Puspita menggeleng. Hatinya sakit mendengar pertanyaan Pram. Benar, suaminya sangat rapuh. Tapi ia tidak akan membiarkan itu. Ia juga sama sekali tidak berniat memandang rendah.Puspita semakin merapatkan diri, lalu melingkarkan tangan di tubuh Pram. Kepalanya direbahkan di punggung sang suami.“Jangan menanyakan hal seperti itu, aku sakit mendengarnya,” ujarnya serak.“Tapi seseorang mengataiku seperti itu. Aku payah, aku menyedihkan, hanya bisa berlindung di bawah ketiak orang tua. Lebih parahnya, ia juga menyebutku kini hanya bisa mengemis belas kasih orang lain. Sayangnya itu memang benar, bukan?”Puspita menggeleng, masih dengan kepala yang rebah di punggung Pram. Ia memeluk suaminya itu dari samping.“Semua itu tidak benar, Mas. Mas Pramudya, suamiku, bukan laki-laki seperti itu.” Suara Puspita tertahan di kerongkongan hingga sangat pelan.“Mas Pram-ku pria hebat. Buktinya, punya perusahaan sendiri di usia yang relatif masih muda. Usia Mas baru menuju tiga puluh lima, tapi sudah
Last Updated : 2025-01-14 Read more