"Bisa nggak kamu bantu kembalikan hadiah ini ke Pak Preston? Bilang saja, dengan statusku ini, aku nggak pantas menerima hadiah semahal ini."Bendy tercengang, merasa bahwa kotak hadiah di tangannya benar-benar menyiksanya. Namun, saat dia baru ingin mengembalikannya, Livy sudah buru-buru masuk ke dalam lift.Setelah ragu-ragu cukup lama dan menunggu Sylvia pergi, Bendy segera membawa kotak hadiah itu ke depan Preston."Kenapa barang ini ada di tanganmu?"Bendy tidak punya pilihan selain jujur. "Ini dari Bu Livy, dia bilang hadiah ini terlalu berharga, jadi dia minta aku mengembalikannya kepada Anda.""Jadi, dia nggak mau menerima hadiah ini?!" Preston mendengus dan nada bicaranya seketika menjadi dingin.Bendy membuka mulutnya sedikit. "Pak Preston, ada sesuatu yang aku nggak yakin harus kukatakan atau nggak."Preston memandangnya dengan tatapan tajam. "Kalau ada yang ingin dikatakan, katakan saja."Bendy memberanikan diri sebelum berbicara dengan terus terang. "Pak Preston, kamu suda
Kepercayaan diri Zoey langsung melambung tinggi. Dia menganggap sikap Livy sangat tidak berguna dan bahkan tidak bisa menang melawan seorang wanita cacat. Ayahnya mengatakan bahwa Livy-lah yang membantunya untuk kembali ke Grup Sandiaga. Namun, Zoey sama sekali tidak percaya akan hal itu.Jelas sekali, pasti Preston yang menaruh perasaan padanya. Jika tidak, Preston pasti tidak akan setuju. Kini, Zoey sama sekali tidak menganggap Livy sebagai ancaman. Baginya, Livy hanyalah sampah yang tidak ada artinya! Bahkan tidak sebanding dengan Sylvia!Setelah berbalik, Zoey segera menelepon Kristin. "Ibu, soal yang aku bilang kemarin, kamu harus segera menyelesaikannya. Obat itu harus aku dapatkan sebelum Jumat ini!"Dari ujung telepon, suara Kristin terdengar sangat yakin, "Tenang saja, Zoey. Begitu kamu berhasil tidur dengan Pak Preston, semoga cukup hanya sekali langsung berhasil. Nanti, seluruh kemewahan dan kejayaan Keluarga Sandiaga akan jadi milik kita berdua!"Zoey mendengus puas, seolah
Pak Preston? Ekspresi Preston langsung berubah dingin.Mereka sedang di rumah sekarang, tapi wanita ini masih memanggilnya seformal itu. Apa dia benar-benar ingin menjauhkan hubungan di antara mereka?"Livy, kamu masih belum memahami posisimu di perusahaan? Kamu adalah sekretarisku. Bahkan di acara ulang tahun perusahaan, tugasmu tetap menjadi sekretaris yang sibuk dengan berbagai hal. Gaun yang kupilihkan untukmu juga dipertimbangkan supaya nyaman untuk bekerja.""Jadi ...."Hati Livy terasa semakin sesak dan matanya mulai memerah. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara, "Jadi ... di hari yang seharusnya menjadi waktu bersantai bagi seluruh karyawan Grup Sandiaga, aku tetap harus bekerja untuk Pak Preston dan bahkan nggak boleh memilih pakaian sendiri, begitu?"Livy tidak pernah berniat berdandan mencolok, apalagi berharap Preston memilihkan pakaian untuknya. Dia bisa saja seperti Ivana, membeli gaun sederhana seharga beberapa ratus ribu di mal untuk menikmati acara perusahaa
Lagi-lagi "Pak Preston"?Apalagi, dia berani mengatakan hal seperti itu! Apa wanita ini masih menganggap dirinya sebagai istrinya?Livy sama sekali tidak peduli dengan ekspresi Preston. Setelah mendorongnya menjauh, dia mundur beberapa langkah dan buru-buru menarik handuk yang hampir jatuh dari tubuhnya."Pak Preston, aku tidur di ruang kerja saja ....""Kamu tidur di sini!" Preston memotong dengan nada dingin sebelum berbalik dan pergi meninggalkan ruangan. Livy tidak bisa tidur nyenyak sepanjang malam.Keesokan paginya, Grup Sandiaga memberi libur setengah hari. Rencananya, Livy ingin tidur sebentar untuk mengganti waktu tidurnya yang kurang. Namun, telepon dari Sherly tiba-tiba masuk."Bu Livy, dokumen Zoey ada masalah. Kamu harus segera datang ke sini!"Dokumen Zoey bermasalah? Masih dalam keadaan setengah mengantuk, Livy merasa bingung.Selama beberapa hari terakhir, semua dokumen Zoey selalu diperiksa olehnya. Bagaimana bisa ada masalah? Meski tidak menyukai Zoey, Livy tidak akan
