Semua Bab SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO: Bab 331 - Bab 340

357 Bab

Diblokir

Pintu kamar rumah sakit terbuka perlahan, diiringi suara langkah sepatu hak tinggi yang menggema di lantai. Edward yang masih terbaring lemah mengerutkan kening, merasa sedikit heran karena ia tidak mengharapkan kedatangan siapa pun selain William. Namun, begitu melihat sosok yang berdiri di ambang pintu, ekspresinya berubah tajam.Maria.Adik angkatnya itu berdiri di sana dengan wajah penuh amarah. Wanita itu mengenakan gaun merah elegan, rambut panjangnya yang bergelombang jatuh sempurna di punggungnya, dan bibirnya yang merah merona terkatup rapat. Matanya yang penuh kebencian tertuju langsung ke arah Edward, seakan pria itu adalah musuhnya saat ini."Aku kira kau sudah mati," ucap Maria dingin sambil berjalan mendekat. Tatapan sinisnya menyapu seluruh tubuh Edward yang dipenuhi luka. "Sayang sekali kau masih bisa berbicara setelah dihajar habis-habisan."William, yang berdiri di samping ranjang Edward, langsung merasa tidak nyaman dengan kedatangan Maria. Ia sudah bisa merasakan k
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-20
Baca selengkapnya

Merasa Kotor

Di dalam kamar, suasana begitu mencekam. Isak tangis Rania menggema, membuat siapa pun yang mendengarnya ikut merasakan sakit yang ia rasakan. Wajahnya basah oleh air mata, tubuhnya bergetar hebat, dan kalimat yang keluar dari bibirnya terdengar penuh keputusasaan."Rania minta maaf sama Mommy, Daddy, Raka, Nenek, Uncle, dan Angelica. Rania bener-bener sudah membuat kalian malu. Rania merasa kotor... Rania tak pernah menyangka akan mengalami hal yang semenyakitkan ini, hiks hiks hiks..." Suaranya bergetar, tangisnya pecah semakin dalam.Seluruh keluarga hanya bisa terdiam, tenggorokan mereka tercekat, tak sanggup mendengar putri kesayangan mereka berbicara seperti ini."Rania sudah berusaha menjaga diri dengan baik. Rania sudah berusaha menepati janji pada kalian semua kalau Rania bisa menjaga diri Rania di London meski tidak tinggal bersama kalian..." Ia terisak, kedua tangannya mencengkeram seprai tempat tidur dengan erat. "Tapi nyatanya Rania mengecewakan kalian… Rania malu… Rania
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

Ternyata Kenal

“Aku akan buatkan dulu berkasnya biar dibaca oleh Pak Adam.”Davin mengangguk membiarkan Bram bekerja. Setelah beberapa saat Bram pun bilang kalau semua sudah terkirim.Di ruang tamu apartemen Rania di London, suasana terasa begitu tegang. Keadaan terasa lebih berat dari biasanya, seolah menyerap kemarahan dan kekecewaan yang memenuhi ruangan. Davin duduk di sofa dengan wajah dingin, ekspresi penuh amarah terpahat jelas di rautnya. Matanya menatap kosong ke depan, namun pikirannya dipenuhi bayangan kejadian yang telah menghancurkan hidup putrinya. Sementara itu, Bram bersandar ke belakang, tangannya menggenggam ponsel dengan erat, nyaris seperti hendak meremukkannya.Mereka baru saja selesai menyusun rencana. Tidak ada ruang untuk kompromi. Edward harus membayar atas semua yang telah ia lakukan. Tidak ada jalan keluar baginya.Bram akhirnya menekan tombol panggil di layar ponselnya, menghubungi Pak Adam—pengacara baru kepercayaan mereka di Sun City. Butuh beberapa saat sebelum suara
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

