Home / Romansa / Cinta di Kursi Roda / Bab 25: Sinergi Tanpa Kata

Share

Bab 25: Sinergi Tanpa Kata

Author: Restu Bumi
last update Last Updated: 2024-12-05 10:54:02

Hari itu, di ruangan rapat yang megah dan dipenuhi keheningan yang sarat dengan harapan, Laila dan Raka duduk bersebelahan di meja panjang, mempersiapkan presentasi yang sudah mereka susun dengan cermat. Ada banyak pasangan mata yang memandang mereka, penuh ekspektasi dan harap, tetapi bagi keduanya, tatapan-tatapan itu seakan lenyap, berganti dengan fokus yang mendalam.

Raka memandang layar di depannya dengan tenang, tangannya berusaha menyembunyikan kegugupan kecil yang bergejolak di balik eksterior yang tenang. Di sampingnya, Laila menyapukan pandangan sekejap ke arahnya, memberikan senyum lembut yang tak terucap tetapi terasa mendalam. Dalam diam, ia menyampaikan keteguhan hati dan dukungannya, mengingatkan Raka bahwa ia tidak sendirian.

Rapat itu dimulai dengan irama yang teratur, mempertemukan banyak pikiran yang berdesir dalam hiruk-pikuk rencana dan visi. Laila membuka presentasi dengan lantang, suaranya jernih dan penuh keyakinan. Kata-katanya tersusun rapi, seperti untaian k
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 26: Undangan di Bawah Langit Senja

    Hari beranjak sore ketika Laila mengumpulkan keberanian untuk mendekati Raka di ruangannya. Senja yang mengintip dari balik jendela kantor membias keemasan di sepanjang lantai, menciptakan suasana hangat yang menyelinap lembut ke dalam hatinya. Laila telah lama merencanakan undangan ini, berharap bisa membuka hati mereka dalam ruang yang lebih terbuka, tanpa batasan waktu dan tanpa formalitas pekerjaan yang selama ini menjadi tembok di antara mereka.Dengan senyum tenang, Laila mengetuk pintu ruang kerja Raka dan memasukinya setelah mendengar suaranya dari dalam. Raka terlihat duduk dengan tenang, sibuk dengan beberapa dokumen di mejanya. Namun, ia segera menatap Laila ketika kehadirannya dirasakan, menyelipkan sedikit rasa heran dalam pandangan itu.“Raka,” Laila memulai dengan nada suara yang lembut, “aku ingin mengajakmu makan malam. Di luar kantor, hanya kita berdua. Mungkin ada baiknya kita berbicara lebih santai, tanpa semua tekanan ini.”Raka terdiam sejenak, sedikit terkejut d

    Last Updated : 2024-12-06
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 27: Di Balik Dinding yang Masih Berdiri

    Pagi itu, di ruang kerja yang biasanya terasa penuh oleh kesibukan dan tekanan, ada sebuah ketenangan baru yang tak biasa. Laila dan Raka duduk berhadapan di meja panjang di ruang rapat kantor, cahaya matahari menembus kaca jendela, menyinari ruangan dengan lembut, menciptakan bayangan samar di wajah mereka. Keheningan tidak lagi terasa kaku atau penuh dengan jarak; keheningan ini seolah memberi mereka ruang untuk berbicara dalam hati, menimbang kata-kata yang akan terucap, mencoba memahami apa yang bersemayam di balik sorot mata masing-masing.Laila merasa ada sesuatu yang berubah dalam Raka. Senyumnya, yang selama ini jarang muncul, kini sesekali menghiasi wajahnya. Ada kehangatan dalam caranya memandang, meski tetap ada jarak yang tak terlihat, seperti tembok tinggi yang mengelilingi hatinya. Tetapi ia tahu, bahkan tembok tertinggi sekalipun tidak akan selamanya berdiri jika seseorang tetap bersabar.Dengan nada lembut, Laila memulai percakapan. “Raka, bagaimana perasaanmu hari ini

    Last Updated : 2024-12-07
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 28: Bayang-bayang Keraguan

