Home / Romansa / ISTRI SIRI TENTARA ALIM / Chapter 181 - Chapter 190

All Chapters of ISTRI SIRI TENTARA ALIM: Chapter 181 - Chapter 190

203 Chapters

Bab 181. Mencari jalan keluar

"Aku jemput sebentar lagi, ya," ucap Alzam saat menelpon Lani."Ngapain? Tadi ngajak pulang. Katanya pingin makan tempe penyet.""Ghak jadi makan di rumah. Makan di luar, yuk." Alzam memang ingin bisa bersama Lani di tempat umum untuk mengobati keinginannya selama ini.Siang itu, Alzam hendak mengambil mobilnya di rumah. Namun, sebelum sempat beranjak, suara langkah kaki cepat terdengar dari depan ke arahnya."Alzam!"Ia melihat Dandi, salah satu sahabatnya di kesatuan, berjalan mendekatinya."Dandi? Ada apa?" Alzam bertanya dengan alis terangkat."Kenapa kamu tak cerita padaku?" tanya Dandi. "kalau kamu sekarang sedang menjalani skorsing, apa betul yang kudengar ini?"Alzam mengangguk, lalu mengajak Dandi untuk berjalan ke tempat duduk di belakang gudangnya yang biasa dipakai orang untuk sekedar istirahat atau ngobrol."Aku baru tahu soal skorsingmu," Dandi memulai, suaranya rendah tapi tegas. "Apa benar karena laporan seseorang?""Sepertinya begitu." Alzam mengangguk pelan. "Tapi a
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 182. Memutuskan langkah

Di sebuah pusat perbelanjaan di Surabaya, Agna berjalan-jalan bersama sahabatnya, Winda. Mereka mengobrol ringan sambil sesekali berhenti untuk melihat-lihat barang di etalase. Suasana cukup ramai, dengan pengunjung yang hilir-mudik di antara toko-toko.Saat Winda sibuk memeriksa koleksi di sebuah distro, Agna merasa seseorang menatapnya. Ia menoleh dan melihat seorang pria berdiri tak jauh darinya, tersenyum kecil. Butuh beberapa detik baginya untuk mengenali wajah itu."Reynaldi?" tanyanya, agak terkejut.Pria itu mengangguk, lalu berjalan mendekat. "Hai, Agna. Sudah lama sekali kita tak bertemu."Agna mencoba tersenyum, meski hatinya tak begitu nyaman. Dia masih ingat Lani yang datang dengan Alzam dar jalan-jalan pagi tadi dengan salin menggenggam dan sesekali menatap mesra. Reynaldi adalah sahabat suaminya, Alzam, tapi kehadirannya di sini tak pernah ia duga."Kamu lagi ngapain?" tanya Agna."Tadi makan sama teman di sini, kebetulan lagi ada yang nagajak ngobrol sekalian makan s
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

183. Berhak bahagia

Alzam dan Lani baru saja selesai makan siang. Mereka duduk di bangku taman, mencoba menikmati angin siang yang sejuk. Namun, pikiran Alzam tidak tenang. Kata-kata Dandi terus terngiang di telinganya."Kamu bisa mencari bantuan seseorang." Alzam terdiam dengan mencari siapa yang harus dia mintai bantuan. Lalu bantuan apa yang bisa membantunya keluar dari madalah dia dan Lani bisa bersama dengan teanng tanpa Agna?Lani menatap Alzam yang terlihat gelisah. "Kamu kenapa, Mas, sejak tadi kelihatan nggak tenang?"Alzam tersenyum kecil, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. "Nggak apa-apa, Sayang, cuma lagi banyak pikiran."Lani meraih tangan Alzam, menatapnya lembut. "Kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita sama aku, Mas. Aku ghak mau kamu menyimpan semuanya sendiri."Alzam terdiam sejenak. Hatinya terasa sesak. Bagaimana mungkin ia membebani Lani dengan semua ini? Dia telah mengatakan sikap seolah-olah telah siap keluar dari pekerjaannya. Tapi benar kata Dandi atau Agna. Hari ini saja Alz
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Bab 184. Percakapan mesra

