Beranda / Romansa / Cinta di Kursi Roda / Bab 36: Bayang-bayag yang Tersembunyi

Share

Bab 36: Bayang-bayag yang Tersembunyi

Penulis: Restu Bumi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-16 12:30:52

Pagi itu, Laila duduk di ruang kerja dengan secangkir teh di tangannya. Pikirannya melayang, tertuju pada sosok Raka dan dinding-dinding yang masih ia lihat di hati lelaki itu. Di balik sikap lembut yang mulai Raka tunjukkan, Laila merasakan ada sesuatu yang lebih dalam, sebuah luka yang lebih berat daripada sekadar pengalaman buruk masa lalu.

Selama ini, Laila hanya melihat potongan-potongan dari apa yang Raka biarkan terlihat—rasa takut yang menyelimuti hati dan kebisuannya terhadap beberapa hal. Namun, ada sebuah bayang-bayang yang terasa semakin jelas, sesuatu yang tak terucapkan, tetapi menciptakan jarak yang Raka tak pernah biarkan benar-benar sirna.

Hari itu, mereka bertemu di ruang meeting yang sepi, hanya ditemani cahaya matahari pagi yang menerobos jendela besar, menciptakan bayangan halus di lantai. Raka sedang memeriksa beberapa dokumen, sementara Laila memperhatikannya dari kejauhan, mencoba memahami apa yang selama ini ia sembunyikan.

Setelah beberapa saat, Laila membera
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 37: Cinta Tanpa Batas

    Di antara embun pagi yang menyelimuti bumi dan cahaya mentari yang perlahan mengintip dari balik bukit, suasana pagi itu penuh ketenangan. Laila dan Raka duduk berdua di sebuah bangku kayu, menghadap ke arah danau yang memantulkan cahaya langit dengan begitu indah. Keheningan pagi memberi mereka ruang untuk merenung, untuk merasakan kehadiran satu sama lain tanpa kata-kata.Laila memandang Raka dengan lembut. Di matanya, Raka bukan hanya pria yang sedang berjuang melawan ketakutan dan keraguan. Ia melihat kekuatan, keberanian, dan kerendahan hati yang begitu tulus. Namun, ia juga melihat ketakutan yang membayangi setiap langkah Raka, ketakutan yang membuatnya sulit menerima dirinya apa adanya. Laila ingin menunjukkan padanya bahwa cinta sejati tidak mengenal batasan—tidak pada fisik, tidak pada luka, dan tidak pada ketidaksempurnaan.“Raka,” Laila memulai, suaranya penuh kelembutan. “Kenapa kamu masih ragu? Apakah luka itu, ketakutan itu, begitu besar hingga mengalahkan segala keingin

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 38: Bersandar dalam Krisis

    Di pagi yang tenang, Raka dan Laila tiba di kantor dengan hati yang hangat, masih terasa kehadiran keheningan indah dari malam sebelumnya. Mereka telah menemukan kenyamanan dalam kebersamaan mereka, meski belum seluruhnya terbuka. Ada perasaan bahwa sesuatu sedang tumbuh di antara mereka, seperti benih cinta yang perlahan-lahan mulai berakar di dalam hati.Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Pagi ini, kabar buruk datang menghampiri. Salah satu klien besar mereka baru saja membatalkan kontrak mendadak karena ada masalah yang terlewat dalam analisis proyek. Situasi ini bukan hanya berpotensi menghambat keberlangsungan proyek, tetapi juga mengancam reputasi perusahaan. Berita itu langsung menggetarkan suasana tim, membuat setiap orang merasa cemas dan bingung harus berbuat apa.Raka menghela napas panjang, menatap layar komputernya yang kini dipenuhi dengan laporan-laporan berwarna merah. Ia tahu bahwa ini adalah krisis yang sulit, dan jalan keluarnya tidak akan mudah ditemukan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 39: Menyusuri Jalan yang Setengah Terbuka

