Semua Bab Menjadi Istri yang Dilupakan: Bab 31 - Bab 40

83 Bab

Bab 31: Janji yang Terurai

Malam itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Indra kembali bekerja larut malam, dan Nadia duduk di ruang tamu, menatap televisi tanpa benar-benar memperhatikan acara yang ditayangkan. Suara Reza yang tertidur nyenyak di kamar hanya membuat kesepiannya semakin terasa. Pikirannya melayang ke percakapan singkat dengan Indra kemarin malam, ketika suaminya berjanji untuk mencoba lebih baik. Tapi apakah itu janji yang bisa ia pegang, atau hanya angin lalu seperti sebelumnya?Nadia menghela napas panjang. Setelah bertahun-tahun bersama, ia mulai merasa kelelahan secara emosional, seolah-olah setiap langkah yang ia ambil selalu diiringi oleh keraguan. Di satu sisi, ia ingin mempercayai Indra, berharap bahwa mereka bisa memperbaiki semuanya. Tapi di sisi lain, rasa sakit yang ia alami selama ini sulit diabaikan. Hatinya selalu terasa teriris setiap kali Indra menunjukkan perhatian yang hanya bersifat sementara, kemudian kembali acuh tak acuh seperti bi
Baca selengkapnya

Bab 32: Harapan yang Terkikis

Pagi itu, sinar matahari masuk perlahan melalui tirai tipis di kamar tidur mereka. Nadia terbangun lebih dulu, menatap wajah Indra yang masih terlelap di sebelahnya. Sejenak, ia teringat percakapan mereka malam sebelumnya—janji samar yang Indra ucapkan tentang mencoba memperbaiki keadaan. Ada rasa lega, namun juga khawatir yang masih bersarang di hatinya. Apakah janji itu akan berarti sesuatu kali ini?Nadia bangkit dari tempat tidur dengan hati-hati, tidak ingin membangunkan Indra. Ia berjalan ke kamar Reza yang masih tertidur pulas di ranjang kecilnya. Wajah anaknya yang damai membuat Nadia merasa sedikit tenang. Di tengah semua kekacauan yang ia rasakan, Reza selalu menjadi pengingat bahwa masih ada hal yang berharga dalam hidupnya. Reza adalah pusat dunianya, alasan mengapa ia berusaha begitu keras untuk mempertahankan rumah tangganya.“Reza sayang, kamu akan baik-baik saja,” gumam Nadia pelan sambil menyelimuti t
Baca selengkapnya

Bab 33: Reza yang Merindukan Sosok Ayah

Hari itu, Reza tampak murung. Nadia memperhatikan anaknya yang duduk di lantai ruang tamu, memainkan mobil-mobilan dengan gerakan pelan dan tanpa semangat. Tidak seperti biasanya, Reza yang ceria tampak lebih banyak diam. Nadia tahu, ada sesuatu yang mengganggu pikiran putranya."Kenapa, Sayang?" Nadia bertanya dengan lembut sambil mendekat, duduk di samping Reza yang terus menatap mainannya tanpa banyak bicara.Reza mengangkat bahunya pelan, masih enggan untuk bicara. Nadia tidak ingin memaksa, tetapi hatinya gelisah. Ia bisa merasakan bahwa Reza mulai merindukan sosok ayah dalam hidupnya—sesuatu yang sulit dipenuhi dengan kehadiran Indra yang sering absen."Reza... Kamu ingin main sama Ayah?" tanya Nadia, mencoba meraba isi hati anaknya.Reza akhirnya mengangguk pelan, lalu menatap Nadia dengan matanya yang besar dan polos. "Iya, Ma. Tapi Ayah sibuk terus... Ayah nggak pernah main sama Reza," ucap Reza dengan suara pelan, namun pe
Baca selengkapnya

