, tetapi suara bisikan di ruangan ini lebih keras daripada doanya.Dimas mencabut keris kecil yang masih tertancap di lantai, matanya penuh kewaspadaan. "Kita harus keluar dari sini!"Tapi pria tua itu tersenyum, tubuhnya semakin berubah, kulitnya semakin gelap, seolah-olah bayangan sedang menyatu dengan dirinya."Kalian tidak bisa pergi," bisiknya.Kemudian, dengan satu gerakan tangan, dia mengangkat Lila dan Dimas tanpa menyentuh mereka.Lila menjerit saat tubuhnya terlempar ke belakang dan menghantam dinding.Dimas juga terdorong keras, t

  • Pesugihan Kandang Bubrah   211. Leluhur yang Mengutuk Darahnya Sendiri

    Pria tua itu duduk diam di tengah ruangan. Matanya hitam pekat senyumnya lebar.Dan ketika ia berbicara, suaranya nyaris seperti suara Arif."Pesugihan ini dimulai dariku… dan kalian tidak akan bisa mengakhirinya."Lila menelan ludah.Jatinegara menggenggam tangannya erat, tubuhnya gemetar.Dimas melangkah maju, ekspresinya waspada. "Siapa kau?"Pria tua itu tersenyum lebih lebar. "Kalian sudah tahu jawabannya."Ustadz Harman mengerutkan kening. "Kau bagian dari keluarga Arif?"Pria itu tertawa kecil. "Bukan bagian."Dia menatap Jatinegara dengan tatapan yang sulit dijelaskan."Aku adalah awal dari semuanya."Lila merasakan bulu kuduknya meremang.Pria itu bukan sekadar anggota keluarga Arif.Dia adalah orang yang pertama kali membuka jalan bagi pesugihan ini.Lila mencoba mengatur napasnya. "Jika kau yang memulainya, kau pasti tahu bagaimana cara mengakhirinya."

  • Pesugihan Kandang Bubrah   210. Jejak yang Terkubur  

    Pagi itu, Lila duduk diam di kursi kayu di teras rumah Ustadz Harman.Kopi di tangannya sudah dingin. Dia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali menyesapnya.Pikirannya masih dipenuhi dengan kata-kata Jatinegara semalam."Ayah bilang… aku akan bertemu mereka semua… sebentar lagi."Siapa yang dia maksud?Lila mengusap wajahnya, mencoba menghilangkan kegelisahan. Dia tidak bisa membiarkan ini terus berlanjut.Jika pesugihan ini belum sepenuhnya hilang, maka mereka harus menghancurkannya sampai ke akar.Tak lama kemudian, Dimas dan Ustadz Harman keluar dari dalam rumah, wajah mereka sama seriusnya."Kita harus mulai menelusuri asal mula perjanjian ini," kata Ustadz Harman. "Tapi ini bukan sesuatu yang mudah."Dimas menyandarkan tubuhnya di dinding. "Apa kita sudah punya petunjuk?"Ustadz Harman mengangguk. "Aku ingat sesuatu. Dulu, Arif pernah bercerita bahwa keluarganya berasal dari sebuah des

  • Pesugihan Kandang Bubrah   209. Bayangan yang Masih Mengintai

    Sudah tiga hari sejak mereka meninggalkan Kandang Bubrah.Lila mencoba meyakinkan dirinya bahwa semuanya sudah berakhir. Bahwa Arif telah pergi dan pesugihan itu sudah hancur.Tapi setiap kali malam tiba, perasaan aneh menyusup ke dalam dirinya.Seolah ada sesuatu yang masih mengawasi.Seolah ada mata yang terus menatap dari dalam kegelapan.***Malam itu, Lila berdiri di depan cermin di kamar tamunya di rumah Ustadz Harman.Matanya menatap pantulan dirinya sendiri, mencari sesuatu yang tidak beres.Entah sejak kapan, ia merasa… berbeda.Ada sesuatu di dalam dirinya yang mengatakan bahwa ini belum benar-benar selesai.Di atas ranjang, Jatinegara sudah tertidur pulas, wajahnya terlihat damai.Tetapi Lila tahu.Anaknya telah berubah. Bukan perubahan yang bisa dilihat orang biasa.

  • Pesugihan Kandang Bubrah   208. Luka yang Tak Terlihat

    Lila masih berlutut di tanah, tangannya erat menggenggam Jatinegara. Air matanya mengalir deras, tetapi tidak ada suara tangisan yang keluar dari bibirnya.Di depannya, tempat yang dulunya adalah Kandang Bubrah kini hanya tanah kosong, seolah-olah tidak pernah ada apa pun di sana sebelumnya.Tidak ada rumah.Tidak ada gerbang.Tidak ada jejak keberadaan makhluk-makhluk yang pernah menguasai tempat itu.Dan tidak ada Arif.Dimas berdiri di sampingnya, napasnya masih tersengal akibat berlari. Ia menoleh ke Ustadz Harman yang berdiri diam, matanya tertuju pada tempat yang baru saja mereka tinggalkan."Sudah berakhir, kan?" tanya Dimas pelan.Ustadz Harman tidak langsung menjawab. Ia menatap tanah kosong itu lama, lalu mengangguk perlahan."Ya… tapi ada harga yang harus dibayar."