Livy menyadari bahwa Zoey ada benarnya. Ini salahnya sendiri karena tidak menyimpan bukti sebelumnya.Bahkan jika dia memiliki bukti dan membuktikan bahwa ini adalah kesalahan Zoey, apa gunanya? Pada akhirnya, Livy tetap akan dianggap tidak bertanggung jawab penuh karena tidak memeriksa secara menyeluruh. Jika situasi ini tidak bisa diatasi dan mereka kehilangan klien, pekerjaannya jelas tidak akan terselamatkan.Livy benar-benar merasa dirinya seperti orang bodoh. Kenapa dulu dia membiarkan Zoey masuk ke perusahaan? Livy mengejek dirinya sendiri dalam hati. Dia bahkan tidak bisa mengendalikan Zoey, lalu bagaimana dia bisa membahas soal balas dendam?Seseorang seperti Zoey saja bisa menjatuhkannya dan menginjak-injaknya."Kesal, ya?" tanya Zoey dengan nada puas.Dia semakin sombong. "Kamu pikir acara ulang tahun perusahaan itu ada hubungannya denganmu? Preston akan hadir sama Sylvia. Daripada kamu pergi ke aula dan melihat mereka bermesraan di depan umum, lebih baik kamu tetap di sini
Livy bahkan tidak menyadari betapa buruk ekspresinya ketika mengucapkan kata-kata itu.Ivana yang tidak menyadari perubahan tersebut, tetap asyik membicarakan gosip dengan penuh semangat. "Ya, Sylvia selalu berada di dekat Pak Preston, seolah-olah dia ingin semua orang tahu betapa dekatnya hubungan mereka.""Meskipun Sylvia memang cantik dan kelihatannya cocok berdiri di samping Pak Preston, pada akhirnya, dia tetap nggak punya status. Bagaimanapun, Pak Preston sudah punya istri! Apa maksudnya? Mau jadi orang ketiga?"Saat berbicara tentang topik ini, Ivana menjadi semakin kesal. "Livy, menurutmu istri Pak Preston tahu tentang mereka? Pak Preston boleh saja tampan dan luar biasa, tapi nggak seharusnya dia jadi pria berengsek begini!""Kalaupun mau mendua, setidaknya jangan terang-terangan begini. Kalau melakukannya diam-diam, kita masih bisa tutup mata. Tapi ini? Terlalu mencolok! Di mana harga diri istrinya?"Ekspresi Livy menjadi semakin kaku dan senyumnya pun terlihat makin dipaksak
Meskipun Sylvia hanya duduk di kursi roda, aura elegan dan anggun tetap terpancar dari dirinya. Meskipun tidak terlalu paham soal merk-merk mewah, Livy tetap bisa melihat bahwa gaun malam yang dikenakan Sylvia jauh lebih mahal dibandingkan apa pun yang pernah dia bayangkan.Hatinya terasa sesak, tetapi dia tidak menunjukkan kelemahan sedikit pun. Dengan nada tenang, dia menjawab, "Tentu saja dia sudah persiapkan untukku. Hanya saja dia orang yang cukup protektif, nggak suka aku menjadi pusat perhatian para pria. Kebetulan, aku juga punya beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Nggak seperti Bu Sylvia yang sepertinya sangat menikmati keramaian.""Bu Livy nggak suka keramaian? Ah, maaf, sepertinya aku terlalu banyak bicara," jawab Sylvia dengan senyuman yang penuh kepalsuan.Dia tampak sangat nyaman, seperti berada di tempat miliknya sendiri. Dengan santai, dia membuka laci meja Preston dan mengambil lipstik dari dalamnya."Bu Livy, jangan salah paham. Preston khawatir dengan kondisi