    Pagi yang tenang menyambut Laila dengan embun yang menggantung di ujung daun, mencerminkan sinar matahari yang lembut. Ia duduk di bangku taman kecil di dekat tempat mereka bekerja, menghirup dalam-dalam udara pagi yang sejuk. Ada senyum lembut di wajahnya, senyum yang lahir dari perasaan hangat yang bertumbuh pelan di dalam hatinya. Bersama Raka, ia merasakan bahwa langkah kecil dalam hubungan mereka telah terukir, meskipun itu hanya sekilas. Namun, ia tahu bahwa hati Raka masih seperti jendela yang setengah tertutup, mengizinkannya untuk melihat hanya sebagian kecil dari dirinya yang sejati.Ia memandang langit yang biru jernih, membayangkan perjalanan yang telah ia lalui dengan Raka hingga saat ini. Setiap pertemuan, percakapan, dan momen-momen kecil yang ia habiskan bersama Raka membawanya semakin dekat, seperti irama lembut musik yang perlahan merasuk ke dalam jiwa. Meskipun Raka belum sepenuhnya membuka hatinya, ia bisa merasakan bahwa ada kemajuan, ada benih yang mulai tumbuh d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 40: Bayang-bayang Masa Lalu

    Pagi itu, matahari bersinar lembut, menciptakan siluet indah di antara dedaunan yang bergoyang oleh angin. Raka duduk di salah satu sudut kafe kecil yang sunyi, mengamati secangkir kopi di depannya dengan tatapan yang kosong. Waktu terasa melambat, membiarkan keheningan mengambil alih pikirannya.Namun, hari yang tenang itu tiba-tiba terusik ketika seseorang memasuki kafe. Sosok yang membuat jantung Raka seakan berhenti berdetak. Tatapan matanya membeku, dan napasnya tertahan ketika sosok itu menatapnya, dengan raut yang tak kalah terkejut.Sosok tersebut adalah Awan, sahabat yang dulu selalu ada di sisinya. Awan, orang yang bersamanya saat kecelakaan tragis itu terjadi. Saat itu, hidup Raka berubah seketika, dan kehadiran Awan saat ini membawa kembali semua ingatan pahit yang sudah lama ia coba kubur dalam-dalam.Raka tersentak mundur, seolah diselimuti awan kelabu yang menutupi cahaya pagi itu. Jiwanya bergolak, merasakan badai yang bergemuruh di dalam dadanya. Pandangannya mulai ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 41: Cinta yang Mendekat ke Hati Keluarga

    Pagi itu, Laila memberanikan diri melangkah menuju rumah keluarga Raka. Langit berwarna cerah, menyuguhkan ketenangan yang diam-diam ia butuhkan. Meski hatinya dipenuhi perasaan cemas, ia tahu bahwa bertemu keluarga Raka adalah salah satu cara untuk memahami sosok pria yang begitu berharga baginya. Laila berulang kali mengingatkan dirinya untuk bersikap tulus dan terbuka, meski ia tahu betapa besar arti pertemuan ini.Ketika Laila tiba, rumah keluarga Raka terasa menyambut dengan kehangatan yang lembut. Di beranda, ibu Raka, Bu Diah, sedang menjemur beberapa kain di bawah sinar matahari yang hangat. Wanita paruh baya itu tersenyum saat melihat Laila mendekat, seolah sudah mengenal Laila lebih lama daripada yang sebenarnya.“Laila, datang juga akhirnya. Masuklah, jangan sungkan-sungkan,” sambut Bu Diah dengan ramah.Laila tersenyum, berusaha menutupi gugup yang ia rasakan. “Terima kasih, Bu Diah. Maaf merepotkan,” jawabnya sopan.Di dalam rumah, suasana terasa damai dan sederhana, namu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 42: Pergulatan Hati yang Tenang

    Dalam keheningan malam yang penuh dengan suara jangkrik dan semilir angin dingin, Raka duduk di teras rumahnya, memandang jauh ke cakrawala yang gelap. Keputusan-keputusan yang telah ia buat selama ini terasa seperti bayangan gelap yang terus menghantuinya, menebarkan rasa resah dalam hati yang tak kunjung surut. Di balik keteguhan yang selama ini ia tampakkan, ada keraguan yang pelan-pelan mulai meruntuhkan pertahanannya. Ia terus memikirkan Laila, gadis yang berhasil mengusik kesendiriannya, menghadirkan kilauan cahaya dalam kelam hatinya.“Mengapa aku masih terus menolak perasaanku sendiri?” batinnya berbisik. Ia menunduk, menyembunyikan wajah di balik kedua telapak tangannya.Bayangan wajah Laila terlintas dalam benaknya, senyum lembutnya yang penuh ketulusan, matanya yang penuh kasih, dan caranya bertahan meski ia selalu menjaga jarak. Laila, dengan segala kelembutannya, telah menunjukkan padanya bahwa cinta bukanlah tentang keindahan saja, tetapi juga keberanian untuk menerima l

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 43: Mengenang Jati Diri yang Terlupakan

