Home / Rumah Tangga / Terbelahnya Rindu / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Terbelahnya Rindu: Chapter 121 - Chapter 130

150 Chapters

Bab 121 - Kesadaran Baru Laras

Malam itu, Laras duduk sendirian di kamarnya, memandang langit malam yang gelap melalui jendela. Suara riuh kota terdengar samar di kejauhan, tetapi di dalam ruangan, hanya ada keheningan. Dalam diam, Laras merenungkan perdebatan terakhirnya dengan Dimas. Kata-kata yang saling terlontar masih terngiang di telinganya, setiap kalimat penuh dengan emosi dan luka yang belum tersembuhkan.Selama ini, hidupnya seperti terjebak dalam lingkaran tak berujung, selalu kembali ke kenangan bersama Dimas dan anak-anak mereka. Meski mereka telah bercerai, bagian dari dirinya terus bergantung pada masa lalu, berusaha untuk menemukan kenyamanan dalam bayang-bayang kehidupan yang pernah mereka bangun. Namun, semakin ia memikirkan percakapan itu, semakin jelas pula bahwa ia tidak bisa t
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Bab 122 - Tawaran Keluar Negeri

“Laras, kamu sudah mempertimbangkan semuanya?” suara Andi terdengar pelan, hampir seperti bisikan, seolah ia tak ingin mengguncang ketenangan yang rapuh di ruang tamu rumah Laras yang sepi malam itu.Andi menatap Laras dengan cermat, pandangannya penuh empati yang lembut tapi kuat, seperti pagar yang bisa ia sandarkan tanpa takut runtuh.Laras duduk dengan wajah tertunduk, jari-jarinya bergerak pelan memutar cangkir teh yang sudah dingin di genggamannya. Hening menyelimuti mereka sejenak. Pandangan Laras menerawang, seolah melihat jauh ke depan, ke sebuah masa depan yang samar-samar.Pikirannya bercabang; satu arah menuju harapan baru di luar negeri, sementara cabang lain tertuju pada Dimas, anak-anak, dan perasaan bersalah yang diam-diam menggerogoti dadanya.“Aku…,” Laras menelan ludah, mengatur napasnya yang berat. “Aku enggak tahu, Andi. Tawaran ini… terlalu besar untuk diabaikan, tapi di saat yang sama&hell
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Bab 123 - Sarah yang Bingung

“Kita beneran bakal pindah ke luar negeri, Bu?” Suara Sarah terdengar kecil dan sedikit gemetar. Gadis kecil itu duduk di lantai ruang keluarga, mengamati wajah Laras dengan mata yang lebar dan penuh rasa ingin tahu, namun ada keresahan tersembunyi di balik matanya yang polos.Laras, yang sedang membereskan mainan Raka di dekat sofa, tertegun. Ia menghela napas, lalu duduk di samping putrinya, menatap ke arah mata Sarah yang mulai berkaca-kaca.Tentu saja Sarah mendengar pembicaraan mereka tadi malam; meskipun masih kecil, Sarah sudah cukup peka terhadap suasana yang mengelilinginya.“Ibu belum membuat keputusan, Sayang,” jawab Laras, berusaha menenangkan. Ia membelai rambut Sarah dengan lembut, mencoba menghadirkan ketenangan meski dirinya sendiri belum merasa tenang. “Tapi kalau pun kita pergi… Ayah masih bisa ketemu Sarah. Ibu janji, ya?”Namun, Sarah hanya diam. Ia tidak tersenyum, tidak pula menangis. Hanya
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

Bab 124 - Kemarahan Dimas

Dimas berdiri di depan jendela kantornya, memandang keluar dengan ekspresi wajah yang penuh amarah dan kekesalan. Keputusan Laras untuk membawa anak-anak pindah ke luar negeri terus menghantui pikirannya. Setiap kali ia membayangkan anak-anaknya berada di tempat asing, jauh dari jangkauan dan perhatiannya, ia merasakan gelombang emosi yang semakin sulit dikendalikan.Baginya, keputusan Laras bukan hanya soal pekerjaan atau kesempatan karier, tetapi sebuah ancaman terhadap perannya sebagai ayah. Dimas merasa bahwa Laras menggunakan jarak sebagai cara untuk menjauhkan anak-anak darinya, perlahan-lahan menghapus posisinya dari kehidupan mereka.Telepon di mejanya berdering, memutus alur pikirannya. Ia mengangkat telepon itu dengan nada dingin. Di ujung sana, terdengar suara Andi, teman lama yang dulu sering menjadi pe
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

Bab 125 - Nina yang Semakin Tertekan

Nina duduk di ruang tamu, menatap langit malam yang gelap melalui jendela rumah kecilnya. Bayi kecilnya sudah tertidur lelap di dalam boks, dan rumah yang sunyi membuat Nina tenggelam dalam pikirannya sendiri. Meskipun ia telah melewati begitu banyak hal untuk bisa bersama Dimas, kenyataan hidup yang kini ia hadapi jauh dari bayangan romantis yang dulu ia impikan.Awalnya, Nina berpikir bahwa Dimas adalah sosok yang akan selalu ada untuknya, memberi dukungan dan kenyamanan dalam hidup mereka. Namun, seiring berjalannya waktu, Nina menyadari bahwa Dimas tidak pernah benar-benar hadir. Ketika ia membutuhkannya untuk hal-hal kecil sehari-hari, Dimas sering kali sibuk dengan masalah keluarga yang tidak pernah selesai. Di saat yang sama, Nina menyaksikan bagaimana Dimas te
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

