Home / Romansa / Duda dan Janda Bertetangga / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Duda dan Janda Bertetangga : Chapter 111 - Chapter 120

127 Chapters

111. Ibuku

"Maksudku, apa kamu nggak berpikiran darimana uang sebanyak itu dia dapat? Nggak curiga? Atau jangan-jangan dia dipecat gara-gara korupsi?" Kintan memicingkan matanya kesal pada wanita cantik berambut seleher dan berwajah eksotis di sampingnya itu. Nalurinya sebagai tunangan Iqbal pun mulai merasa gusar atas tuduhan Rani yang tanpa dasar. Seenaknya saja menuduh Iqbal korupsi! "Ran, jangan suka nuduh ya! Mungkin saja gajinya Iqbal sebagai Direktur Pemasaran memang besar!" tukas sengit Kintan yang membela tunangannya. "Cih. Ya pasti besarlah, namanya juga Direktur! Cuma bila dibandingkan dengan aset-aset yang sudah ia beli, rasanya itu nggak sebanding. Coba deh kamu iseng hitungin semua yang ia miliki," tantang Rani sambil menatap tajam wanita di sampingnya itu. Kintan pun terdiam. Sebenarnya jauh di lubuk hatinya yang terdalam, ada pertanyaan yang sama seperti yang Rani utarakan tadi, terutama setelah Iqbal juga dengan gampangnya mendonasikan sepuluh milyar untuk galerinya. Bel
last updateLast Updated : 2024-12-20
Read more

112. Iqbal Yang Berbeda

Saat Iqbal akhirnya tiba dan duduk di samping Kintan, lelaki itu pun langsung mendekap tunangannya serta mengecup puncak kepala Kintan, dengan sengaja menunjukkan kepemilikannya pada Darren. Tatapan Iqbal tajam menusuk ke arah lelaki berparas bule yang masih saja melingkarkan lengannya di bahu Rani dengan santai. Namun dengan kurang ajar matanya malah masih lekat mengamati Kintan, barulah kemudian mengalihkan pandangannya pada Iqbal. Ia sama sekali tidak peduli dengan sorot dingin dan mengintimidasi dari mata coklat Iqbal. Untuk sejenak kedua lelaki berparas tampan itu pun melemparkan tatapan yang saling menilai. "Darren, kenalkan ini Iqbal, tunangan Kintan." Rani pun membuka suara. "Halo," sapa Darren tanpa mengulurkan tangannya, sementara Iqbal hanya mengukir senyum samar dari bibir pink pucatnya. "Darren ini adalah anaknya Noor Sabina," tutur Rani lagi memberitahu Iqbal yang hanya diam. Tiba-tiba Rani membelalakkan mata dan menunjuk arah panggung dengan antusias. "Lihat, luk
last updateLast Updated : 2024-12-20
Read more

113. Iqbal Yang Berbeda (2)

Iqbal telah membuka blazer putih Kintan yang telah basah karena terkena noda darah wanita itu di bagian pundaknya, juga membuka atasan kuning mengkilat di balik blazer. Kini yang tersisa hanyalah bra maroon berenda tanpa tali, sehingga pundaknya yang berdarah terkena gigitan ganasnya Iqbal pun terekspos dengan jelas, begitu juga dengan gundukan kembar milik Kintan yang menggiurkan. Tangan Iqbal tak tahan untuk mulai bergerak di bukit lembut itu, meremasnya dengan keras hingga membuat Kintan mengernyit kesakitan, sementara lidahnya dengan rakus terus menjilati darah yang menetes di pundak Kintan hingga kering. Tak berapa lama kemudian alirannya pun akhirnya berhenti serta lukanya mulai menutup. Kintan hanya diam dan terpaku, seumur hidup tak pernah melihat dan merasakan hal seperti ini sebelumnya. Selain Iqbal, ia hanya pernah bercinta dengan suaminya yang telah meninggal, Kemal, dan lelaki itu juga tidak pernah bertindak sekasar ini. Kintan benar-benar bingung atas perubah
last updateLast Updated : 2024-12-21
Read more

