Semua Bab ISTRI SIRI TENTARA ALIM: Bab 231 - Bab 240

383 Bab

Bab 231. Berdebar

"Kenapa dadaku berdebar seperti ini?" Lani menatap bayangannya di cermin. Gaun sederhana berwarna biru tua, membalut tubuhnya, riasan tipis mempermanis wajahnya. Tangannya merapikan jilbab yang membingkai muka. Jilbab panjang di dada dan di belakang, namun masih terlihat modis dengan cara Lani memakainya.Alzam sudah menunggu di ambang pintu. Begitu pintu dibuka, tatapan Alzam tak berkedip memandang Lani."Sepertinya kamu baru saja bertemu dengan anak Bapak." Sentuhan lembut di bahu Alzam membuatnya tersentak kaget dan langsung menunduk karena malu.Towirah yang juga di belakangnya bahkan terkekeh sambil menutup mulutnya dengan tangan. Wajah tandas Wagimin dengan ketampanan yang masih terukir jelas di wajah tuanya yang terpanggang matahari di kulit hitamnya memang ada di wajah Lani. Namun kulit kuning langsat dengan pipi kemerahan Lani berasal dari Towirah yang walau sering terkena matahari jika menjadi buruh pemetik jeruk, tapi dia masih terihat bersih."Kamu siap?" tanya Alzam beru
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-05
Baca selengkapnya

Bab 232. Maaf!

Agna menghela napas panjang, lalu menggerutu sambil menatap kap mesin mobil yang berasap. Tangannya mencengkeram ponsel, siap mengetuk layanan taksi online."Sial! Mobil ini benar-benar menyebalkan! Seperti hidupku saja! Macet, mogok, dan dipenuhi kejutan tak mengenakkan!"Ia memukul setir dengan kesal, lalu mencoba lagi aplikasi di ponselnya. Tak ada taksi yang tersedia dalam waktu dekat."Apes! Lengkap sudah hari ini!"Tiba-tiba, suara berat menyapanya."Butuh bantuan?"Agna sontak menoleh. Seorang pria berseragam militer berdiri santai dengan tangan terselip di saku celana. Mayor muda dengan tubuh tinngi besar, tatapan tajam, dan senyum yang entah kenapa terasa menenangkan."Reynaldi?" Mata Agna melebar. "Astaga, aku pikir siapa tadi. Kamu kok tau aku lagi dlaam kesulitan. pa ini kebetulan ataukah takdir? Kanapa tiap aku tidak nyaman kamu selalu datang."Rey tersenyum ngakak. "Mungkin takdir kita bertemu. Kamu sih, mudah dikenali. Apalagi dengan ekspresi cemberut seperti tadi."Ag
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-06
Baca selengkapnya

Bab 233. Luka lama

Mereka tiba di rumah menjelang sore. Begitu masuk, suara Ibunya, Towirah, langsung terdengar."Lani! Alzam!"Lani mendekat, mencium tangan ibunya. "Ibu..."Wagimin keluar dari dalam rumah. "Jadi, bagaimana hasilnya?"Lani menatap Alzam. Senyum kebahagiaan terpancar dari tatapan mata mereka.Alzam tersenyum tipis. "Kami sudah diizinkan menikah resmi."Sejenak, hening.Lalu Towirah mengangkat tangan ke langit. "Alhamdulillah! Akhirnya!"Wagimin menepuk pundak Alzam. "Bagus. Sudah saatnya semuanya kembali ke jalurnya.""Bagaimana dengan Agna?" tanya Towirah pelan.Lani menunduk."Setelah bukti perselingkuhan itu ada, saya akan menggugat cerai, Bu," ujar Alzam."Kalau gitu segera daftar ke Pak Modin. Biar segera diurus rencana nikah kalian.""Baik, Pak. Nanti malam saya ke sana.""Rasanya Bapak tak sabar putri bapak menikah. Di rumah ini kita belum pernah mengadakan hajatan. Sampai semua orang merasa tak enak hati kalau aku pergi bawa amplop ke mereka, katanya kita tak pernah ambil buwuan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-06
Baca selengkapnya

