Share

Bab 176. Tuntutan

Penulis: HaniHadi_LTF
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-10 04:05:27

Langkah Arhand menuruni tangga pesawat terasa ringan, meski wajahnya tetap memperlihatkan ekspresi datar yang menjadi ciri khasnya. Bandara Sultan Hasanuddin siang itu dipenuhi hiruk-pikuk penumpang, namun Arhand tetap tenang, dengan koper kecil di tangan kanan dan tas selempang melintang di bahu. Udara panas menyambutnya saat ia melangkah keluar terminal kedatangan, memandangi sekilas bangunan modern yang tak pernah gagal membuatnya merasa pulang.

Setelah menunggu sebentar di area parkir, sebuah mobil sedan hitam berhenti di depannya. Seorang pria paruh baya, sopir keluarga, keluar dan menyambutnya dengan senyum lebar.

"Selamat datang, Tuan Arhand," sapanya sambil membuka pintu belakang.

"Terima kasih, Pak Yusuf," jawab Arhand singkat sebelum masuk ke mobil.

Perjalanan menuju rumahnya di pusat kota Makassar hanya memakan waktu sekitar 30 menit. Jalanan yang cukup ramai tak membuat Arhand gelisah. Sepanjang perjalanan, ia memandang keluar jendela, memperhatikan sudut-sudut kota yang s
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   177. Terkesan

    Yasmin tersenyum dengan langkah yang terasa ringan saat memasuki ruang keluarga yang megah. Mata cokelatnya yang teduh menyapu ruangan, berhenti di wajah Arhand yang duduk dengan tubuh tegap, tetapi sorot matanya menahan kekaguman. Yasmin masih tersenyum kecil, meski gugup, sementara kedua orang tuanya, Jamilah dan Al Ayyubi, melangkah di belakangnya dengan percaya diri."Assalamualaikum!" sapa Jamilah hangat.Manda bangkit dari sofa, "Waalaikumussalam! Akhirnya bisa bertemu setelah sekian lama mendengar cerita tentang kalian dari Oma."Arhand berdiri, menyembunyikan kekagumannya di balik senyum tipis. Ia menjabat tangan Al Ayyubi dengan sopan, lalu mengatupkan kedua tangannya di dada pada Jamilah, dan terakhir Yasmin. Saat matanya menatap Yasmin, ada sensasi dingin yang menembus kulitnya. Yasmin hanya tersenyum tipis, sopan, tanpa berkata sepatah pun."Silakan duduk," kata Evran, mempersilakan mereka ke sofa.Suasana hening sejenak, hanya diisi oleh dentingan halus piring kecil yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   178. Pelakor!

    "Tuh kan, anak kita gerak lagi. Sayang." Alzam yang duduk bersebelahan dengan Lani memegang perutnya dan merasakan pergerakan bayinya.Lani yang menyelonjorkan kakinya nampak tersenyum dengan sekilas melirik Alzam, lalu membuang pandangannya ke arah anak sungai. Sebuah ciuman di keningnya membuat Lani mengibaskan tangannya."Ei, bukan hanya anak kita yang menendangku, Lani, kamu juga."Lani bersungut dengan menatap sekeliling. "Habisnya kamu ghak tau tempat, bagaimana jika ada orang yang biasanya cari ikan di sungai itu lihat kita?"Alzam terkekeh. "Aku ghak nyadar," ucapnya kemudian."Aku akan ke rumah Agna nanti sore, mengurus perceraian, setelah itu kita akan mengajukan pernikahan kita ke KUA. Kasihan nasib anak kita jika kita belum punya surat resmi.""Semoga dimudahkan Mas," ucap Lani dengan segera berdiri. "Sudah siang, kita pulang, yuk. Aku kan harus ke pabrik.""Iya, aku juga harus ke gudang," ucap Alzam. Semburat nada getir terucap dari bibirnya. Hari ini adalah Senin, biasan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   179. Syarat

    Suasana berubah hening. Alzam menggeleng dengan tegas, rahangnya mengeras. "Itu tidak akan terjadi, Agna. Aku tidak akan membiarkan Lani dipermalukan seperti itu.""Kalau begitu, kita lihat saja bagaimana akhirnya," jawab Agna dingin. Ia melangkah pergi, meninggalkan Alzam dan Lani yang masih berdiri mematung di bawah langit yang semakin terang.Alzam dan Lani lebih banyak diam hinggah saat berangkat kerja. Mbok Sarem sampai heran saat mereka makan dengan diam. Hanya genggaman tangan yang erat saat mereka keluar, seolah salin menguatkan."Jadi bagaimana keputusan kalian?""Jangan kamu harap kami tunduk dengan arahanmu, Agna!" ucap Alzam."Jadi, kau tetap pada keputusan itu?" "Lebih baik aku keluar dari pekerjaan itu daripada harus menuruti keinginanmu yang merendahkan Lani," jawab Alzam dengan nada tegas.Agna terkekeh kecil, sinis. Tawa itu seperti jarum yang menusuk ke dalam keheningan. "Kita lihat saja, Mas," katanya sambil mendekat, matanya tajam menusuk Alzam. "Apa kamu pikir b

