Kantor Preston menjadi kacau.Seiring dengan tindakan kedua orang itu yang semakin tidak senonoh, aroma feromon di dalam ruangan semakin pekat.Saat Preston sampai di depan pintu kantornya, dia melihat dari celah pintu sepasang tubuh yang tampak putih berkilau di bawah lampu yang remang-remang. Preston langsung teringat laporan Bendy sebelumnya yang mengatakan bahwa Livy sedang berada di kantornya untuk menyerahkan dokumen.Apakah itu dia ...?Selain Livy, siapa lagi yang berani melakukan hal seperti ini di kantornya?Dengan amarah yang mendidih, Preston mendorong pintu kantornya hingga terbuka. Aroma tajam feromon langsung menusuk hidungnya, membuat suasana di dalam semakin menjijikkan.Di tengah ruangan, dua orang sedang saling menjerat seperti binatang liar dan tidak menyadari kehadiran Preston sama sekali."Livy ...." Namun, ketika Preston melihat wajah wanita itu, suaranya terhenti.Wanita yang sedang mendesah dengan mata setengah terpejam itu adalah Zoey. Tidak ada sedikit pun da
"Bukan, bukan seperti itu ...!"Zoey berusaha menutupi tubuhnya dengan panik dan hampir menangis. "Pak Bendy, tolong beri tahu Pak Preston, saya dijebak! Pria ini tiba-tiba muncul dan mencoba menodai saya. Ini bukan salah saya, bukan salah saya!"Zoey benar-benar tidak mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi. Semua rencananya telah diatur dengan sempurna. Orang yang seharusnya bersama dia adalah Preston. Namun, kenapa ini berubah menjadi pria menjijikkan seperti Erick ...?Dalam keputusasaan, Zoey mengambil vas bunga kaca di sampingnya dan melemparkannya dengan keras ke arah Erick sambil berteriak seperti orang gila, "Kamu ... siapa kamu sebenarnya! Aku akan lapor polisi! Aku akan lapor polisi!"Erick yang baru saja sadar sepenuhnya, terkena hantaman di kepalanya. Rasa sakit membuatnya marah sekaligus panik. Dia tahu jika rencana malam ini terbongkar, dia bukan hanya akan kehilangan pekerjaannya tetapi juga menghadapi tuduhan pemerkosaan.Dalam ketakutannya, Erick buru-buru membela d
Bibir Livy terasa perih ketika Preston menggigitnya dengan keras. Rasa sakit itu cukup kuat hingga Livy bisa merasakan jejak darah di antara bibirnya."Pasangan ... kontrak?"Preston menatapnya dengan dingin, suaranya tajam dan penuh ironi. "Hanya itu?""Kalau nggak, apa lagi?" Entah karena efek sisa aromaterapi atau keberanian yang muncul dari rasa frustasi dan tekanan selama beberapa hari terakhir, Livy melawan dengan nada berani yang bahkan mengejutkan dirinya sendiri."Menurut Pak Preston, hubungan kita seharusnya seperti apa?""Pasangan," jawab Preston dengan tenang dan menatap Livy dalam-dalam sebelum menambahkan, "Setidaknya, saat ini.""Aku sudah bilang, selama kamu masih jadi Nyonya Sandiaga, apa pun masalah yang kamu hadapi, kamu bisa datang padaku."Apakah ini ... cara Preston mencoba menenangkannya?Livy tahu persis seperti apa Preston sebagai seorang pria. Sejak kecil, dia telah menjadi pusat perhatian dan selalu dimanjakan oleh para wanita yang ingin mendekatinya.Fakta b
