Semua Bab Cinta di Kursi Roda: Bab 21 - Bab 30

40 Bab

Bab 21 : Di Balik Proyek, Tersimpan Rahasia

Matahari pagi yang masih lembut menyelinap masuk melalui jendela kaca ruang rapat, memberikan kehangatan yang samar di tengah ruangan yang dingin oleh hembusan AC. Raka duduk di satu ujung meja, sementara Laila duduk di seberangnya. Mereka berdua memulai pertemuan itu dengan tujuan yang jelas: membahas kemajuan proyek besar yang sedang mereka kerjakan. Namun, di balik percakapan formal yang mereka ucapkan, ada ketegangan emosional yang tak bisa mereka abaikan.“Bagaimana dengan pembaruan pada desain presentasi? Sudahkah tim kreatif menyelesaikan bagian yang diminta klien?” tanya Raka, suaranya terdengar profesional, tetapi nadanya menunjukkan bahwa pikirannya setengah berada di tempat lain.Laila melihat ke arah tumpukan berkas di hadapannya, meski pikirannya tak sepenuhnya terfokus pada pekerjaan. “Ya, mereka sudah menyelesaikan revisi terakhir, hanya perlu sedikit polesan pada beberapa detail warna yang diinginkan klien. Tapi secara keseluruhan, sepertinya kita sudah berada di jalur
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-01
Baca selengkapnya

Bab 22: Dukungan Tanpa Syarat

Fajar perlahan-lahan menyelinap ke dalam ruang kantor kecil itu, membingkai jendela dengan cahaya lembut. Laila tiba lebih awal dari biasanya. Ada sebuah keinginan dalam hatinya untuk berbicara dengan Raka, untuk menguatkannya, dan menunjukkan bahwa apapun yang terjadi, dia ada di sini. Kegelisahan semalam masih menyisakan jejak di matanya, tapi hatinya kokoh. Dia telah memutuskan bahwa hari ini akan menjadi hari di mana dia menawarkan dukungan sepenuh hati, tanpa syarat.Ketika Raka akhirnya tiba, Laila memperhatikan dengan cermat langkahnya yang perlahan, roda kursi yang berputar dengan suara lembut menyusuri lantai. Ada sesuatu yang membuat Raka terlihat lebih ragu dari biasanya, seolah ada bayang-bayang keraguan yang kembali menghantuinya. Laila bisa merasakan betapa pria itu ingin terlihat kuat di hadapannya, namun ia tahu bahwa luka yang tidak tampak selalu jauh lebih dalam.“Raka,” Laila memanggil dengan suara yang lembut namun penuh keteguhan. “Ada hal yang ingin aku bicarakan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-02
Baca selengkapnya

Bab 23 : Luka yang Terlindungi

Laila duduk di sudut ruangan, terdiam dengan pikiran yang mengalir tak menentu. Hatinya masih terasa perih setelah penolakan Raka, kata-kata tajam yang menembus dirinya, seakan menunjukkan bahwa upayanya untuk menyentuh hati Raka selama ini hanyalah sia-sia. Tapi di balik rasa sakit itu, ada sesuatu yang lain, sesuatu yang mengusik pikirannya: kesadaran bahwa luka yang Raka sembunyikan ternyata lebih dalam dari yang pernah ia bayangkan.Ia memejamkan matanya, membiarkan kenangan perbincangan terakhir mereka bermain kembali di benaknya. Ia bisa melihat ketakutan di mata Raka, ketakutan yang dibungkus dengan kemarahan dan penolakan. Dalam penolakan itu, Laila kini menyadari bukan sekadar keengganan Raka untuk terbuka, tetapi ada sesuatu yang lebih gelap, sesuatu yang bahkan mungkin Raka sendiri takut untuk hadapi.“Raka…” ia berbisik pelan, seakan berharap angin bisa membawa suaranya sampai kepada Raka. “Mengapa kamu begitu takut untuk mempercayai? Mengapa kamu menganggap dirimu begitu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-03
Baca selengkapnya