Bab 34: Emosi yang Tidak Terduga

Beberapa minggu telah berlalu sejak Indra berusaha lebih dekat dengan Reza. Ada perubahan dalam rutinitas keluarga kecil mereka. Meskipun hubungan antara Nadia dan Indra masih penuh jarak, kehadiran Reza sedikit menghangatkan suasana di rumah. Namun, Indra masih sering membawa beban pekerjaannya ke rumah, dan masalah-masalah di tempat kerja kerap kali membuat emosinya tak terkendali.Malam itu, Nadia duduk di ruang tamu sambil mengawasi Reza yang bermain di karpet. Indra baru saja pulang dari kantor, wajahnya tampak tegang. Nadia bisa melihat dari raut wajahnya bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Biasanya, jika sedang dalam suasana hati yang buruk, Indra hanya akan menghindar dan duduk diam di ruang kerja. Namun kali ini, berbeda."Mas, kamu nggak apa-apa?" tanya Nadia hati-hati, mencoba mendekat sambil tetap menjaga nadanya agar tidak terdengar menghakimi.Indra menghela napas panjang, lalu membanting tas kerjanya ke sofa dengan kasar. Suara itu membuat Reza ya
Baca selengkapnya

Bab 35: Harapan yang Samar

Pagi itu, suasana di rumah terasa lebih tenang. Nadia terbangun lebih awal dari biasanya dan menyiapkan sarapan sederhana untuk keluarganya. Ia berdiri di dapur sambil melamun, mengingat percakapan dengan Indra beberapa hari yang lalu. Ada sedikit perubahan dalam sikap suaminya, meskipun belum sepenuhnya jelas apakah itu akan bertahan. Namun, momen itu cukup untuk memberi Nadia sedikit harapan.Indra berjalan perlahan menuju ruang makan, wajahnya tampak lebih segar. Ia mengenakan pakaian kerja yang rapi, berbeda dengan hari-hari sebelumnya ketika ia tampak kusut dan terbebani. Nadia memperhatikannya dari kejauhan, mencoba membaca perasaan suaminya. Apakah ada yang berubah? Ataukah ini hanya sementara?“Mas, sudah siap sarapan?” tanya Nadia dengan lembut saat ia meletakkan piring-piring di meja.Indra mengangguk, duduk di kursi tanpa banyak berkata-kata. Ia tampak sedikit lebih tenang pagi itu, meskipun tidak sepenuhnya terbuka seperti dulu. Nadia dud
Baca selengkapnya

Bab 36: Retakan yang Mulai Terlihat

Hari-hari berlalu dengan tenang di rumah Indra dan Nadia, namun di balik keheningan itu, ada banyak hal yang mulai mengusik hati Nadia. Indra memang terlihat lebih peduli akhir-akhir ini, terutama kepada Reza. Namun, di beberapa kesempatan, sikap acuh Indra kembali muncul, membuat Nadia bingung harus bagaimana menyikapi perasaan yang campur aduk itu.Suatu pagi, Nadia sedang duduk di teras rumah sambil mengawasi Reza bermain. Pikirannya melayang jauh, memikirkan apa yang sebenarnya dirasakan Indra. Apakah kehangatan yang ia tunjukkan kepada Reza benar-benar tulus, ataukah itu hanya usaha untuk menutupi kegelisahan dalam dirinya? Nadia merasa ada sesuatu yang belum terselesaikan dalam rumah tangga mereka, tetapi ia tidak bisa menebak apa itu.Saat Nadia masih tenggelam dalam pikirannya, suara pintu rumah terbuka. Indra keluar dengan wajah yang tampak sedikit letih, meskipun jam masih menunjukkan pagi hari. Ia baru saja menyelesaikan beberapa panggilan k
Baca selengkapnya

Bab 37: Keteguhan Hati Nadia

Nadia duduk termenung di kamar, memandangi Reza yang tidur dengan tenang di ranjang kecilnya. Bayi mungil itu terlihat begitu damai, seolah tak ada kekhawatiran yang mengusik dunia kecilnya. Tatapan Nadia perlahan melembut. Hatinya seolah dipenuhi rasa cinta yang mendalam setiap kali melihat anaknya. Reza adalah alasan terbesar baginya untuk tetap bertahan, untuk tetap berjuang mempertahankan rumah tangganya, meski hati dan pikirannya sering kali digoncang oleh ketidakpastian.Nadia menggigit bibir bawahnya, teringat percakapan terakhirnya dengan Indra. Setiap kali ia mencoba mendekat, Indra tampak semakin jauh. Ada rasa frustasi yang menggelayuti benaknya, tetapi dia selalu menenangkan diri dengan satu pemikiran: Demi Reza. Ia tak ingin anaknya tumbuh dalam keluarga yang tercerai-berai. Bagaimanapun caranya, Nadia bertekad untuk membuat keluarga ini tetap utuh.Pagi itu, suasana rumah terasa begitu sunyi. Indra sudah pergi lebih awal ke kanto
Baca selengkapnya