    Pagi itu, sinar matahari menyusup lembut melalui celah-celah jendela kantor. Raka duduk di sudut ruangan, matanya menatap kosong pada layar komputer di depannya. Pikirannya melayang jauh, bukan pada pekerjaan atau kesibukan yang menumpuk, melainkan pada sosok Laila yang begitu tulus hadir di hidupnya. Semakin dalam ia memikirkan tentang perhatian yang Laila berikan, semakin dalam pula rasa takutnya mengakar, seperti bayangan yang selalu membuntuti tanpa henti.Raka mengingat malam ketika ia berbicara dengan Laila, saat ia merasa seolah seluruh bebannya diangkat oleh kehangatan Laila. Namun kini, ada perasaan baru yang muncul—ketakutan. Ketakutan bahwa kebaikan Laila bukanlah sesuatu yang layak ia terima. Bahwa ia hanyalah beban bagi wanita itu, seseorang yang tidak pernah akan dapat membalas kebaikan dengan setara."Apa yang sebenarnya kau cari dari hubungan ini, Raka?" gumamnya dalam hati, bertanya pada dirinya sendiri. "Kau hanyalah lelaki yang terluka, membawa masa lalu yang kelam

    Last Updated : 2024-12-08
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 29: Pergulatan Hati yang Terpendam

    Pagi itu, ketika matahari baru saja merayap naik di balik gedung-gedung kota, Raka duduk di balik meja kerjanya. Pikirannya terusik oleh rasa yang membuncah, sebuah kebingungan yang semakin hari semakin sulit ia abaikan. Dalam diamnya, ia berusaha menata hati yang seakan terombang-ambing di antara dua kutub—keinginan untuk menerima ketulusan Laila dan ketakutan bahwa kebersamaan ini justru akan melukai Laila pada akhirnya.Wajah Laila melintas di benaknya. Betapa hangat senyum itu, senyum yang selalu hadir dengan ketulusan tanpa syarat, seolah-olah dunia ini tak pernah merenggut kepercayaan dirinya pada kebaikan. Di mata Laila, Raka selalu melihat harapan dan kesabaran yang dalam, bahkan ketika ia sendiri sering kali merasa tak pantas menerimanya. Ketulusan yang ditawarkan Laila selalu tampak begitu jujur, tanpa niat untuk menuntut atau memaksa.Namun, justru karena itulah, Raka merasa semakin takut. Dalam hatinya, ia tak ingin menjadi sosok yang membawa kesedihan atau kekurangan dala

    Last Updated : 2024-12-09
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 30: Harapan dalam Kesabaran

    Di sudut ruang kerjanya yang tenang, Laila menatap secangkir teh yang uapnya mulai menipis, mengikuti alunan pikirannya yang berkecamuk. Beberapa hari terakhir, usahanya untuk mendekati Raka kerap terbentur dinding tinggi yang tak kasat mata. Setiap kali ia mencoba menembusnya, Raka justru menjauh, seperti burung yang menolak mendekat pada tangan yang tulus mengulurkan remah roti.Laila menghela napas panjang, menyadari dirinya terjebak dalam perasaan yang tak sepenuhnya bisa ia kendalikan. Ada kerinduan yang tumbuh perlahan dalam hatinya, seperti embun yang muncul di pagi hari—lembut, tak terlihat, namun begitu nyata. Ia merindukan percakapan mereka yang lebih dalam, dan senyum samar Raka yang jarang muncul namun selalu membawa kedamaian ketika terlihat. Namun, semakin ia berusaha untuk lebih dekat, semakin Raka terlihat ragu, seakan dibelenggu oleh ketakutan yang hanya ia sendiri yang pahami.“Raka… apa yang kau takutkan?” gumamnya lirih, seolah berharap angin bisa menyampaikan pert

    Last Updated : 2024-12-10
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 31 : Saat-Saat dalam Kebersamaan yang Diam-Diam Berbicara

    Pagi itu, embun masih menempel di dedaunan ketika Raka dan Laila tiba di kantor. Di tengah kebisingan rutinitas, keduanya disibukkan oleh proyek baru yang mengharuskan mereka bekerja lebih intens dan dekat setiap hari. Di balik keheningan pagi, ada ketegangan halus yang menyelubungi ruangan mereka, bukan karena beban pekerjaan, melainkan dari perasaan yang perlahan tumbuh, namun belum sempat mereka akui.Raka duduk di seberang meja, membolak-balik halaman dokumen proyek yang menumpuk di hadapannya. Laila, yang duduk berhadapan, tak bisa menahan diri untuk sesekali melirik ke arahnya. Interaksi mereka kini terasa begitu intens, hingga setiap tatapan atau senyum kecil menjadi momen yang bermakna, seperti irama perlahan dalam musik yang mendayu-dayu.Seiring hari berjalan, percakapan-percakapan kecil mereka berubah menjadi pembicaraan yang dalam. Setiap diskusi tentang rincian proyek terasa seperti membuka lapisan demi lapisan diri mereka masing-masing, dan Laila mulai merasakan bahwa di

    Last Updated : 2024-12-11
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 32: Jejak Kedekatan Tanpa Batas