    Pagi yang tenang membawa kesegaran yang menyelinap hingga ke dalam hati Raka. Cahaya matahari menembus pepohonan, menciptakan bayangan yang berbaur dengan embun di rerumputan. Dalam keheningan ini, Raka duduk sendiri di teras, memandang jauh ke arah pepohonan yang menjulang di kejauhan. Udara pagi membawanya kembali pada kenangan lama, masa ketika jiwanya penuh semangat, penuh impian yang kini terasa seperti bayangan jauh di ujung waktu.Dulu, Raka adalah pemuda yang penuh tawa. Ia selalu bersemangat menghadapi hari-hari, merasakan setiap detik dengan gairah yang tak tertandingi. Di balik matanya yang teduh, ada kobaran api yang tak pernah padam. Namun kecelakaan itu mengubah segalanya. Ia kehilangan bukan hanya fisiknya yang terluka, tetapi juga bagian dari dirinya yang dulu selalu hidup dalam keberanian.Kehadiran Laila membuatnya merenung, membuatnya ingat akan siapa dirinya dulu, sebelum semua ini terjadi. Laila, dengan kelembutan dan kesabarannya, membangunkan sisi diri Raka yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 44: Kekuatan Hati yang Tak Terbatas

    Kehangatan senja yang mereka bagi di taman malam itu masih terpatri jelas di hati Laila. Dalam setiap langkahnya di kantor, ia merasa ringan, seolah percakapan dengan Raka telah menjadi kekuatan yang menuntunnya. Raka mulai menunjukkan secercah harapan, dan bagi Laila, itu lebih dari cukup untuk membuatnya bertahan.Namun, di tengah perasaan yang ia bawa dengan hati-hati itu, bisikan-bisikan kecil dari rekan kerjanya mulai terdengar. Suatu siang saat Laila tengah mengerjakan laporan, suara mereka terdengar begitu jelas di balik dinding tipis kubikelnya.“Apa dia benar-benar tulus sama Raka? Terlalu perhatian, kalau menurutku.”“Ya, aku juga pikir begitu. Lagipula, siapa yang mau repot-repot begitu pada seseorang yang punya banyak masalah.”Laila terdiam mendengar percakapan itu, tapi bibirnya tetap tersenyum. Ia tahu, keputusan untuk selalu mendukung Raka memang bukan keputusan yang semua orang akan mengerti. Mungkin bagi sebagian orang, perasaannya terlihat seperti beban, atau bahkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24

Bab terbaru

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 107: Hal Bahagia yang Telah Dijanjikan—END

    Pagi itu, matahari terbit dengan keindahan yang seakan dirancang khusus untuk mereka, memberikan pancaran lembut ke seluruh penjuru. Di dalam ruangan yang dipenuhi dengan wangi bunga melati dan mawar, suasana terasa sakral, seolah alam semesta turut memberi restu atas persatuan dua jiwa yang telah melalui perjalanan panjang penuh suka dan duka. Hari ini adalah hari yang telah lama mereka nantikan, hari yang ditetapkan oleh cinta dan keteguhan mereka.Laila berdiri di depan cermin, mengenakan gaun putih sederhana namun anggun yang menjuntai hingga ke lantai. Ia memandang dirinya, melihat pantulan wajah yang penuh dengan kebahagiaan dan keteguhan hati. Ada kilatan air mata di sudut matanya, tetapi ia berusaha menahannya, takut merusak riasan yang telah dipersiapkan dengan cermat. Namun, ini bukanlah air mata sedih, melainkan air mata syukur, air mata dari perasaan yang begitu penuh dan meluap-luap di hatinya.Saat pintu diketuk, Laila berbalik, mendapati ayahnya berdiri di sana dengan s

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 106: Refleksi Sebelum Janji Suci

    Malam itu, gemerlap bintang tampak lebih terang, seakan alam semesta turut merayakan keheningan yang menyelimuti hati Laila dan Raka. Mereka duduk terpisah, Laila bersama keluarganya dan sahabat-sahabatnya, sementara Raka menghabiskan waktu dengan orang-orang terdekatnya. Meski berjarak, hati mereka seakan saling terhubung, seiring pikiran yang merenung tentang perjalanan yang telah mereka tempuh hingga sampai di malam ini.Di kamar yang dihiasi oleh kilau cahaya lilin lembut, Laila duduk bersandar di ranjang sambil menatap gaun pernikahan yang tergantung di sudut ruangan. Gaun putih yang anggun itu seperti simbol murni dari segala harapan yang ia miliki, tentang cinta, tentang kebersamaan, dan tentang kehidupan baru yang akan dimulai besok. Jemarinya menyusuri kain lembut itu, seolah ingin meresapi setiap benang yang tersulam di sana—benang-benang harapan yang telah ia bangun bersama Raka.Sahabat-sahabat Laila duduk di sekitarnya, wajah mereka memancarkan kebahagiaan yang tulus. Mer

