Beranda / Romansa / Cinta di Kursi Roda / Bab 31 : Saat-Saat dalam Kebersamaan yang Diam-Diam Berbicara

Share

Bab 31 : Saat-Saat dalam Kebersamaan yang Diam-Diam Berbicara

Penulis: Restu Bumi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-11 10:40:32

Pagi itu, embun masih menempel di dedaunan ketika Raka dan Laila tiba di kantor. Di tengah kebisingan rutinitas, keduanya disibukkan oleh proyek baru yang mengharuskan mereka bekerja lebih intens dan dekat setiap hari. Di balik keheningan pagi, ada ketegangan halus yang menyelubungi ruangan mereka, bukan karena beban pekerjaan, melainkan dari perasaan yang perlahan tumbuh, namun belum sempat mereka akui.

Raka duduk di seberang meja, membolak-balik halaman dokumen proyek yang menumpuk di hadapannya. Laila, yang duduk berhadapan, tak bisa menahan diri untuk sesekali melirik ke arahnya. Interaksi mereka kini terasa begitu intens, hingga setiap tatapan atau senyum kecil menjadi momen yang bermakna, seperti irama perlahan dalam musik yang mendayu-dayu.

Seiring hari berjalan, percakapan-percakapan kecil mereka berubah menjadi pembicaraan yang dalam. Setiap diskusi tentang rincian proyek terasa seperti membuka lapisan demi lapisan diri mereka masing-masing, dan Laila mulai merasakan bahwa di
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 32: Jejak Kedekatan Tanpa Batas

    Pagi yang hangat menyelimuti ruang kerja mereka. Cahaya matahari menyusup perlahan dari celah-celah jendela, menciptakan bayangan lembut di meja tempat Raka dan Laila sering bekerja bersama. Suasana di antara mereka kini terasa berbeda—lebih intim, namun tetap terjaga dalam kesederhanaannya. Laila menyadari, Raka masih butuh waktu, maka ia memutuskan untuk menyusuri kedekatan itu perlahan-lahan, seperti angin yang berhembus lembut, tak ingin mendesak atau mengusik ketenangan hati Raka yang mulai terbuka.Setiap gerakan yang ia lakukan, setiap tatapan yang ia lontarkan, selalu ia jaga agar tidak berlebihan, namun cukup bermakna. Dia ingin Raka tahu bahwa dia ada, dengan cara yang paling halus dan lembut. Setiap kali mereka duduk berhadapan, Laila akan sesekali tersenyum kecil, memberikan sedikit perhatian, namun tidak lebih dari itu. Ia paham bahwa Raka harus belajar mengenali rasa itu sendiri, tanpa ada paksaan atau desakan yang bisa membuatnya menjauh lagi.Laila memilih untuk berada

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 33: Luka yang Tak Terlihat

    Senja beranjak turun, menebarkan rona jingga yang meresapi setiap sudut ruangan. Di balkon kecil yang menghadap ke taman kantor, Raka dan Laila duduk bersebelahan dalam keheningan yang syahdu. Angin yang berhembus perlahan menggoyangkan dedaunan, membawa aroma tanah yang damai, seakan alam pun ikut berbisik, memberi ruang bagi sebuah cerita yang belum pernah diceritakan.Malam itu, Raka merasa berbeda. Ada dorongan dalam hatinya yang ingin berbagi, ingin mengungkapkan luka yang telah lama ia pendam, luka yang mengubah segalanya dalam hidupnya. Ia menatap ke depan, mencari kata-kata yang tepat untuk memulai. Di sampingnya, Laila hanya diam, namun tatapannya penuh pengertian, seakan ia telah siap mendengar tanpa menghakimi.“Laila…” Suara Raka terdengar parau, hampir seperti bisikan yang tenggelam dalam angin. “Aku ingin memberitahumu sesuatu. Sesuatu yang belum pernah aku ceritakan pada siapa pun.”Laila menoleh pelan, memberinya tatapan lembut yang menguatkan. “Aku di sini untuk mende

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 34: Dalam Bayang-bayag Rasa