    Pagi yang hangat menyelimuti ruang kerja mereka. Cahaya matahari menyusup perlahan dari celah-celah jendela, menciptakan bayangan lembut di meja tempat Raka dan Laila sering bekerja bersama. Suasana di antara mereka kini terasa berbeda—lebih intim, namun tetap terjaga dalam kesederhanaannya. Laila menyadari, Raka masih butuh waktu, maka ia memutuskan untuk menyusuri kedekatan itu perlahan-lahan, seperti angin yang berhembus lembut, tak ingin mendesak atau mengusik ketenangan hati Raka yang mulai terbuka.Setiap gerakan yang ia lakukan, setiap tatapan yang ia lontarkan, selalu ia jaga agar tidak berlebihan, namun cukup bermakna. Dia ingin Raka tahu bahwa dia ada, dengan cara yang paling halus dan lembut. Setiap kali mereka duduk berhadapan, Laila akan sesekali tersenyum kecil, memberikan sedikit perhatian, namun tidak lebih dari itu. Ia paham bahwa Raka harus belajar mengenali rasa itu sendiri, tanpa ada paksaan atau desakan yang bisa membuatnya menjauh lagi.Laila memilih untuk berada

    Last Updated : 2024-12-12
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 33: Luka yang Tak Terlihat

    Senja beranjak turun, menebarkan rona jingga yang meresapi setiap sudut ruangan. Di balkon kecil yang menghadap ke taman kantor, Raka dan Laila duduk bersebelahan dalam keheningan yang syahdu. Angin yang berhembus perlahan menggoyangkan dedaunan, membawa aroma tanah yang damai, seakan alam pun ikut berbisik, memberi ruang bagi sebuah cerita yang belum pernah diceritakan.Malam itu, Raka merasa berbeda. Ada dorongan dalam hatinya yang ingin berbagi, ingin mengungkapkan luka yang telah lama ia pendam, luka yang mengubah segalanya dalam hidupnya. Ia menatap ke depan, mencari kata-kata yang tepat untuk memulai. Di sampingnya, Laila hanya diam, namun tatapannya penuh pengertian, seakan ia telah siap mendengar tanpa menghakimi.“Laila…” Suara Raka terdengar parau, hampir seperti bisikan yang tenggelam dalam angin. “Aku ingin memberitahumu sesuatu. Sesuatu yang belum pernah aku ceritakan pada siapa pun.”Laila menoleh pelan, memberinya tatapan lembut yang menguatkan. “Aku di sini untuk mende

    Last Updated : 2024-12-13

Latest chapter

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 107: Hal Bahagia yang Telah Dijanjikan—END

    Pagi itu, matahari terbit dengan keindahan yang seakan dirancang khusus untuk mereka, memberikan pancaran lembut ke seluruh penjuru. Di dalam ruangan yang dipenuhi dengan wangi bunga melati dan mawar, suasana terasa sakral, seolah alam semesta turut memberi restu atas persatuan dua jiwa yang telah melalui perjalanan panjang penuh suka dan duka. Hari ini adalah hari yang telah lama mereka nantikan, hari yang ditetapkan oleh cinta dan keteguhan mereka.Laila berdiri di depan cermin, mengenakan gaun putih sederhana namun anggun yang menjuntai hingga ke lantai. Ia memandang dirinya, melihat pantulan wajah yang penuh dengan kebahagiaan dan keteguhan hati. Ada kilatan air mata di sudut matanya, tetapi ia berusaha menahannya, takut merusak riasan yang telah dipersiapkan dengan cermat. Namun, ini bukanlah air mata sedih, melainkan air mata syukur, air mata dari perasaan yang begitu penuh dan meluap-luap di hatinya.Saat pintu diketuk, Laila berbalik, mendapati ayahnya berdiri di sana dengan s

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 106: Refleksi Sebelum Janji Suci

    Malam itu, gemerlap bintang tampak lebih terang, seakan alam semesta turut merayakan keheningan yang menyelimuti hati Laila dan Raka. Mereka duduk terpisah, Laila bersama keluarganya dan sahabat-sahabatnya, sementara Raka menghabiskan waktu dengan orang-orang terdekatnya. Meski berjarak, hati mereka seakan saling terhubung, seiring pikiran yang merenung tentang perjalanan yang telah mereka tempuh hingga sampai di malam ini.Di kamar yang dihiasi oleh kilau cahaya lilin lembut, Laila duduk bersandar di ranjang sambil menatap gaun pernikahan yang tergantung di sudut ruangan. Gaun putih yang anggun itu seperti simbol murni dari segala harapan yang ia miliki, tentang cinta, tentang kebersamaan, dan tentang kehidupan baru yang akan dimulai besok. Jemarinya menyusuri kain lembut itu, seolah ingin meresapi setiap benang yang tersulam di sana—benang-benang harapan yang telah ia bangun bersama Raka.Sahabat-sahabat Laila duduk di sekitarnya, wajah mereka memancarkan kebahagiaan yang tulus. Mer

