Lagi-lagi "Pak Preston"?Apalagi, dia berani mengatakan hal seperti itu! Apa wanita ini masih menganggap dirinya sebagai istrinya?Livy sama sekali tidak peduli dengan ekspresi Preston. Setelah mendorongnya menjauh, dia mundur beberapa langkah dan buru-buru menarik handuk yang hampir jatuh dari tubuhnya."Pak Preston, aku tidur di ruang kerja saja ....""Kamu tidur di sini!" Preston memotong dengan nada dingin sebelum berbalik dan pergi meninggalkan ruangan. Livy tidak bisa tidur nyenyak sepanjang malam.Keesokan paginya, Grup Sandiaga memberi libur setengah hari. Rencananya, Livy ingin tidur sebentar untuk mengganti waktu tidurnya yang kurang. Namun, telepon dari Sherly tiba-tiba masuk."Bu Livy, dokumen Zoey ada masalah. Kamu harus segera datang ke sini!"Dokumen Zoey bermasalah? Masih dalam keadaan setengah mengantuk, Livy merasa bingung.Selama beberapa hari terakhir, semua dokumen Zoey selalu diperiksa olehnya. Bagaimana bisa ada masalah? Meski tidak menyukai Zoey, Livy tidak akan
Livy menyadari bahwa Zoey ada benarnya. Ini salahnya sendiri karena tidak menyimpan bukti sebelumnya.Bahkan jika dia memiliki bukti dan membuktikan bahwa ini adalah kesalahan Zoey, apa gunanya? Pada akhirnya, Livy tetap akan dianggap tidak bertanggung jawab penuh karena tidak memeriksa secara menyeluruh. Jika situasi ini tidak bisa diatasi dan mereka kehilangan klien, pekerjaannya jelas tidak akan terselamatkan.Livy benar-benar merasa dirinya seperti orang bodoh. Kenapa dulu dia membiarkan Zoey masuk ke perusahaan? Livy mengejek dirinya sendiri dalam hati. Dia bahkan tidak bisa mengendalikan Zoey, lalu bagaimana dia bisa membahas soal balas dendam?Seseorang seperti Zoey saja bisa menjatuhkannya dan menginjak-injaknya."Kesal, ya?" tanya Zoey dengan nada puas.Dia semakin sombong. "Kamu pikir acara ulang tahun perusahaan itu ada hubungannya denganmu? Preston akan hadir sama Sylvia. Daripada kamu pergi ke aula dan melihat mereka bermesraan di depan umum, lebih baik kamu tetap di sini
Livy bahkan tidak menyadari betapa buruk ekspresinya ketika mengucapkan kata-kata itu.Ivana yang tidak menyadari perubahan tersebut, tetap asyik membicarakan gosip dengan penuh semangat. "Ya, Sylvia selalu berada di dekat Pak Preston, seolah-olah dia ingin semua orang tahu betapa dekatnya hubungan mereka.""Meskipun Sylvia memang cantik dan kelihatannya cocok berdiri di samping Pak Preston, pada akhirnya, dia tetap nggak punya status. Bagaimanapun, Pak Preston sudah punya istri! Apa maksudnya? Mau jadi orang ketiga?"Saat berbicara tentang topik ini, Ivana menjadi semakin kesal. "Livy, menurutmu istri Pak Preston tahu tentang mereka? Pak Preston boleh saja tampan dan luar biasa, tapi nggak seharusnya dia jadi pria berengsek begini!""Kalaupun mau mendua, setidaknya jangan terang-terangan begini. Kalau melakukannya diam-diam, kita masih bisa tutup mata. Tapi ini? Terlalu mencolok! Di mana harga diri istrinya?"Ekspresi Livy menjadi semakin kaku dan senyumnya pun terlihat makin dipaksak