Di aula pesta, acara ulang tahun perusahaan sudah berjalan setengah.Preston baru saja selesai menghadiri sesi pertemuan dengan tamu-tamu penting ketika David akhirnya muncul dengan santai dan mendekatinya."Preston, kamu keren sekali hari ini. Sampai-sampai sempatin diri menata rambut. Tadinya aku mengira bisa ngobrol sama beberapa gadis muda di sini. Tapi kalau kamu berdiri di sana, mana mungkin mereka masih memperhatikan orang lain?"Preston tidak menggubris lelucon David. Matanya yang gelap menyapu seluruh ruangan dan mencari seseorang. Dahinya berkerut dalam frustrasi.Di mana Livy?Seharian ini, Preston bahkan tidak melihatnya sama sekali. Hanya karena satu gaun malam, dia ingin meributkan hal ini sejauh itu?"Preston, siapa yang kamu cari?"David mengikuti arah pandangan Preston. Saat itu, Sylvia kebetulan sedang menuruni tangga dan pandangan mereka bertemu. David terkejut dan berkata, "Preston, bukannya kamu bilang nggak ada perasaan apa pun sama Sylvia? Tapi kenapa kamu menata
Livy tanpa sadar ingin melawan. Saat ini, terdengar suara Charlene dari ujung telepon. "Ada apa, Livy? Apa Preston pulang? Aku mau kasih tahu kamu sesuatu. Dengar-dengar dari temanku, Preston ini punya hubungan nggak jelas dengan Sylvia, putri Keluarga Widodo. Dia memang bajingan ...."Sebelum Charlene selesai berbicara, ponsel Livy telah direbut oleh Preston dan panggilan dimatikan."Pak ...." Livy masih ingin melawan, tetapi Preston semakin dekat. Ciuman panas terus bergulir di bibirnya, sungguh posesif dan agresif."Kamu mabuk, Pak ...." Livy menahan dada Preston dengan kedua tangannya, untuk mencegah pria itu menyerangnya.Namun, tatapan Preston menjadi sangat dingin. Tangan besarnya langsung menggenggam tangan Livy, lalu diangkat ke atas kepala. Saat berikutnya, Preston menindih tubuh Livy."Livy, ini bukan jam kerja. Kamu nggak seharusnya memanggilku dengan sebutan itu." Preston agak mabuk, tetapi masih punya kesadaran.Mereka seharusnya tidur di kamar masing-masing malam ini tan
Tina membuat banyak makanan enak untuk Livy. Setelah mengamati Livy dengan saksama, Tina menghela napas dan berkata, "Nyonya, sesibuk apa pun kamu, jangan sampai mengabaikan kesehatan.""Mulai sekarang, nggak peduli seberapa larut, kamu tetap pulang saja. Biar sopir yang jemput. Aku akan selalu menyiapkan makanan enak untukmu di rumah."Livy hampir menangis. Setelah neneknya meninggal, jarang ada orang yang begitu perhatian terhadap kesehatannya. Tina sudah seperti anggota keluarga baginya.Dengan terharu, Livy mengangguk dan menghabiskan makanannya. Karena sudah malam, Livy berencana mandi dan tidur.Begitu keluar dari kamar mandi, masuk panggilan dari Charlene. "Livy, akhirnya kamu ada waktu untuk angkat telepon."Charlene mengeluh, "Kamu punya pacar lain atau gara-gara Preston, kamu jadi mengabaikanku?""Mana mungkin!" Livy buru-buru membujuk. Memang belakangan ini dia terlalu sibuk, jadi pesan dari Charlene tidak sempat dibalas.Ketika Charlene menelpon, Livy hanya bisa bicara sebe
Beban yang ada di dalam hati Preston semakin berat. Perasaan peduli Preston terhadap Livy kini sirna tanpa jejak."Karena kamu sudah terbiasa dengan lembur, proyek selanjutnya akan kuserahkan kepadamu," ujar Preston sambil melemparkan sebuah berkas dengan santai.Livy menerima berkas itu dan melihatnya. Matanya agak berbinar-binar. Dia segera berkata, "Baik, aku mengerti, Pak."Setelah itu, Livy membawa berkas itu dan pergi dengan senang hati. Proyek ini mungkin bukan proyek yang sangat penting di Grup Sandiaga. Namun bagi Livy, ini adalah kesempatan yang baik untuk naik jabatan.Jika berhasil dikerjakan dengan baik, kemungkinan besar dia akan dipromosikan. Bahkan jika hasilnya biasa-biasa saja, bonus dari proyek ini pasti tidak sedikit. Apa pun hasilnya, ini jelas hanya akan menguntungkan Livy.Livy merasa senang karena mengira Preston memberinya kesempatan untuk naik jabatan. Sementara itu di dalam kantor, Preston memegang cangkir kopinya dengan erat. Urat-uratnya sampai terlihat.To
