Share

173. Bayangan

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2025-01-08 05:26:04

"Sebentar, sayang," pemit Alzam. "Jangan ke mana-mana, ya. Dan tetap wasapada."

Lani kebingungan dengan pesan dari suaminya yang kemudian pergi , seolah mencari seseorang di antara kerumunan.

"Siapa dia, kenapa dari tadi dia menguntit kami?" pertanyaan itu memenuhi dada Alzam yang masih tengok sana, tengok sini. Dia yakin betul lelaki itu dari tadi mengikuti mereka.

"Ada apa, Mas?" tiba-tiba Parjo menyapa.

"Enggak, Cak, cuma cari seseorang. Sepertinya dari tadi aku merasa ada yang membuntuti aku dan Lani."

"Mas Alzam sama MBak Lani ke sini?" tanya Paijo.

"Iya, Cak."

"Lalu di mana dia, Mas?"

"Tadi aku tinggal di sana karena aku cari orang yang sepertinya sengaja buntuti aku."

"Cepatlah ke sana saja, Mas. Takutnya terjadi apa-apa sama Mbak Lani."

Alzam mendadak khawatir. Dia pun segera ke tempat di mana Lani tadi ditinggalkan.

"Terimakasih, Cak." Alzam segera berlari kecil, katekutan seolah menguasainya. Hinggah akhirnya dia mendapati Lani yang menelisikkan pandangan mencari sosok Alza
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   74. Tak sesuai harapan

    "Assalamu'alaikum!" seru Mbok Sarem dari teras saat melihat Alzam dan Lani turun dari mobil."Wa'alaikumsalam, Mbok," jawab Lani dengan senyum lebar, tangannya memegang kantong plastik putih.Mbok Sarem mendekat, wajahnya berbinar melihat Lani yang memegang plastik itu. "Ini terang bulan, ya? Wah, pasti kesukaanku!"Lani tertawa kecil, menyerahkan plastik itu. "Iya, Mbok. Tadi aku lihat orangngnya kebetulan buka, jadi sekalian beli. Mas Alzam yang traktir.""Alhamdulillah, terima kasih, Mas. Kalian kelihatan bahagia sekali," ujar Mbok Sarem sambil meraih tangan Lani dan menggenggamnya hangat. "Semoga selalu rukun, ya.""Amin, Mbok," jawab Alzam, menatap istrinya dengan senyum yang sulit disembunyikan.Lani pun tersenyum, matanya menyiratkan kehangatan yang sama. Namun, ada sesuatu di wajah Alzam yang samar terlihat. Seperti ada yang mengganggu pikirannya, meskipun dia berusaha menutupinya."Mbok, kami masuk dulu, ya. Mbok makan terang bulannya pelan-pelan, biar nggak tersedak," ujar L

    Last Updated : 2025-01-09
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   175. Harapan

    Marni megangkat tangannya menghentikan kata-kata Mira. Mira hanya bisa menunduk.Towirah mencoba melerai. "Marni, dengarkan Mira dulu. Jangan buru-buru menilai. Kalau memang Damar serius, beri dia kesempatan."Marni menggeleng tegas. "Kesempatan apa? Mira itu anakku satu-satunya perempuan! Apa salah kalau aku ingin dia hidup lebih baik?""Dan menurut Ibu, Damar itu buruk, begitu?" tanya Mira dengan nada tajam.Marni menatap putrinya, lalu mengalihkan pandangan ke Damar. "Kalau bukan buruk, ya nggak cocok. Mira, pikirkan. Kamu ini punya masa depan. Jangan kau buang cuma karena cinta buta.""Bu, aku tahu apa yang aku lakukan," jawab Mira, matanya berkaca-kaca."Pokoknya aku nggak setuju," potong Marni dingin. Tanpa berkata lagi, dia berbalik dan keluar rumah, membiarkan semua orang dalam kebisuan.Mira terduduk, menutup wajah dengan kedua tangannya. Tukiran hanya bisa menghela napas, sementara Wagimin dan Towirah saling pandang tanpa tahu harus berkata apa."Pokoknya aku nggak setuju!"

