Home / Romansa / Istriku Seorang Juragan / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Istriku Seorang Juragan : Chapter 51 - Chapter 60

75 Chapters

Slah paham

"akhir-akhir ini, emak perhatikan istrimu mandinya sering banget. Pernah emak hitung sampai lima kali coba," tiba-tiba saja emak membuka suara saat aku dan emak kini tengah asik berkebun di samping rumah. Aku mengernyit heran, tangan yang tadinya sibuk mencampurkan tanah dan pupuk, kini ku hentikan beberapa saat. Ah, sepertinya kasih sayang emak sama Jingga udah sedalam itu, rupanya emak memperhatikan dia sedetail itu. Beda dengan aku yang kadang emak lupakan. "Kamu jangan sering-seringlah ngegempurnya, kasihan dia. Capek pasti," tegurnya menepuk pundakku pake tangan kotornya. Aku tersentak, menatapnya dengan terkejut. "Ngegempur apaan mak?" tanyaku heran, emang aku ini apaan? Bom? Yang bisa merusak Jingga selamanya?Emak mendelik, tangannya ia turunkan dan kembali keaktivitasnya menanam kangkung. "Itu loh, ah masa kamu gak tau sih. Kalian sudah baikan kan, masalah yang kamu di cium sama si sinta seminggu lalu udah baikan kan?"Aku mengangguk sebagai jawaban. Ya, memang setelah pe
last updateLast Updated : 2024-11-24
Read more

Mau apa? Nikahin dia?

Wajah manis itu kini bermuram durjana saat kedua bola matanya begitu awas melihat Sinta yang begitu asik membantu emak, lalu matanya bergantian menatap tanganku yang sudah kotor. "Ngapain?" tanya Jingga dengan tatapan mengintimidasi. "Nanam kangkung," jawabku enteng. Ia mendengus, mata tajamnya mendelik sebal. "Bukan akang, perempuan itu ngapain kesini lagi? Godain akang lagi, iya?"Jingga terlihat semakin kesal, bibirnya terkatup rapat, tetapi napasnya yang berat mengisyaratkan ketidakpuasannya. Sementara itu, aku hanya mengangkat bahu, mencoba untuk tetap tenang meskipun aku tahu ada sesuatu yang tak beres di antara mereka."Apa sih sensi banget deh, dia cuma bantuin emak. Gak usah berlebihan!" tegurku saat tatapan tajam jingga seperti hunusan pedang tajam tepat ke ulu hati. Namun, Jingga masih melirik tajam ke arah Sinta, matanya penuh curiga. "Bantu emak? Atau malah mau nyamperin akang? Jangan kira aku bodoh," jawabnya ketus, suara berat penuh amarah yang terkendali."Gak usah
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Mengapa?

"sini peluk," aku menarik lengan Jingga yang kini tengah berada di sisi ranjang tengah asik memainkan gawainya padahal malam sudah menunjukan pukul 21:00. Biasanya ia akan menduselkan tubuhnya padaku, bahkan tangannya selalu memelukku erat, dan aku? Mati-matian menahan napas agar tak mencium bau badanya. Tapi, akhir-akhir ini, hidungku sudah terbiasa dengan baunya bahkan kami sudah terbiasa tidur dengan berpelukan. Tapi, sayang. Dua hari ini, sikap Jingga agak aneh padaku. Terkesan agak menjauh, entah karena apa.Jingga menoleh, ia menepis tanganku dengan kasar. "Kalau tidur ya tidur aja," Aku mengerinyit, tak biasanya ia menolak dengan nada agak sedikit meninggi."Kamu kenapa? Biasanya juga kamu kan, yang maksa aku buat meluk kamu?" tanyaku bergeser kearahnya."Enggak papa," jawabnya dengan tergesa-gesa beranjak dari sisiku. "Mau kemana?" Aku bertanya dengan cepat, tangan ini entah mengapa memaksaku untuk menarik lengannya. Ia menepis dengan kasar, matanya tak berani menatapku. A
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Sikap aneh jingga