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 180. Aneh

    Agna memejamkan matanya. Ia tahu Arhand benar menagih semua itu, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya tidak bisa melangkah lebih jauh. Bukan hanya karena ia tak ingin meninggalkan Jawa dan kariernya, Bagaimanapun juga, Arhand anak tunggal, tak mungkin meninggalkan rumahnya di Makasar. Terlebih karena hatinya telah menyimpan perasaan untuk Alzam. Dia memang kadang merasa bersalah pada Arhand, hanya karena kebutuhan biologisnya yang tidak dipenuhi Alzam, dia mencari cara dengan menikmatinya bersama Arhand, sedangkan Arhand mengatakan semua itu karena cinta. Dia yang memang juga baru pertama melakukannya dengan Agna, memang merasa tak bisa lagi jauh dari Agna."Arhand, aku butuh waktu," kata Agna akhirnya. "Percayalah, ini bukan soal kita. Aku hanya ingin semuanya selesai dengan benar."Arhand memutuskan telponnya, Agna memejamkan mata. Hatinya bergejolak, antara keinginan untuk melangkah maju dengan Arhand atau berharap ada keajaiban yang memperbaiki hubungan dengan Alzam.*

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 181. Mencari jalan keluar

    "Aku jemput sebentar lagi, ya," ucap Alzam saat menelpon Lani."Ngapain? Tadi ngajak pulang. Katanya pingin makan tempe penyet.""Ghak jadi makan di rumah. Makan di luar, yuk." Alzam memang ingin bisa bersama Lani di tempat umum untuk mengobati keinginannya selama ini.Siang itu, Alzam hendak mengambil mobilnya di rumah. Namun, sebelum sempat beranjak, suara langkah kaki cepat terdengar dari depan ke arahnya."Alzam!"Ia melihat Dandi, salah satu sahabatnya di kesatuan, berjalan mendekatinya."Dandi? Ada apa?" Alzam bertanya dengan alis terangkat."Kenapa kamu tak cerita padaku?" tanya Dandi. "kalau kamu sekarang sedang menjalani skorsing, apa betul yang kudengar ini?"Alzam mengangguk, lalu mengajak Dandi untuk berjalan ke tempat duduk di belakang gudangnya yang biasa dipakai orang untuk sekedar istirahat atau ngobrol."Aku baru tahu soal skorsingmu," Dandi memulai, suaranya rendah tapi tegas. "Apa benar karena laporan seseorang?""Sepertinya begitu." Alzam mengangguk pelan. "Tapi a

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 182. Memutuskan langkah

    Di sebuah pusat perbelanjaan di Surabaya, Agna berjalan-jalan bersama sahabatnya, Winda. Mereka mengobrol ringan sambil sesekali berhenti untuk melihat-lihat barang di etalase. Suasana cukup ramai, dengan pengunjung yang hilir-mudik di antara toko-toko.Saat Winda sibuk memeriksa koleksi di sebuah distro, Agna merasa seseorang menatapnya. Ia menoleh dan melihat seorang pria berdiri tak jauh darinya, tersenyum kecil. Butuh beberapa detik baginya untuk mengenali wajah itu."Reynaldi?" tanyanya, agak terkejut.Pria itu mengangguk, lalu berjalan mendekat. "Hai, Agna. Sudah lama sekali kita tak bertemu."Agna mencoba tersenyum, meski hatinya tak begitu nyaman. Dia masih ingat Lani yang datang dengan Alzam dar jalan-jalan pagi tadi dengan salin menggenggam dan sesekali menatap mesra. Reynaldi adalah sahabat suaminya, Alzam, tapi kehadirannya di sini tak pernah ia duga."Kamu lagi ngapain?" tanya Agna."Tadi makan sama teman di sini, kebetulan lagi ada yang nagajak ngobrol sekalian makan s

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 01. Aku Membencimu.