Bab 234. Terusik luka

"Sebentar, Bi," Alzam minta izin abinya untuk masuk membuntuti Lani.Alzam memandang Lani yang sejak tadi diam. Raut wajahnya tak bisa dibaca. Matanya tak lagi berbinar seperti biasa."Kamu kenapa, Sayang?" suaranya pelan, mencoba mencairkan suasana.Lani mendongak sebentar, lalu kembali menunduk, memainkan ujung jarinya di tempat tidurnya. Ada bara yang sejak tadi ia tahan."Ada apa denganmu?" Alzam mengulang, kali ini tangannya berusaha menggenggam jemari Lani. Namun malah dikibaskan oleh Lani. Seketika Alzam tersentak. Lani menghela napas. Hatinya bergemuruh. Kata-kata yang seharusnya tak diungkit lagi, kini muncul. Bagaimanapun, kenangan itu masih terasa menyesakkan."Kalau saja kamu tak melakukan itu..." Lani akhirnya berbicara, suaranya terdengar serak.Alzam mengernyit. "Melakukan apa?"Lani mendongak kembali, matanya tajam menusuk. "Mengajak Agna menikah waktu itu."Hening sejenak. Perasaan di antara mereka terasa berat. Satu kesalahan dalam hidup Alzam yang tidak pernah dapa
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-07
Baca selengkapnya

Bab 235. Membuntuti

"Tolong panggil Mira, Pak," ucap Agna pada satpam pabrik dengan nada sedikit terburu-buru. Baru saja dia datang dari kantornya dan pergi ke pabrik, memeriksa keuangan dan segala sesuatu tentang pabrik. Dia tau, Mira yang memegang segala sesuatunya soal pabrik itu.Satpam itu menatapnya sejenak sebelum menjawab, "Mira tadi pamit Pergi istirahat makan siang dan katanya tidak kembali."Agna sontak mengernyit. "Apa? Dia nggak bilang ke saya?"Satpam itu mengangkat bahu. "Katanya nggak tahu nomor telepon Bu Agna, jadi nggak bisa kasih kabar langsung. Dia menyuruh saya minta izin Bu Agna."Agna menghembuskan napas kasar. Rasanya ingin mengumpat. Hari ini sudah cukup buruk tanpa tambahan drama ini. Pagi-pagi buta, Alzam tiba-tiba muncul dan melabraknya dengan tuduhan konyol. Sekarang, Mira malah pergi tanpa pamit.Dia merogoh tasnya dengan gerakan kasar, mencari ponselnya. Hendak menanyakan ke Lani nomer handphone Mira. Namun sebelum sempat menghubungi Mira, ponselnya bergetar lebih dulu. Na
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-07
Baca selengkapnya

Bab 236. Bukan urusanmu!

Suasana begitu ramai ketika Mira bersandar di pagar pusat grosir yang berdiri megah di tengah kota. Lampu-lampu menyala kerlap kerlip di toko penjual lampu, memantulkan cahaya di permukaan pertokoan yang mulai ramai oleh pengunjung yang selain mencari makan karena watunya isrtirahat makan siang, juga pembeli dari luar kota yang mencari dagangan.Mira menghembuskan napas berat. Tatapannya kosong menatap lalu-lalang orang. Air mata yang tadi ia tahan akhirnya jatuh juga."Kenapa aku sebodoh ini..." gumamnya.Sebuah sapu tangan berwarna biru tua tiba-tiba terulur ke hadapannya. "Habus air matamu."Mira menoleh. Seorang pria tinggi besar berdiri di sampingnya, tampak santai dengan tangan satu di saku celana seragam lorerngnya, sementara tangan satunya masih terulur."Kenapa menangis? Tak seharusnya kamu menangisi orang seperti itu. Dirimu teramat berharga untuk menangisi seseorang."Mira mendongak. Sorot matanya penuh kejengkelan. "Siapa kamu? Berani sekali berkata seperti itu padaku?
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-08
Baca selengkapnya

Bab 237. Berusaha menuntaskan

.Lani berjalan mondar-mandir di ruang tamu. Matanya tak lepas dari jam dinding. Sudah hampir malam, tapi Alzam tak juga pulang. Dari sudut ruangan, Towirah menghela napas pelan. "Duduk dulu, Nduk. Jangan terlalu dipikirkan."Lani mengeryit. Iya juga. Ini bukan pertama kalinya Alzam melakukan ini. tiap dicueki Lani, dia selalu pergi begitu saja tanpa pamit, pikir Lani. Apa mungkin dia ada tugas mendadak seperti duluh?Wagimin, yang duduk bersila di tikar, ikut menimpali, "Bisa jadi dia ada urusan mendadak. Kalau sesuatu terjadi, pasti sudah menghubungi." Ternyata bapaknya mengataan apa yang di hati Lani.Lani berhenti. Ia menatap mereka dengan sorot sedikit tenang. "Tapi sejak kemarin aku marah padanya. Apa dia sengaja pergi karena itu?"Towirah menepuk-nepuk sisi kursi, menyuruh Lani duduk. "Lelaki itu tidak sependendam itu, Nduk. Kalau pergi jauh, pasti ada alasan kuat."Lani duduk, tapi pikirannya kadang gelisah. Ia menatap ponsel yang sejak tadi diam di meja. Tak ada pesan, tak
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-08
Baca selengkapnya

Bab 238. Masih Marah?

