Beranda / Romansa / ISTRI SIRI TENTARA ALIM / Bab 185, Telpon yang kuharap

Share

Bab 185, Telpon yang kuharap

Penulis: HaniHadi_LTF
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-14 04:55:40

Alzam masih berdiri di depan almari pakaiannya, matanya tertuju pada layar ponsel. Jemarinya bergerak ragu sebelum menekan tombol hijau. Beberapa detik berlalu, tetapi tidak ada jawaban. Ia menghela napas berat, mencoba menelepon lagi. Tetap tidak ada respons.

"Kenapa di saat seperti ini, kau malah tidak bisa dihubungi?" gumamnya kesal.

Ia lalu meletakkan ponselnya di atas meja rias Lani dan melangkah keluar dari kamar. Sebelum kemudian pandangannya tertuju pada tumpukan pakaian yang baru saja ia bawa dari rumah sebelah. Ia kembali, duduk di tepi tempat tidur, tangannya meremas rambut. "Apakah ini jalan yang dimaksud Dandi?" pikirnya, hatinya berkecamuk antara kebimbangan dan senyuman akan satu titik harapan.

Pintu kamar terbuka perlahan. Lani masuk. Tatapannya lembut namun penuh tanda tanya. "Mas, kamu kenapa? Aku lihat mukamu kok murung. Sudah mandi belum? Mau makan dulu, nggak?" tanyanya sambil duduk di samping Alzam.

Alzam tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. "
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 186. Ternyata

    "Lani, aku nanti ke rumah Dandi sebentar ya," ucap Alzam akhirnya setelah mereka berjamaah Maghrib bersama Mbok Sarem yang sekarang menyiapkan makan malam."Iya, Mas.""Dari tadi aku telpon tapi kok ghak diangkat. Sepertinya handphone-nya ghak aktif. Entah kenapa.""O, jadi tadi itu kamu mengharap telpon Dandi?"Alzam hanya menjawab pertanyaan Lani dengan mencium kening Lani yang sedang tidur di pahanya masih memakai mukena."Ada sesuatu yang penting, sampai kamu begitu berharap bisa menelponnya?""iya, aku ingin ngorol tentang suatu hal dengannya. Kapan-kapan aku ceritakan padamu kalau sudah jelas."Lani hanya mengangguk."Lani, Mas Alzam,ayo makan!" Terdengar Mbok Sarem memanggil.Alzam segera membangunkan Lani, lalu melepas mukenanya. "Makan, yuk. Biar anak kita tidak kekurangan gizi," kekehnya.Setelah makan malam yang hangat, Alzam mengenakan jaketnya. Lani mengantarnya sampai ke depan pintu. "Hati-hati ya, Mas?"" Sekalian nanti aku mampir ke pasar malam, kan deket dari rumahnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 187. Kehilangan

    Semalam Alzam sulit tidur. Pikirannya yang tak henti mengunyah keresahan. Ia mendapati Lani sudah di halaman, sedang mengeluarkan motor dari garasi mereka."Sayang, kamu mau ke mana sepagi ini?" tanya Alzam, suaranya berat tapi penuh perhatian.Lani menoleh, matanya menatap Alzam sejenak. "Aku mau ke kampus, Mas. Senin kemarin nggak masuk karena nemenin kamu."Alzam mendekat, tangannya refleks menahan setang motor. "Kenapa nggak bilang? Aku antar aja, ya. Jalan pagi-pagi gini nggak aman buat kamu, apalagi perut kamu udah mulai besar."Lani menarik napas dalam. "Mas, aku nggak apa-apa. Jalanan masih sepi. Nggak usah repot-repot. Lagian kamu nanti juga ke gudang kan?""Repot gimana? Kamu itu istriku, Lani. Aku nggak tenang kalau kamu pergi sendiri, sekarang," balas Alzam. Sorot matanya tegas, walau hatinya selalu resah jika pagi datang, dan dia merasa aneh tak pergi kerja dengan seragamnya."Mas, aku bisa sendiri," jawab Lani, nadanya mulai melembut. Tapi di lubuk hatinya, ia tahu Alzam