Livy tidak berani bertindak sembarangan. Dia hanya duduk dengan patuh, memegang cangkir teh hangat yang belum tersentuh, lalu menyeruput dengan perlahan.Meskipun sebagian besar perhatian Preston terfokus pada dokumen di hadapannya, sesekali matanya akan melirik ke arah Livy. Setelah lembur dua malam, Livy memang terlihat kelelahan.Semalam setelah mengantar Sylvia pulang, Preston berniat singgah untuk melihat Livy sebentar. Namun, ketika dia sampai di kantor, hari sudah tengah malam dan Livy sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda ingin beristirahat. Dia terus melanjutkan pekerjaannya.Karena gengsi, Preston tidak langsung muncul. Sebaliknya, dia kembali ke ruangannya. Dia turun beberapa kali dan khawatir akan bertemu dengan Livy. Pada akhirnya, Livy tidur pada pukul 2 dini hari lewat.Preston pun mengambil jas yang tertinggal oleh Bendy dan menyelimuti Livy dengan jas itu. Saat melihatnya begitu lelah, sedikit rasa iba muncul dalam hati Preston. Dia tidak seharusnya menggunakan car
Bendy? Livy semakin bingung. Apa mungkin Bendy juga lembur sampai dini hari kemarin? Bekerja di bawah Preston memang sangat melelahkan. Namun, bagaimana bisa Bendy tiba-tiba memberinya jas?Sebelum Livy sempat menemukan jawaban, suara Ivana yang penuh semangat terdengar lagi. "Livy, aku sudah bilang, kamu dan Pak Bendy sangat serasi! Meskipun kalian bertengkar, dia tetap nggak melupakanmu dan diam-diam peduli padamu! Ahhh, aku bisa mati melihat cinta kalian!"Ha .... Livy merasa canggung dan hanya bisa tersenyum. Kini, dia merasa jas itu benar-benar panas. Bendy tidak mungkin tertarik padanya. Mungkin dia hanya kasihan melihat Livy tidur di meja, jadi memberinya jas agar tidak kedinginan. Pasti hanya seperti itu.Livy mencari alasan untuk menenangkan dirinya, lalu mengambil barang yang sudah disiapkan oleh Ivana dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Untungnya, setelah lembur semalam, dia berhasil menyelesaikan dokumennya dengan cukup lancar. Sekitar pukul 10 pagi, dokumen i
Namun, Sylvia tampaknya tidak ingin melepaskan Livy begitu saja. Sepanjang malam, dia terus mengirim pesan, bahkan terus memesan makanan untuk Livy demi menonjolkan eksistensinya."Preston, aku nggak tahu Bu Livy suka makanan dari restoran ini nggak." Setelah kembali dari luar, Sylvia duduk manis di samping dan memandang Preston yang sedang bermain biliar.Mendengar nama itu, tangan Preston yang memegang stik biliar membeku sejenak. Kemudian, dia menyesuaikan emosinya dan bertanya dengan nada datar, "Kamu pesan makanan untuk Livy?""Ya." Sylvia tersenyum dengan murah hati. Sambil menatap Preston dengan manja, dia berkata, "Meskipun sering bertengkar dengan Bu Livy, jangan terlalu keras pada wanita. Dia pasti capek karena lembur terus.""Kalau kamu merasa nggak nyaman, pindahkan saja Bu Livy ke cabang. Dia akan lebih nyaman di sana, kamu juga nggak perlu setiap hari merasa terganggu."Pindah ke cabang? Pikiran ini berkelebat sesaat di benak Preston sebelum dia segera membuang jauh-jauh.