    Last Updated : 2025-01-09
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 176. Tuntutan

    Langkah Arhand menuruni tangga pesawat terasa ringan, meski wajahnya tetap memperlihatkan ekspresi datar yang menjadi ciri khasnya. Bandara Sultan Hasanuddin siang itu dipenuhi hiruk-pikuk penumpang, namun Arhand tetap tenang, dengan koper kecil di tangan kanan dan tas selempang melintang di bahu. Udara panas menyambutnya saat ia melangkah keluar terminal kedatangan, memandangi sekilas bangunan modern yang tak pernah gagal membuatnya merasa pulang.Setelah menunggu sebentar di area parkir, sebuah mobil sedan hitam berhenti di depannya. Seorang pria paruh baya, sopir keluarga, keluar dan menyambutnya dengan senyum lebar."Selamat datang, Tuan Arhand," sapanya sambil membuka pintu belakang."Terima kasih, Pak Yusuf," jawab Arhand singkat sebelum masuk ke mobil.Perjalanan menuju rumahnya di pusat kota Makassar hanya memakan waktu sekitar 30 menit. Jalanan yang cukup ramai tak membuat Arhand gelisah. Sepanjang perjalanan, ia memandang keluar jendela, memperhatikan sudut-sudut kota yang s

    Last Updated : 2025-01-10
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   177. Terkesan

    Yasmin tersenyum dengan langkah yang terasa ringan saat memasuki ruang keluarga yang megah. Mata cokelatnya yang teduh menyapu ruangan, berhenti di wajah Arhand yang duduk dengan tubuh tegap, tetapi sorot matanya menahan kekaguman. Yasmin masih tersenyum kecil, meski gugup, sementara kedua orang tuanya, Jamilah dan Al Ayyubi, melangkah di belakangnya dengan percaya diri."Assalamualaikum!" sapa Jamilah hangat.Manda bangkit dari sofa, "Waalaikumussalam! Akhirnya bisa bertemu setelah sekian lama mendengar cerita tentang kalian dari Oma."Arhand berdiri, menyembunyikan kekagumannya di balik senyum tipis. Ia menjabat tangan Al Ayyubi dengan sopan, lalu mengatupkan kedua tangannya di dada pada Jamilah, dan terakhir Yasmin. Saat matanya menatap Yasmin, ada sensasi dingin yang menembus kulitnya. Yasmin hanya tersenyum tipis, sopan, tanpa berkata sepatah pun."Silakan duduk," kata Evran, mempersilakan mereka ke sofa.Suasana hening sejenak, hanya diisi oleh dentingan halus piring kecil yang

    Last Updated : 2025-01-10
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   178. Pelakor!

    "Tuh kan, anak kita gerak lagi. Sayang." Alzam yang duduk bersebelahan dengan Lani memegang perutnya dan merasakan pergerakan bayinya.Lani yang menyelonjorkan kakinya nampak tersenyum dengan sekilas melirik Alzam, lalu membuang pandangannya ke arah anak sungai. Sebuah ciuman di keningnya membuat Lani mengibaskan tangannya."Ei, bukan hanya anak kita yang menendangku, Lani, kamu juga."Lani bersungut dengan menatap sekeliling. "Habisnya kamu ghak tau tempat, bagaimana jika ada orang yang biasanya cari ikan di sungai itu lihat kita?"Alzam terkekeh. "Aku ghak nyadar," ucapnya kemudian."Aku akan ke rumah Agna nanti sore, mengurus perceraian, setelah itu kita akan mengajukan pernikahan kita ke KUA. Kasihan nasib anak kita jika kita belum punya surat resmi.""Semoga dimudahkan Mas," ucap Lani dengan segera berdiri. "Sudah siang, kita pulang, yuk. Aku kan harus ke pabrik.""Iya, aku juga harus ke gudang," ucap Alzam. Semburat nada getir terucap dari bibirnya. Hari ini adalah Senin, biasan

