Home / Romansa / ISTRI SIRI TENTARA ALIM / Chapter 171 - Chapter 180

All Chapters of ISTRI SIRI TENTARA ALIM: Chapter 171 - Chapter 180

205 Chapters

Bab 171. Mengubur Impian

"Kamu mau ke mana, Dhuk? " tanya Wagimin yang telah mendapati Mira datang dan terlihat rapi."Saya mau pulang Paklik. Tapi, entahlah. Rasanya... ada yang mengganjal."Wagimin mengernyit, melipat tangan di depan dada. "Apa yang mengganjal? Ceritakan. Jangan dipendam saja."Mira menunduk. "Bukan apa-apa, Paklik. Hanya perasaan aneh."Towirah, istrinya Wagimin, yang duduk di sudut ruang, ikut menimpali. "Perasaan aneh? Ah, biasanya itu tanda ada sesuatu yang besar. Apa jangan-jangan soal hati?"Mira tertegun. Ia melirik ke arah Towirah dan Wagimin yang kini menatapnya dengan penuh selidik. "Paklik, Buklik... sebenarnya aku ingin bercerita. Tapi takutnya malah jadi rumit.""Coba ceritakan dulu, Dhuk," bujuk Wagimin. "Kami di sini buat mendengarkan."Setelah ragu sejenak, Mira akhirnya menghela napas panjang. "Aku jatuh cinta, Paklik, Bulek. Tapi... aku takut."Towirah menyandarkan tubuh ke kursi, alisnya terangkat. "Takut kenapa? Jatuh cinta itu kan wajar.""Bukan cinta biasa, Bulek. Lela
last updateLast Updated : 2025-01-07
Read more

172. Bersamamu

Alzam keluar dari rumah Lani dari arah depan, hal yang tak pernah dia lakukan selama ini. Dihirupnya udara sebanyak mungkin, seolah dia baru saja terbebas dari beban yang berat.Langit mulai meremang. Alzam yang berdiri di teras, menatap jauh ke arah jalan desa yang mulai ramai. Angin sepoi membawa aroma khas dedaunan basah. Ia menoleh dari kaca jendela yang bisa melihat ke arah Lani yang sedang membereskan sisa makanan di ruang tamu bersama Mbok Sarem. Sebuah senyuman kecil disunggingkan Alzam di bibirnya. Rasanya dia tak pernah bosan menatap orang yang paling dia cintai itu. Rambut Lani yang lebat, masih menutup sebagian wajahnya. Da begitu cantik, guman Alzam lagi dengan menatap Lani tak jemuh.Tiba-tiba dia ingat keinginannya selama ini. Dia lalu masuk, menghampiri Lani.“Lani,” panggil Alzam lembut, suaranya seperti menahan sebuah permintaan besar.Lani menoleh. “Ada apa?” tanyanya dengan senyum kecil.“Temani aku jalan-jalan sore ini. Aku ingin kita menikmati waktu berdua, seper
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more

173. Bayangan

"Sebentar, sayang," pemit Alzam. "Jangan ke mana-mana, ya. Dan tetap wasapada."Lani kebingungan dengan pesan dari suaminya yang kemudian pergi , seolah mencari seseorang di antara kerumunan."Siapa dia, kenapa dari tadi dia menguntit kami?" pertanyaan itu memenuhi dada Alzam yang masih tengok sana, tengok sini. Dia yakin betul lelaki itu dari tadi mengikuti mereka."Ada apa, Mas?" tiba-tiba Parjo menyapa."Enggak, Cak, cuma cari seseorang. Sepertinya dari tadi aku merasa ada yang membuntuti aku dan Lani.""Mas Alzam sama MBak Lani ke sini?" tanya Paijo."Iya, Cak.""Lalu di mana dia, Mas?""Tadi aku tinggal di sana karena aku cari orang yang sepertinya sengaja buntuti aku.""Cepatlah ke sana saja, Mas. Takutnya terjadi apa-apa sama Mbak Lani."Alzam mendadak khawatir. Dia pun segera ke tempat di mana Lani tadi ditinggalkan."Terimakasih, Cak." Alzam segera berlari kecil, katekutan seolah menguasainya. Hinggah akhirnya dia mendapati Lani yang menelisikkan pandangan mencari sosok Alza
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more