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 105: Bayang-Bayang Masa Lalu

    Pagi itu, udara terasa sejuk, sinar matahari menyelinap di antara dedaunan, memancarkan cahaya lembut yang menenangkan hati. Laila, yang duduk di teras rumahnya, merasakan kebahagiaan mengalir dalam dadanya. Hari-hari menuju pernikahan begitu dekat, dan setiap saat terasa seperti mimpi yang indah. Namun, di tengah kedamaian pagi itu, ponselnya bergetar, menandakan ada pesan masuk. Ketika membuka pesan itu, senyum di wajah Laila perlahan memudar. Pesan dari nomor yang tidak dikenalnya, sebuah pesan singkat namun mengganggu: “Aku tahu masa lalu Raka. Jika kamu ingin tahu kebenarannya, hubungi aku. Jika tidak, kebahagiaanmu mungkin hanya sementara.” Pesan itu membuatnya terdiam. Ada keanehan dalam kata-katanya, seperti sebuah ancaman tersembunyi, namun juga seperti tawaran untuk membuka tabir yang mungkin selama ini tertutup. Laila menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri, tetapi perasaannya terlanjur bergejolak. Di hatinya, ia percaya pada Raka. Namun, bisikan ketakutan muncul,

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 104: Janji di Tengah Ketidakpastian

    Malam mulai menyelimuti kota dengan kedamaiannya, seolah ikut memahami perjuangan hati sepasang kekasih yang duduk di taman kecil, jauh dari hiruk-pikuk dunia. Di sana, di bawah rembulan yang memancarkan sinarnya yang lembut, Raka dan Laila saling menatap dengan mata yang penuh tekad. Keputusan yang akan mereka ambil bukanlah hal mudah, namun mereka tahu bahwa cinta mereka mampu menjadi pelita di tengah ketidakpastian.Laila menghela napas dalam, mencoba mengendapkan perasaan yang bergemuruh di dalam hatinya. Meski kecemasan masih terselip, ia merasa keyakinan yang mendalam bahwa cintanya pada Raka tidak goyah. Ia tahu bahwa hidup tak selalu berjalan seperti yang mereka rencanakan, tetapi dalam hatinya, ia percaya bahwa cinta mereka memiliki kekuatan untuk mengatasi segala rintangan."Raka," ucap Laila dengan suara lembut, memecah kesunyian di antara mereka. "Aku tahu kondisimu mungkin belum stabil, tapi… apakah kamu yakin kita tidak akan menunda pernikahan ini?"Raka tersenyum tipis,

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 103: Di Ujung Ketabahan

    Hari itu kembali dipenuhi dengan keheningan yang sarat beban. Raka dan Laila duduk di ruang konsultasi dokter, dan meski kehangatan sinar matahari pagi menembus jendela, suasana di dalam ruangan terasa dingin, sunyi, seperti terkurung di antara dinding ketidakpastian. Laila duduk di samping Raka, menggenggam tangannya erat seolah-olah mengalirkan kekuatan yang tak terlihat. Raka hanya bisa diam, menatap lurus ke depan, mencoba menahan perasaan cemas yang perlahan merambat ke dalam hatinya.Dokter memandang mereka dengan tatapan lembut namun tegas, seolah memahami beratnya kabar yang hendak ia sampaikan. Dengan suara rendah, ia mulai menjelaskan, “Pak Raka, dari hasil pemeriksaan terakhir, kami menemukan bahwa kondisi jaringan di sekitar luka lama Anda memburuk. Hal ini memerlukan perawatan khusus dan waktu pemulihan yang mungkin tidak singkat. Kami perlu memastikan bahwa peradangan tidak menyebar lebih luas, karena itu dapat berdampak serius pada kesehatan Anda.”Kata-kata dokter tera

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 102: Luka yang Kembali Terasa

