Semua Bab Belenggu Rumah Darah: Bab 11 - Bab 20

54 Bab

Bab 11 - Batu Nisan Tersembunyi

Arga terbangun dengan keringat dingin mengalir di wajahnya, napasnya tersengal-sengal. Malam sebelumnya masih terngiang jelas di pikirannya—sosok Bram yang terbaring tak berdaya, bayangan hitam yang terus mengejar mereka di ruang bawah tanah, dan perasaan bahwa dia hampir kehilangan sahabatnya selamanya. Di sampingnya, Bram masih terbaring di sofa, tidak sadar tapi bernapas pelan dan teratur.Arga berdiri perlahan, menggenggam liontin pemberian Pak Kusuma yang tergantung di lehernya. Perasaan bahwa waktu semakin menipis terus menghantui pikirannya, terutama dengan bayangan yang terus mengikuti mereka di rumah tua itu. Dia tahu dia belum selesai dengan semua ini—tidak sampai dia benar-benar menemukan cara untuk menghentikan kekuatan gelap yang menguasai rumah tersebut.Dengan langkah hati-hati, Arga berjalan ke halaman belakang rumah. Udara pagi terasa lebih segar, tapi keheningan di sekitarnya tetap tidak nyaman. Semak belukar di sekitar rumah tampak tumbuh liar, seolah-olah tidak pern
Baca selengkapnya

Bab 12 - Sosok di Jendela

Malam itu, rumah tua di Desa Sinarjati terasa lebih sunyi dari biasanya, seolah-olah alam sekitar pun merespon keberadaan sesuatu yang tidak kasat mata. Angin berhembus pelan, menyusup melalui celah-celah jendela yang sudah lama tak terawat. Suara-suara kecil seperti bunyi kayu berderit dan gemeretak samar-samar terdengar, namun tak ada satu pun yang bisa menjelaskan perasaan mencekam yang terus membayangi Arga dan Bram.Bram duduk di kursi dekat jendela ruang tamu, tubuhnya tegak namun gelisah. Wajahnya tampak tegang, pandangannya terus melirik keluar, seolah mengharapkan sesuatu yang buruk muncul kapan saja. Arga duduk di seberangnya, mengaduk kopi dengan gerakan lambat. Pikiran mereka berdua masih terpusat pada percakapan dengan Pak Kusuma sore tadi. Setiap kata-kata Pak Kusuma kini terdengar seperti peringatan yang tidak boleh mereka abaikan.“Apa kita benar-benar harus mencari semua nisan itu?” tanya Bram tiba-tiba, suaranya bergetar. “Gue nggak yakin ini ide bagus, Ga. Nisan pert
Baca selengkapnya

Bab 13 - Rahasia Laras

Pagi itu, kabut tipis masih menyelimuti Desa Sinarjati. Suara-suara alam yang biasanya tenang kini terasa lebih sunyi, seolah-olah desa ini tahu bahwa sesuatu sedang bangkit dari kegelapan. Arga duduk di beranda rumah sewaannya, matanya yang lelah menatap jauh ke arah rumah tua di kejauhan. Semalam telah meninggalkan rasa takut yang dalam, tetapi lebih dari itu, rasa penasaran yang semakin kuat menggerogoti dirinya.Bram tidak banyak bicara pagi ini. Wajahnya masih pucat dan penuh kecemasan setelah apa yang mereka lihat semalam—sosok wanita di jendela lantai atas. "Gue nggak bisa lupa wajahnya, Ga," kata Bram dengan suara pelan, sambil menyeruput kopi yang sudah dingin. "Dia seperti... menunggu sesuatu."Arga hanya mengangguk. Di dalam dirinya, dia tahu Bram benar. Sosok itu tidak hanya muncul sebagai hantu yang bergentayangan—dia seperti punya tujuan, seolah sedang mengawasi, menunggu saat yang tepat. Tapi menunggu apa? Pertanyaan itu terus menghantuinya.Di tengah keheningan, suara l
Baca selengkapnya