74. Tak sesuai harapan

"Assalamu'alaikum!" seru Mbok Sarem dari teras saat melihat Alzam dan Lani turun dari mobil."Wa'alaikumsalam, Mbok," jawab Lani dengan senyum lebar, tangannya memegang kantong plastik putih.Mbok Sarem mendekat, wajahnya berbinar melihat Lani yang memegang plastik itu. "Ini terang bulan, ya? Wah, pasti kesukaanku!"Lani tertawa kecil, menyerahkan plastik itu. "Iya, Mbok. Tadi aku lihat orangngnya kebetulan buka, jadi sekalian beli. Mas Alzam yang traktir.""Alhamdulillah, terima kasih, Mas. Kalian kelihatan bahagia sekali," ujar Mbok Sarem sambil meraih tangan Lani dan menggenggamnya hangat. "Semoga selalu rukun, ya.""Amin, Mbok," jawab Alzam, menatap istrinya dengan senyum yang sulit disembunyikan.Lani pun tersenyum, matanya menyiratkan kehangatan yang sama. Namun, ada sesuatu di wajah Alzam yang samar terlihat. Seperti ada yang mengganggu pikirannya, meskipun dia berusaha menutupinya."Mbok, kami masuk dulu, ya. Mbok makan terang bulannya pelan-pelan, biar nggak tersedak," ujar L
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

175. Harapan

Marni megangkat tangannya menghentikan kata-kata Mira. Mira hanya bisa menunduk.Towirah mencoba melerai. "Marni, dengarkan Mira dulu. Jangan buru-buru menilai. Kalau memang Damar serius, beri dia kesempatan."Marni menggeleng tegas. "Kesempatan apa? Mira itu anakku satu-satunya perempuan! Apa salah kalau aku ingin dia hidup lebih baik?""Dan menurut Ibu, Damar itu buruk, begitu?" tanya Mira dengan nada tajam.Marni menatap putrinya, lalu mengalihkan pandangan ke Damar. "Kalau bukan buruk, ya nggak cocok. Mira, pikirkan. Kamu ini punya masa depan. Jangan kau buang cuma karena cinta buta.""Bu, aku tahu apa yang aku lakukan," jawab Mira, matanya berkaca-kaca."Pokoknya aku nggak setuju," potong Marni dingin. Tanpa berkata lagi, dia berbalik dan keluar rumah, membiarkan semua orang dalam kebisuan.Mira terduduk, menutup wajah dengan kedua tangannya. Tukiran hanya bisa menghela napas, sementara Wagimin dan Towirah saling pandang tanpa tahu harus berkata apa."Pokoknya aku nggak setuju!"
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Bab 176. Tuntutan

Langkah Arhand menuruni tangga pesawat terasa ringan, meski wajahnya tetap memperlihatkan ekspresi datar yang menjadi ciri khasnya. Bandara Sultan Hasanuddin siang itu dipenuhi hiruk-pikuk penumpang, namun Arhand tetap tenang, dengan koper kecil di tangan kanan dan tas selempang melintang di bahu. Udara panas menyambutnya saat ia melangkah keluar terminal kedatangan, memandangi sekilas bangunan modern yang tak pernah gagal membuatnya merasa pulang.Setelah menunggu sebentar di area parkir, sebuah mobil sedan hitam berhenti di depannya. Seorang pria paruh baya, sopir keluarga, keluar dan menyambutnya dengan senyum lebar."Selamat datang, Tuan Arhand," sapanya sambil membuka pintu belakang."Terima kasih, Pak Yusuf," jawab Arhand singkat sebelum masuk ke mobil.Perjalanan menuju rumahnya di pusat kota Makassar hanya memakan waktu sekitar 30 menit. Jalanan yang cukup ramai tak membuat Arhand gelisah. Sepanjang perjalanan, ia memandang keluar jendela, memperhatikan sudut-sudut kota yang s
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

177. Terkesan

Yasmin tersenyum dengan langkah yang terasa ringan saat memasuki ruang keluarga yang megah. Mata cokelatnya yang teduh menyapu ruangan, berhenti di wajah Arhand yang duduk dengan tubuh tegap, tetapi sorot matanya menahan kekaguman. Yasmin masih tersenyum kecil, meski gugup, sementara kedua orang tuanya, Jamilah dan Al Ayyubi, melangkah di belakangnya dengan percaya diri."Assalamualaikum!" sapa Jamilah hangat.Manda bangkit dari sofa, "Waalaikumussalam! Akhirnya bisa bertemu setelah sekian lama mendengar cerita tentang kalian dari Oma."Arhand berdiri, menyembunyikan kekagumannya di balik senyum tipis. Ia menjabat tangan Al Ayyubi dengan sopan, lalu mengatupkan kedua tangannya di dada pada Jamilah, dan terakhir Yasmin. Saat matanya menatap Yasmin, ada sensasi dingin yang menembus kulitnya. Yasmin hanya tersenyum tipis, sopan, tanpa berkata sepatah pun."Silakan duduk," kata Evran, mempersilakan mereka ke sofa.Suasana hening sejenak, hanya diisi oleh dentingan halus piring kecil yang
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