    Last Updated : 2025-01-10
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   179. Syarat

    Suasana berubah hening. Alzam menggeleng dengan tegas, rahangnya mengeras. "Itu tidak akan terjadi, Agna. Aku tidak akan membiarkan Lani dipermalukan seperti itu.""Kalau begitu, kita lihat saja bagaimana akhirnya," jawab Agna dingin. Ia melangkah pergi, meninggalkan Alzam dan Lani yang masih berdiri mematung di bawah langit yang semakin terang.Alzam dan Lani lebih banyak diam hinggah saat berangkat kerja. Mbok Sarem sampai heran saat mereka makan dengan diam. Hanya genggaman tangan yang erat saat mereka keluar, seolah salin menguatkan."Jadi bagaimana keputusan kalian?""Jangan kamu harap kami tunduk dengan arahanmu, Agna!" ucap Alzam."Jadi, kau tetap pada keputusan itu?" "Lebih baik aku keluar dari pekerjaan itu daripada harus menuruti keinginanmu yang merendahkan Lani," jawab Alzam dengan nada tegas.Agna terkekeh kecil, sinis. Tawa itu seperti jarum yang menusuk ke dalam keheningan. "Kita lihat saja, Mas," katanya sambil mendekat, matanya tajam menusuk Alzam. "Apa kamu pikir b

    Last Updated : 2025-01-11
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 180. Aneh

    Agna memejamkan matanya. Ia tahu Arhand benar menagih semua itu, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya tidak bisa melangkah lebih jauh. Bukan hanya karena ia tak ingin meninggalkan Jawa dan kariernya, Bagaimanapun juga, Arhand anak tunggal, tak mungkin meninggalkan rumahnya di Makasar. Terlebih karena hatinya telah menyimpan perasaan untuk Alzam. Dia memang kadang merasa bersalah pada Arhand, hanya karena kebutuhan biologisnya yang tidak dipenuhi Alzam, dia mencari cara dengan menikmatinya bersama Arhand, sedangkan Arhand mengatakan semua itu karena cinta. Dia yang memang juga baru pertama melakukannya dengan Agna, memang merasa tak bisa lagi jauh dari Agna."Arhand, aku butuh waktu," kata Agna akhirnya. "Percayalah, ini bukan soal kita. Aku hanya ingin semuanya selesai dengan benar."Arhand memutuskan telponnya, Agna memejamkan mata. Hatinya bergejolak, antara keinginan untuk melangkah maju dengan Arhand atau berharap ada keajaiban yang memperbaiki hubungan dengan Alzam.*

    Last Updated : 2025-01-11
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 181. Mencari jalan keluar

    "Aku jemput sebentar lagi, ya," ucap Alzam saat menelpon Lani."Ngapain? Tadi ngajak pulang. Katanya pingin makan tempe penyet.""Ghak jadi makan di rumah. Makan di luar, yuk." Alzam memang ingin bisa bersama Lani di tempat umum untuk mengobati keinginannya selama ini.Siang itu, Alzam hendak mengambil mobilnya di rumah. Namun, sebelum sempat beranjak, suara langkah kaki cepat terdengar dari depan ke arahnya."Alzam!"Ia melihat Dandi, salah satu sahabatnya di kesatuan, berjalan mendekatinya."Dandi? Ada apa?" Alzam bertanya dengan alis terangkat."Kenapa kamu tak cerita padaku?" tanya Dandi. "kalau kamu sekarang sedang menjalani skorsing, apa betul yang kudengar ini?"Alzam mengangguk, lalu mengajak Dandi untuk berjalan ke tempat duduk di belakang gudangnya yang biasa dipakai orang untuk sekedar istirahat atau ngobrol."Aku baru tahu soal skorsingmu," Dandi memulai, suaranya rendah tapi tegas. "Apa benar karena laporan seseorang?""Sepertinya begitu." Alzam mengangguk pelan. "Tapi a