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 188. Kesedihan

    Lani menoleh sekilas, mengamati mobil merah yang berhenti tak jauh dari tempatnya turun. Namun, ia memilih mengabaikannya dan berjalan menuju kampus. Hinggah saat wanita itu mengangkat telponnya dan Lani sudah masuk dia kehilangan jejak."Bu, mereka sudah sampai kampus. Alzam yang mengantar. Tampaknya mereka semakin percaya diri," kata pria itu melapor kepada wanita yang kini masih di dalam mobil dengan jengkelnya. "Aku sudah tahu. Tidak perlu kau laporkan lagi. Tapi kau harus tetap mengawasi mereka. Kalau perlu, bikin wanita itu takut karena diintai seperti di pasar malam waktu itu.Pria itu mengangguk kecil, meski lawan bicaranya tak bisa melihatnya. "Baik, Bu. Saya akan memastikan semuanya berjalan sesuai rencana." Wanita itu menggenggam ponselnya erat. Wajahnya terlihat kesal, bibirnya terkatup rapat sebelum akhirnya ia berujar dengan nada ketus, "Berani sekali dia, pagi-pagi sudah mengantar Lani ke kampus. Apalagi kampus itu dekat sekali dengan markas dan tempat kerjaku. Apa di

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 189. Pameran.

    Namun saat Lani yang melihat Alzam mengusap airmatanya, tak langsung mendekat. Dia bahkan membiarkan lelaki itu untuk beberapa menit lamanya. Hinggah membasuh wajahnya dengan air di sungai."Mas," panggil Lani.Alzam yang kaget tak langsung menoleh. Suaranya parau saat akhirnya berbicara, "Kenapa kamu ke sini, Lani?" Sebuah senyum dia paksakan untuk Lani."Aku ke gudang tapi kamu tak ada," jawab Lani, duduk di sampingnya. Ia menyerahkan kantong camilan yang dibelinya tadi. "Aku bawa ini buat kamu."Alzam tersenyum tipis, tetapi senyumnya tak sampai ke mata. "Terima kasih. Tapi kenapa kamu ghak telpon aku kalau pulang lebih awal? Aku kan bisa menjemputmu."Ghak usah repot, Mas. Kebetulan ada dosen yang ghak masuk." Lani mendekat, memegang tangan Alzam. "Mas, aku melihat kamu dari tadi."Alzam nampak terkejut."Mas, kenapa kamu tak mengatakan apapun padaku?""Mengatakan apa, Lani?" Kembali dia memaksakan senyum."Kamu sedih ya tak lagi ke markas?""Enggak, Lani. Aku sudah mulai terbiasa.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 190. Mencari jalan

    "Sayang, telpon kamu bunyi," ucap Alzam sambil membawa handphone Lani yang tadi di kamarnya ke ruang tamu, saat Lani duduk-duduk di sana bersama Mbok Sarem sambil nonton TV. "Terimakasih, Mas."Diambilnya handphone itu sambil menyingkir ke ruang depan agar tak tercampur dengan suara televisi. Dia menatap layar ponselnya yang menyala, diangkatnya panggilan itu tanpa ragu."Mbak!" suara ceria seorang gadis kecil terdengar di seberang. "Mbak, lagi apa?""Senja, sayang. Mbak lagi santai. Kamu gimana? Tadi sekolahnya seru?" Lani menyandarkan tubuh ke sofa, senyumnya mengembang."Seru banget, Mbak!" jawab Senja antusias. "Tadi aku ketemu teman baru. Namanya Gita. Dia baik, terus dia suka ngajarin aku matematika. Gita tuh pintar banget!""Wah, hebat. Kalau gitu, kamu juga harus belajar dari Gita, ya. Nanti bisa jadi pintar juga," balas Lani sambil mendengar tawa kecil Senja."Bak, tadi di kantin aku lihat kucing kecil! Tapi aku nggak boleh bawa pulang. Kata Bu Guru, kucing itu milik sekolah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 191. Diandra