    Di luar begitu gelap. Tak ada bintang yang terlihat. Dengan mengendap Lani berjalan melewati belakang rumah , menyusuri belukar hinggah jatuh berkali-kali. Pedih dan perih tak lagi dia rasakan."Ya, Allah, beri aku kekuatan untuk keluar dari semua ini," untaian do'a terus dipanjatkan Lani. Kakinya sudah banyak mengeluarkan darah saat dia menyusuri semak-semak."Aww!" Lani meringis saat duri menancap di kakinya. Segera dia lepaskan duri itu dan dia kembali berlari dengan tertatih."Ini ke mana ujungnya, ya Allah?" Lani merasa tidak kuat lagi, terlebih dengan kerongkongannya yang terasa kering. Dia lalu menggapai air di aliran air yang kini terhampar di depannya. Meminumnya untuk mengeluarkan dahaga yang menyerangnya."Hey, wanita sialan, mau lari ke mana kamu?"Lani sontak menoleh dengan teriakan dari kejauhan. Dua lelaki itu kini bahkan mengejarnya."Ya, Allah, tolong aku! Tolong aku! Izinkan aku keluar dari kejaran mereka." Dengan bingung Lani segera menceburkan diri ke aliran air ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 02. Penawaran.

    "Jika nanti kamu sembuh, aku bisa menjatuhkan talak untukmu. Dan kamu bisa pergi seperti kemauanmu." Alzam masih menerangkan maksudnya. Dia mendengar dari cerita Mbok Sarem kapan hari kalau Lani rajin minum obat dan rajin makan walau mulutnya pahit, dengan mengatakan kalau dia ingin segera sembuh dan pergi.Lani menggeleng kuat."Kita hanya menikah sirih, disaksikan pak kyai.""Aku sudah pernah menyetujui pernikahan siri yang berujung dengan kesengsaraanku seperti ini, kenapa aku harus terjun kembali?"tanya Lani dengan menatap pria yang kini ada di hadapannya. "apalagi denganmu, orang yang mengingatkanku pada orang yang paling aku benci di dunia."" Ini hanya untuk membuat kita menjadi muhrim, sementara sampai kamu kuat kembali dan aku bisa melepasmu." Perkataan Alzam agak meninggi melihat sikap Lani."Tidak, aku tidak ingin lagi terlibat dalam masalah," tekat Lani dengan terus menggigil. Giginya kembali gemertak."Entah apa masalahmu kepadaku sampai kamu seolah membenciku. Nama saja

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04

Bab terbaru

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 182. Memutuskan langkah

    Di sebuah pusat perbelanjaan di Surabaya, Agna berjalan-jalan bersama sahabatnya, Winda. Mereka mengobrol ringan sambil sesekali berhenti untuk melihat-lihat barang di etalase. Suasana cukup ramai, dengan pengunjung yang hilir-mudik di antara toko-toko.Saat Winda sibuk memeriksa koleksi di sebuah distro, Agna merasa seseorang menatapnya. Ia menoleh dan melihat seorang pria berdiri tak jauh darinya, tersenyum kecil. Butuh beberapa detik baginya untuk mengenali wajah itu."Reynaldi?" tanyanya, agak terkejut.Pria itu mengangguk, lalu berjalan mendekat. "Hai, Agna. Sudah lama sekali kita tak bertemu."Agna mencoba tersenyum, meski hatinya tak begitu nyaman. Dia masih ingat Lani yang datang dengan Alzam dar jalan-jalan pagi tadi dengan salin menggenggam dan sesekali menatap mesra. Reynaldi adalah sahabat suaminya, Alzam, tapi kehadirannya di sini tak pernah ia duga."Kamu lagi ngapain?" tanya Agna."Tadi makan sama teman di sini, kebetulan lagi ada yang nagajak ngobrol sekalian makan s

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 181. Mencari jalan keluar

    "Aku jemput sebentar lagi, ya," ucap Alzam saat menelpon Lani."Ngapain? Tadi ngajak pulang. Katanya pingin makan tempe penyet.""Ghak jadi makan di rumah. Makan di luar, yuk." Alzam memang ingin bisa bersama Lani di tempat umum untuk mengobati keinginannya selama ini.Siang itu, Alzam hendak mengambil mobilnya di rumah. Namun, sebelum sempat beranjak, suara langkah kaki cepat terdengar dari depan ke arahnya."Alzam!"Ia melihat Dandi, salah satu sahabatnya di kesatuan, berjalan mendekatinya."Dandi? Ada apa?" Alzam bertanya dengan alis terangkat."Kenapa kamu tak cerita padaku?" tanya Dandi. "kalau kamu sekarang sedang menjalani skorsing, apa betul yang kudengar ini?"Alzam mengangguk, lalu mengajak Dandi untuk berjalan ke tempat duduk di belakang gudangnya yang biasa dipakai orang untuk sekedar istirahat atau ngobrol."Aku baru tahu soal skorsingmu," Dandi memulai, suaranya rendah tapi tegas. "Apa benar karena laporan seseorang?""Sepertinya begitu." Alzam mengangguk pelan. "Tapi a

