Beranda / Romansa / Cinta di Kursi Roda / Bab 44: Kekuatan Hati yang Tak Terbatas

Share

Bab 44: Kekuatan Hati yang Tak Terbatas

Penulis: Restu Bumi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-24 10:27:52

Kehangatan senja yang mereka bagi di taman malam itu masih terpatri jelas di hati Laila. Dalam setiap langkahnya di kantor, ia merasa ringan, seolah percakapan dengan Raka telah menjadi kekuatan yang menuntunnya. Raka mulai menunjukkan secercah harapan, dan bagi Laila, itu lebih dari cukup untuk membuatnya bertahan.

Namun, di tengah perasaan yang ia bawa dengan hati-hati itu, bisikan-bisikan kecil dari rekan kerjanya mulai terdengar. Suatu siang saat Laila tengah mengerjakan laporan, suara mereka terdengar begitu jelas di balik dinding tipis kubikelnya.

“Apa dia benar-benar tulus sama Raka? Terlalu perhatian, kalau menurutku.”

“Ya, aku juga pikir begitu. Lagipula, siapa yang mau repot-repot begitu pada seseorang yang punya banyak masalah.”

Laila terdiam mendengar percakapan itu, tapi bibirnya tetap tersenyum. Ia tahu, keputusan untuk selalu mendukung Raka memang bukan keputusan yang semua orang akan mengerti. Mungkin bagi sebagian orang, perasaannya terlihat seperti beban, atau bahkan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 45: Jarak yang Menyiksa Jiwa

    Pagi itu, Raka duduk di meja kerjanya, pandangan terpaku pada layar komputer, tetapi pikirannya melayang jauh. Hatinya terasa berat, seperti ada batu besar yang menekan setiap desah napasnya. Setelah percakapan terakhirnya dengan Laila, ia merasa ketulusan perempuan itu terlalu murni untuk dirinya yang penuh dengan keraguan. Semakin ia memahami cinta Laila, semakin besar pula rasa takutnya untuk menyakitinya. Ia tidak ingin Laila terluka, tetapi ia juga tidak yakin apakah dirinya bisa mencintai Laila dengan cara yang ia pantas dapatkan.Ketakutan itu membuat Raka memutuskan untuk menjaga jarak. Ia menghindari Laila di kantor, berusaha menghindari tatapan mata lembut yang selalu memberinya kedamaian. Setiap kali Laila mencoba mendekat, Raka berusaha mencari alasan untuk pergi. Hatinya tersiksa melihat perempuan yang begitu ia sayangi harus menahan kesedihan, tetapi ia merasa bahwa ini adalah cara terbaik untuk melindungi Laila dari rasa sakit yang lebih dalam.Di sisi lain, Laila mulai

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 46: pengakuan yang Tertahan

    Senja itu, Raka dan Laila duduk di sebuah bangku taman yang dikelilingi bunga-bunga musim semi yang bermekaran, seakan alam turut merayakan keheningan yang menyelimuti mereka. Di antara keheningan itu, ada kerinduan yang lama tertahan dan perasaan yang mengalir tanpa henti, memenuhi setiap inci udara di sekitarnya.Raka menatap ke depan, tatapannya kosong namun hatinya bergejolak. Rasanya seperti menanti sesuatu yang begitu mendalam, yang sudah terlalu lama disembunyikan. Ia tahu, Laila pantas mendapatkan kejujuran—tapi bagaimana ia bisa mengatakannya tanpa merusak keindahan ini? Ia menghela napas panjang, sebelum akhirnya memberanikan diri untuk berbicara.“Laila…” suara Raka lirih, namun penuh dengan makna yang tersembunyi. Laila menoleh, menatap Raka dengan mata penuh harap, seakan sudah menunggu momen ini sejak lama. “Aku… aku menyayangimu,” lanjutnya dengan suara yang hampir tertelan angin malam.Pengakuan itu, meski sederhana, terasa seperti batu yang terangkat dari hatinya. Unt

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 47: Ketakutan Akan Masa Depan