    Damar berdiri di depan pagar rumah yang pernah menjadi bagian dari kehidupannya. Rumah itu dulu penuh warna dan tawa, tempat ia dan Vero membangun harapan. Namun, sekarang... pemandangan di depannya membuat dadanya sesak.Cat dindingnya memudar, banyak yang terkelupas, dan halaman yang dulu rapi kini penuh ilalang liar. Beberapa daun pintu terlihat retak, sementara jendela-jendelanya berdebu, seperti lama tak dibersihkan. Ia menggenggam erat setangkai bunga di tangannya, bunga mawar putih yang ia beli untuk Diandra, putrinya. Sepertinya aku tidask salah rumah. Tapi kenapa rumah ini berubah? Apakah Bi Ira tak lagi di sini dan membersihkannya? Damar teringat nama asisrten rumah tangga mereka. Baru juga setahun lebih, rumah yang dia berikan untuk Vero sebagai rumah untuk anaknya itu, seperti asing baginya."Kenapa bisa jadi begini?" gumamnya pelan, matanya menyapu pemandangan suram itu.Dengan langkah berat, Damar mendekat ke pintu. Tangannya mencari bel, namun ternyata sudah tak berfung

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 192. Dia butuh Ibu

    Saat Damar hendak pergi bersama Diandra, Vero menahan tangannya. Wajahnya tampak tegang."Dam, aku tahu aku nggak pantas minta tolong, tapi aku butuh bantuanmu."Damar berbalik, menatapnya dengan alis terangkat. "Apa lagi, Vero?""Ini tentang Diandra..." Vero terdiam sejenak, mencoba menguatkan dirinya. "Aku rasa aku nggak bisa merawatnya lagi."Damar terpaku, hatinya tercekat mendengar pengakuan itu. Diandra yang mendengar percakapan mereka hanya bisa menatap bingung dari sisi Damar."Apa maksudmu, Vero? Kamu mau meninggalkannya?"Vero menundukkan kepala, air matanya jatuh ke lantai. "Aku... aku nggak punya pilihan. Aku mau coba kerja ke luar negri."Damar memandangi Vero dengan tatapan yang sulit ditebak. Ada kekecewaan, kemarahan, sekaligus sesuatu yang menyerupai rasa iba. Ia mendekat selangkah, lalu berhenti, menahan napas sebelum akhirnya berbicara."Jadi ini maumu, Vero? Pergi ke luar negeri, menitipkan Diandra ke aku, dan berharap semuanya akan baik-baik saja?"Vero mendongak.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 193. Pertemuan

    Mobil melaju pelan melewati jalanan yang ramai, ditemani percakapan santai di dalamnya. Lani duduk di kursi depan, melirik ke arah Alzam yang fokus pada kemudi. Di kursi belakang, Mira memandangi jalanan dengan tatapan kosong."Jadi, gimana Damar, Mbak?" Lani membuka percakapan, mengangkat alis penuh rasa ingin tahu. ' Kok nggak pernah cerita ke aku?"Mira tersentak, lalu tertawa kecil. "Entahlah, Lani." Ia mengangkat bahu, mengalihkan pandangan ke luar jendela. "Kayaknya Ibu masih belum setuju sama dia. Lagian..." Mira menghela napas, suaranya melembut, "Mas Damar juga belakangan ini kalau aku telpon seolah-olah menghindar."Lani memiringkan kepala, melirik Mira lewat kaca spion dalam. "Menghindar? Maksudnya?""Aku nggak tahu, Lani." Mira tersenyum tipis, mencoba menutupi kegundahannya.Lani melirik Alzam. "Mas, kamu tahu sesuatu soal ini?"Alzam menatap lurus ke depan, menggenggam setir dengan erat. "Aku nggak terlalu tahu banyak soal mereka. Tapi, kalau boleh jujur, aku rasa Damar