Bab 24 : Menyingkap Luka yang Terpendam

Senja mulai merona di langit, sinarnya menyusup lembut melalui jendela besar di sudut kafetaria kantor. Suasana di sekeliling terasa lengang, hanya menyisakan beberapa pegawai yang sibuk dengan obrolan ringan, termasuk Laila yang tampak larut dalam renungannya. Ia menyesap kopinya perlahan, merasakan kehangatan yang seolah meresap ke dalam hati, namun tak sepenuhnya mampu menghapus gundah yang menyelimuti pikirannya.Dari kejauhan, Bayu, salah satu rekan kerja Raka yang selama ini diam-diam mengamati kedekatan Laila dengan Raka, menghampirinya. Wajahnya memancarkan kedewasaan dan kebijaksanaan yang dibangun dari tahun-tahun panjang bekerja dan menghadapi liku hidup. Bayu duduk di seberang Laila, mengangguk penuh penghargaan seolah meminta izin untuk berbagi sesuatu yang penting."Sudah lama aku ingin bicara denganmu, Laila," ujar Bayu, membuka percakapan. "Aku tahu kamu dekat dengan Raka, dan aku rasa kamu berhak tahu lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi."Laila meletakkan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-04
Baca selengkapnya

Bab 25: Sinergi Tanpa Kata

Hari itu, di ruangan rapat yang megah dan dipenuhi keheningan yang sarat dengan harapan, Laila dan Raka duduk bersebelahan di meja panjang, mempersiapkan presentasi yang sudah mereka susun dengan cermat. Ada banyak pasangan mata yang memandang mereka, penuh ekspektasi dan harap, tetapi bagi keduanya, tatapan-tatapan itu seakan lenyap, berganti dengan fokus yang mendalam.Raka memandang layar di depannya dengan tenang, tangannya berusaha menyembunyikan kegugupan kecil yang bergejolak di balik eksterior yang tenang. Di sampingnya, Laila menyapukan pandangan sekejap ke arahnya, memberikan senyum lembut yang tak terucap tetapi terasa mendalam. Dalam diam, ia menyampaikan keteguhan hati dan dukungannya, mengingatkan Raka bahwa ia tidak sendirian.Rapat itu dimulai dengan irama yang teratur, mempertemukan banyak pikiran yang berdesir dalam hiruk-pikuk rencana dan visi. Laila membuka presentasi dengan lantang, suaranya jernih dan penuh keyakinan. Kata-katanya tersusun rapi, seperti untaian k
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-05
Baca selengkapnya

Bab 26: Undangan di Bawah Langit Senja

Hari beranjak sore ketika Laila mengumpulkan keberanian untuk mendekati Raka di ruangannya. Senja yang mengintip dari balik jendela kantor membias keemasan di sepanjang lantai, menciptakan suasana hangat yang menyelinap lembut ke dalam hatinya. Laila telah lama merencanakan undangan ini, berharap bisa membuka hati mereka dalam ruang yang lebih terbuka, tanpa batasan waktu dan tanpa formalitas pekerjaan yang selama ini menjadi tembok di antara mereka.Dengan senyum tenang, Laila mengetuk pintu ruang kerja Raka dan memasukinya setelah mendengar suaranya dari dalam. Raka terlihat duduk dengan tenang, sibuk dengan beberapa dokumen di mejanya. Namun, ia segera menatap Laila ketika kehadirannya dirasakan, menyelipkan sedikit rasa heran dalam pandangan itu.“Raka,” Laila memulai dengan nada suara yang lembut, “aku ingin mengajakmu makan malam. Di luar kantor, hanya kita berdua. Mungkin ada baiknya kita berbicara lebih santai, tanpa semua tekanan ini.”Raka terdiam sejenak, sedikit terkejut d
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-06
Baca selengkapnya

Bab 27: Di Balik Dinding yang Masih Berdiri

Pagi itu, di ruang kerja yang biasanya terasa penuh oleh kesibukan dan tekanan, ada sebuah ketenangan baru yang tak biasa. Laila dan Raka duduk berhadapan di meja panjang di ruang rapat kantor, cahaya matahari menembus kaca jendela, menyinari ruangan dengan lembut, menciptakan bayangan samar di wajah mereka. Keheningan tidak lagi terasa kaku atau penuh dengan jarak; keheningan ini seolah memberi mereka ruang untuk berbicara dalam hati, menimbang kata-kata yang akan terucap, mencoba memahami apa yang bersemayam di balik sorot mata masing-masing.Laila merasa ada sesuatu yang berubah dalam Raka. Senyumnya, yang selama ini jarang muncul, kini sesekali menghiasi wajahnya. Ada kehangatan dalam caranya memandang, meski tetap ada jarak yang tak terlihat, seperti tembok tinggi yang mengelilingi hatinya. Tetapi ia tahu, bahkan tembok tertinggi sekalipun tidak akan selamanya berdiri jika seseorang tetap bersabar.Dengan nada lembut, Laila memulai percakapan. “Raka, bagaimana perasaanmu hari ini
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-07
Baca selengkapnya