Livy termangu sejenak, memang tidak tahu soal ini.Ke mana Preston pergi, apa yang dia lakukan, dan dengan siapa dia bersama, jika tidak diberitahukan secara khusus, Livy sama sekali tidak tahu. Atau lebih tepatnya, dia tidak punya hak untuk peduli atau menanyakan tentang keberadaan Preston. Jadi, dia sebenarnya tidak tahu banyak tentang Preston."Zoey, lemburku nggak ada hubungannya denganmu, 'kan? Justru kamu yang aneh. Seingatku, petugas kebersihan sudah pulang jam segini, 'kan?"Livy memandang Zoey dengan agak lelah. Dia benar-benar tidak ingin terlibat konflik dengan Zoey di tempat ini. Setelah seharian bekerja, dia hanya ingin makan dan menyelesaikan pekerjaannya. Dia sangat lelah hingga tidak ada energi untuk berurusan dengan Zoey."Kenapa? Aku nggak boleh lembur?" Zoey mengalihkan pandangannya. Dia dihukum untuk lembur karena bermalas-malasan. Namun, semua ini karena Livy yang tidak berguna!Mengingat hal ini, kebencian Zoey semakin dalam. Dia menggertakkan gigi sambil bertanya
Hubungan Livy dan Stanley membuat Preston merasa sangat tidak nyaman sampai sekarang. Malam itu, Preston sebenarnya berniat untuk bicara dengan baik-baik, tetapi wanita itu meneteskan air mata dengan cerdik, membuatnya terlihat seperti pihak yang bersalah.Namun, bagaimanapun Livy masih istri sahnya dan Preston sangat terobsesi pada tubuhnya. Jika Livy sedikit memanjakannya dan menyelesaikan masalahnya dengan Stanley, Preston tidak akan sengaja menyulitkannya dalam hal pekerjaan.Namun ... Livy yang ada di depannya jelas tidak berpikir demikian. Dia mengira Preston sedang mengancamnya. Dia mengira Preston sedang memberi peringatan bahwa dia masih istri sahnya. Jadi, jika tidak bisa menyelesaikan pekerjaan semudah ini, dia bukan hanya akan dipecat, tetapi juga akan dibuang. Ketika saat itu tiba, hidupnya benar-benar akan hancur.Dengan ekspresi bingung, Livy menggenggam berkas di tangannya dengan semakin erat. "Baik, aku mengerti. Aku akan menyerahkan berkasnya sebelum besok sore."Sete
Preston memanggilnya? Apa dia tidak puas dengan dokumen kemarin? Livy merasa agak tertekan.Kenapa harus dikumpulkan kemarin malam, sementara Preston jelas-jelas tidak berniat untuk memeriksa dokumen itu kemarin malam? Bukankah dia baru memeriksanya pagi ini? Preston malah memintanya untuk lembur.Karena Preston adalah bos yang menggajinya, Livy hanya bisa menahan kekesalannya dan segera mengiakan. Kemudian, dia masuk ke lift dengan terburu-buru.Setibanya di depan ruangan Preston, sebelum masuk, Livy sudah mendengar suara pertengkaran dari dalam. "Preston, apa maksudmu?"Suara itu tidak asing bagi Livy, itu adalah suara Bahran."Kamu ingin menindasku ya! Kamu tahu berapa kerugian yang akan kutanggung karena kamu menahan dua drama besar ini? Jangan kira karena Ayah mendukungmu, kamu bisa bertindak semaunya! Kamu cuma anak haram!"Kemudian, terdengar suara Preston yang dingin. "Aku melakukannya demi Keluarga Sandiaga. Setelah kedua drama itu tayang, kamu pikir kamu dan dua aktris itu ma