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 180. Aneh

    Agna memejamkan matanya. Ia tahu Arhand benar menagih semua itu, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya tidak bisa melangkah lebih jauh. Bukan hanya karena ia tak ingin meninggalkan Jawa dan kariernya, Bagaimanapun juga, Arhand anak tunggal, tak mungkin meninggalkan rumahnya di Makasar. Terlebih karena hatinya telah menyimpan perasaan untuk Alzam. Dia memang kadang merasa bersalah pada Arhand, hanya karena kebutuhan biologisnya yang tidak dipenuhi Alzam, dia mencari cara dengan menikmatinya bersama Arhand, sedangkan Arhand mengatakan semua itu karena cinta. Dia yang memang juga baru pertama melakukannya dengan Agna, memang merasa tak bisa lagi jauh dari Agna."Arhand, aku butuh waktu," kata Agna akhirnya. "Percayalah, ini bukan soal kita. Aku hanya ingin semuanya selesai dengan benar."Arhand memutuskan telponnya, Agna memejamkan mata. Hatinya bergejolak, antara keinginan untuk melangkah maju dengan Arhand atau berharap ada keajaiban yang memperbaiki hubungan dengan Alzam.*

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   179. Syarat

    Suasana berubah hening. Alzam menggeleng dengan tegas, rahangnya mengeras. "Itu tidak akan terjadi, Agna. Aku tidak akan membiarkan Lani dipermalukan seperti itu.""Kalau begitu, kita lihat saja bagaimana akhirnya," jawab Agna dingin. Ia melangkah pergi, meninggalkan Alzam dan Lani yang masih berdiri mematung di bawah langit yang semakin terang.Alzam dan Lani lebih banyak diam hinggah saat berangkat kerja. Mbok Sarem sampai heran saat mereka makan dengan diam. Hanya genggaman tangan yang erat saat mereka keluar, seolah salin menguatkan."Jadi bagaimana keputusan kalian?""Jangan kamu harap kami tunduk dengan arahanmu, Agna!" ucap Alzam."Jadi, kau tetap pada keputusan itu?" "Lebih baik aku keluar dari pekerjaan itu daripada harus menuruti keinginanmu yang merendahkan Lani," jawab Alzam dengan nada tegas.Agna terkekeh kecil, sinis. Tawa itu seperti jarum yang menusuk ke dalam keheningan. "Kita lihat saja, Mas," katanya sambil mendekat, matanya tajam menusuk Alzam. "Apa kamu pikir b

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   178. Pelakor!

    "Tuh kan, anak kita gerak lagi. Sayang." Alzam yang duduk bersebelahan dengan Lani memegang perutnya dan merasakan pergerakan bayinya.Lani yang menyelonjorkan kakinya nampak tersenyum dengan sekilas melirik Alzam, lalu membuang pandangannya ke arah anak sungai. Sebuah ciuman di keningnya membuat Lani mengibaskan tangannya."Ei, bukan hanya anak kita yang menendangku, Lani, kamu juga."Lani bersungut dengan menatap sekeliling. "Habisnya kamu ghak tau tempat, bagaimana jika ada orang yang biasanya cari ikan di sungai itu lihat kita?"Alzam terkekeh. "Aku ghak nyadar," ucapnya kemudian."Aku akan ke rumah Agna nanti sore, mengurus perceraian, setelah itu kita akan mengajukan pernikahan kita ke KUA. Kasihan nasib anak kita jika kita belum punya surat resmi.""Semoga dimudahkan Mas," ucap Lani dengan segera berdiri. "Sudah siang, kita pulang, yuk. Aku kan harus ke pabrik.""Iya, aku juga harus ke gudang," ucap Alzam. Semburat nada getir terucap dari bibirnya. Hari ini adalah Senin, biasan