    Pagi itu, sinar matahari menyusup lembut melalui celah-celah jendela kamar Raka, menari di antara dedaunan yang melambai ditiup angin. Suara burung-burung terdengar samar di kejauhan, melantunkan simfoni alam yang sederhana namun menenangkan. Tetapi, ketenangan pagi itu tidak mampu menghapus kegelisahan yang semakin hari semakin tumbuh dalam hati Raka.Raka duduk di kursi dekat jendela, menatap langit biru yang luas. Hatinya terasa penuh namun sunyi, seolah ada sesuatu yang mendesak, ingin keluar, tapi tertahan oleh dinding-dinding ketakutan yang selama ini ia bangun. Dalam keheningan itu, ia menyadari bahwa perasaan terhadap Laila bukan lagi sekadar rasa nyaman atau rasa syukur atas kehadirannya. Lebih dari itu, rasa itu kini bertransformasi menjadi sesuatu yang jauh lebih dalam—sebuah perasaan yang menyala lembut, menghangatkan, namun sekaligus menakutkan.Bayangan wajah Laila hadir di benaknya. Senyuman yang tulus, tatapan yang lembut, dan caranya mendengarkan membuat Raka merasa h

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 35: Kehangatan di Bawah Langit Malam

    Malam itu, setelah kerja keras yang tiada henti, Raka dan Laila memutuskan untuk merayakan keberhasilan mereka. Laila mengusulkan tempat favoritnya—sebuah kafe kecil dengan suasana hangat yang tersembunyi di tengah hiruk-pikuk kota. Mereka meninggalkan kantor, langkah mereka terasa lebih ringan dari biasanya, seolah-olah beban yang selama ini mereka tanggung telah perlahan terangkat.Begitu tiba di kafe, aroma kopi segar menyambut mereka, berpadu dengan alunan musik jazz yang lembut. Kafe itu memiliki pencahayaan remang-remang, memberikan nuansa hangat dan intim yang membuat hati terasa tenang. Raka dan Laila memilih meja di sudut, dekat jendela besar yang memperlihatkan pemandangan malam kota yang indah dengan gemerlap lampu.Mereka duduk berhadapan, suasana di antara mereka begitu nyaman, seperti tak ada lagi sekat. Tanpa disadari, tangan Raka dan Laila hampir bersentuhan di atas meja, dan untuk sesaat, mereka membiarkan jari-jari mereka bersentuhan. Sentuhan itu terasa seperti samb

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 36: Bayang-bayag yang Tersembunyi

    Pagi itu, Laila duduk di ruang kerja dengan secangkir teh di tangannya. Pikirannya melayang, tertuju pada sosok Raka dan dinding-dinding yang masih ia lihat di hati lelaki itu. Di balik sikap lembut yang mulai Raka tunjukkan, Laila merasakan ada sesuatu yang lebih dalam, sebuah luka yang lebih berat daripada sekadar pengalaman buruk masa lalu.Selama ini, Laila hanya melihat potongan-potongan dari apa yang Raka biarkan terlihat—rasa takut yang menyelimuti hati dan kebisuannya terhadap beberapa hal. Namun, ada sebuah bayang-bayang yang terasa semakin jelas, sesuatu yang tak terucapkan, tetapi menciptakan jarak yang Raka tak pernah biarkan benar-benar sirna.Hari itu, mereka bertemu di ruang meeting yang sepi, hanya ditemani cahaya matahari pagi yang menerobos jendela besar, menciptakan bayangan halus di lantai. Raka sedang memeriksa beberapa dokumen, sementara Laila memperhatikannya dari kejauhan, mencoba memahami apa yang selama ini ia sembunyikan.Setelah beberapa saat, Laila membera

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 37: Cinta Tanpa Batas

    Di antara embun pagi yang menyelimuti bumi dan cahaya mentari yang perlahan mengintip dari balik bukit, suasana pagi itu penuh ketenangan. Laila dan Raka duduk berdua di sebuah bangku kayu, menghadap ke arah danau yang memantulkan cahaya langit dengan begitu indah. Keheningan pagi memberi mereka ruang untuk merenung, untuk merasakan kehadiran satu sama lain tanpa kata-kata.Laila memandang Raka dengan lembut. Di matanya, Raka bukan hanya pria yang sedang berjuang melawan ketakutan dan keraguan. Ia melihat kekuatan, keberanian, dan kerendahan hati yang begitu tulus. Namun, ia juga melihat ketakutan yang membayangi setiap langkah Raka, ketakutan yang membuatnya sulit menerima dirinya apa adanya. Laila ingin menunjukkan padanya bahwa cinta sejati tidak mengenal batasan—tidak pada fisik, tidak pada luka, dan tidak pada ketidaksempurnaan.“Raka,” Laila memulai, suaranya penuh kelembutan. “Kenapa kamu masih ragu? Apakah luka itu, ketakutan itu, begitu besar hingga mengalahkan segala keingin