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 105: Bayang-Bayang Masa Lalu

    Pagi itu, udara terasa sejuk, sinar matahari menyelinap di antara dedaunan, memancarkan cahaya lembut yang menenangkan hati. Laila, yang duduk di teras rumahnya, merasakan kebahagiaan mengalir dalam dadanya. Hari-hari menuju pernikahan begitu dekat, dan setiap saat terasa seperti mimpi yang indah. Namun, di tengah kedamaian pagi itu, ponselnya bergetar, menandakan ada pesan masuk. Ketika membuka pesan itu, senyum di wajah Laila perlahan memudar. Pesan dari nomor yang tidak dikenalnya, sebuah pesan singkat namun mengganggu: “Aku tahu masa lalu Raka. Jika kamu ingin tahu kebenarannya, hubungi aku. Jika tidak, kebahagiaanmu mungkin hanya sementara.” Pesan itu membuatnya terdiam. Ada keanehan dalam kata-katanya, seperti sebuah ancaman tersembunyi, namun juga seperti tawaran untuk membuka tabir yang mungkin selama ini tertutup. Laila menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri, tetapi perasaannya terlanjur bergejolak. Di hatinya, ia percaya pada Raka. Namun, bisikan ketakutan muncul,

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 104: Janji di Tengah Ketidakpastian

    Malam mulai menyelimuti kota dengan kedamaiannya, seolah ikut memahami perjuangan hati sepasang kekasih yang duduk di taman kecil, jauh dari hiruk-pikuk dunia. Di sana, di bawah rembulan yang memancarkan sinarnya yang lembut, Raka dan Laila saling menatap dengan mata yang penuh tekad. Keputusan yang akan mereka ambil bukanlah hal mudah, namun mereka tahu bahwa cinta mereka mampu menjadi pelita di tengah ketidakpastian.Laila menghela napas dalam, mencoba mengendapkan perasaan yang bergemuruh di dalam hatinya. Meski kecemasan masih terselip, ia merasa keyakinan yang mendalam bahwa cintanya pada Raka tidak goyah. Ia tahu bahwa hidup tak selalu berjalan seperti yang mereka rencanakan, tetapi dalam hatinya, ia percaya bahwa cinta mereka memiliki kekuatan untuk mengatasi segala rintangan."Raka," ucap Laila dengan suara lembut, memecah kesunyian di antara mereka. "Aku tahu kondisimu mungkin belum stabil, tapi… apakah kamu yakin kita tidak akan menunda pernikahan ini?"Raka tersenyum tipis,

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 103: Di Ujung Ketabahan

    Hari itu kembali dipenuhi dengan keheningan yang sarat beban. Raka dan Laila duduk di ruang konsultasi dokter, dan meski kehangatan sinar matahari pagi menembus jendela, suasana di dalam ruangan terasa dingin, sunyi, seperti terkurung di antara dinding ketidakpastian. Laila duduk di samping Raka, menggenggam tangannya erat seolah-olah mengalirkan kekuatan yang tak terlihat. Raka hanya bisa diam, menatap lurus ke depan, mencoba menahan perasaan cemas yang perlahan merambat ke dalam hatinya.Dokter memandang mereka dengan tatapan lembut namun tegas, seolah memahami beratnya kabar yang hendak ia sampaikan. Dengan suara rendah, ia mulai menjelaskan, “Pak Raka, dari hasil pemeriksaan terakhir, kami menemukan bahwa kondisi jaringan di sekitar luka lama Anda memburuk. Hal ini memerlukan perawatan khusus dan waktu pemulihan yang mungkin tidak singkat. Kami perlu memastikan bahwa peradangan tidak menyebar lebih luas, karena itu dapat berdampak serius pada kesehatan Anda.”Kata-kata dokter tera

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 102: Luka yang Kembali Terasa