Bab 126: Keputusan Sarah

"Mama, aku ingin tinggal sama Papa dulu," suara Sarah terdengar tegas namun ada getaran yang sulit disembunyikan.Mata anak itu, yang biasanya penuh dengan rasa ingin tahu dan tawa ceria, kini memandang mamanya dengan kebimbangan yang dalam. Laras berdiri kaku, seolah waktu terhenti, memaksa dirinya menelan kenyataan pahit ini.Di ruang tamu rumah mereka yang hangat, sinar senja menyelinap melalui tirai jendela, menciptakan siluet keemasan yang menari di lantai.Bias cahaya itu menghidupkan bayangan foto-foto keluarga di dinding, foto-foto yang bercerita tentang kebahagiaan yang pernah mereka miliki.Laras menarik napas panjang, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia menatap Sarah, berusaha mencari sesuatu di mata putrinya yang bisa mengubah keputusan itu."Baiklah, Sarah," suara Laras terdengar pecah, lebih pelan dari bisikan angin sore. Hati kecilnya menjerit, namun wajahnya tetap tenang, mencoba menutup
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Bab 127: Pertemuan dengan Pengacara

Laras duduk di kursi ruang rapat kecil di kantor pengacara, jari-jarinya meremas ujung jas abu-abunya yang sudah mulai pudar warnanya.Kantor itu dipenuhi rak-rak penuh buku hukum yang berjajar rapi, berbau kertas tua dan kopi yang baru diseduh.Di depannya, seorang pria paruh baya dengan rambut yang disisir rapi dan kacamata tebal menatap berkas-berkas di meja kayu mahoni dengan seksama. Pengacara itu, Pak Rudi, melirik Laras sejenak, sebelum menyandarkan tubuhnya dan melipat kedua tangan.“Bu Laras, keputusan Anda untuk mempertimbangkan hak asuh penuh jika pindah ke luar negeri adalah langkah yang serius. Anda harus tahu bahwa proses ini bisa panjang, bahkan bisa menguras emosi dan biaya yang tidak sedikit,” katanya dengan nada tenang namun penuh peringatan.Matanya menyiratkan kepedulian yang tulus, meski profesional.Laras mengangguk pelan, menarik napas dalam-dalam.“Saya paham, Pak. Tapi saya harus memastikan anak-ana
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Bab 128: Panggilan dari Andi

Malam itu, setelah percakapan telepon dengan Dimas yang singkat namun emosional, Laras duduk di ruang tamu, menatap langit malam yang gelap di balik jendela.Pikiran tentang rencana pindah ke luar negeri, hak asuh anak-anak, dan bayangan sidang yang melelahkan berputar di kepalanya. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengatur detak jantungnya yang terasa semakin cepat.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di meja. Laras mengulurkan tangan dan melihat nama yang muncul di layar: Andi. Mata Laras membesar, dan dadanya berdegup kencang.Sudah lama ia tidak mendengar kabar dari Andi, sahabat yang pernah menjadi tempatnya berbagi suka dan duka. Dalam hati kecilnya, ada perasaan rindu yang tak pernah diakui.Setelah sejenak ragu, Laras menggeser layar dan mendekatkan ponsel ke telinganya. “Halo, Andi,” suaranya terdengar lebih lirih dari yang ia harapkan.“Laras,” suara Andi di seberang telepon terdengar hangat, seperti dulu. Namun, ad
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Bab 129: Naya yang Ketakutan

Pagi itu, Naya duduk di tepi tempat tidurnya, memeluk boneka beruang cokelat yang mulai lusuh. Wajah kecilnya pucat, matanya yang biasanya bersinar penuh rasa ingin tahu kini terlihat redup.Di luar kamar, suara langkah Laras terdengar mendekat. Dengan hati-hati, Laras membuka pintu dan menemukan Naya yang terdiam, tidak bergerak, dan menatap lantai tanpa ekspresi.“Naya, Sayang, ayo kita bersiap-siap ke sekolah, ya?” Laras mencoba menyapa dengan suara lembut, tetapi yang ia dapatkan hanya keheningan. Naya memeluk boneka itu lebih erat, seolah berusaha mencari kenyamanan di dalam diamnya.Laras mendekati putrinya, duduk di sampingnya sambil mengelus rambutnya yang halus. “Kenapa kamu nggak mau sekolah, Nak?” tanyanya, mencoba meredakan rasa cemas yang terus menggerogoti pikirannya. Naya tak menjawab. Ia hanya menggelengkan kepala pelan, sementara matanya mulai berair.Hati Laras mencelos. Ini bukan pertama kalinya Naya menolak perg
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Bab 130: Krisis Dimas

“Aku nggak bisa, Laras. Ini terlalu berat,” Dimas menatap layar ponselnya yang menampilkan pesan singkat dari Laras, meminta kepastian tentang pertemuan mereka minggu depan.Jari-jarinya gemetar, dan keringat dingin mulai muncul di pelipisnya. Di ruang kerjanya yang biasanya terasa megah dengan perabot kayu mahal dan jendela besar yang menghadap kota, Dimas merasakan udara yang begitu menyesakkan, seakan ruangan itu menyusut setiap kali ia menarik napas.Di atas meja, berkas-berkas menumpuk, beberapa di antaranya adalah dokumen proyek yang tertunda karena pikirannya yang tidak pernah fokus.Dimas berdiri, meraih rambutnya dengan kedua tangan, dan melangkah ke jendela. Ia memandang ke bawah, ke jalan-jalan yang penuh dengan mobil dan orang-orang yang berlalu-lalang, hidup mereka tampak begitu sederhana dibandingkan kekacauan yang dirasakannya.“Dimas, kamu sudah makan siang?” Suara rekan kerjanya, Surya, memecah keheningan. Dimas be
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more
PREV
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status