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 38: Bersandar dalam Krisis

    Di pagi yang tenang, Raka dan Laila tiba di kantor dengan hati yang hangat, masih terasa kehadiran keheningan indah dari malam sebelumnya. Mereka telah menemukan kenyamanan dalam kebersamaan mereka, meski belum seluruhnya terbuka. Ada perasaan bahwa sesuatu sedang tumbuh di antara mereka, seperti benih cinta yang perlahan-lahan mulai berakar di dalam hati.Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Pagi ini, kabar buruk datang menghampiri. Salah satu klien besar mereka baru saja membatalkan kontrak mendadak karena ada masalah yang terlewat dalam analisis proyek. Situasi ini bukan hanya berpotensi menghambat keberlangsungan proyek, tetapi juga mengancam reputasi perusahaan. Berita itu langsung menggetarkan suasana tim, membuat setiap orang merasa cemas dan bingung harus berbuat apa.Raka menghela napas panjang, menatap layar komputernya yang kini dipenuhi dengan laporan-laporan berwarna merah. Ia tahu bahwa ini adalah krisis yang sulit, dan jalan keluarnya tidak akan mudah ditemukan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 39: Menyusuri Jalan yang Setengah Terbuka

    Pagi yang tenang menyambut Laila dengan embun yang menggantung di ujung daun, mencerminkan sinar matahari yang lembut. Ia duduk di bangku taman kecil di dekat tempat mereka bekerja, menghirup dalam-dalam udara pagi yang sejuk. Ada senyum lembut di wajahnya, senyum yang lahir dari perasaan hangat yang bertumbuh pelan di dalam hatinya. Bersama Raka, ia merasakan bahwa langkah kecil dalam hubungan mereka telah terukir, meskipun itu hanya sekilas. Namun, ia tahu bahwa hati Raka masih seperti jendela yang setengah tertutup, mengizinkannya untuk melihat hanya sebagian kecil dari dirinya yang sejati.Ia memandang langit yang biru jernih, membayangkan perjalanan yang telah ia lalui dengan Raka hingga saat ini. Setiap pertemuan, percakapan, dan momen-momen kecil yang ia habiskan bersama Raka membawanya semakin dekat, seperti irama lembut musik yang perlahan merasuk ke dalam jiwa. Meskipun Raka belum sepenuhnya membuka hatinya, ia bisa merasakan bahwa ada kemajuan, ada benih yang mulai tumbuh d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19

Bab terbaru

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 70: Di ujung Pengorbanan

    Malam itu, udara terasa lebih dingin dari biasanya, seolah-olah langit turut merasakan beban yang ada di hati Laila. Di ruang tamu kecilnya, Laila duduk sendirian, memandangi layar ponselnya yang hening. Sejak beberapa hari terakhir, Raka mulai menjaga jarak. Percakapan mereka yang dulu hangat dan penuh dengan tawa kini berubah menjadi percakapan singkat dan dingin, seolah hanya sekadar memenuhi kewajiban. Ada sesuatu yang mengganjal di hati Laila, sesuatu yang ia rasakan tapi belum berani ia tanyakan langsung.Malam itu, Laila tidak bisa menahan diri lagi. Ia memutuskan untuk menemui Raka. Menghubunginya dan memintanya datang ke taman di dekat rumah mereka, tempat di mana mereka biasa berbagi cerita dan menghabiskan waktu bersama. Tempat yang pernah menjadi saksi tawa dan janji-janji mereka.Tak lama, Raka tiba. Diatas kursi roda, Wajahnya terlihat muram, seakan-akan ia membawa beban berat yang sulit ia lepaskan. Laila mencoba tersenyum, berusaha mencairkan suasana, namun Raka hanya

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 69: Ombak dalam Sunyi

    Pagi itu, Laila merasa atmosfer di kantornya sedikit berbeda. Tatapan beberapa rekan kerjanya tampak lebih tajam, seolah ada sesuatu yang tengah mereka simpan, sesuatu yang hanya mereka bagi lewat lirikan dan bisikan. Laila mencoba untuk tetap tenang, tak ingin larut dalam spekulasi atau kekhawatiran. Ia percaya bahwa cinta dan pilihan hidupnya bukanlah urusan orang lain.Namun, tanpa disadari, percakapan itu ternyata lebih dari sekadar bisikan samar. Beberapa rekan kerja mulai berbicara di belakangnya, meremehkan pilihannya untuk bersama Raka, yang bagi mereka dianggap tidak "sepadan." Bagi sebagian orang di sana, Laila adalah sosok yang berprestasi, penuh bakat, dan berasal dari keluarga yang terpandang. Mereka melihatnya layak mendapatkan pasangan yang, menurut standar mereka, lebih sempurna dan menjanjikan masa depan yang lebih cerah. Raka, dengan segala keterbatasan dan kesederhanaannya, bagi mereka hanyalah seseorang yang tidak seharusnya berada di sisi Laila."Dia bisa mendapat