114. Sisi Gelap Iqbal

Hari telah beranjak sore, saat Kintan terbangun dari ketidaksadaran dirinya. Seluruh tubuhnya terasa sakit dan lemas, serta hantaman nyeri kembali ia rasakan di tubuh bagian bawahnya seperti tadi pagi.Bahkan untuk sekedar bangun pun ia tidak sanggup lagi, tubuhnya gemetar dan menggigil sekarang. Keringat dingin membasahi keningnya, terus menetes hingga wajahnya. 'Apa... apa yang terjadi? Kenapa tubuhku serasa remuk?'Kelopak matanya terasa berat, dan Kintan memutuskan untuk melanjutkan istirahatnya saja. Toh, ia tidak memiliki tenaga untuk sekedar bergerak pun.Tiba-tiba Kintan merasa tubuhnya seperti melayang. 'Apa ini? Apa aku sedang terbang?'Dengan sangat perlahan, Kintan membuka mata, dan melihat Iqbal yang ternyata sedang menggendongnya menuju ke kamar mandi."Iqbal?" tanya lirih Kintan.Tapi Iqbal hanya diam saja, dan membenamkan tubuh Kintan di dalam bathbtub air hangat dengan beraroma bunga mawar yang menyenangkan.Kintan bersyukur karena Iqbal selalu memandikannya sehabis
last updateLast Updated : 2024-12-21
Read more

115. Si Monster Yang Tampan

Malam harinya.Kintan sedang tidak enak badan, tubuhnya demam, menggigil dan terasa lemas. Iqbal sudah membawanya rumah sakit untuk berobat dan sekarang mereka telah tiba kembali di kamar hotel.Iqbal meletakkan Kintan dengan perlahan dan hati-hati di atas ranjang besar, setelah menggendongnya dari mobil. Lalu ia pun menyelimuti tubuh kekasihnya dengan selimut yang lembut dan hangat."Istirahatlah dulu, aku pesankan makan malam, ya? Kamu mau makan apa, Sayang?"Kintan masih merasa sangat kesal pada Iqbal atas perbuatannya tadi siang, sehingga lebih banyak mendiamkan tunangannya itu dan hanya menjawab sekedarnya bila ditanya."Terserah," jawabnya malas, dengan ucapan seperti jawaban wanita pada umumnya sambil bergelung bersembunyi ke dalam selimut.Iqbal pun memesan makanan melalui telepon kamar. Karena tidak tahu apa yang diinginkan Kintan, maka dia memesan hampir semua makanan yang ada di dalam menu, minus makanan yang pedas-pedas.Kintan hampir saja tertidur ketika terdengar ketuka
last updateLast Updated : 2024-12-21
Read more

116. Kintan Tanpa Iqbal

DUA MINGGU KEMUDIAN...Pagi ini Kintan terbangun jam lima pagi seperti biasa dan akan melakukan rutinitasnya seperti biasa.Mandi, membuat sarapan untuk anak-anaknya, mengantarkan mereka ke sekolah, dan mampir ke agensinya, One Million.Tak ada yang istimewa dengan hari-harinya selama dua minggu yang membosankan ini, tidak semenjak Iqbal pergi dari sisinya.Saat hendak membuka pagar untuk mengeluarkan mobilnya dari garasi, Kintan menatap cukup lama pada rumah mewah yang berdiri dengan megah di depan rumahnya, dan itu juga menjadi salah satu rutinitas baru yang ia lakukan setiap hari.Menatap rumah Iqbal dan Gea yang terlihat hening, berharap mendengar suara Gea yang berseragam sekolah menyapanya riang, serta suara mobil Iqbal yang sedang dinyalakan.Tapi yang ia lihat hanyalah rumah yang sepi dan garasi yang kosong, sesepi dan sekosong hatinya. Iqbal masih membiarkan asisten rumah tangganya bekerja di sana dan juga di rumah Kintan untuk membantu wanita itu. Ia bahkan sudah menggaji m
last updateLast Updated : 2024-12-21
Read more

117. Go Public

Iqbal.... adalah CEO FastJet?? *** Ibram berlari ke arah cafetaria VIP untuk mencari Kintan. Ia mendapatkan info dari Toni soal kabar yang menghebohkan pagi ini, yaitu Iqbal yang pada akhirnya membongkar identitasnya yang lain sebagai CEO FastJet ke hadapan publik, setelah tiga tahun menyembunyikan diri, dan langsung diumumkan pada berita pagi. "Lula..." Ibram menatap Kintan yang masih terpaku pada televisi di cafetaria dan sama sekali tidak sadar jika Ibram telah memanggilnya. Ibram berjalan mendekat dan menyentuh pelan bahu sepupunya itu, membuat Kintan menoleh padanya. "Kamu baik-baik saja?" tanya Ibram lembut. Ia menarik kursi di depan Kintan dan duduk di sana. Aiden yang senang melihat papanya, langsung naik ke bahu Ibram dan memegang kuping lelaki itu sambil tertawa gembira. "Kamu sudah tahu ya?" tebak Kintan. Bukan hal yang aneh jika sepupunya itu sudah tahu lebih dulu. Ibram memang sangat mudah menggali informasi pribadi seseorang, siapa pun itu. "Maafkan aku," Ibram p
last updateLast Updated : 2024-12-21
Read more