    Last Updated : 2025-01-12

Latest chapter

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 205. Adaptasi

    Malam itu terasa dingin menusuk. Alzam menggigil di atas ranjang, tubuhnya terasa lengket setelah mandi besar di kamar mandi luar rumah Lani. Meski sudah mengenakan jaket, hawa dingin masih meresap hingga ke tulang. Lani yang terlelap di sebelahnya mulai gelisah mendengar bunyi nafas berat suaminya. Ia membuka mata perlahan, mendapati Alzam yang meringkuk sambil memeluk tubuhnya sendiri. Rambutnya basah, wajahnya pucat.Lani duduk, membelai rambut Alzam. "Mas, malam-malam begini kamu sudah keramas?" tanyanya setengah mengantuk.Alzam hanya mengangguk tanpa berkata. Tubuhnya gemetar. Dia dari tadi menahan diri tak memeluk Lani untuk menghangatkan tubuhnya karena takut Lani bangun."Kenapa nggak bangunin aku dulu kalau mau mandi? Aku kan bisa bantu bikin air hangat." Lani segera menyelinap di dada suaminya.Alzam mendesah, malu-malu. "Aku... nggak enak. Kalau tengah malam masak air, nanti ibu atau bapak terbangun. Dilihat mereka malu, Lani."Lani menahan tawa. "Jadi, Mas mandi pakai air

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 204. Bahagia itu sederhana

    "Alzam!" Terdengar Towirah memanggil."Dalem, Bu," jawab Alzam dalam bahasa Jawa yang artinya iya. Dia lalu bangkit dari rebahannya setelah ditinggalkan Lani ke dapur."Ayo cepet makan, Le. Kelihatan makanannya sudah disiapkan Lani. Kebetulan tadi dikasih tetangga ikan lele.""Engge, Bu." Alzam memang sudah merasakan perutnya keroncongan, terlebih mendengar kata ikan lele, dia sudah membayangkan sambal Lani yang pas di lidahnya. Sejak dia pulang dan mendapati kertas Lani di atas meja riasnya, dia sudah tidak sanggup makan atau minum. Dan sekarang, kejengkelannya pada Lani karena seolah menanggapi keluhannya dengan gurauan, membuatnya masih enggan keluar. Sampai ditahannya keinginannya makan.Lani memang sudah jenuh dengan ulah Agna, hinggah dia menanggapinya dengan tenang. Baginya yang penting Alzam selalu bersamanya. Walau tinggal di rumah sederhana milik orangtuanya. Bahkan jika ada kemungkinan terburuk dengan pabriknya, dia telah siap dengan cuma hidup seadanya, asal mereka bisa men

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 203. Aku bukan barang

    Malam itu, langkah kaki Alzam terdengar berat saat ia memasuki rumah Lani. Pintu utama sudah terbuka, menandakan seseorang masih terjaga. Di dalam, suara TV samar mengisi keheningan.Wagimin, ayah Lani, duduk di ruang tengah, mengenakan sarung dan kaus oblong, memegang segelas teh hangat. Wajahnya sedikit terkejut melihat menantunya muncul dengan koper dan raut wajah yang sulit ditebak."Ada kejadian apalagi dengan kalian. Siang tadi Lani membawa koper besar, begitu pun sekarang kamu yang bawa koper. Memang kalian mau pindah ke rumah ini?" Agak menahan senyum Wagimin melihat menantunya itu tertunduk. Baru beberapa menit lalu dia begitu resah, walau secercah keyakinan yang tadi dia pendam itu kini telah tampak. Dia tau Alzam bukanlah orang yang tidak bertanggungjawab. Cintanya pada Lani telah teruji dengan banyak hal. Dan itu tak pernah menggoyahkan menantunya untuk tetap bersama putrinya.Lani memang hanya berkata kalau dia kangen tinggal di rumah mereka, namun dia tau, ada hal yang