"Byur!"Setengah malam begini, tidurku terganggu akan suara beberapa kali guyuran air. Tanpa lupa rincik-rinciknya pun terdengar begitu kuat di telinga.Byur!Mataku seketika terbuka sempurna saat kembali mendengar seperti seseorang tengah mandi di dalam kamar mandi yang ada di kamarku. Tapi siapa? Kulihat jam baru menunjukan setengah dua belas malam, ini waktunya jam melek. Pasti semua orang sudah tertidur pulas malam ini. Dengan hati yang gelisah, aku menarik selimutku lebih tinggi, berusaha menenangkan diri. Tapi, suara guyuran air itu kembali terdengar, kali ini lebih keras. Aku merasakan jantungku berdegup kencang, menciptakan kegelisahan yang tak tertahankan.Byur!Aku melirik ke arah pintu kamar mandi yang berada persis di pojok kamar. Pintu itu tertutup rapat. Tak ada seorang pun di sana, atau setidaknya itu yang aku pikirkan. Aku menarik napas dalam-dalam dan mencoba meyakinkan diri bahwa aku hanya terbayang-bayang karena baru saja tidur.Namun, suara itu kembali. Lebih kera
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

Gue rebut istri lo

Hari demi hari perubahan Jingga begitu kentara, entah kenapa. Namun, semua yang aku inginkan selalu terkabul, Jingga selalu tau bagaimana cara membahagiakan hati ini. Seperti kemarin sore, aku baru saja melihat sepatu di toko oren yang ku mau. Tiba-tiba saja, hari ini datang atas nama Jingga. Ajaib sih, tanpa diminta pun Jingga selalu tau apa yang aku inginkan. "Sepatu baru, alhamdulillah" ujang menyindirku saat aku datang ke sekolah dengan senyum mengembang menghampirinya. "Minta yang mahal dikit ke Mad, kaya mobil gitu" ujarnya lagi. Aku mendengus, "ini juga sepatu mahal kali Jang, lima juta. Berapa bulan dari gaji kita" kesalku.Si Ujang berdecak, merangkul pundakku. "Percuma mau semahal apa pun, kalau yang lu beli itu sepatu ya pasti akan di injak juga" celetuknya.Aku menatap Ujang dengan tatapan bingung, entah kenapa kata-katanya terasa seperti petuah bijak, meski terdengar agak nyeleneh. Tapi, ada benarnya juga. Sepatu seharga lima juta itu, meskipun mewah dan baru, tetap s
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Layank aku!

Aku memasuki rumah dengan tergesa-gesa, mencari keberadaan Jingga yang entah dimana. Tak ku lihat batang hidungnya.Sepulang dari sekolah, aku memang sengaja memutuskan pulang menemui istriku, ketimbang dengan menemui si Ujang yang semakin kesini, terlihat semakin serius untuk Jingga dariku.Tidak. Ini tidak boleh terjadi, meski Jingga memiliki kekurangan yang sangat menyebalkan (bau badannya) aku tidak akan melepaskannya. Dia sepertu aset berharga bagi, yang setiap keinginanku secara duniawi bisa ia kabulkan.Ku perhatikan, sekeliling rumah nampak sepi. Apalagi sejak tadi pagi, saat teh Ayu pamit untuk kembali ke Jakarta, memulai kembali aktivitas seperti biasanya.Dan aku sekarang, begitu bebas menempati rumah ini tanpa harus capek-capek main petak umpet dengan kakaku itu."Jingga!" Aku berteriak, memeriksa setiap sudut ruangan, di rumah sederhana kedua orang tuaku yang berlantai dua."Jingga!" Aku kembali berteriak saat Jingga masih tak kunjung ku temukan.Keringat mulai mengalir d
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Cerai?

"Jangan sentuh aku! Aku jijik, kamu tidak akan suka!" Aku terkejut saat Jingga kini menangis meronta-ronta, tangannya begitu kuat mendorong dada bidangku saat tubuh ini nyaris tak berjarak dengan tubuhnya.Hiks ... Hiks ...Aku terdiam membisu saat tangisnya tak kunjung reda, kuperhatikan keadaannya sekarang. Begitu kacau, padahal aku baru mau menyentuhnya, belum sampai melakukan hubungan suami istri begitu jauh."Kamu kenapa? Saya gak ngapa-ngapain loh, cuma memenuhi hak kamu, apa itu salah?" tanyaku heran.Sikap Jingga terlalu aneh sejauh ini, sudah seminggu tidur kami terpisah dan Jingga begitu menjaga jarak denganku. Mandi yang sehari hampir enam kali ku hitung, membuat wajahnya terlihat pucat. Mungkin ia sakit sekarang dan saat aku ingin memberikan haknya, harusnya dia senang. Bukankah itu yang dia inginkan selama ini? Tapi kali ini? Dia begitu ketakutan.Jingga tak menjawab, disela tangisnya ia beranjak. Bergegas membawa handuk kimononya lalu memasuki kamar mandi.Aku berdiri di
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Aku takut menyakitimu