Bab 14 - Surat Lama

Malam mulai merangkak pelan ketika Arga dan Bram kembali berdiri di depan rumah tua itu. Suasana di sekeliling mereka semakin mencekam. Udara terasa lebih dingin dari biasanya, meski angin tidak bertiup kencang. Cahaya bulan yang menyelinap di antara pepohonan tampak seolah-olah menghindari rumah tersebut, membuat bayangannya semakin gelap dan mengancam. Bram terlihat gelisah, sesekali menggesek tangannya seolah-olah mencoba menghangatkan diri.“Kita benar-benar bakal masuk lagi ke sana, Ga?” tanya Bram, suaranya sedikit gemetar. Meski ia telah bersumpah akan ikut Arga, rasa takutnya masih jelas terlihat di wajahnya.Arga menatap pintu rumah dengan sorot mata tegas. "Ini satu-satunya cara, Bram. Kita harus menyelesaikan ini sebelum semuanya semakin buruk."Mereka berdua melangkah menuju pintu depan, langkah kaki mereka terasa berat, seolah ada yang menahan. Setiap derit lantai kayu dan gesekan angin pada jendela rumah menambah suasana tak menentu di antara mereka. Ketika Arga membuka p
Baca selengkapnya

Bab 15 - Bisikan di Kegelapan

Ruangan bawah tanah itu terasa semakin menekan. Arga dan Bram berdiri membeku, napas mereka tersengal-sengal di udara dingin yang menyelimuti tempat itu. Lilin-lilin tua di sekitar altar batu bergetar pelan, seolah-olah mereka menyadari adanya kehadiran sesuatu yang tak terlihat. Kegelapan yang pekat di sudut-sudut ruangan seperti hidup, bergerak perlahan, mendekat, dan mengancam.Bram meremas lengan Arga dengan kuat. "Ga, kita harus keluar dari sini," bisiknya panik, matanya melirik ke arah kegelapan yang semakin mendekat.Arga tidak menjawab. Matanya tertuju pada buku tua besar yang tergeletak di atas altar, seolah-olah buku itu adalah pusat dari segalanya. Dia tahu, ada sesuatu yang tersembunyi di dalamnya—rahasia yang bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini, atau setidaknya, memberikan mereka jalan keluar dari mimpi buruk ini.Namun, sebelum dia bisa bergerak lebih jauh, suara itu terdengar lagi.Bisikan di kegelapan.Kali ini lebih jelas, lebih kuat, seolah-olah
Baca selengkapnya

Bab 16 - Jejak Berdarah

Bayangan besar yang muncul di pintu perangkap itu bergerak dengan lambat namun pasti. Udara di sekitar Arga dan Bram terasa semakin menebal, seolah-olah rumah itu sedang menghisap setiap jejak keberanian yang tersisa di tubuh mereka. Suara bisikan yang semula mereda kini kembali bergema, namun kali ini lebih berat, lebih nyata, seolah-olah suara itu berasal dari sesuatu yang jauh lebih berbahaya.Arga menelan ludah, tubuhnya tegang dan kaku, sementara Bram berdiri mematung di sebelahnya, tak bisa berkata apa-apa. Mereka berdua tahu, apa yang datang kali ini berbeda. Lebih besar. Lebih gelap. Dan lebih nyata."Ga..." bisik Bram dengan suara serak. "Kita harus keluar dari sini."Arga tidak menjawab, matanya terus tertuju pada bayangan yang bergerak mendekat. Suara langkah kaki pelan terdengar, dan semakin dekat bayangan itu, semakin jelas bentuknya. Sosok itu tinggi, jauh lebih tinggi dari manusia biasa. Badannya kurus dengan tangan yang panjang menjuntai. Wajahnya... tidak sepenuhnya te
Baca selengkapnya

Bab 17 - Laras Menghilang

Pagi itu datang dengan lebih lambat dari biasanya. Sinar matahari yang biasanya menembus celah-celah daun pepohonan di sekitar Desa Sinarjati terasa terhalang oleh sesuatu yang tak terlihat, seolah-olah cahaya enggan mendekati rumah tua tempat Arga dan Bram terperangkap semalam. Ketegangan yang mereka alami di rumah itu masih menempel di kulit, seakan kegelapan rumah tersebut telah melekat di pikiran dan perasaan mereka.Setelah semalaman berjuang melawan bayangan besar dan jejak berdarah yang mengejar mereka, Arga dan Bram berhasil keluar dari rumah tua itu dengan nyawa yang terasa menggantung di ujung tanduk. Mereka hanya bisa duduk di luar, terengah-engah, berusaha memahami apa yang baru saja terjadi.Arga menghela napas panjang, pandangannya kosong menatap ke depan. Di tangannya, kunci besi tua yang mereka temukan di dalam rumah itu terasa semakin berat. Kata-kata di surat yang menyertainya—Kamu harus membuka pintu terakhir—terus bergema di kepalanya, membuatnya semakin penasaran,
Baca selengkapnya