118. Tetaplah Di Sini

Rani berdecak kagum memandangi interior bangunan The Temptations yang sangat mewah dan spektakuler. Setiap sudutnya selalu diisi dengan karya seni pahat atau hiasan modern yang sempurna, seakan dipikirkan dengan sangat matang dan presisi. Paduan warna-warna opaque, hitam, turqoise dan kuning menambah kesan modern dan ceria. Pantas saja kalau bar ini mendapat predikat The Best Club Bar of The Year! Mereka disambut oleh escort yang sangat ramah dan mendapatkan welcome drink gratis berupa minuman jus dalam botol dengan merk Organic Avenue. Kintan hanya bisa cengo melongo melihatnya, karena yang ia tahu merek jus ini seharga delapan jutaan sebotol! Dan ini malah dikasih gratis? Wah wah... nggak main-main memang servisnya. Darren mengajak minum-minum di bar dulu sebelum makan siang, dan Kintan tiba-tiba merasakan de javu menyerbu pikirannya. Ia melirik Arga yang ternyata sedang menatapnya sedari tadi, dan Kintan pun buru-buru membuang muka. Dilihat dari tatapan bersalah Arga t
last updateLast Updated : 2024-12-21
Read more

119. Buram

“Tetaplah di sini." Kintan menatap tangan kokoh yang memegang lengannya dengan erat, dan ia benar-benar bingung harus bersikap bagaimana. Apa dia tetap di sini saja mengikuti kemauan Iqbal? Ataukah ia hempaskan saja tangan itu dan berlalu pergi dengan cuek seakan tidak terjadi apa-apa? Meskipun... saat ini Kintan bisa merasakan degup jantungnya yang berdetak tak normal karena terlalu kencang... "Kintan, ayo." Arga yang tadi berjalan di depan Kintan, kini berbalik arah dan memanggilnya. Lelaki itu menatap tangan Iqbal yang memegangi tangan Kintan, dan ia merasa ingin sekali melepaskan tautan itu, serta membawa Kintan pergi jauh dari sini. Arga bahkan tidak peduli jika Iqbal akan menghajarnya habis-habisan seperti waktu mereka berada di Lombok, asalkan Kintan memang benar-benar melepaskan tangan lelaki itu. Namun pertanyaannya adalah, apakah Kintan benar-benar ingin melepasnya? Untuk beberapa saat yang terasa begitu lama, Kintan pun akhirnya mendesah. "Lepaskan tanganku, Iqbal,
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more

120. Kamu Hot Banget

"Kamu baik-baik saja?" Kintan tersenyum pada Arga yang menemaninya menuju parkiran mobil. Pasti Arga bertanya seperti itu karena melihat wajahnya yang kusut tanpa gairah. "Aku baik-baik saja, Arga." "Tinggalkan saja mobilmu di sini dan naiklah ke mobilku, Kintan. Nanti akan kusuruh supir kantor untuk mengambil mobilmu." Kintan menggeleng. "Tidak, terima kasih. Lagipula tujuanku bukan ke kantor, tapi pulang ke rumah." "Kamu yakin mau menyetir sendiri?" tanya Arga lagi, memastikan. "Iya, Arga. Aku yakin." Arga menatap Kintan cukup lama, membuat wanita itu jengah. "Baiklah, kalau begitu naiklah ke mobilmu, aku akan mengikutimu dari belakang hingga sampai ke rumah." Kintan ingin menolaknya, tapi akhirnya ia hanya membiarkan saja Arga mengantarnya. Dering suara ponsel Arga mengagetkan mereka berdua. Segera lelaki itu mengangkatnya, dan terlihat ada yang berubah dari ekspresinya. "Kintan, maaf aku tidak bisa mengantarmu," ucapnya sambil mendesah. "Prissy menelepon dan menga
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status