"Nggak kok," bantah Livy secara spontan."Kalau begitu, tenang saja. Aku nggak ingin kakimu cedera lagi. Lagi pula, ada banyak hal yang perlu kamu kerjakan di kantor. Kalau kamu cedera, aku akan kesulitan."Suara Preston terdengar sangat rendah dan tenang. Hanya matanya yang terfokus pada dada Livy yang agak terbuka. Tanpa disadarinya, tatapannya menjadi lebih suram.Livy menghela napas, terus-menerus mencoba meyakinkan diri sendiri. Lagi pula, mereka sudah melakukan semuanya, jadi tidak perlu merasa malu.Kemeja Livy sudah dilepaskan oleh Preston, hanya tersisa bra berwarna krem. Meskipun Livy terus menenangkan diri di dalam hati, wajahnya tetap saja memerah.Tiba-tiba, ponsel Preston berdering. Itu panggilan dari Sylvia. Alis Preston agak berkerut, tetapi dia segera menjawab panggilan itu.Karena mereka terlalu dekat, Livy bisa mendengar suara Sylvia dari telepon. "Preston, kamu sudah janji mau makan malam bersama, 'kan?"Preston melirik Livy sejenak. Begitu Livy melihat tatapan itu,
Read more