Di dalam mobil yang remang, wajah Preston yang tegas dan tampan terlihat semakin memikat dalam pencahayaan redup."Hari ini bukan masa suburmu, 'kan?" tanyanya tiba-tiba.Livy langsung merasa ada bahaya mengintai. Dengan refleks, dia bergeser sedikit ke belakang dan mencoba menjauh. Namun, ruang di dalam mobil terbatas dan pintu mobil telah dikunci oleh Preston sebelumnya. Tidak ada jalan keluar bagi Livy."Pak Preston, ini di dalam mobil. Mungkin saja ada yang melihat kita ...," ucap Livy dengan nada gugup."Jendela ini satu arah. Nggak ada yang bisa melihat ke dalam. Lagi pula, nggak ada yang akan datang ke sini," jawab Preston dengan santai sambil mulai melepas dasinya.Gerakannya kasar dan penuh tenaga, hingga kancing paling atas kemejanya terlepas.Leher Preston yang berotot tampak menonjol dan Livy tidak bisa mengalihkan pandangannya. Di bawahnya, otot dadanya yang terlihat sempurna semakin menambah daya tariknya."Pak Preston, aku ....""Panggil aku dengan benar," potong Preston
Livy masih dalam keadaan bingung, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.Ketika dia mengangkat kepalanya dengan cepat, pandangannya langsung bertemu dengan mata gelap Preston yang penuh gairah. Sorot matanya yang mendalam dan panas mulai menyebar, membuat Livy terdiam.Dia baru saja ingin mengatakan sesuatu, tetapi ciuman Preston yang panas tiba-tiba datang lagi dan membuat pikirannya kosong.Suhu di kursi belakang mobil terus meningkat.Preston mulai membuka kancing bajunya dengan perlahan. Namun, ketika jarinya mulai membuka kancing baju Livy, dia tiba-tiba berhenti.Tatapan matanya menatap Livy dengan intens, seolah-olah sedang menunggu jawaban. Dengan suara yang serak dan berat karena hasrat, dia berkata, "Livy, kalau kamu benar-benar nggak mau, kamu bisa menolakku."Livy yang sudah setengah kehilangan akal karena ciuman itu, tiba-tiba tersadar oleh ucapannya. Dengan bingung, dia bertanya, "Tapi ... bukankah ini adalah kewajibanku?"Alis Preston sedikit berkerut, tetapi suara
Meskipun tahu bahwa Preston telah mengunci pintu mobil, Livy tetap tidak bisa menahan rasa tegangnya. Tangannya mencengkeram bahu Preston begitu erat hingga nyaris meninggalkan bekas merah.Namun, Preston tampaknya tidak merasa sakit sedikit pun. Sebaliknya, dia hanya tertawa kecil dan suara rendahnya terdengar di dekat telinga Livy."Jangan bersuara," bisiknya dengan nada lembut.Tapi ... orang itu ada di luar!Livy menggigit bibirnya, menatap Preston dengan bingung dan sedikit marah.Apakah semua pria seperti ini? Di hati mereka mencintai satu orang, tetapi tubuh mereka tetap mencari yang lain?Pikiran itu membuat Livy tiba-tiba merasa ingin menyerah. Dia mendorong Preston dengan lemah, mencoba memberinya sinyal bahwa dia tidak ingin melanjutkan.Namun, sebelum Preston bisa menangkap tangannya untuk menghentikannya, ponsel yang tergeletak di dekat mereka tiba-tiba berbunyi dan memenuhi keheningan di dalam mobil yang sempit.Suara dering yang taka sing itu membuat tubuh Livy semakin k
Melihat dirinya sudah selesai mandi, Preston mengangkat Livy keluar dari kamar mandi. Dia membantu Livy mengenakan piama dan menurunkannya di ranjang dengan lembut.Ponsel berbunyi lagi. Itu adalah panggilan dari David. Preston melihat sebentar, lalu segera berjalan ke balkon."Kak Preston, ada masalah besar! Kak Sylvia nggak sengaja terjatuh dari kursi roda dan sekarang sedang dioperasi!"Preston terdiam sejenak, lalu langsung berkata, "Aku akan segera ke sana!"Setelah turun, Preston bertemu dengan Tina yang sedang menyiapkan camilan. "Tuan, kamu pasti capek malam ini. Lebih baik makan dulu ...."Sebelum Tina selesai berbicara, Preston menyela, "Nggak usah bawa ke atas, jangan ganggu tidurnya."Tina buru-buru tersenyum dan menyahut, "Oh, baiklah."Pasangan muda ini sudah lama bertengkar dan akhirnya berdamai.....Malam itu, tidur Livy kurang nyenyak. Sekitar pukul 12 tengah malam, dia terbangun karena bunyi telepon. Itu dari Rivano.Begitu telepon tersambung, terdengar suara Rivano