Aku menggeleng keras, saat permintaan cerai yang keluar dari mulut Jingga kembali terdengar diiringi isak tangisnya."Saya tidak akan menceraikanmu!"Suaraku terdengar tegas, meskipun hatiku terasa hancur melihat kesedihannya yang begitu mendalam. Ah, mengapa aku sesedih ini? Harusnya aku bahagia, bukan? Seharusnya, aku bisa merasa lega, karena akhirnya ada kejelasan di tengah semua kebuntuan yang kami rasakan. Namun entah mengapa, kata-kata itu justru semakin memperburuk keadaan.Aku berdiri diam, menatapnya yang terisak, merasakan berat di dadaku. "Dengar aku!" pintaku duduk tepat disampingnya. Ku angkat wajahnya untuk menatapku."Lepasin aku kang, jangan dekat-dekat. Nanti kamu sakit,"katanya dengan suara terisak, menatapku penuh kepedihan. Ada sesuatu yang terasa hilang dalam suaranya, seolah ia menyerah sebelum sempat berjuang lagi.Aku menarik napas panjang, sulit untuk menahan air mata yang tiba-tiba menggenang. Cengeng! Mengapa aku jadi seperti ini? Mengapa hatiku begitu tak re
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Terimakasih atas kejujurannya

Sejak dimana aku mengatakan bahwa aku akan menemaninya, menerima apa adanya. Sejak itu pula aku putuskan untuk belajar mencintainya. Aku berusaha untu membantunya menghilangkan bau badan di tubuhnya, bagaimana pun caranya. "Kamu yakin Jang, kita ke dukun sesuai rencana awal lu?" tanyaku. Si ujang berdecak, "iya, gue bakalan bantu kalian. Tapi lu harus kasih gue pinjaman dulu lima puluh juta"Aku dan Jingga saling pandang saat si Ujang minta pinjaman sebesar itu. Mata kami bertemu sejenak, ada rasa ragu dan bingung. Lima puluh juta bukan angka yang kecil, apalagi dengan kondisi Jingga yang kini tidak baik-baik saja."Gila kamu Jang, ku kira kamu main kesini mau bantuin kami!" Kesalku dengan hidung kembang kempis menahan gejolak amarah. Si Ujang hanya tertawa kecil, seolah tidak terpengaruh dengan amarahku. "Gue bantuin, tapi semua ada harga, kan? Kalau kalian nggak bisa bayar, ya gue nggak bisa bantu lebih jauh."Aku merasa jantungku berdetak lebih cepat. Bingung antara marah dan ce
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

Tolong bantu ahmad, mak.

Meja makan sudah dipenuhi dengan berbagai macam lauk pauk kesukaanku dan Jingga. Pagi ini emak memasak lumayan banyak menu, entah mengapa. Tetapi wajahnya begitu menyiratkan keceriaan, sementara bapak ia hanya terkekeh melihat kelakuan ibu pagi ini. "Bahagia bener mak, kenapa?" tanyaku sembari menarik salah satu kursi meja makan di samping bapak. "Ibumu mau jengukin teteh katanya, panen padi kali ini alhamdulillah banyak." Jawab bapak dengan dagu terangkat menunjuk ibu yang tengah asik menata sarapan pagi ini. Aku hanya mengangguk, ber oh ria sebagai jawaban. "Istrimu mana, Mad? Suruh turun gih, emak udah masak makanan kesukaan dia" Aku menarik napas dalam, lalu kuhembuskan perlahan. Tangan ini segera meraih segelas air putih, lalu ku teguk kasar. "Kenapa, kayaknya ada masalah berat nih?" tanya bapak yang begitu peka terhadap ekspresiku.Aku meletakkan gelas itu pelan, seolah memberi jeda untuk memikirkan jawabanku. Bapak selalu bisa membaca ekspresiku, dan kali ini, dia benar.
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status