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 202. Pengorbanan

    "Jadi benar dia pergi, Mbok?" tanya Alzam setelah pulang dan segera menuju kamarnya, walau dia telah tau, satu dari beberapa point di perjanjian itu disebutkan, Lani harus meninggalkan rumahnya . Mbok Sarem mengangguk dengan air mata yang sudah tumpah. Alzam kembali ke kamar, menatap foto Lani dan diriny, setelah membaca surat yang ditinggalkan Lani. Kenapa kaulakukan ini padaku, Lani? Kenapa engkau tak sabar menungguku mendapatkan bukti itu? Aku tidak bisa hidup tanpa kamu, bahkan tidur pun, aku tak bisa tanpa melihatmu di sini. Walau itu hanya sekedar menatapmu. Alzam segera menanggalkan seragamnya dan berganti dengan busana kasual. Diraihnya jaket yang tergantung di almari. Namun belum juga melangkah, dia dikejutkan dengan datangnya Agna di pintu kamar itu."Kenapa kamu kemari? Kamu boleh menempati rumah itu, tapi bukan ke sini!" Raut muka Alzam memerah oleh kemarahan yang ditahannya."Rupanya kamu tidak membaca dengan jelas perjanjian itu, Mas."Prak! Alzam melemparkan kunci

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 201. Jaminan

    Langkah Alzam terdengar berat saat memasuki ruangannya. Ia menutup pintu dengan keras, lalu meletakkan tangannya di meja sebelum tiba-tiba menggebraknya. Napasnya memburu. Pikirannya kacau. Apa yang telah dia rencanakan seolah luntruh begitu saja. Dandi yang baru kembali dari kantin langsung membuka pintu tanpa mengetuk. "Hei, kenapa ngamuk? Ada masalah?" tanya dengan memegang lengan alzam, berusaha menenangkan sahabatnya itu.Alzam menatapnya tajam. "Masalah besar, Dan."Dandi yang masuk tapi matanya masih menatap penghuni markas yang lalu lalang, segera menutup pintu. "Ceritakan. Apa lagi kali ini? Ada yang aneh dari panggilan Komandan?"Alzam menekan pelipisnya. "Semua ini ulah Agna. Aku nggak habis pikir. Dia datang ke komandan, memohon supaya aku dikembalikan ke markas. Bahkan, dia bilang rela kalau aku menikahi Lani secara resmi."Dandi terperangah. "Serius? Itu niat baik banget. Tapi kenapa?""Apa aku bisa bebas dari Agna kalau ini tetap begini? Aku hanya ingin bebas darinya,

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 200. Pamit

    Lani melipat secarik kertas dengan hati-hati sebelum meletakkannya di meja rias, tepat di tempat biasa ia meninggalkan pesan untuk Alzam. Meski sebenarnya ini bukan sesuatu yang mendesak, ia merasa perlu memberitahukan niatnya."Bu Sarem," panggil Lani ketika keluar dari kamar. Ia melangkah menuju dapur, tempat wanita tua itu tengah sibuk menyiapkan makanan.Mbok Sarem menoleh sambil mengusap tangannya dengan kain lap. "Ada apa, Nduk? Wajahmu kok kelihatan seperti orang kepikiran."Lani mencoba tersenyum. "Aku mau ke rumah orangtua sebentar. Ibu bilang rindu, sudah lama aku nggak pulang."Mbok Sarem memandanginya sejenak, menatap koper besar yang dibawa Lani, lalu menyipitkan mata. "Rindu atau ada yang lain? Mbok ini sudah tua, tapi belum pikun, Lani. Ada apa sebenarnya? Jangan kamu kira Ibu bodoh dengan koper besar yang kamu bawa itu, Dhuk." Mbok Sarem mengusap pelunya. "Kamu akan lama di sana kan? Atau bahkan ada asesuatu yang membuatmu tak akan kembali ke sini?"Lani terdiam sesaa