Setelah berkata demikian, Rivano segera merendahkan suaranya. Dengan setengah lembut setengah mengancam, dia meneruskan, "Livy, Zoey memang melakukan kesalahan, tapi kita tetap keluarga. Kondisinya sedang nggak stabil. Kalau dia mengatakan hal-hal yang nggak seharusnya di depan Pak Preston, kami juga nggak bisa mengendalikannya.""Omong-omong, aku dengar wanita yang dinikahi Stanley adalah keponakan Pak Preston, 'kan? Meskipun itu sudah masa lalu, kalau ...."Lagi-lagi ancaman? Livy merasa sangat jengkel. "Ya sudah, kamu bilang saja. Aku sudah setuju untuk membantu Zoey masuk ke Grup Sandiaga. Dia sendiri yang nggak bekerja dengan baik dan malah menggunakan metode tercela seperti ini. Masa masih mau aku bantu? Paling-paling aku dan Preston cerai dan Zoey keluar dari perusahaan bersamaku."Rivano terdiam sejenak, lalu akhirnya melembutkan suaranya. "Livy, tolonglah, anggap ayahmu memohon padamu ya? Kamu selalu ingin gelang emas ibumu, 'kan? Kalau kamu bantu kali ini, aku langsung ambilk
Astaga, situasi macam apa ini?Telinga Livy terasa panas membara. Tanpa bisa dikendalikan, pikirannya mulai dipenuhi gambaran-gambaran yang tidak senonoh.Akhirnya, dia memutuskan untuk tidak membalas pesan mesum dari Preston. Dia mengalihkan perhatiannya kembali ke pekerjaan dan mulai mencari informasi tentang Mathias.Informasi tentang pria itu cukup terbatas di internet. Katanya, dia adalah pria paruh baya yang merintis usahanya dari nol dan dikenal memiliki cara bicara yang baik.Namun, ada juga beberapa rumor negatif yang menyebutkan bahwa selama bertahun-tahun, dia diam-diam berselingkuh dari istrinya dan memiliki banyak wanita di luar.Livy tidak tahu mana yang benar dan mana yang tidak. Yang bisa dilakukan hanya mempersiapkan diri, mempelajari berbagai hal tentang musik, catur, kaligrafi, dan lukisan.Meskipun dia tahu usahanya mungkin tidak terlalu berpengaruh, setidaknya itu lebih baik daripada tidak mempersiapkan apa pun.Setelah sibuk sepanjang sore, Livy akhirnya tiba di r
"Livy, ke mana saja tadi? Kenapa lama sekali tanpa bilang apa-apa ke kami? Jangan-jangan kamu malas-malasan?"Pria paruh baya itu berdiri dengan perut buncitnya. Meskipun gemuk, dia tetap berusaha memakai jas seperti orang lain. Namun, penampilannya malah seperti agen asuransi yang sedang mengalami krisis paruh baya.Livy mengerutkan keningnya sedikit dan menjelaskan, "Pak Preston mencariku, ada beberapa hal yang harus disampaikan.""Oh, ternyata Pak Preston ...." Umay menyipitkan matanya, tampak sedikit mengejek. "Ya, wajar saja Pak Preston masih memperhatikanmu. Bagaimanapun, dulu kamu bekerja di bawahnya.""Tapi, aku harap wanita sepertimu nggak langsung berpikir macam-macam hanya karena seorang pria bersikap baik sedikit kepadamu. Ingat, Pak Preston sudah punya istri. Lebih baik kamu realistis saja dan pertimbangkan untuk ....""Kak Umay, sebenarnya ada urusan apa mencariku?" Melihat pria menyebalkan di depan berbicara semakin tidak sopan, Livy buru-buru memotong ucapannya."Nggak