    Raka duduk di tepi jendela kamarnya, menatap langit yang mulai memudar di ufuk timur. Sinar mentari perlahan mengusir kegelapan malam, namun di hatinya, bayang-bayang ketakutan masih bertahan. Ucapan Laila malam itu, yang penuh ketulusan dan janji cinta tanpa syarat, masih terngiang dalam benaknya. Namun, semakin ia merenungkan kata-kata Laila, semakin pula ia dilanda rasa takut yang tak terbendung.Bagaimana jika, di masa depan, ia tak bisa memberikan kebahagiaan yang layak bagi Laila? Bagaimana jika cinta mereka yang begitu dalam ini pada akhirnya tidak cukup untuk menghadapi realitas dunia yang keras?Perasaan ragu terus menggerogoti hati Raka. Ia merasa seperti terperangkap dalam pusaran emosi, di mana ketakutan dan cinta berbaur menjadi satu, saling tarik-menarik. Ia sangat mencintai Laila, bahkan melebihi dirinya sendiri, namun justru karena cinta itulah ia merasa tidak ingin menjadi beban bagi hidup Laila. Ia ingin Laila bahagia, meskipun kebahagiaan itu mungkin tak bisa ia ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 48: Bayang-Bayang Masa Lalu

    Cahaya pagi menembus jendela, menyinari kamar Raka yang sunyi. Suara burung berkicau di luar terdengar sayup, seakan berusaha meredakan kegelisahan yang telah bersarang dalam dirinya. Raka duduk termenung, pandangannya kosong menatap dinding. Dalam diam, pikirannya terjebak antara cinta yang begitu kuat untuk Laila dan bayangan masa lalunya yang kelam, yang tak pernah benar-benar pergi.Laila telah memberinya ruang. Ia tahu, perempuan itu tak ingin memaksanya. Cinta Laila begitu lembut, penuh ketulusan yang Raka rasakan sampai ke dasar hatinya. Namun justru kelembutan itu, kebaikan dan kepercayaan yang diberikan tanpa syarat, yang semakin menambah bebannya. Ia ingin mencintai Laila dengan sepenuh hati, tetapi ada sesuatu yang seakan menariknya kembali ke dalam gelap, mengingatkannya akan kegagalan dan kesalahan masa lalunya.Ia menarik napas panjang, mencoba meredakan perasaan yang semakin lama semakin menyiksanya. Namun, suara-suara itu kembali—suara dari masa lalu yang berbisik, men

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 49: Cinta yang Bertumbuh di Tengah Keteguhan

    Siang itu, di ruang rapat kantor yang dipenuhi dengan aroma kertas dan suara detik jam dinding, Laila berdiri di depan layar presentasi. Di hadapannya, para petinggi perusahaan memandang penuh perhatian, seolah menimbang setiap kata yang keluar dari bibirnya. Proyek besar ini telah lama menjadi fokus Laila. Ia tahu bahwa keberhasilan proyek ini akan menjadi bukti dedikasi dan kemampuan yang selama ini ia perjuangkan tanpa kenal lelah.Dengan suara tegas namun lembut, Laila menjelaskan konsep, rencana, dan strategi yang telah ia susun dengan cermat. Setiap kata yang keluar dari mulutnya membawa keyakinan, setiap penjelasan menyiratkan betapa ia mencintai pekerjaannya dan betapa tulus ia memberikan yang terbaik. Ia tak hanya menginginkan kesuksesan, tapi juga ingin menunjukkan pada dunia bahwa ia mampu berdiri teguh, meskipun banyak badai yang telah menerpa hidupnya.Raka, yang berada di antara peserta rapat sebagai tamu undangan, menyaksikan semua itu dengan hati yang campur aduk. Mata

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 50: Melangkah Bersama dalam Cinta

    Di bawah langit malam yang penuh bintang, angin sejuk menyelusup lembut, membawa bisikan alam yang tenang dan damai. Raka berdiri di depan pintu rumah Laila, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdebar. Malam ini, ia telah mengumpulkan semua keberanian untuk melakukan hal yang selama ini ia takuti—berbicara jujur dari lubuk hatinya yang terdalam.Pintu terbuka, dan sosok Laila muncul dengan wajah lembut namun penuh kekhawatiran. Tatapannya seolah menanyakan, “Apakah kau baik-baik saja?” Laila selalu seperti itu; meski ia sendiri merasakan keraguan dan sakit hati, ia tetap menjaga agar cinta dan kepeduliannya pada Raka tak pernah surut. Itu adalah kekuatan yang memanggil Raka kembali, setiap kali ia merasa terpuruk dalam kegelapan.“Laila…” Raka mulai, suaranya terdengar berat namun penuh ketulusan. “Bolehkah kita bicara? Aku tahu, mungkin sudah terlambat, tapi aku ingin mengatakan sesuatu yang penting.”Laila mengangguk lembut, lalu mengajaknya duduk di bangku kayu di beranda