Bab 18 - Kejadian di Malam Kedua

Malam kembali turun dengan cepat ketika Arga dan Bram masuk ke dalam rumah tua itu. Udara di dalam rumah terasa lebih berat dan dingin, seolah-olah sesuatu yang gelap menunggu di setiap sudut. Setiap langkah kaki mereka menggema di lantai kayu yang berderit, sementara bayangan dari lilin-lilin tua yang tersisa menari-nari di dinding, menciptakan ilusi gerakan yang tak henti-hentinya. Mereka tahu bahwa rumah ini bukan lagi sekadar bangunan tua yang terabaikan—rumah ini hidup."Lo yakin kita akan nemuin pintu itu, Ga?" tanya Bram dengan suara bergetar. Dia jelas-jelas sudah lelah, tidak hanya secara fisik, tapi juga mental. Semalaman mereka dihantui oleh bayangan dan bisikan, dan sekarang mereka harus menghadapi apa yang mungkin menjadi puncak dari kengerian ini.Arga mengangguk tegas, meskipun dalam hatinya dia juga merasakan ketakutan yang sama. "Ini satu-satunya cara. Kita harus menemukan Laras, dan kita harus membuka pintu terakhir itu."Mereka berdua bergerak perlahan di dalam rumah
Baca selengkapnya

Bab 19 - Bayangan di Dinding

Suasana di dalam ruangan itu menjadi semakin mencekam saat sosok besar dan mengerikan perlahan mendekati Arga dan Bram. Bayangan sosok itu seolah-olah menyatu dengan dinding, bergerak tanpa henti seperti bayangan hidup yang terus mengintai dari setiap sudut. Arga berdiri di samping altar tempat Laras terbaring, mencoba mencari cara untuk melawan, meskipun rasa takut terus menghantui pikirannya.Bram berdiri gemetar di belakang Arga, wajahnya pucat dan penuh ketakutan. "Ga, kita nggak bakal bisa ngelawan ini! Kita harus keluar!"Namun, Arga tahu bahwa mereka tidak bisa melarikan diri kali ini. Laras masih terbaring tak berdaya di atas altar, dan mereka belum menemukan cara untuk membebaskannya dari cengkeraman entitas gelap itu. Apalagi, sosok bayangan itu semakin mendekat, suaranya yang dalam dan menggema terdengar seperti ancaman yang tak bisa mereka hindari."Kalian tidak bisa pergi... kalian milik kami sekarang..." Suara itu bergaung di seluruh ruangan, membuat dinding-dinding batu
Baca selengkapnya

Bab 20 - Investigasi Mira

Langit di atas Desa Sinarjati terlihat lebih cerah pagi itu, seolah-olah peristiwa mencekam yang terjadi di rumah tua tersebut telah tertinggal di balik malam yang panjang. Namun, bagi Arga, Bram, dan Laras, cahaya matahari pagi tidak cukup untuk mengusir bayangan yang terus menghantui pikiran mereka. Meskipun mereka berhasil keluar dari rumah tua itu hidup-hidup, perasaan bahwa rumah tersebut masih menyimpan kegelapan yang tak terkatakan terus membebani hati mereka.Laras duduk di beranda rumah Pak Kusuma, terlihat lelah namun lebih tenang dibandingkan saat pertama kali mereka menyelamatkannya. Tubuhnya masih lemah, tapi setidaknya napasnya sudah kembali teratur. Pak Kusuma memberikan secangkir teh hangat kepadanya, sementara Arga dan Bram duduk di dekatnya, mencoba mencerna kejadian yang baru saja mereka alami."Kalian sudah melakukan lebih dari yang bisa dilakukan orang lain," ujar Pak Kusuma dengan nada serius. "Namun, aku yakin rumah itu belum sepenuhnya diam."Arga mengangguk pel
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status