Livy tertegun. Preston ... apa maksudnya?Preston kembali berkata, "Dia cuma keponakanku, sedangkan kamu adalah istriku."Oh, jadi begitu. Livy mengerti sekarang. Bagi Preston, statusnya sebagai istri memang sedikit lebih tinggi daripada status seorang keponakan. Namun, hanya sebatas itu. Hanya karena saat ini, dia masih menjadi istri Preston."Lebih baik nggak usah," ujar Livy setelah berpikir sejenak. "Aku juga jarang punya waktu untuk memakai tas seperti ini. Kalau cuma disimpan di rumah, rasanya akan terbuang sia-sia.""Biarkan saja terbuang sia-sia," kata Preston dengan tidak acuh. Baginya, uang seperti ini hanyalah jumlah kecil. Jika istrinya menyukai sesuatu, dia akan membelinya tanpa peduli apakah benda itu akan terpakai atau tidak."Tapi ...." Livy masih ingin berkata sesuatu, tetapi Preston sudah menariknya ke dalam pelukan."Aku memberikan hadiah untuk istriku, tapi kamu malah menolaknya berulang kali? Kamu pikir aku miskin sampai nggak sanggup membelikanmu sesuatu sekecil i
"Mana mungkin!" Livy buru-buru melambaikan tangannya. "Di departemen sekretaris masih ada banyak senior. Kamu juga termasuk salah satu senior buatku. Jangan bicara seperti itu.""Ya, ya, aku paham." Ivana buru-buru menutup mulutnya, lalu melanjutkan, "Aku serius kali ini. Pak Preston mencarimu, dia suruh kamu ke atas.""Kenapa kamu yang mencariku?" Livy sedikit terkejut. Biasanya kalau ada urusan seperti ini, Bendy yang datang menemuinya.Ivana menjawab, "Sepertinya Pak Bendy ada urusan mendadak. Dia cuma sempat mampir sebentar ke departemen sekretaris untuk menyampaikan pesan. Sudahlah, Livy, cepat naik ke atas. Siapa tahu Pak Preston berubah pikiran dan mau memindahkanmu kembali ke departemen sekretaris!"Tidak mungkin, 'kan? Semalam Preston sudah mengatakan bahwa dia tidak akan memindahkannya kembali sebelum misinya selesai.Dengan penuh rasa penasaran, Livy segera mengetuk pintu kantor Preston."Masuk."Saat mendorong pintu, Livy melihat Preston sedang tidak bekerja. Pria itu memeg
"Hah?" Livy sempat mengira dirinya salah dengar. Namun, saat melihat Preston menunggu dengan ekspresi seperti ingin dilayani, dia yakin bahwa dirinya tidak salah dengar.Membantu dia mandi? Dia menatap laki-laki di hadapannya dengan mata membelalak.Sebagian besar pakaiannya sudah terlepas, memperlihatkan tubuh ramping dengan garis otot yang tegas. Di bawah cahaya lampu, sosok itu terlihat begitu mencolok hingga membuat jantungnya berdebar.Ditambah lagi dengan wajah Preston yang dingin, tegas, dan sempurna, semuanya memberikan dampak visual yang sangat kuat.Sejak kejadian itu, sebenarnya sudah beberapa hari berlalu sejak terakhir kali mereka melakukannya. Seorang wanita ... juga memiliki kebutuhannya sendiri.Livy berdeham, mencoba menahan rasa malu yang merayap di hatinya. Dia terus mengingatkan diri sendiri bahwa dia masih membutuhkan bantuan pria ini.Sambil menggigit bibirnya, dia mulai membuka kancing kemeja Preston. Sesudah itu, dia bergerak turun ke celana. Ketika tiba giliran
Preston masih punya sedikit kendali atas dirinya sendiri. Lagi pula, setelah 2 hari berturut-turut, tubuh Livy pasti masih butuh waktu untuk beristirahat dengan baik."Kalau begitu ... 6 juta?" Dengan berat hati, Livy menambahkan 2 juta lagi. Wajahnya pun terlihat tegang. "Benaran nggak bisa lebih lagi? Bonusku sedikit banget."Terakhir kali, dia hanya mendapat 1 juta. Itu bahkan tidak cukup untuk membayar satu hidangan Preston."Beberapa hari lagi, bagian keuangan akan mentransfer sisa bonusmu yang sebelumnya. Jadi, kamu nggak bakal sampai kekurangan uang. Lagi pula, bukannya aku sudah kasih kamu kartu? Punya uang tapi nggak dipakai. Kamu bodoh ya?" Nada suara Preston terdengar agak pasrah.Bonus sebelumnya? Livy kaget dan baru teringat. Dia buru-buru bertanya, "Masalah dengan Sherly itu ulahmu ya?"Meskipun kemungkinan besar jawabannya adalah iya, dia tetap ingin memastikan. "Hmm, aku menyuruh Bendy menyelidikinya.""Bonusmu ternyata disalahgunakan oleh Sherly, jadi aku meminta bagia