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 51: Meniti Jalan Pemulihan

    Pagi itu, mentari merangkak pelan dari balik cakrawala, sinarnya lembut menyusup masuk melalui celah-celah jendela kamar. Di tengah suasana yang tenang dan penuh kedamaian itu, Laila dan Raka duduk berdua di meja makan, menikmati sarapan sederhana namun penuh kehangatan. Ada senyuman di wajah mereka, namun kali ini bukan senyum yang terpaksa atau menyembunyikan ketidakpastian, melainkan senyuman yang lahir dari ketulusan, dari harapan untuk meniti jalan baru bersama-sama.Raka menghela napas panjang sebelum berbicara. “Laila,” ucapnya, dengan suara yang rendah namun penuh keyakinan, “aku tahu perjalanan kita mungkin tidak mudah. Ada banyak luka yang masih menggantung di dalam hati, banyak hal yang belum selesai di masa lalu. Tapi, aku ingin mencoba. Aku ingin… perlahan-lahan keluar dari semua ketakutan itu.”Laila menatapnya dengan penuh cinta, pandangan yang membuat Raka merasa diterima, tanpa syarat. Ia tidak tergesa-gesa menjawab, memberi waktu bagi Raka untuk mengeluarkan isi hati

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Cinta di Kursi Roda   Bab 52: Cahaya Baru di Tempat Kerja

    Pagi itu, Raka memasuki kantor dengan langkah yang lebih ringan, ada perubahan halus pada sorot matanya yang tidak lagi tampak terbebani, melainkan penuh keyakinan. Rekan-rekannya di kantor mulai menyadari perubahan yang perlahan terjadi dalam diri Raka. Senyum yang dulu jarang ia tunjukkan kini mulai sering muncul, dan ada semangat baru dalam caranya berbicara, cara ia melihat setiap proyek, setiap tantangan yang datang. Di balik itu semua, ada sosok Laila yang senantiasa menjadi penopang bagi langkah-langkah Raka menuju penyembuhan.Hari ini, Raka dan Laila mendapat tugas untuk menyelesaikan proyek yang cukup rumit. Sebuah kolaborasi yang membutuhkan kerja sama erat, komunikasi mendalam, dan kepercayaan satu sama lain. Sejak pagi, mereka duduk di ruang rapat kecil yang terletak di sudut kantor, tempat di mana mereka bisa lebih leluasa untuk berdiskusi dan bertukar ide.Laila duduk di seberangnya, menatap layar laptop dengan pandangan serius. Ada keindahan dalam kesederhanaan yang te

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01

Bab terbaru

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 55: Keputusan di Ujung Perpisahan

    Dalam diam yang menyelimuti pagi itu, Raka memandangi pantulan dirinya di cermin. Tatapan matanya yang dalam menyiratkan pergulatan batin yang berkecamuk, seolah ada badai yang mengoyak setiap sudut hatinya. Mimpi semalam terus bergema di pikirannya, bayangan masa depan Laila yang tak berisi dirinya, hidup bebas tanpa beban yang ia bawa. Kenangan mereka begitu jelas, begitu dekat, namun juga terasa bagai jarak yang tak terjangkau.Setiap kata dan senyum Laila masih terukir jelas dalam ingatannya, memberikan kehangatan di setiap helaan napasnya. Namun, cinta itu kini seperti api yang membakar dari dalam, menyadarkan Raka pada satu kenyataan pahit—bahwa mungkin, ia adalah beban yang tak ingin diakui oleh Laila. Cinta yang selama ini menjadi sumber kekuatannya kini berubah menjadi keraguan. Dan semakin lama, perasaan itu berkembang menjadi tekad.Dengan napas berat, ia memutuskan untuk mundur, untuk memberi ruang bagi Laila agar bisa menemukan kebahagiaan tanpa harus mengorbankan apa pun

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 54: Cinta yang Kuat Menembus Batas

    Pagi itu, cahaya matahari perlahan-lahan merayap masuk melalui celah-celah jendela kamar Laila. Ia berdiri di depan cermin, menatap bayangannya sendiri dengan tatapan penuh tekad. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa perjalanan cintanya dengan Raka bukanlah jalan yang mudah. Bukan hanya mereka berdua yang harus berjuang dengan masa lalu dan rasa takut, tetapi kini juga harus berhadapan dengan pandangan keluarga, yang tak memahami kedalaman cinta yang mereka miliki.Di ruang tamu, keluarganya telah berkumpul, menunggu kehadiran Laila dengan raut wajah serius yang sudah terasa begitu asing. Orang tuanya, terutama ibunya, menatapnya dengan pandangan yang penuh harap, namun ada juga kerisauan yang jelas terlihat di sana. Ayahnya yang biasanya pendiam, pagi itu nampak lebih tegas dan serius, seolah-olah percakapan ini adalah sesuatu yang tidak bisa lagi dihindari.Laila mengambil napas dalam-dalam, mencoba menguatkan dirinya. Dengan langkah pelan namun pasti, ia berjalan menuju ruang tamu, meny