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 68: Di Antara Dua Hati

    Laila duduk termenung di sudut ruang tamu yang sepi. Udara pagi yang sejuk menyusup lewat jendela, namun hatinya terasa jauh dari ketenangan. Suara lembut angin seolah tak bisa menenangkan pikiran yang bergejolak. Pikirannya dipenuhi oleh percakapan yang baru saja terjadi dengan keluarganya.Hari itu, seperti biasa, keluarganya menanyakan tentang hubungannya dengan Raka. Namun kali ini, pertanyaan mereka bukan lagi sekadar perhatian. Mereka mulai mempertanyakan keputusan Laila untuk bertahan di sisi Raka. Di mata keluarganya, Raka adalah seseorang yang dianggap tak sepadan, seseorang yang—menurut mereka—membuat Laila terlalu banyak berkorban.“Laila, kamu layak mendapatkan yang lebih baik,” ucap ibunya dengan nada lembut, namun penuh ketegasan. “Raka mungkin pria yang baik, tapi lihatlah dirimu. Kamu sudah terlalu banyak memberi, terlalu banyak berkorban.”Kata-kata itu menghantam Laila seperti ombak yang menghantam karang, perlahan meruntuhkan keteguhan hatinya. Ia merasa seperti ber

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 67: Keberanian untuk Mengakhiri

    Siang itu, Laila duduk di sudut kafe dekat kantornya, menunggu Toni yang sebentar lagi akan datang. Cahaya matahari yang lembut menyelinap melalui jendela, membuat bayang-bayang halus di sekitar meja. Hatinya berdebar, bukan karena perasaan yang ia simpan untuk Toni, tapi karena tekadnya untuk mengakhiri kebingungan ini. Ia tahu, percakapan ini akan menjadi langkah yang berat, namun penting untuk menjaga keutuhan hubungannya dengan Raka.Tak lama, Toni datang. Wajahnya cerah, dengan senyum yang mengembang ketika ia melihat Laila. Bagi Toni, ajakan untuk bicara empat mata ini adalah harapan baru. Harapan yang ia bangun sejak awal mengenal Laila. Tetapi Toni tidak menyadari bahwa pertemuan ini akan menjadi akhir dari segala harapan yang ia jaga selama ini."Toni, terima kasih sudah meluangkan waktu," kata Laila lembut namun serius, saat Toni duduk di hadapannya. Ia menatap mata Toni dengan ketenangan yang diselimuti kesungguhan, berusaha menunjukkan bahwa pembicaraan ini bukanlah hal ya

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 66: Di Persimpangan Rasa

    Sore itu, matahari merangkak turun, meninggalkan jejak keemasan di cakrawala yang berangsur redup. Laila berdiri di depan gedung kantor, menunggu Raka. Angin sore berhembus lembut, menggoyangkan ujung-ujung rambutnya, seakan turut merasakan detik-detik yang penuh harapan. Hari itu, Laila ingin mengajak Raka jalan-jalan setelah kerja, untuk sejenak melupakan rutinitas dan berbagi tawa di bawah langit yang mulai gelap.Raka muncul dari kejauhan, langkahnya tenang seperti biasanya, namun wajahnya sedikit tampak muram. Saat ia menghampiri Laila, sorot matanya terpancar redup, seolah-olah menyimpan suatu keraguan yang tak mampu ia ungkapkan. Laila tersenyum hangat, menyambut Raka dengan riang, seperti senja yang menyambut malam."Raka," sapanya lembut. "Bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar sebelum pulang? Aku ingin menikmati suasana kota sore ini, dan kupikir… kamu mungkin mau menemaniku."Senyum tipis terbit di wajah Raka, namun hatinya bergejolak. Ada perasaan gundah yang tak mampu