  • Pesugihan Kandang Bubrah   207. Pilihan Terakhir

    Tanah di bawah kaki mereka terus bergetar, semakin keras, seolah-olah ada sesuatu yang akan muncul dari dalam kegelapan.Sosok-sosok tak bernyawa yang mengelilingi mereka mulai bergerak lebih cepat, langkah-langkah mereka tidak menimbulkan suara, tetapi udara di sekitarnya bergetar oleh keberadaan mereka.Dimas mencengkeram bahu Lila. "Kita harus keluar dari sini, sekarang!"Tapi ke mana?Di mana jalan keluar?Arif masih berdiri di tengah kegelapan, tersenyum, seolah menikmati penderitaan mereka."Kalian tidak bisa lari," katanya, suaranya terdengar tenang, tetapi menusuk seperti pisau tajam. "Tempat ini akan tetap ada… selama dia masih hidup."Mata Arif beralih ke Jatinegara.Jatinegara menggigil dalam pelukan Lila. "Ibu… aku takut…"Lila merasakan jantungnya seperti diremas.

  • Pesugihan Kandang Bubrah   206.  Kandang Jiwa yang Terkurung

    Gerbang kayu besar itu menutup dengan suara menggelegar, seolah ada sesuatu yang mengunci mereka di dalam.Lila menahan napas. Udara di dalam Kandang Bubrah lebih berat dibandingkan dengan di luar. Ada bau tanah basah bercampur anyir yang menusuk hidung, membuatnya hampir muntah.Jatinegara menggenggam tangan Lila lebih erat. Anak itu berbisik pelan, "Ibu… kita tidak sendiri di sini."Lila menoleh ke arah Jatinegara. Matanya.Mata Jatinegara berubah lagi, hitam pekat. Lila hampir menjerit. Tapi sebelum ia bisa bergerak, suara Arif kembali terdengar."Lila…" Mereka semua menoleh.Arif masih berdiri di depan mereka. Tapi kini, senyumnya lebih lebar, terlalu lebar untuk ukuran manusia."Akhirnya kau datang," bisiknya. "Aku sudah menunggumu begitu lama."Lila merasakan kakinya melemas.

  • Pesugihan Kandang Bubrah   205. Pintu ke Neraka  

    Angin dingin berembus pelan saat Lila, Dimas, Ustadz Harman, dan Jatinegara meninggalkan rumah Mbah Niah. Udara di Desa Srengege terasa semakin berat, seolah mereka baru saja membuat kesepakatan dengan sesuatu yang tidak terlihat.Di genggaman Lila, kain hitam pemberian Mbah Niah terasa dingin, seolah menyimpan sesuatu yang lebih dari sekadar perlindungan."Kandang Bubrah ada di mana?" tanya Dimas, suaranya terdengar serak.Mbah Niah berdiri di ambang pintu rumahnya, tatapannya tajam ke arah jalanan berkabut. "Kalian hanya perlu mengikuti jalan ini."Lila menatap jalanan setapak yang terbentang di depan mereka. Jalur itu gelap, diselimuti kabut pekat yang menggantung rendah di atas tanah."Begitu kalian melewati batas Desa Srengege," lanjut Mbah Niah, "kalian tidak akan berada di dunia ini lagi."Lila menelan ludah. "Maksudmu?"Mbah Niah

  • Pesugihan Kandang Bubrah   204. Perjanjian dengan Mbah Niah

    Wanita berkebaya hitam itu berdiri diam di tengah jalan. Rambutnya panjang, menutupi sebagian wajahnya.Namun, saat ia perlahan mengangkat kepala, sebuah senyum tipis tersungging di bibirnya—bukan senyum ramah, melainkan senyum yang menyimpan sesuatu yang lebih dalam.Lila merasakan udara di sekitarnya menjadi berat. Jantungnya berdegup kencang hingga ia hampir merasa sesak.Dimas menyalakan senter dan mengarahkannya ke wanita itu, tetapi anehnya… cahaya tidak mampu menyentuh sosoknya. Seolah wanita itu berdiri di dimensi yang berbeda dari mereka."Dia siapa?" bisik Lila.Ustadz Harman tidak menjawab. Ia melangkah maju dengan tenang, matanya tajam menatap wanita itu."Mbah Niah," sapanya dengan suara datar.Wanita itu menyeringai, sedikit lebih lebar. "Sudah lama aku menunggu kalian."Su

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status