Langkah Alzam mantap melewati ruang rumah besar itu. Sekali lagi dia melirik jam di pergelangan tangan. Sudah jam 20.30. Tiket penerbangan terakhir menuju Surabaya sudah dia pesan dengan mengambil penerbangan tersakhir jam 21.45. Waktu terus berjalan, tapi jawaban yang dia cari belum didapatkan. Orang yang ditunggu tak jua nampak pulang."Ayo makan duluh sama Oma," ajak Evran. Alzam pun mengangguk dan mengikuti langkah neneknya yang jalannya tak bisa cepat itu.Evran menatap cucunya dengan sorot mata sendu. "Jadi, bagaimana dengan pernikahan kamu?" suaranya lirih, tetapi menyimpan ketegasan. "Apa Oma harus membayangkan kamu tinggal bertiga dengan Lani? Atau..."Alzam menghentikan suapannya. Sudut bibirnya mengeras. Tidak ingin membahas hal itu, apalagi ketika ada Manda yang jelas-jelas memandangnya seolah dia penyakit yang harus dijauhi. Wanita itu bahkan tak sudi duduk satu meja makan dengannya. Hanya mengambil makanan, lalu pergi ke kamarnya tanpa sepatah kata pun."Pernikahan kam
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-09
Baca selengkapnya

Bab 239. Teman lama

Suasana masih gelap saat Lani membuka mata. Tubuhnya terasa lebih segar meskipun tidur semalam penuh kegelisahan. Saat menoleh ke samping, Alzam masih terlelap. Napasnya teratur, wajahnya terlihat lelah, tapi ada ketenangan yang jarang terlihat sebelumnya. Dia seolah kedinginan dengan meringkuk, tak berani memeluk Lani setelah memanggilnya semalam dan Lani tak menghiraukannya.Berdiri, Lani melangkah ke dapur setelah menyelesaikan sholat Subuh. Bau kopi hitam menyeruak. Towirah sudah duduk di kursi kayu, meniup cangkirnya."Bangun pagi sekali," komentar ibunya.Lani menarik kursi, duduk di seberangnya. "Aku sulit tidur, Bu.""Bukannya Alzam sudah pulang. Apa lagi yang kamu pikirkan? Jangan banyak murung, Dhuk. Kamu harus bahagia demi bayimu." Towirah mengusap punggung tangan Lani. "Ajak Alzam sana, katanya pingin makan sayur alur."Lani terdiam. Mulutnya sudah siap menjawab, tapi suara langkah di belakang membuatnya menoleh. Alzam berdiri di ambang pintu, masih mengenakan kaus tipis
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-09
Baca selengkapnya

Bab 240. Pendukung

"Kamu?"Mata Mira melebar saat melihat Reynaldi berdiri di belakang rumahnya yang dipenuhi tanaman jeruk manis. Suara terkejutnya membuat Alzam dan Lani menoleh dengan rasa penasaran.Rey malah terkekeh santai, melipat tangan di depan dada. "Wah, berjodoh kita ini, Mbak. Tiap ketemu selalu mendadak begini."Lani mengernyit. "Lho, kalian sudah saling kenal?"Mira mendengus, jelas tidak nyaman dengan keakraban yang Rey paksakan. "Ketemu sekali doang, sok akrab banget." Tatapannya kesal."Serius? Kapan ketemu?" tanya Alzam, kini ikut penasaran.Mira melipat tangan di depan dada. "Di pusat grosir."Lani menatap Mira penuh selidik, lalu mendekatinya dengan penuh curiga.. "Mbak ke pusat grosir? Ngapain ke pusat grosir, Mbak Mira? Mbak mencari Damar?" tebaknya dengan berbisik.Mira langsung salah tingkah. Dia tidak mungkin jujur kalau ke pusat grosir untuk mencari Damar. Lebih-lebih, kenyataan pahit yang dia dapatkan di sana—melihat Vero, mantan istri Damar.Mira mencoba menghindari tatapan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-10
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2223242526
...
39
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status