    Di tengah hiruk-pikuk persiapan yang semakin menuntut perhatian, ada sesuatu yang diam-diam menggulung dalam benak Raka. Ia mencoba menepis perasaan itu, menguburnya di antara lembaran undangan yang belum terkirim, daftar tamu yang terus bertambah, dan keputusan warna dekorasi yang belum selesai. Namun, seiring waktu, rasa sakit itu justru semakin kuat, mengusik ketenangan yang susah payah ia bangun bersama Laila.Raka memegang sisi tubuhnya, tepat di tempat luka lamanya berada. Rasa nyeri itu datang bagai kenangan yang menggores kembali, sebuah ingatan yang tak ia ingin ingat. Luka itu sudah ia lupakan sejak lama—setidaknya, itulah yang ia yakini. Tapi kini, tubuhnya seakan mengingatkan kembali, sebuah peringatan bahwa ia pernah mengalami rasa sakit yang lebih dari sekadar fisik. Ada luka batin yang sepertinya ikut berdenyut bersama rasa nyeri itu.Dengan napas yang berat, Raka meraba daerah yang terasa sakit, mendapati dirinya diliputi kecemasan. Bukan hanya rasa sakit itu yang meri

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 101: Di Balik Senyum Laila

    Pagi itu, Laila berangkat ke kantor dengan senyuman yang terpancar dari wajahnya, menyembunyikan kelelahan yang perlahan menggerogoti hatinya. Ia mencoba menata pikirannya agar tetap tenang. Proyek besar yang tengah ia tangani tiba-tiba menghadapi masalah serius. Kritik dari klien datang bertubi-tubi, seakan membebani langkah Laila yang biasanya mantap dan percaya diri. Sebagai seorang pemimpin tim, ia tahu harus kuat dan tetap tegar, tetapi hari-hari penuh tekanan ini mulai membuatnya merasa terjebak dalam pusaran yang tak berujung.Saat tiba di kantor, suasana ruangan terasa tegang. Rekan-rekan kerjanya menatap layar komputer dengan wajah penuh kecemasan, dan beberapa dari mereka saling berbisik dengan nada kekhawatiran. Laila tahu, proyek ini bukan hanya tentang reputasinya, tetapi juga menyangkut seluruh tim yang telah bekerja keras bersamanya selama berbulan-bulan. Pikirannya mulai mengabur oleh rasa bersalah yang perlahan-lahan menghantui. Ia merasa telah mengecewakan semua oran

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 100: Bayang-bayang Masa Lalu

    Di pagi yang tenang, Laila dan Raka duduk berdampingan di ruang tamu, di hadapan mereka terdapat tumpukan undangan pernikahan yang siap dikirimkan kepada para kerabat dan sahabat. Keheningan melingkupi ruangan, hanya suara lembut gesekan kertas dan detik jarum jam yang terdengar. Mereka sedang berada di fase akhir dari persiapan pernikahan, dan untuk sesaat, suasana ini memberikan kehangatan yang mengikat hati mereka dalam harapan akan kebahagiaan yang segera tiba.Laila, dengan senyum lembut di wajahnya, membolak-balik daftar nama yang sudah mereka siapkan. Setiap nama terasa membawa kenangan, setiap nama memiliki kisahnya sendiri yang pernah mewarnai hidup mereka. Namun, di balik senyum hangat itu, Raka terlihat agak gelisah. Tangannya menggenggam erat pena di jemarinya, sementara matanya sesekali melirik daftar nama yang terbentang di hadapannya.“Kamu baik-baik saja, Raka?” Laila bertanya lembut, menyadari perubahan kecil di ekspresi wajah tunangannya.Raka terdiam sejenak, seolah

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 99: Di Bawah Bayang-bayang Tekanan

    Pagi itu, Raka duduk di meja kerjanya dengan kepala tertunduk, matanya tertuju pada layar komputer yang dipenuhi angka-angka dan laporan yang terus berdatangan. Senyum lembut yang biasa terlihat di wajahnya kini menghilang, tergantikan oleh ekspresi tegang dan cemas. Sejak pagi, ia merasa terperangkap dalam pusaran masalah yang tak ada habisnya. Setiap pesan yang masuk, setiap rapat yang harus dihadiri, dan setiap keputusan yang dituntut untuk segera diambil seperti menambah beban yang menekan pundaknya.Di sela-sela kesibukannya, pikirannya melayang ke momen-momen bersama Laila di taman kecil itu. Ia ingat senyumnya, tenangnya udara sore yang menyelimuti mereka, dan janji mereka untuk menghadapi segala sesuatu bersama. Tetapi kini, janji itu terasa goyah ketika beban di tempat kerja ini mengancam mengguncang ketenangan yang baru saja mereka temukan. Raka menarik napas dalam, mencoba menenangkan gejolak dalam dadanya.Namun, beban tanggung jawab ini bukan sesuatu yang bisa ia abaikan.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status