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 65: Bayang-bayang Ragu

    Malam telah menyelimuti kota dengan keheningan yang penuh misteri. Bintang-bintang bertebaran di langit, memancarkan sinar yang redup namun tak pernah padam, seolah menjadi saksi atas segala kegelisahan dan keraguan yang kini menyelimuti hati Raka. Di tengah sunyi yang menenangkan, Raka duduk di tepi jendela kamar, menatap jauh ke dalam gelap, tenggelam dalam renungan yang tak henti-hentinya menyusup ke dalam hatinya.Hatinya terasa berat. Meskipun ada tekad dalam dirinya untuk memperjuangkan perasaan terhadap Laila, kenyataan yang tak bisa ia abaikan kembali menyergapnya—kondisi fisiknya yang terbatas. Tubuhnya yang tak sempurna seperti duri yang menancap dalam-dalam di hatinya, membawa kembali rasa minder yang selama ini ia usahakan untuk sembunyikan."Apakah aku layak untuk Laila?" pertanyaan itu menggaung dalam pikirannya, mengalun seperti nada sendu yang tak berujung. Laila adalah sosok yang lembut dan penuh cahaya, yang selalu membawa keceriaan di mana pun ia berada. Raka bertan

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 64: Senandung yang Tak Sampai

    Sore menjelang petang di kantor, ketika sinar matahari perlahan-lahan menghilang, meninggalkan bayangan lembut di sepanjang ruangan. Laila duduk di mejanya, merapikan dokumen-dokumen terakhir sebelum pulang. Suasana mulai lengang, hanya beberapa karyawan yang masih sibuk menyelesaikan pekerjaannya, termasuk Toni yang duduk tak jauh dari Laila.Raka berada tak jauh dari meja Laila, tetapi ia bersembunyi di balik dinding kaca yang memisahkan ruangan mereka. Tanpa sengaja, telinganya menangkap suara lembut Toni yang sedang berbicara dengan Laila.“Laila, bagaimana kalau malam ini kita makan malam bersama?” ajak Toni, suaranya terdengar penuh harap.Raka tertegun. Ajakan Toni itu menusuk hatinya, seolah-olah Toni sedang melangkah ke ruang yang selama ini ia jaga penuh ketenangan. Bayangan Laila dan Toni duduk berdua di meja makan, berbicara dengan akrab, tawa Laila yang mengalir untuk Toni – semua itu berputar-putar dalam pikirannya.Tanpa menunggu jawaban Laila, Raka memilih untuk segera

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 63: Riak di Balik Kedalaman Hati

    Hari-hari berlalu, dan Toni semakin tak bisa mengingkari keinginannya untuk lebih dekat dengan Laila. Setiap percakapan mereka, bahkan yang hanya sesaat, selalu berakhir dengan harapan yang terselip di dalam senyumnya. Ia mengamati gerak-gerik Laila, cara dia bicara dengan tenang, cara ia mengedipkan mata yang selalu membawa ketenangan. Di mata Toni, Laila bagaikan aliran sungai yang tenang, namun menyimpan kedalaman misteri yang sulit untuk diselami.Di setiap kesempatan, Toni mencari celah untuk berada di sekitar Laila. Di waktu makan siang, ia dengan sengaja memilih duduk di dekatnya, berharap bisa mengobrol meskipun hanya tentang hal-hal sederhana. Jika mereka sedang mengerjakan proyek yang sama, Toni selalu siap membantu tanpa diminta, seolah ingin membuktikan bahwa ia selalu ada. Meskipun Laila sering menanggapi Toni dengan sikap biasa saja, Toni tidak menyerah. Justru di sanalah tantangan dan keindahannya. Ia merasa bahwa setiap momen bersama Laila bagaikan mengumpulkan butiran

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 62: Pesona yang Tersembunyi

    Beberapa minggu telah berlalu sejak Toni bergabung dengan tim, dan suasana kantor masih dipenuhi oleh keceriaan yang ia bawa. Setiap pagi, Toni datang dengan senyum hangat dan semangat baru, membuat orang-orang di sekitarnya merasa lebih hidup. Kehadirannya bukan hanya melengkapi tim dalam hal pekerjaan, tetapi juga membawa kebahagiaan yang sederhana namun berarti.Namun, di balik keramahan dan keceriaan Toni, ada sesuatu yang perlahan tumbuh di dalam hatinya. Sebuah rasa yang tak terduga, yang ia sendiri sulit untuk mengerti. Setiap kali ia menatap Laila, melihat senyum lembutnya atau mendengar suaranya yang tenang, hati Toni bergetar dengan cara yang baru dan aneh. Seperti aliran sungai yang mengalir tenang namun dalam, perasaannya pada Laila semakin hari semakin tumbuh tanpa bisa ia bendung.Toni mencoba menahan dirinya, mencoba meyakinkan hati bahwa mungkin ini hanyalah kekaguman semata. Namun, semakin ia berusaha untuk mengabaikan perasaannya, semakin kuat pula perasaan itu berak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status