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17

Bab terbaru

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 304. Memilih

    Kinan masih berdiri tegak, matanya menatap tajam ke arah Agna yang berdiri dengan wajah tanpa ekspresi."Kamu pikir aku nggak tahu apa yang kamu lakukan?" suara Kinan rendah, tapi tajam.Agna menarik napas, berusaha tenang. "Aku nggak ngerti maksudmu.""Jangan pura-pura bodoh," Kinan melangkah lebih dekat. "Selama ini kamu selalu bersembunyi di balik topeng baik-baik, tapi kenyataannya? Kamu selingkuh di belakang suamimu. Untung juga Alzam nggak cinta sama kamu. Kalau cinta, bisa hancur rumah tangga."Pak Bara menghela napas, tak tahu harus bagaimana menghentikan Kinan. "Aku nggak pernah bermaksud menyakiti siapa pun," Agna akhirnya bicara. "Justru karena dia nggak cinta sama aku, hinggah aku,.."Kinan tertawa sinis. "Itu bukan alasan untuk orang selingkuh."Agna menegang."Semua ini memang salahku. Aku yang menyebabkan Agna melakukan semua itu. Jadi tolong, berhentilah menghinanya." Akhirnya Arhand angkat bicara.Air mata sudah menggenang di pip Agna.Pak Bara akhirnya melangkah men

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   303. Saat ingin menjadi orang baik

    Langkah Arhand melambat saat mendekati mobil. Agna, yang berada di sisinya, juga ikut berhenti. Mereka saling bertukar pandang sebelum akhirnya menoleh ke belakang."Mami, Papi duluan aja. Kita masih mau mampir ke ruangan Alzam," ujar Agna, suaranya datar, tapi ada sedikit ketegangan di sana. Merela tau, Sandra tidak akan tinggal diam dengan pemitan mereka.Benar saja, Sandra mendengus, seolah tidak senang dengan keputusan itu. "Buat apa? Mereka pasti sibuk sama bayinya. Ngapain juga kalian ke sana? Merepotkan diri saja," gerutunya."Kita cuma mau pamit," Arhand menimpali. "Sebentar aja."Arya, yang berdiri di sisi Sandra, hanya melirik sekilas. "Iya, Hand, dia saudaramu. Sudah sewajarnya kamu harus pamit padanya. Cepatlah kalau memang itu maumu. Kami bisa duluan pulang."Tanpa menunggu lebih lama, Arhand menggenggam tangan Agna, membawanya melangkah menuju ruang perawatan Lani. Namun, saat mereka tiba di sana, tempat itu kosong. Tidak ada Lani, tidak ada Alzam.Agna mengerutkan kenin

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 302. Bayi kita

    Di ruang tunggu rumah sakit, Agna bersandar pada kursi dengan wajah yang sulit suram. Sesekali, kakinya bergerak gelisah, sementara matanya melirik ke arah pintu, menunggu orang yang kini ke ruang administrasi. Arhand masih di dalam, mengurus segala urusan sebelum mereka bisa pulang.Di sebelahnya, Sandra tak henti-henti berbicara."Jadi, Lani akhirnya nggak dapat donor dari Arhand?"Nada suaranya penuh dengan penekanan, seolah ingin memastikan semua orang tahu betapa anehnya keputusan itu.Agna mendengus pelan. Ia melirik Sandra, lalu menoleh ke Arya yang duduk di seberangnya. Dari tadi tingkah maminya begitu membuatnya sebal."Mi, ini sudah bolak-balik dibahas," ucap Agna akhirnya, mencoba menahan kesal."Tapi aneh, kan?" Sandra masih bersikeras. "Masak Arhand, yang katanya peduli, nggak jadi donor? Ada apa sebenarnya? Atau jangan-jangan—""Mi. Sudah ada temannya Mas Alzam yang tiba lebih duluh."Arya memotong cepat. Wajahnya tetap tenang, tapi intonasi suaranya sedikit menekan."K