    Di tengah hiruk-pikuk persiapan yang semakin menuntut perhatian, ada sesuatu yang diam-diam menggulung dalam benak Raka. Ia mencoba menepis perasaan itu, menguburnya di antara lembaran undangan yang belum terkirim, daftar tamu yang terus bertambah, dan keputusan warna dekorasi yang belum selesai. Namun, seiring waktu, rasa sakit itu justru semakin kuat, mengusik ketenangan yang susah payah ia bangun bersama Laila.Raka memegang sisi tubuhnya, tepat di tempat luka lamanya berada. Rasa nyeri itu datang bagai kenangan yang menggores kembali, sebuah ingatan yang tak ia ingin ingat. Luka itu sudah ia lupakan sejak lama—setidaknya, itulah yang ia yakini. Tapi kini, tubuhnya seakan mengingatkan kembali, sebuah peringatan bahwa ia pernah mengalami rasa sakit yang lebih dari sekadar fisik. Ada luka batin yang sepertinya ikut berdenyut bersama rasa nyeri itu.Dengan napas yang berat, Raka meraba daerah yang terasa sakit, mendapati dirinya diliputi kecemasan. Bukan hanya rasa sakit itu yang meri

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 101: Di Balik Senyum Laila

    Pagi itu, Laila berangkat ke kantor dengan senyuman yang terpancar dari wajahnya, menyembunyikan kelelahan yang perlahan menggerogoti hatinya. Ia mencoba menata pikirannya agar tetap tenang. Proyek besar yang tengah ia tangani tiba-tiba menghadapi masalah serius. Kritik dari klien datang bertubi-tubi, seakan membebani langkah Laila yang biasanya mantap dan percaya diri. Sebagai seorang pemimpin tim, ia tahu harus kuat dan tetap tegar, tetapi hari-hari penuh tekanan ini mulai membuatnya merasa terjebak dalam pusaran yang tak berujung.Saat tiba di kantor, suasana ruangan terasa tegang. Rekan-rekan kerjanya menatap layar komputer dengan wajah penuh kecemasan, dan beberapa dari mereka saling berbisik dengan nada kekhawatiran. Laila tahu, proyek ini bukan hanya tentang reputasinya, tetapi juga menyangkut seluruh tim yang telah bekerja keras bersamanya selama berbulan-bulan. Pikirannya mulai mengabur oleh rasa bersalah yang perlahan-lahan menghantui. Ia merasa telah mengecewakan semua oran

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 100: Bayang-bayang Masa Lalu

    Di pagi yang tenang, Laila dan Raka duduk berdampingan di ruang tamu, di hadapan mereka terdapat tumpukan undangan pernikahan yang siap dikirimkan kepada para kerabat dan sahabat. Keheningan melingkupi ruangan, hanya suara lembut gesekan kertas dan detik jarum jam yang terdengar. Mereka sedang berada di fase akhir dari persiapan pernikahan, dan untuk sesaat, suasana ini memberikan kehangatan yang mengikat hati mereka dalam harapan akan kebahagiaan yang segera tiba.Laila, dengan senyum lembut di wajahnya, membolak-balik daftar nama yang sudah mereka siapkan. Setiap nama terasa membawa kenangan, setiap nama memiliki kisahnya sendiri yang pernah mewarnai hidup mereka. Namun, di balik senyum hangat itu, Raka terlihat agak gelisah. Tangannya menggenggam erat pena di jemarinya, sementara matanya sesekali melirik daftar nama yang terbentang di hadapannya.“Kamu baik-baik saja, Raka?” Laila bertanya lembut, menyadari perubahan kecil di ekspresi wajah tunangannya.Raka terdiam sejenak, seolah

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 99: Di Bawah Bayang-bayang Tekanan

    Pagi itu, Raka duduk di meja kerjanya dengan kepala tertunduk, matanya tertuju pada layar komputer yang dipenuhi angka-angka dan laporan yang terus berdatangan. Senyum lembut yang biasa terlihat di wajahnya kini menghilang, tergantikan oleh ekspresi tegang dan cemas. Sejak pagi, ia merasa terperangkap dalam pusaran masalah yang tak ada habisnya. Setiap pesan yang masuk, setiap rapat yang harus dihadiri, dan setiap keputusan yang dituntut untuk segera diambil seperti menambah beban yang menekan pundaknya.Di sela-sela kesibukannya, pikirannya melayang ke momen-momen bersama Laila di taman kecil itu. Ia ingat senyumnya, tenangnya udara sore yang menyelimuti mereka, dan janji mereka untuk menghadapi segala sesuatu bersama. Tetapi kini, janji itu terasa goyah ketika beban di tempat kerja ini mengancam mengguncang ketenangan yang baru saja mereka temukan. Raka menarik napas dalam, mencoba menenangkan gejolak dalam dadanya.Namun, beban tanggung jawab ini bukan sesuatu yang bisa ia abaikan.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status