Meskipun Sylvia hanya duduk di kursi roda, aura elegan dan anggun tetap terpancar dari dirinya. Meskipun tidak terlalu paham soal merk-merk mewah, Livy tetap bisa melihat bahwa gaun malam yang dikenakan Sylvia jauh lebih mahal dibandingkan apa pun yang pernah dia bayangkan.Hatinya terasa sesak, tetapi dia tidak menunjukkan kelemahan sedikit pun. Dengan nada tenang, dia menjawab, "Tentu saja dia sudah persiapkan untukku. Hanya saja dia orang yang cukup protektif, nggak suka aku menjadi pusat perhatian para pria. Kebetulan, aku juga punya beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Nggak seperti Bu Sylvia yang sepertinya sangat menikmati keramaian.""Bu Livy nggak suka keramaian? Ah, maaf, sepertinya aku terlalu banyak bicara," jawab Sylvia dengan senyuman yang penuh kepalsuan.Dia tampak sangat nyaman, seperti berada di tempat miliknya sendiri. Dengan santai, dia membuka laci meja Preston dan mengambil lipstik dari dalamnya."Bu Livy, jangan salah paham. Preston khawatir dengan kondisi
Di aula pesta, acara ulang tahun perusahaan sudah berjalan setengah.Preston baru saja selesai menghadiri sesi pertemuan dengan tamu-tamu penting ketika David akhirnya muncul dengan santai dan mendekatinya."Preston, kamu keren sekali hari ini. Sampai-sampai sempatin diri menata rambut. Tadinya aku mengira bisa ngobrol sama beberapa gadis muda di sini. Tapi kalau kamu berdiri di sana, mana mungkin mereka masih memperhatikan orang lain?"Preston tidak menggubris lelucon David. Matanya yang gelap menyapu seluruh ruangan dan mencari seseorang. Dahinya berkerut dalam frustrasi.Di mana Livy?Seharian ini, Preston bahkan tidak melihatnya sama sekali. Hanya karena satu gaun malam, dia ingin meributkan hal ini sejauh itu?"Preston, siapa yang kamu cari?"David mengikuti arah pandangan Preston. Saat itu, Sylvia kebetulan sedang menuruni tangga dan pandangan mereka bertemu. David terkejut dan berkata, "Preston, bukannya kamu bilang nggak ada perasaan apa pun sama Sylvia? Tapi kenapa kamu menata
"Terima kasih, Hesti," ucap Livy dengan suara pelan."Sama-sama, nggak usah sungkan. Aku memang suka membantu orang. Ngomong-ngomong, sekarang aku antar kamu ke mana? Rumah kamu di mana?" tanya Hesti dengan ramah.Rumah ....Saat ini, Livy tinggal bersama Preston. Jika Hesti sampai tahu, kemungkinan besar akan muncul masalah lain."Kamu ... antar aku ke parkiran saja. Nanti ada yang bisa jemput aku di sana," jawab Livy mencoba menghindari pertanyaan lebih jauh.Melihat kondisi Livy, dia tahu tidak mungkin pulang sendiri. Berdiam di parkiran sambil menunggu Bendy sepertinya adalah pilihan terbaik."Baiklah," jawab Hesti tanpa banyak tanya. Dia mengantar Livy ke parkiran dan memastikan Livy benar-benar baik-baik saja sebelum akhirnya pergi.Pelan-pelan, Livy berjalan menuju mobil Preston dan duduk di sampingnya. Dia menundukkan kepala, mengambil ponselnya, dan mengirim pesan kepada Bendy, menjelaskan secara singkat kejadian dengan Erick.Hesti benar-benar luar biasa tadi. Dengan satu puk
Kantor Preston menjadi kacau.Seiring dengan tindakan kedua orang itu yang semakin tidak senonoh, aroma feromon di dalam ruangan semakin pekat.Saat Preston sampai di depan pintu kantornya, dia melihat dari celah pintu sepasang tubuh yang tampak putih berkilau di bawah lampu yang remang-remang. Preston langsung teringat laporan Bendy sebelumnya yang mengatakan bahwa Livy sedang berada di kantornya untuk menyerahkan dokumen.Apakah itu dia ...?Selain Livy, siapa lagi yang berani melakukan hal seperti ini di kantornya?Dengan amarah yang mendidih, Preston mendorong pintu kantornya hingga terbuka. Aroma tajam feromon langsung menusuk hidungnya, membuat suasana di dalam semakin menjijikkan.Di tengah ruangan, dua orang sedang saling menjerat seperti binatang liar dan tidak menyadari kehadiran Preston sama sekali."Livy ...." Namun, ketika Preston melihat wajah wanita itu, suaranya terhenti.Wanita yang sedang mendesah dengan mata setengah terpejam itu adalah Zoey. Tidak ada sedikit pun da