Melindungi Maria

Restoran itu tampak lengang malam ini. Hanya ada beberapa tamu yang duduk di sudut ruangan, menikmati hidangan mereka dengan percakapan ringan. Namun, di ruang privat yang terletak di bagian belakang restoran, suasana jauh berbeda. Tegang. Berat. Seolah udara di dalamnya mengandung listrik yang siap menyambar kapan saja.Davin duduk tegak di kursinya, ekspresinya dingin dan sulit dibaca. Matanya menatap tajam ke arah pria di depannya, Jackie—salah satu klien bisnis yang cukup berpengaruh. Sementara itu, Bram duduk di samping Davin, bersandar santai, tetapi sorot matanya tajam, mengamati setiap gerak-gerik lawan bicaranya.Jackie, pria berusia sekitar akhir empat puluhan dengan setelan jas mahal yang selalu tampak rapi, merasa sedikit gelisah. Biasanya, setiap pertemuannya dengan Davin selalu berjalan lancar, membahas proyek bisnis atau investasi. Tapi kali ini berbeda. Ada sesuatu dalam sikap Davin yang membuatnya merasa tidak nyaman.Jackie menyesap kopinya pelan, lalu menaruh cangki
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

Keputusan

Ting TongSuara bel apartemen berbunyi, memecah keheningan di depan apartemen Rania.Klik.Raka membuka pintu dan langsung memasang ekspresi dingin. Begitu melihat siapa yang datang, kebenciannya semakin membuncah. Edward. Pria yang telah menghancurkan hidup adiknya. Tidak ada sedikit pun belas kasihan di wajah Raka—hanya amarah yang siap meledak kapan saja.Di samping Edward, William berdiri dengan raut wajah serius. Sementara Edward sendiri tampak lemah, duduk di atas kursi roda. Wajahnya yang dulu tampan kini penuh luka lebam dan goresan. Kedua kakinya diperban, memperlihatkan betapa parah kondisinya."Mau ngapain kalian ke sini?" tanya Raka ketus, tatapannya penuh kebencian.William menarik napas dalam sebelum berbicara, "Tolong izinkan kami bertemu dengan Pak Davin."William yakin banget kedatangan mereka ke sini itu pasti akan sia-sia. Tidak mungkin mereka mau berbicara dari hati ke hati dengan begitu cepat pada Edward. Harusnya sang atasan tidak nekat untuk datang ke apartemen
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-22
Baca selengkapnya

Permintaan

Davin, Naura, Laura, dan Bram duduk di dalam kamar hotel yang ditempati Davin selama berada di London. Suasana kamar terasa hening dan tegang. Hanya suara detak jam yang terdengar samar, berpadu dengan suara lalu lintas dari luar jendela yang tertutup rapat. Keempatnya sama-sama diliputi kegelisahan. Mereka tahu, keputusan yang akan diambil hari ini akan menentukan masa depan Rania.Davin duduk di sofa dengan ekspresi serius. Wajahnya terlihat sangat lelah, mungkin karena stres yang terus menggerogoti pikirannya sejak kejadian yang menimpa putrinya. Naura duduk di sebelahnya, menggenggam tangan suaminya dengan erat. Sementara itu, Laura duduk di seberang mereka dengan tatapan sendu, sedangkan Bram berdiri dengan tangan bersedekap, menunjukkan sikapnya yang penuh ketegasan.Naura akhirnya memecah keheningan. "Maksud kamu apa, Sayang?" tanyanya, suaranya bergetar. Matanya menatap Davin, mencari kepastian dalam sorot mata suaminya.Davin mengembuskan napas panjang sebelum menjawab, seol
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya

Dendam

"Jangan bercanda, Sayang! Anak kita sudah jadi korban, tapi sekarang kamu minta aku untuk tidak menuntut Maria? Kamu minta aku untuk tidak melakukan hal yang sama kepadanya? Apa kamu tidak memikirkan bagaimana luka batin yang dialami anak kita?" tanya Davin dengan suara bergetar, penuh emosi.Matanya yang semula tajam kini semakin memerah, bukan hanya karena kemarahan yang membakar dadanya, tetapi juga karena perasaan tidak terima yang sulit ia kendalikan. Kedua tangannya mengepal begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih. Napasnya berat, naik turun, menunjukkan betapa besar usahanya untuk tetap mengendalikan emosinya.Ruangan tempat mereka berada terasa sunyi. Udara di sekitar seperti menegang, seakan menyerap setiap amarah yang tengah membara di dalam hati Davin. Cahaya lampu di dalam kamar hotel yang biasanya terasa hangat kini justru terasa menyilaukan, menambah tekanan yang semakin menusuk ke dalam batinnya.Naura berdiri di hadapan suaminya, berusaha tetap tegar meskipun hati
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya

Ingin Bicara

"Ngapain kamu datang ke sini, hah?" tanya Davin pada Edward dan William.Wajah Davin mengeras, rahangnya menegang begitu melihat dua pria itu berdiri di depan pintu kamarnya. Matanya memancarkan kemarahan yang tidak bisa ia sembunyikan. Kedua tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya, seakan menahan dorongan untuk menghajar Edward sekali lagi. Udara di dalam kamar terasa lebih panas, bukan karena suhu ruangan, tapi karena ketegangan yang semakin menyesakkan.Edward yang duduk di kursi roda tampak lemah dan tak berdaya. Wajahnya masih penuh luka lebam, dan bibirnya yang sobek kini kembali mengeluarkan darah. Namun, ia sama sekali tidak berusaha menyekanya. Napasnya terdengar berat, seakan setiap tarikan udara yang masuk ke paru-parunya terasa menyakitkan. Meskipun tubuhnya tampak ringkih, ada keteguhan dalam sorot matanya—sebuah tekad untuk berbicara, walaupun ia tahu bahwa kemungkinan besar kata-katanya tidak akan didengarkan.William berdiri di belakang Edward dengan raut wajah cemas.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya

Menyesal

Edward memejamkan mata ketika rasa perih di sudut bibirnya yang mulai mengeluarkan darah semakin terasa. Luka sobek itu kembali perih seperti saat pertama kali Davin menghantam wajahnya. Namun, dia tahu hari ini dia tidak pantas untuk dikasihani. Hari ini dia harus minta maaf di hadapan keluarga Abimanyu."Saya tahu saya adalah manusia yang paling kejam di dunia ini. Bahkan hanya karena rasa sayang saya terhadap saudara angkat saya, saya sampai khilaf dan melakukan tindakan tidak terpuji pada Rania," ucapnya dengan suara yang bergetar.Davin mendengus, tapi belum ada yang berkomentar."Dari lubuk hati saya yang paling dalam, saya ingin minta maaf pada keluarga Abimanyu. Saya menyesal. Demi Tuhan, saya sangat menyesal. Bahkan penyesalan itu membuat hati saya sangat sakit dan saya rasakan sehari setelah kejadian tersebut. Pak Davin dan keluarga yang lain boleh tanya sama Rania, saya setiap hari datang mengunjunginya. Meski sikapnya sangat dingin dan ketus terhadap saya, saya tetap datan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya

Ego

Saat ini, waktu sudah menunjukkan pukul 00.10 waktu London, tapi Davin tidak bisa tidur. Dia masih kesal pada Edward. Akhirnya, Bram mengajak Davin menuju bar yang berada di hotel tempat mereka menginap."Aku tahu kamu orang tuanya. Pasti kamu orang yang paling tersakiti dalam masalah ini, apalagi kamu laki-laki. Ketika melihat anak perempuanmu disakiti, maka kamu tidak akan bisa mengontrol amarahmu terhadap orang itu. Aku pun sama. Kalau aku ada di posisimu, mungkin aku bisa melakukan lebih dari itu. Terlebih, aku seorang ayah dari satu anak perempuan, dan kita sudah berusaha keras untuk menjaga anak kita dengan baik. Tapi kita tak pernah tahu takdir seperti apa yang akan dijalani oleh anak kita," ujar Bram.Davin terdiam mendengar ucapan kakak tirinya. Dia tahu ke mana arah pembicaraan Bram saat ini, tapi Davin benar-benar tidak ingin berkomentar apa pun."Ada baiknya kita menyampingkan ego demi kebahagiaan Rania dan bayi dalam kandungannya. Semua sudah terjadi dan tidak bisa dihapu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
313233343536
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status