Alzam masuk ke rumahnya dengan perasaan berat. Begitu masuk, ia mendengar suara Agna berbicara dari arah ruang keluarga. Langkahnya terhenti di depan ruang makan. Ia memutuskan untuk diam sejenak, mendengarkan percaka[an yang sepertinya tidak biasa itu. Suara manja, gurauan manis mewarnainya.“Sayang, kamu harus sabar. Tinggal beberapa hari lagi, dan kita bisa seperti dulu,” suara Agna terdengar lembut, penuh kehangatan.Jantung Alzam berdetak kencang. Kata-kata itu seperti pisau tajam yang menusuk hati. Bukan karena sakit hati mendengarnya, namun lebih karena dia kaget itu dilakukan oleha Agna. Dengan perlahan, ia mendekat ke ruang keluarga. Dari celah pintu, ia bisa melihat Agna duduk di sofa kesukaanya, ponsel di tangannya. Wajahnya memancarkan kebahagiaan yang asing bagi Alzam."Kalau kamu kangen, aku juga. Kita cuma perlu sedikit sabar, ya?" suara Agna terdengar mesra.Alzam menelan ludah. Ia merasa seperti penonton yang dipaksa menyaksikan adegan dari film yang tidak ingin ia to
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Bab 185, Telpon yang kuharap

Alzam masih berdiri di depan almari pakaiannya, matanya tertuju pada layar ponsel. Jemarinya bergerak ragu sebelum menekan tombol hijau. Beberapa detik berlalu, tetapi tidak ada jawaban. Ia menghela napas berat, mencoba menelepon lagi. Tetap tidak ada respons."Kenapa di saat seperti ini, kau malah tidak bisa dihubungi?" gumamnya kesal.Ia lalu meletakkan ponselnya di atas meja rias Lani dan melangkah keluar dari kamar. Sebelum kemudian pandangannya tertuju pada tumpukan pakaian yang baru saja ia bawa dari rumah sebelah. Ia kembali, duduk di tepi tempat tidur, tangannya meremas rambut. "Apakah ini jalan yang dimaksud Dandi?" pikirnya, hatinya berkecamuk antara kebimbangan dan senyuman akan satu titik harapan.Pintu kamar terbuka perlahan. Lani masuk. Tatapannya lembut namun penuh tanda tanya. "Mas, kamu kenapa? Aku lihat mukamu kok murung. Sudah mandi belum? Mau makan dulu, nggak?" tanyanya sambil duduk di samping Alzam.Alzam tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. "
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Bab 186. Ternyata

"Lani, aku nanti ke rumah Dandi sebentar ya," ucap Alzam akhirnya setelah mereka berjamaah Maghrib bersama Mbok Sarem yang sekarang menyiapkan makan malam."Iya, Mas.""Dari tadi aku telpon tapi kok ghak diangkat. Sepertinya handphone-nya ghak aktif. Entah kenapa.""O, jadi tadi itu kamu mengharap telpon Dandi?"Alzam hanya menjawab pertanyaan Lani dengan mencium kening Lani yang sedang tidur di pahanya masih memakai mukena."Ada sesuatu yang penting, sampai kamu begitu berharap bisa menelponnya?""iya, aku ingin ngorol tentang suatu hal dengannya. Kapan-kapan aku ceritakan padamu kalau sudah jelas."Lani hanya mengangguk."Lani, Mas Alzam,ayo makan!" Terdengar Mbok Sarem memanggil.Alzam segera membangunkan Lani, lalu melepas mukenanya. "Makan, yuk. Biar anak kita tidak kekurangan gizi," kekehnya.Setelah makan malam yang hangat, Alzam mengenakan jaketnya. Lani mengantarnya sampai ke depan pintu. "Hati-hati ya, Mas?"" Sekalian nanti aku mampir ke pasar malam, kan deket dari rumahnya
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Bab 187. Kehilangan

Semalam Alzam sulit tidur. Pikirannya yang tak henti mengunyah keresahan. Ia mendapati Lani sudah di halaman, sedang mengeluarkan motor dari garasi mereka."Sayang, kamu mau ke mana sepagi ini?" tanya Alzam, suaranya berat tapi penuh perhatian.Lani menoleh, matanya menatap Alzam sejenak. "Aku mau ke kampus, Mas. Senin kemarin nggak masuk karena nemenin kamu."Alzam mendekat, tangannya refleks menahan setang motor. "Kenapa nggak bilang? Aku antar aja, ya. Jalan pagi-pagi gini nggak aman buat kamu, apalagi perut kamu udah mulai besar."Lani menarik napas dalam. "Mas, aku nggak apa-apa. Jalanan masih sepi. Nggak usah repot-repot. Lagian kamu nanti juga ke gudang kan?""Repot gimana? Kamu itu istriku, Lani. Aku nggak tenang kalau kamu pergi sendiri, sekarang," balas Alzam. Sorot matanya tegas, walau hatinya selalu resah jika pagi datang, dan dia merasa aneh tak pergi kerja dengan seragamnya."Mas, aku bisa sendiri," jawab Lani, nadanya mulai melembut. Tapi di lubuk hatinya, ia tahu Alzam
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Bab 188. Kesedihan