"Bukan, bukan seperti itu ...!"Zoey berusaha menutupi tubuhnya dengan panik dan hampir menangis. "Pak Bendy, tolong beri tahu Pak Preston, saya dijebak! Pria ini tiba-tiba muncul dan mencoba menodai saya. Ini bukan salah saya, bukan salah saya!"Zoey benar-benar tidak mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi. Semua rencananya telah diatur dengan sempurna. Orang yang seharusnya bersama dia adalah Preston. Namun, kenapa ini berubah menjadi pria menjijikkan seperti Erick ...?Dalam keputusasaan, Zoey mengambil vas bunga kaca di sampingnya dan melemparkannya dengan keras ke arah Erick sambil berteriak seperti orang gila, "Kamu ... siapa kamu sebenarnya! Aku akan lapor polisi! Aku akan lapor polisi!"Erick yang baru saja sadar sepenuhnya, terkena hantaman di kepalanya. Rasa sakit membuatnya marah sekaligus panik. Dia tahu jika rencana malam ini terbongkar, dia bukan hanya akan kehilangan pekerjaannya tetapi juga menghadapi tuduhan pemerkosaan.Dalam ketakutannya, Erick buru-buru membela d
Astaga, situasi macam apa ini?Telinga Livy terasa panas membara. Tanpa bisa dikendalikan, pikirannya mulai dipenuhi gambaran-gambaran yang tidak senonoh.Akhirnya, dia memutuskan untuk tidak membalas pesan mesum dari Preston. Dia mengalihkan perhatiannya kembali ke pekerjaan dan mulai mencari informasi tentang Mathias.Informasi tentang pria itu cukup terbatas di internet. Katanya, dia adalah pria paruh baya yang merintis usahanya dari nol dan dikenal memiliki cara bicara yang baik.Namun, ada juga beberapa rumor negatif yang menyebutkan bahwa selama bertahun-tahun, dia diam-diam berselingkuh dari istrinya dan memiliki banyak wanita di luar.Livy tidak tahu mana yang benar dan mana yang tidak. Yang bisa dilakukan hanya mempersiapkan diri, mempelajari berbagai hal tentang musik, catur, kaligrafi, dan lukisan.Meskipun dia tahu usahanya mungkin tidak terlalu berpengaruh, setidaknya itu lebih baik daripada tidak mempersiapkan apa pun.Setelah sibuk sepanjang sore, Livy akhirnya tiba di r
"Livy, ke mana saja tadi? Kenapa lama sekali tanpa bilang apa-apa ke kami? Jangan-jangan kamu malas-malasan?"Pria paruh baya itu berdiri dengan perut buncitnya. Meskipun gemuk, dia tetap berusaha memakai jas seperti orang lain. Namun, penampilannya malah seperti agen asuransi yang sedang mengalami krisis paruh baya.Livy mengerutkan keningnya sedikit dan menjelaskan, "Pak Preston mencariku, ada beberapa hal yang harus disampaikan.""Oh, ternyata Pak Preston ...." Umay menyipitkan matanya, tampak sedikit mengejek. "Ya, wajar saja Pak Preston masih memperhatikanmu. Bagaimanapun, dulu kamu bekerja di bawahnya.""Tapi, aku harap wanita sepertimu nggak langsung berpikir macam-macam hanya karena seorang pria bersikap baik sedikit kepadamu. Ingat, Pak Preston sudah punya istri. Lebih baik kamu realistis saja dan pertimbangkan untuk ....""Kak Umay, sebenarnya ada urusan apa mencariku?" Melihat pria menyebalkan di depan berbicara semakin tidak sopan, Livy buru-buru memotong ucapannya."Nggak