Jantung Livy seakan-akan berhenti berdetak sejenak. Dia awalnya hanya ingin bertingkah manja untuk mencari jalan pintas, tetapi Preston malah menanggapinya dengan serius.Setelah tertegun sesaat, Livy tiba-tiba merasa dirinya seperti seorang badut. Benar juga, mereka ini pasangan suami istri macam apa?Mereka bukanlah pasangan dalam arti yang sesungguhnya. Jadi, Preston sama sekali tidak punya kewajiban untuk berbagi rahasia bisnis dengannya. Bisa jadi, dia justru sedang menjaga jarak dan tidak ingin berbagi dengannya."Kenapa diam?" Melihat Livy termenung, Preston semakin kesal dan kembali bertanya, "Apa kamu punya sedikit perasaan untukku?""Kenapa nggak? Tentu saja punya." Livy tidak mengerti kenapa pria ini tiba-tiba marah. Tadi, dia sempat mengira Preston tersinggung karena dirinya terlalu percaya diri, tetapi sekarang kenapa justru bertanya soal perasaan?Apakah dia ingin Livy membujuknya? Livy tidak yakin. Atau Preston sedang menguji perasaannya yang sebenarnya?Pada akhirnya, L
Tadi dia ... sudahlah.Preston berdeham pelan, lalu sedikit mengubah topik pembicaraan. "Soal barbeku itu, akhir pekan ini kamu bawa aku ke sana.""Hah?" Livy tampak terkejut dan buru-buru mengingatkan, "Tempat itu cukup terpencil dan semua mejanya di luar ruangan. Aku takut kamu bakal kurang nyaman makan di sana.""Kamu bisa makan, kenapa aku nggak bisa?" balas Preston dengan santai."Baiklah."Lagi pula, Preston yang minta sendiri. Jangan sampai nanti setelah diajak, dia malah menunjukkan ekspresi tidak senang. Itu pasti akan membuat Livy kesal.Sambil menuangkan segelas air lagi untuk dirinya sendiri, Livy menyadari tatapan yang dilayangkan Preston kepadanya. Dengan sigap, dia juga menuangkan segelas air untuk pria itu.Preston menerima air putih yang diberikan Livy, lalu tiba-tiba berkata, "Aku dengar kamu berhasil mengamankan kerja sama ini hanya dalam 5 hari.""Mm ... sebenarnya masih banyak yang belum aku pahami, jadi butuh waktu cukup lama. Tapi, ya sudahlah, setidaknya ini lan
Ryan berbicara dengan pelan, tetapi kata-katanya mengandung makna menyindir jika didengar dengan lebih saksama. Namun, kata-kata itu juga terdengar sedang mengeluh. Ryan sedang mengeluh padanya?Namun, begitu pemikiran itu muncul, Livy langsung menepis pemikiran itu dan berpikir itu pasti hanya sekadar mengeluh biasa saja. Ryan bisa mengajak seseorang dengan mudah, tetapi dia malah menolak undangannya tiga kali. Oleh karena itu, wajar saja jika Ryan mengeluh."Maaf, aku benar-benar agak sibuk," jelas Livy dengan suara pelan."Nggak masalah, aku sudah memaafkanmu," kata Ryan sambil tersenyum dan tatapannya terlihat santai, seolah-olah bisa menarik perhatian siapa pun yang melihatnya."Selesai!"Setelah mengambil beberapa foto lagi, Hesti segera mengembalikan ponselnya pada Ryan dan berkata dengan semangat, "Tuan Ryan, kamu dan Livy benar-benar terlihat sangat serasi, aku sampai nggak tahan untuk mengambil beberapa foto lagi.""Nggak masalah, terima kasih," kata Ryan sambil kembali menge