178. Pelakor!

"Tuh kan, anak kita gerak lagi. Sayang." Alzam yang duduk bersebelahan dengan Lani memegang perutnya dan merasakan pergerakan bayinya.Lani yang menyelonjorkan kakinya nampak tersenyum dengan sekilas melirik Alzam, lalu membuang pandangannya ke arah anak sungai. Sebuah ciuman di keningnya membuat Lani mengibaskan tangannya."Ei, bukan hanya anak kita yang menendangku, Lani, kamu juga."Lani bersungut dengan menatap sekeliling. "Habisnya kamu ghak tau tempat, bagaimana jika ada orang yang biasanya cari ikan di sungai itu lihat kita?"Alzam terkekeh. "Aku ghak nyadar," ucapnya kemudian."Aku akan ke rumah Agna nanti sore, mengurus perceraian, setelah itu kita akan mengajukan pernikahan kita ke KUA. Kasihan nasib anak kita jika kita belum punya surat resmi.""Semoga dimudahkan Mas," ucap Lani dengan segera berdiri. "Sudah siang, kita pulang, yuk. Aku kan harus ke pabrik.""Iya, aku juga harus ke gudang," ucap Alzam. Semburat nada getir terucap dari bibirnya. Hari ini adalah Senin, biasan
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

179. Syarat

Suasana berubah hening. Alzam menggeleng dengan tegas, rahangnya mengeras. "Itu tidak akan terjadi, Agna. Aku tidak akan membiarkan Lani dipermalukan seperti itu.""Kalau begitu, kita lihat saja bagaimana akhirnya," jawab Agna dingin. Ia melangkah pergi, meninggalkan Alzam dan Lani yang masih berdiri mematung di bawah langit yang semakin terang.Alzam dan Lani lebih banyak diam hinggah saat berangkat kerja. Mbok Sarem sampai heran saat mereka makan dengan diam. Hanya genggaman tangan yang erat saat mereka keluar, seolah salin menguatkan."Jadi bagaimana keputusan kalian?""Jangan kamu harap kami tunduk dengan arahanmu, Agna!" ucap Alzam."Jadi, kau tetap pada keputusan itu?" "Lebih baik aku keluar dari pekerjaan itu daripada harus menuruti keinginanmu yang merendahkan Lani," jawab Alzam dengan nada tegas.Agna terkekeh kecil, sinis. Tawa itu seperti jarum yang menusuk ke dalam keheningan. "Kita lihat saja, Mas," katanya sambil mendekat, matanya tajam menusuk Alzam. "Apa kamu pikir b
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Bab 180. Aneh

Agna memejamkan matanya. Ia tahu Arhand benar menagih semua itu, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya tidak bisa melangkah lebih jauh. Bukan hanya karena ia tak ingin meninggalkan Jawa dan kariernya, Bagaimanapun juga, Arhand anak tunggal, tak mungkin meninggalkan rumahnya di Makasar. Terlebih karena hatinya telah menyimpan perasaan untuk Alzam. Dia memang kadang merasa bersalah pada Arhand, hanya karena kebutuhan biologisnya yang tidak dipenuhi Alzam, dia mencari cara dengan menikmatinya bersama Arhand, sedangkan Arhand mengatakan semua itu karena cinta. Dia yang memang juga baru pertama melakukannya dengan Agna, memang merasa tak bisa lagi jauh dari Agna."Arhand, aku butuh waktu," kata Agna akhirnya. "Percayalah, ini bukan soal kita. Aku hanya ingin semuanya selesai dengan benar."Arhand memutuskan telponnya, Agna memejamkan mata. Hatinya bergejolak, antara keinginan untuk melangkah maju dengan Arhand atau berharap ada keajaiban yang memperbaiki hubungan dengan Alzam.*
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more
PREV
1
...
161718192021
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status