Livy tertegun. Preston ... apa maksudnya?Preston kembali berkata, "Dia cuma keponakanku, sedangkan kamu adalah istriku."Oh, jadi begitu. Livy mengerti sekarang. Bagi Preston, statusnya sebagai istri memang sedikit lebih tinggi daripada status seorang keponakan. Namun, hanya sebatas itu. Hanya karena saat ini, dia masih menjadi istri Preston."Lebih baik nggak usah," ujar Livy setelah berpikir sejenak. "Aku juga jarang punya waktu untuk memakai tas seperti ini. Kalau cuma disimpan di rumah, rasanya akan terbuang sia-sia.""Biarkan saja terbuang sia-sia," kata Preston dengan tidak acuh. Baginya, uang seperti ini hanyalah jumlah kecil. Jika istrinya menyukai sesuatu, dia akan membelinya tanpa peduli apakah benda itu akan terpakai atau tidak."Tapi ...." Livy masih ingin berkata sesuatu, tetapi Preston sudah menariknya ke dalam pelukan."Aku memberikan hadiah untuk istriku, tapi kamu malah menolaknya berulang kali? Kamu pikir aku miskin sampai nggak sanggup membelikanmu sesuatu sekecil i
"Mana mungkin!" Livy buru-buru melambaikan tangannya. "Di departemen sekretaris masih ada banyak senior. Kamu juga termasuk salah satu senior buatku. Jangan bicara seperti itu.""Ya, ya, aku paham." Ivana buru-buru menutup mulutnya, lalu melanjutkan, "Aku serius kali ini. Pak Preston mencarimu, dia suruh kamu ke atas.""Kenapa kamu yang mencariku?" Livy sedikit terkejut. Biasanya kalau ada urusan seperti ini, Bendy yang datang menemuinya.Ivana menjawab, "Sepertinya Pak Bendy ada urusan mendadak. Dia cuma sempat mampir sebentar ke departemen sekretaris untuk menyampaikan pesan. Sudahlah, Livy, cepat naik ke atas. Siapa tahu Pak Preston berubah pikiran dan mau memindahkanmu kembali ke departemen sekretaris!"Tidak mungkin, 'kan? Semalam Preston sudah mengatakan bahwa dia tidak akan memindahkannya kembali sebelum misinya selesai.Dengan penuh rasa penasaran, Livy segera mengetuk pintu kantor Preston."Masuk."Saat mendorong pintu, Livy melihat Preston sedang tidak bekerja. Pria itu memeg
"Hah?" Livy sempat mengira dirinya salah dengar. Namun, saat melihat Preston menunggu dengan ekspresi seperti ingin dilayani, dia yakin bahwa dirinya tidak salah dengar.Membantu dia mandi? Dia menatap laki-laki di hadapannya dengan mata membelalak.Sebagian besar pakaiannya sudah terlepas, memperlihatkan tubuh ramping dengan garis otot yang tegas. Di bawah cahaya lampu, sosok itu terlihat begitu mencolok hingga membuat jantungnya berdebar.Ditambah lagi dengan wajah Preston yang dingin, tegas, dan sempurna, semuanya memberikan dampak visual yang sangat kuat.Sejak kejadian itu, sebenarnya sudah beberapa hari berlalu sejak terakhir kali mereka melakukannya. Seorang wanita ... juga memiliki kebutuhannya sendiri.Livy berdeham, mencoba menahan rasa malu yang merayap di hatinya. Dia terus mengingatkan diri sendiri bahwa dia masih membutuhkan bantuan pria ini.Sambil menggigit bibirnya, dia mulai membuka kancing kemeja Preston. Sesudah itu, dia bergerak turun ke celana. Ketika tiba giliran
Preston masih punya sedikit kendali atas dirinya sendiri. Lagi pula, setelah 2 hari berturut-turut, tubuh Livy pasti masih butuh waktu untuk beristirahat dengan baik."Kalau begitu ... 6 juta?" Dengan berat hati, Livy menambahkan 2 juta lagi. Wajahnya pun terlihat tegang. "Benaran nggak bisa lebih lagi? Bonusku sedikit banget."Terakhir kali, dia hanya mendapat 1 juta. Itu bahkan tidak cukup untuk membayar satu hidangan Preston."Beberapa hari lagi, bagian keuangan akan mentransfer sisa bonusmu yang sebelumnya. Jadi, kamu nggak bakal sampai kekurangan uang. Lagi pula, bukannya aku sudah kasih kamu kartu? Punya uang tapi nggak dipakai. Kamu bodoh ya?" Nada suara Preston terdengar agak pasrah.Bonus sebelumnya? Livy kaget dan baru teringat. Dia buru-buru bertanya, "Masalah dengan Sherly itu ulahmu ya?"Meskipun kemungkinan besar jawabannya adalah iya, dia tetap ingin memastikan. "Hmm, aku menyuruh Bendy menyelidikinya.""Bonusmu ternyata disalahgunakan oleh Sherly, jadi aku meminta bagia