Bab 38: Kunjungan Bu Yuni

Keesokan harinya, suasana rumah terasa lebih tegang dari biasanya. Nadia sejak pagi sudah sibuk memastikan semuanya tampak rapi dan bersih. Seperti biasa, ia tak ingin memberikan alasan bagi Bu Yuni untuk mengkritiknya. Walau setiap kali ibu mertuanya datang, ada rasa cemas yang tak dapat dijelaskan, hari ini terasa lebih berat. Nadia tahu, kunjungan Bu Yuni yang mendadak ini bukanlah kunjungan biasa untuk melihat cucunya. Ada sesuatu di baliknya, dan dia hanya bisa menunggu dengan hati yang berdebar.Reza yang masih bayi tampak bermain di dalam boksnya, sesekali menggumam riang sambil memainkan mainan gantung di atasnya. Kehadirannya memberi Nadia kekuatan untuk menghadapi hari ini. Setidaknya, dengan Reza di sisinya, Nadia merasa tidak sendiri.Pukul sebelas siang, bel rumah berbunyi. Nadia segera melangkah cepat menuju pintu dan membuka, mendapati Bu Yuni berdiri di sana dengan raut wajah yang dingin. Di sampingnya ada sopir keluarga yang membawa beberapa kantong be
Baca selengkapnya

Bab 39: Harapan yang Samar

Setelah beberapa hari berlalu sejak momen manis ketika Indra menyuapi Reza, Nadia mulai merasakan ada sedikit perubahan dalam rutinitas harian mereka. Walaupun Indra masih kerap pulang larut malam dan tenggelam dalam urusan pekerjaannya, ada beberapa kali di mana ia menyempatkan diri untuk duduk bersama Nadia dan Reza, bahkan sekadar menghabiskan waktu menonton televisi di ruang keluarga. Bagi Nadia, momen-momen kecil ini memberi secercah harapan bahwa rumah tangga mereka mungkin masih bisa diperbaiki.Suatu malam, ketika Reza sudah tertidur lelap di kamarnya, Nadia duduk sendirian di ruang tamu sambil menunggu Indra pulang. Pikirannya melayang-layang, mengingat masa-masa awal pernikahannya dengan Indra. Saat itu, walaupun tidak dilandasi cinta, Nadia tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk pernikahan mereka. Namun, semakin lama, ia merasakan bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan. Indra yang dulunya begitu bertanggung jawab, semakin jauh dari dirinya&md
Baca selengkapnya

Bab 40: Langkah-Langkah Kecil

Pagi itu, sinar matahari perlahan menembus tirai kamar, menandai awal hari yang baru. Nadia terbangun lebih dulu, seperti biasa, untuk menyiapkan sarapan bagi keluarganya. Namun, hari ini perasaannya lebih berat daripada biasanya. Sikap Indra yang sering berubah membuatnya semakin sulit membaca apa yang sebenarnya dirasakan oleh suaminya. Kadang Indra tampak peduli, terutama saat bermain dengan Reza, tapi di saat lain, ia seperti tenggelam dalam dunianya sendiri, jauh dari Nadia dan Reza.Setelah menyelesaikan sarapan sederhana—nasi goreng dan telur—Nadia melirik jam dinding. Masih cukup pagi, tetapi langkah-langkah kecil terdengar dari arah kamar Reza. Tersenyum, Nadia melangkah ke kamar anaknya untuk menemani Reza yang baru bangun. Dengan wajah yang masih mengantuk, Reza berdiri di pinggir tempat tidurnya, tangannya terulur ke arah Nadia."Reza sudah bangun ya?" Nadia menggendong putranya dan mengecup keningnya. "Ayo kita cuci muka, ya, b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234569
DMCA.com Protection Status