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 53: Cinta Tanpa Batas

    Matahari siang itu bersinar hangat, membalut kota dalam cahaya yang lembut dan menenangkan. Laila berjalan di samping Raka, wajahnya memancarkan semangat yang penuh kasih. Setelah percakapan mendalam mereka sebelumnya, ada kebahagiaan baru yang tumbuh di antara mereka, namun Laila tahu, perjalanan ini masih panjang. Ada satu langkah lagi yang ingin ia tunjukkan pada Raka, sebuah langkah kecil yang mungkin dapat membuka hatinya lebih lebar, memberi pemahaman bahwa cinta dan kebahagiaan bisa hadir tanpa syarat.“Kemana kita?” tanya Raka sambil tersenyum, sedikit bingung namun ikut menikmati langkah ringan Laila di sampingnya.“Aku ingin memperkenalkanmu pada seorang teman,” jawab Laila sambil tersenyum lembut. “Dia sudah lama ingin bertemu denganmu.”Raka tidak banyak bertanya, ia tahu, bersama Laila selalu ada kejutan-kejutan manis yang penuh makna. Mereka berjalan melewati taman yang asri, hingga akhirnya tiba di sebuah café kecil yang tampak nyaman dan tenang. Di sudut café, terlihat

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 52: Cahaya Baru di Tempat Kerja

    Pagi itu, Raka memasuki kantor dengan langkah yang lebih ringan, ada perubahan halus pada sorot matanya yang tidak lagi tampak terbebani, melainkan penuh keyakinan. Rekan-rekannya di kantor mulai menyadari perubahan yang perlahan terjadi dalam diri Raka. Senyum yang dulu jarang ia tunjukkan kini mulai sering muncul, dan ada semangat baru dalam caranya berbicara, cara ia melihat setiap proyek, setiap tantangan yang datang. Di balik itu semua, ada sosok Laila yang senantiasa menjadi penopang bagi langkah-langkah Raka menuju penyembuhan.Hari ini, Raka dan Laila mendapat tugas untuk menyelesaikan proyek yang cukup rumit. Sebuah kolaborasi yang membutuhkan kerja sama erat, komunikasi mendalam, dan kepercayaan satu sama lain. Sejak pagi, mereka duduk di ruang rapat kecil yang terletak di sudut kantor, tempat di mana mereka bisa lebih leluasa untuk berdiskusi dan bertukar ide.Laila duduk di seberangnya, menatap layar laptop dengan pandangan serius. Ada keindahan dalam kesederhanaan yang te

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 51: Meniti Jalan Pemulihan

    Pagi itu, mentari merangkak pelan dari balik cakrawala, sinarnya lembut menyusup masuk melalui celah-celah jendela kamar. Di tengah suasana yang tenang dan penuh kedamaian itu, Laila dan Raka duduk berdua di meja makan, menikmati sarapan sederhana namun penuh kehangatan. Ada senyuman di wajah mereka, namun kali ini bukan senyum yang terpaksa atau menyembunyikan ketidakpastian, melainkan senyuman yang lahir dari ketulusan, dari harapan untuk meniti jalan baru bersama-sama.Raka menghela napas panjang sebelum berbicara. “Laila,” ucapnya, dengan suara yang rendah namun penuh keyakinan, “aku tahu perjalanan kita mungkin tidak mudah. Ada banyak luka yang masih menggantung di dalam hati, banyak hal yang belum selesai di masa lalu. Tapi, aku ingin mencoba. Aku ingin… perlahan-lahan keluar dari semua ketakutan itu.”Laila menatapnya dengan penuh cinta, pandangan yang membuat Raka merasa diterima, tanpa syarat. Ia tidak tergesa-gesa menjawab, memberi waktu bagi Raka untuk mengeluarkan isi hati

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 50: Melangkah Bersama dalam Cinta