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   177. Terkesan

    Yasmin tersenyum dengan langkah yang terasa ringan saat memasuki ruang keluarga yang megah. Mata cokelatnya yang teduh menyapu ruangan, berhenti di wajah Arhand yang duduk dengan tubuh tegap, tetapi sorot matanya menahan kekaguman. Yasmin masih tersenyum kecil, meski gugup, sementara kedua orang tuanya, Jamilah dan Al Ayyubi, melangkah di belakangnya dengan percaya diri."Assalamualaikum!" sapa Jamilah hangat.Manda bangkit dari sofa, "Waalaikumussalam! Akhirnya bisa bertemu setelah sekian lama mendengar cerita tentang kalian dari Oma."Arhand berdiri, menyembunyikan kekagumannya di balik senyum tipis. Ia menjabat tangan Al Ayyubi dengan sopan, lalu mengatupkan kedua tangannya di dada pada Jamilah, dan terakhir Yasmin. Saat matanya menatap Yasmin, ada sensasi dingin yang menembus kulitnya. Yasmin hanya tersenyum tipis, sopan, tanpa berkata sepatah pun."Silakan duduk," kata Evran, mempersilakan mereka ke sofa.Suasana hening sejenak, hanya diisi oleh dentingan halus piring kecil yang

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 176. Tuntutan

    Langkah Arhand menuruni tangga pesawat terasa ringan, meski wajahnya tetap memperlihatkan ekspresi datar yang menjadi ciri khasnya. Bandara Sultan Hasanuddin siang itu dipenuhi hiruk-pikuk penumpang, namun Arhand tetap tenang, dengan koper kecil di tangan kanan dan tas selempang melintang di bahu. Udara panas menyambutnya saat ia melangkah keluar terminal kedatangan, memandangi sekilas bangunan modern yang tak pernah gagal membuatnya merasa pulang.Setelah menunggu sebentar di area parkir, sebuah mobil sedan hitam berhenti di depannya. Seorang pria paruh baya, sopir keluarga, keluar dan menyambutnya dengan senyum lebar."Selamat datang, Tuan Arhand," sapanya sambil membuka pintu belakang."Terima kasih, Pak Yusuf," jawab Arhand singkat sebelum masuk ke mobil.Perjalanan menuju rumahnya di pusat kota Makassar hanya memakan waktu sekitar 30 menit. Jalanan yang cukup ramai tak membuat Arhand gelisah. Sepanjang perjalanan, ia memandang keluar jendela, memperhatikan sudut-sudut kota yang s

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   175. Harapan

    Marni megangkat tangannya menghentikan kata-kata Mira. Mira hanya bisa menunduk.Towirah mencoba melerai. "Marni, dengarkan Mira dulu. Jangan buru-buru menilai. Kalau memang Damar serius, beri dia kesempatan."Marni menggeleng tegas. "Kesempatan apa? Mira itu anakku satu-satunya perempuan! Apa salah kalau aku ingin dia hidup lebih baik?""Dan menurut Ibu, Damar itu buruk, begitu?" tanya Mira dengan nada tajam.Marni menatap putrinya, lalu mengalihkan pandangan ke Damar. "Kalau bukan buruk, ya nggak cocok. Mira, pikirkan. Kamu ini punya masa depan. Jangan kau buang cuma karena cinta buta.""Bu, aku tahu apa yang aku lakukan," jawab Mira, matanya berkaca-kaca."Pokoknya aku nggak setuju," potong Marni dingin. Tanpa berkata lagi, dia berbalik dan keluar rumah, membiarkan semua orang dalam kebisuan.Mira terduduk, menutup wajah dengan kedua tangannya. Tukiran hanya bisa menghela napas, sementara Wagimin dan Towirah saling pandang tanpa tahu harus berkata apa."Pokoknya aku nggak setuju!"

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   74. Tak sesuai harapan

    "Assalamu'alaikum!" seru Mbok Sarem dari teras saat melihat Alzam dan Lani turun dari mobil."Wa'alaikumsalam, Mbok," jawab Lani dengan senyum lebar, tangannya memegang kantong plastik putih.Mbok Sarem mendekat, wajahnya berbinar melihat Lani yang memegang plastik itu. "Ini terang bulan, ya? Wah, pasti kesukaanku!"Lani tertawa kecil, menyerahkan plastik itu. "Iya, Mbok. Tadi aku lihat orangngnya kebetulan buka, jadi sekalian beli. Mas Alzam yang traktir.""Alhamdulillah, terima kasih, Mas. Kalian kelihatan bahagia sekali," ujar Mbok Sarem sambil meraih tangan Lani dan menggenggamnya hangat. "Semoga selalu rukun, ya.""Amin, Mbok," jawab Alzam, menatap istrinya dengan senyum yang sulit disembunyikan.Lani pun tersenyum, matanya menyiratkan kehangatan yang sama. Namun, ada sesuatu di wajah Alzam yang samar terlihat. Seperti ada yang mengganggu pikirannya, meskipun dia berusaha menutupinya."Mbok, kami masuk dulu, ya. Mbok makan terang bulannya pelan-pelan, biar nggak tersedak," ujar L

DMCA.com Protection Status