Bab 28: Bayang-bayang Keraguan

Pagi itu, sinar matahari menyusup lembut melalui celah-celah jendela kantor. Raka duduk di sudut ruangan, matanya menatap kosong pada layar komputer di depannya. Pikirannya melayang jauh, bukan pada pekerjaan atau kesibukan yang menumpuk, melainkan pada sosok Laila yang begitu tulus hadir di hidupnya. Semakin dalam ia memikirkan tentang perhatian yang Laila berikan, semakin dalam pula rasa takutnya mengakar, seperti bayangan yang selalu membuntuti tanpa henti.Raka mengingat malam ketika ia berbicara dengan Laila, saat ia merasa seolah seluruh bebannya diangkat oleh kehangatan Laila. Namun kini, ada perasaan baru yang muncul—ketakutan. Ketakutan bahwa kebaikan Laila bukanlah sesuatu yang layak ia terima. Bahwa ia hanyalah beban bagi wanita itu, seseorang yang tidak pernah akan dapat membalas kebaikan dengan setara."Apa yang sebenarnya kau cari dari hubungan ini, Raka?" gumamnya dalam hati, bertanya pada dirinya sendiri. "Kau hanyalah lelaki yang terluka, membawa masa lalu yang kelam
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-08
Baca selengkapnya

Bab 29: Pergulatan Hati yang Terpendam

Pagi itu, ketika matahari baru saja merayap naik di balik gedung-gedung kota, Raka duduk di balik meja kerjanya. Pikirannya terusik oleh rasa yang membuncah, sebuah kebingungan yang semakin hari semakin sulit ia abaikan. Dalam diamnya, ia berusaha menata hati yang seakan terombang-ambing di antara dua kutub—keinginan untuk menerima ketulusan Laila dan ketakutan bahwa kebersamaan ini justru akan melukai Laila pada akhirnya.Wajah Laila melintas di benaknya. Betapa hangat senyum itu, senyum yang selalu hadir dengan ketulusan tanpa syarat, seolah-olah dunia ini tak pernah merenggut kepercayaan dirinya pada kebaikan. Di mata Laila, Raka selalu melihat harapan dan kesabaran yang dalam, bahkan ketika ia sendiri sering kali merasa tak pantas menerimanya. Ketulusan yang ditawarkan Laila selalu tampak begitu jujur, tanpa niat untuk menuntut atau memaksa.Namun, justru karena itulah, Raka merasa semakin takut. Dalam hatinya, ia tak ingin menjadi sosok yang membawa kesedihan atau kekurangan dala
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-09
Baca selengkapnya

Bab 30: Harapan dalam Kesabaran

Di sudut ruang kerjanya yang tenang, Laila menatap secangkir teh yang uapnya mulai menipis, mengikuti alunan pikirannya yang berkecamuk. Beberapa hari terakhir, usahanya untuk mendekati Raka kerap terbentur dinding tinggi yang tak kasat mata. Setiap kali ia mencoba menembusnya, Raka justru menjauh, seperti burung yang menolak mendekat pada tangan yang tulus mengulurkan remah roti.Laila menghela napas panjang, menyadari dirinya terjebak dalam perasaan yang tak sepenuhnya bisa ia kendalikan. Ada kerinduan yang tumbuh perlahan dalam hatinya, seperti embun yang muncul di pagi hari—lembut, tak terlihat, namun begitu nyata. Ia merindukan percakapan mereka yang lebih dalam, dan senyum samar Raka yang jarang muncul namun selalu membawa kedamaian ketika terlihat. Namun, semakin ia berusaha untuk lebih dekat, semakin Raka terlihat ragu, seakan dibelenggu oleh ketakutan yang hanya ia sendiri yang pahami.“Raka… apa yang kau takutkan?” gumamnya lirih, seolah berharap angin bisa menyampaikan pert
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-10
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status