Jantung Livy seakan-akan berhenti berdetak sejenak. Dia awalnya hanya ingin bertingkah manja untuk mencari jalan pintas, tetapi Preston malah menanggapinya dengan serius.Setelah tertegun sesaat, Livy tiba-tiba merasa dirinya seperti seorang badut. Benar juga, mereka ini pasangan suami istri macam apa?Mereka bukanlah pasangan dalam arti yang sesungguhnya. Jadi, Preston sama sekali tidak punya kewajiban untuk berbagi rahasia bisnis dengannya. Bisa jadi, dia justru sedang menjaga jarak dan tidak ingin berbagi dengannya."Kenapa diam?" Melihat Livy termenung, Preston semakin kesal dan kembali bertanya, "Apa kamu punya sedikit perasaan untukku?""Kenapa nggak? Tentu saja punya." Livy tidak mengerti kenapa pria ini tiba-tiba marah. Tadi, dia sempat mengira Preston tersinggung karena dirinya terlalu percaya diri, tetapi sekarang kenapa justru bertanya soal perasaan?Apakah dia ingin Livy membujuknya? Livy tidak yakin. Atau Preston sedang menguji perasaannya yang sebenarnya?Pada akhirnya, L
Tadi dia ... sudahlah.Preston berdeham pelan, lalu sedikit mengubah topik pembicaraan. "Soal barbeku itu, akhir pekan ini kamu bawa aku ke sana.""Hah?" Livy tampak terkejut dan buru-buru mengingatkan, "Tempat itu cukup terpencil dan semua mejanya di luar ruangan. Aku takut kamu bakal kurang nyaman makan di sana.""Kamu bisa makan, kenapa aku nggak bisa?" balas Preston dengan santai."Baiklah."Lagi pula, Preston yang minta sendiri. Jangan sampai nanti setelah diajak, dia malah menunjukkan ekspresi tidak senang. Itu pasti akan membuat Livy kesal.Sambil menuangkan segelas air lagi untuk dirinya sendiri, Livy menyadari tatapan yang dilayangkan Preston kepadanya. Dengan sigap, dia juga menuangkan segelas air untuk pria itu.Preston menerima air putih yang diberikan Livy, lalu tiba-tiba berkata, "Aku dengar kamu berhasil mengamankan kerja sama ini hanya dalam 5 hari.""Mm ... sebenarnya masih banyak yang belum aku pahami, jadi butuh waktu cukup lama. Tapi, ya sudahlah, setidaknya ini lan
Ryan berbicara dengan pelan, tetapi kata-katanya mengandung makna menyindir jika didengar dengan lebih saksama. Namun, kata-kata itu juga terdengar sedang mengeluh. Ryan sedang mengeluh padanya?Namun, begitu pemikiran itu muncul, Livy langsung menepis pemikiran itu dan berpikir itu pasti hanya sekadar mengeluh biasa saja. Ryan bisa mengajak seseorang dengan mudah, tetapi dia malah menolak undangannya tiga kali. Oleh karena itu, wajar saja jika Ryan mengeluh."Maaf, aku benar-benar agak sibuk," jelas Livy dengan suara pelan."Nggak masalah, aku sudah memaafkanmu," kata Ryan sambil tersenyum dan tatapannya terlihat santai, seolah-olah bisa menarik perhatian siapa pun yang melihatnya."Selesai!"Setelah mengambil beberapa foto lagi, Hesti segera mengembalikan ponselnya pada Ryan dan berkata dengan semangat, "Tuan Ryan, kamu dan Livy benar-benar terlihat sangat serasi, aku sampai nggak tahan untuk mengambil beberapa foto lagi.""Nggak masalah, terima kasih," kata Ryan sambil kembali menge