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 199. Istri hebat

    "Mas, kamu udah siap?" tanya Lani begitu melihat Alzam memakai kembali seragam militernya.Alzam berbalik dari cermin dan menatap ke arah Lani. Sementara Lani membenarkan kancing bajunya, lelaki itu hanya menatapnya tanpa kedip."Mas, jangan terus memandangiku, apa kamu tidak bosan?""Apa kamu mau aku bosan kepadamu?" Alzam mulai meletakkan tangannya di pinggang Lani. Lalu mengusap perutnya. Lani hanya tersenyum. "Bukannya setiap satu tatapanku padamu akan menggugurkan dosa-dosa kita?""Ih, bisa ceramah kamu!" Alzam terkekeh. "Putraku, Ayah pergi duluh, ya. Tolong jaga Bunda baik-baik sampai Ayah kembali. Jangan biarkan dia ke mana-mana sebelum Ayah pulang."Lani sejenak tersentak dengan kata-kata Alzam. Apa yang dia rasakan? Apakah dia tau kalau aku akan pergi? bathin Lani bingung."Sayang, kamu kenapa?" Alzam mengangkat dagu Lani yang tertunduk. Sebuah ciuman dia daratkan di bibirnya."Enggak, Mas. Aku ikut bahagia dengan kebahagiaanmu ini.""Mudah-mudahan setelah ini kita akan ba

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 198. Babak Baru

    "Ayo, kita jalan-jalan sebentar. Aku butuh suasana baru." Alzam menarik Lani ke dalam pelukannya."Mau ke mana?" "Ke pasar sore," jawab Alzam sambil menatap Lani penuh cinta.Lani tersenyum tipis, meski hatinya masih bergelut dengan keputusan yang baru saja dia ambil. "Ke pasar sore?" tanyanya sambil melirik suaminya.Alzam mengangguk, matanya berbinar ceria seperti anak kecil yang baru saja menemukan mainan baru. "Iya, aku mau potong rambut. Besok aku ada panggilan dari komandan. Barusan beliau telepon."Lani terdiam sejenak. Kabar itu membangkitkan perasaan campur aduk di dalam dirinya. Ada kebahagiaan untuk Alzam, tapi juga kegetiran yang sulit disembunyikan. "Kamu terlihat senang," komentarnya akhirnya.Alzam tertawa kecil, menggenggam tangan Lani erat. "Tentu saja. Ini kesempatan yang sudah lama aku tunggu-tunggu. Aku bisa meneruskan karierku, Lani. Naik pangkat itu bukan hal yang datang setiap hari, walau itu kini aku tak bisa terlalu berharap setelah kejadian ini.""Baik, aku

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 197. Tandatangan

    Kopi panas di cangkir Damar mengepul, aroma pahitnya samar bercampur harum teh melati yang dipesan Mira. Diandra duduk manis di kursinya, menggoyang-goyangkan kaki sambil memainkan sedotan plastik dari es krimnya. Suasana hangat terjalin di antara mereka, meskipun ada ketegangan kecil yang sulit diabaikan.Mira diam. Lani hanya mengamati dengan tenang, membiarkan kedua orang itu berbicara."Tapi," suara Mira kembali terdengar. "Kamu tahu kan, Damar? Seberapapun besarnya cintamu untuk Diandra, seorang anak tetap butuh ibunya."Damar menatap Mira dalam. "Aku tahu, Mira. Tapi aku tidak ingin memberinya sosok ibu yang tidak benar-benar ada untuknya. Aku lebih baik sendiri daripada membiarkan Diandra mengalami hal yang sama lagi."Suara Damar terdengar berat, nyaris bergetar. Mira menunduk, mengusap telapak tangan yang berkeringat."Lalu, apa yang kamu harapkan dariku?" tanyanya pelan.Damar menarik napas panjang. Dia menoleh ke arah Diandra yang kini sibuk menggambar lingkaran kecil di me

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status