    Di bawah langit malam yang penuh bintang, angin sejuk menyelusup lembut, membawa bisikan alam yang tenang dan damai. Raka berdiri di depan pintu rumah Laila, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdebar. Malam ini, ia telah mengumpulkan semua keberanian untuk melakukan hal yang selama ini ia takuti—berbicara jujur dari lubuk hatinya yang terdalam.Pintu terbuka, dan sosok Laila muncul dengan wajah lembut namun penuh kekhawatiran. Tatapannya seolah menanyakan, “Apakah kau baik-baik saja?” Laila selalu seperti itu; meski ia sendiri merasakan keraguan dan sakit hati, ia tetap menjaga agar cinta dan kepeduliannya pada Raka tak pernah surut. Itu adalah kekuatan yang memanggil Raka kembali, setiap kali ia merasa terpuruk dalam kegelapan.“Laila…” Raka mulai, suaranya terdengar berat namun penuh ketulusan. “Bolehkah kita bicara? Aku tahu, mungkin sudah terlambat, tapi aku ingin mengatakan sesuatu yang penting.”Laila mengangguk lembut, lalu mengajaknya duduk di bangku kayu di beranda

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 49: Cinta yang Bertumbuh di Tengah Keteguhan

    Siang itu, di ruang rapat kantor yang dipenuhi dengan aroma kertas dan suara detik jam dinding, Laila berdiri di depan layar presentasi. Di hadapannya, para petinggi perusahaan memandang penuh perhatian, seolah menimbang setiap kata yang keluar dari bibirnya. Proyek besar ini telah lama menjadi fokus Laila. Ia tahu bahwa keberhasilan proyek ini akan menjadi bukti dedikasi dan kemampuan yang selama ini ia perjuangkan tanpa kenal lelah.Dengan suara tegas namun lembut, Laila menjelaskan konsep, rencana, dan strategi yang telah ia susun dengan cermat. Setiap kata yang keluar dari mulutnya membawa keyakinan, setiap penjelasan menyiratkan betapa ia mencintai pekerjaannya dan betapa tulus ia memberikan yang terbaik. Ia tak hanya menginginkan kesuksesan, tapi juga ingin menunjukkan pada dunia bahwa ia mampu berdiri teguh, meskipun banyak badai yang telah menerpa hidupnya.Raka, yang berada di antara peserta rapat sebagai tamu undangan, menyaksikan semua itu dengan hati yang campur aduk. Mata

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 48: Bayang-Bayang Masa Lalu

    Cahaya pagi menembus jendela, menyinari kamar Raka yang sunyi. Suara burung berkicau di luar terdengar sayup, seakan berusaha meredakan kegelisahan yang telah bersarang dalam dirinya. Raka duduk termenung, pandangannya kosong menatap dinding. Dalam diam, pikirannya terjebak antara cinta yang begitu kuat untuk Laila dan bayangan masa lalunya yang kelam, yang tak pernah benar-benar pergi.Laila telah memberinya ruang. Ia tahu, perempuan itu tak ingin memaksanya. Cinta Laila begitu lembut, penuh ketulusan yang Raka rasakan sampai ke dasar hatinya. Namun justru kelembutan itu, kebaikan dan kepercayaan yang diberikan tanpa syarat, yang semakin menambah bebannya. Ia ingin mencintai Laila dengan sepenuh hati, tetapi ada sesuatu yang seakan menariknya kembali ke dalam gelap, mengingatkannya akan kegagalan dan kesalahan masa lalunya.Ia menarik napas panjang, mencoba meredakan perasaan yang semakin lama semakin menyiksanya. Namun, suara-suara itu kembali—suara dari masa lalu yang berbisik, men

  • Cinta di Kursi Roda   Bab 47: Ketakutan Akan Masa Depan

    Raka duduk di tepi jendela kamarnya, menatap langit yang mulai memudar di ufuk timur. Sinar mentari perlahan mengusir kegelapan malam, namun di hatinya, bayang-bayang ketakutan masih bertahan. Ucapan Laila malam itu, yang penuh ketulusan dan janji cinta tanpa syarat, masih terngiang dalam benaknya. Namun, semakin ia merenungkan kata-kata Laila, semakin pula ia dilanda rasa takut yang tak terbendung.Bagaimana jika, di masa depan, ia tak bisa memberikan kebahagiaan yang layak bagi Laila? Bagaimana jika cinta mereka yang begitu dalam ini pada akhirnya tidak cukup untuk menghadapi realitas dunia yang keras?Perasaan ragu terus menggerogoti hati Raka. Ia merasa seperti terperangkap dalam pusaran emosi, di mana ketakutan dan cinta berbaur menjadi satu, saling tarik-menarik. Ia sangat mencintai Laila, bahkan melebihi dirinya sendiri, namun justru karena cinta itulah ia merasa tidak ingin menjadi beban bagi hidup Laila. Ia ingin Laila bahagia, meskipun kebahagiaan itu mungkin tak bisa ia ber

DMCA.com Protection Status