Lani menoleh sekilas, mengamati mobil merah yang berhenti tak jauh dari tempatnya turun. Namun, ia memilih mengabaikannya dan berjalan menuju kampus. Hinggah saat wanita itu mengangkat telponnya dan Lani sudah masuk dia kehilangan jejak."Bu, mereka sudah sampai kampus. Alzam yang mengantar. Tampaknya mereka semakin percaya diri," kata pria itu melapor kepada wanita yang kini masih di dalam mobil dengan jengkelnya. "Aku sudah tahu. Tidak perlu kau laporkan lagi. Tapi kau harus tetap mengawasi mereka. Kalau perlu, bikin wanita itu takut karena diintai seperti di pasar malam waktu itu.Pria itu mengangguk kecil, meski lawan bicaranya tak bisa melihatnya. "Baik, Bu. Saya akan memastikan semuanya berjalan sesuai rencana." Wanita itu menggenggam ponselnya erat. Wajahnya terlihat kesal, bibirnya terkatup rapat sebelum akhirnya ia berujar dengan nada ketus, "Berani sekali dia, pagi-pagi sudah mengantar Lani ke kampus. Apalagi kampus itu dekat sekali dengan markas dan tempat kerjaku. Apa di
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Bab 189. Pameran.

Namun saat Lani yang melihat Alzam mengusap airmatanya, tak langsung mendekat. Dia bahkan membiarkan lelaki itu untuk beberapa menit lamanya. Hinggah membasuh wajahnya dengan air di sungai."Mas," panggil Lani.Alzam yang kaget tak langsung menoleh. Suaranya parau saat akhirnya berbicara, "Kenapa kamu ke sini, Lani?" Sebuah senyum dia paksakan untuk Lani."Aku ke gudang tapi kamu tak ada," jawab Lani, duduk di sampingnya. Ia menyerahkan kantong camilan yang dibelinya tadi. "Aku bawa ini buat kamu."Alzam tersenyum tipis, tetapi senyumnya tak sampai ke mata. "Terima kasih. Tapi kenapa kamu ghak telpon aku kalau pulang lebih awal? Aku kan bisa menjemputmu."Ghak usah repot, Mas. Kebetulan ada dosen yang ghak masuk." Lani mendekat, memegang tangan Alzam. "Mas, aku melihat kamu dari tadi."Alzam nampak terkejut."Mas, kenapa kamu tak mengatakan apapun padaku?""Mengatakan apa, Lani?" Kembali dia memaksakan senyum."Kamu sedih ya tak lagi ke markas?""Enggak, Lani. Aku sudah mulai terbiasa.
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Bab 190. Mencari jalan

"Sayang, telpon kamu bunyi," ucap Alzam sambil membawa handphone Lani yang tadi di kamarnya ke ruang tamu, saat Lani duduk-duduk di sana bersama Mbok Sarem sambil nonton TV. "Terimakasih, Mas."Diambilnya handphone itu sambil menyingkir ke ruang depan agar tak tercampur dengan suara televisi. Dia menatap layar ponselnya yang menyala, diangkatnya panggilan itu tanpa ragu."Mbak!" suara ceria seorang gadis kecil terdengar di seberang. "Mbak, lagi apa?""Senja, sayang. Mbak lagi santai. Kamu gimana? Tadi sekolahnya seru?" Lani menyandarkan tubuh ke sofa, senyumnya mengembang."Seru banget, Mbak!" jawab Senja antusias. "Tadi aku ketemu teman baru. Namanya Gita. Dia baik, terus dia suka ngajarin aku matematika. Gita tuh pintar banget!""Wah, hebat. Kalau gitu, kamu juga harus belajar dari Gita, ya. Nanti bisa jadi pintar juga," balas Lani sambil mendengar tawa kecil Senja."Bak, tadi di kantin aku lihat kucing kecil! Tapi aku nggak boleh bawa pulang. Kata Bu Guru, kucing itu milik sekolah
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more
PREV
1
...
161718192021
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status