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 301. Berpelukan

    Rey dan Mira duduk di taman rumah sakit, memperhatikan orang-orang yang berjalan menuju ruang bayi yang tak jauh dari pandangannya, walau di sebrang mereka duduk. Mira ikut menatap ke arah yang sama, tangannya masih menggenggam botol air mineral yang tadi ia beli di kantin rumah sakit."Kita kok belum lihat ke sana. Masih di sini saja?""Jangan ke sana.""Memang kenapa? Aku kan juga pingin lihat gimana rupa bayinya Lani sama Alzam itu," guman Mira."Ntar kamu jadi segera pingin punya anak, padahal kita kan belum waktunya itu,..." Rey terkekeh."Ih, pikiran kamu ngeres." Mira bahkan sempat bergidik saat selintas terbayang Rey sebesar itu mendekatinya."Tuh kan, bayangin aku," gurau Rey.Lagi-lagi Mira bergidik. "Amit-amit deh bayangin kamu, Rey. Yang ada malah aku sawanan. Kamu sebesar itu."Rey terkekeh. Namun dia kemudian terdiam."Lihat, siapa yang datang," gumam Rey pelan.Mira mengernyit. "Siapa?"Sebelum Rey menjawab, seorang lelaki melangkah pelan menuju tempat wudhu di musholla

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 300. Lebih ringan

    Rey menatap Mira yang masih menunduk, pipinya bersemu merah. Jarinya hampir saja menyelipkan anak rambut yang jatuh menutupi wajah Mira ketika sebuah suara menggelegar dari belakang."Rey!"Tangan Rey terhenti di udara. Kepalanya menoleh cepat. Mira juga tersentak.Tukiran berdiri di ambang pintu dengan alis berkerut. Matanya tajam, mengawasi mereka berdua.Rey cepat-cepat menarik tangannya. Mira mundur selangkah. Jantungnya masih berdetak cepat, bukan karena Rey, tetapi karena ketahuan."Kalian belum buka puasa, kan?" Tukiran melanjutkan, nada suaranya sedikit lebih lembut. "Ini tadi ibumu beli nasi. Makanlah."Rey menghela napas lega, lalu tersenyum canggung. "Terima kasih, Pak."Perutnya memang sudah keroncongan. Tadi dia hanya sempat makan kurma dan minum air putih yang diberikan suster sebelum donor darah.Mira melirik ke arah Tukiran, mencoba menetralkan wajahnya. "Yang lain sudah makan?""Kayaknya baru makan setelah tahu Lani sadar," jawab Marni, yang tiba-tiba ikut berdiri di

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 299. Penebus dosa

    Arhand berdiri di depan ruang perawatan. Agna yang masih tampak lemah, menggenggam tangannya erat."Kamu yakin kuat?" bisik Arhand.Agna mengangguk. "Anggap saja ini penebusan dosaku untuk Lani dan Alzam.Arhand menarik napas panjang. "Kalau begitu, jalan pelan, ya. Atau aku minta kursi roda?""Nggak usah. Sekalian biar aku sehat. Beberapa hari di sini dan hanya tiduran, aku bosan.""Agna, kamu baru saja lepas infus. Istirahat dulu," bujuk Sandra.Agna menggeleng. "Aku ingin melihatnya, Mi. Sekalian aku mau minta maaf.Arhand menggandeng Agna pelan. Keduanya berjalan menuju ruang perawatan. Langkah Agna masih tertatih, tapi dia bersikeras.***Lani akhirnya membuka mata perlahan. Cahaya lampu membuat pandangannya masih kabur. Suara alat medis berdenging samar.Seseorang menggenggam tangannya. Hangat. "Sayang,...." Alzam hampir meneteskan air mata saat melihat Lani mengerjab. Betapapun sakit hatinya karena Lani mencari Rey di saat sadar, dia berusaha meredam perasaannya.Lani berus

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 298. Rapuh

    "Ada apa, Arhand?" Sandra yang habis mengerjakan sholat Isya', bangkit menghampiri Arhand yang memegang tangan Agna.Arhand dan Agna menoleh ke Sandra."Arhand melihat Alzam dan keluarganya sedang menunggu Lani operasi melahirkan."Memangnya kenapa kalau melahirkan? Biar komplit kebahagiaan mereka. Biar makin besar kepala itu Alzam." Sandra masih tak dapat terima dengan masih membenci Alzam."Mami, kok ngomongnya gitu?""Aku sebel aja. Sementara kamu keadaannya begini, mereka senang-senang.""Bukan senang, MI. Tapi mereka lagi ada masalah.""Maslah apa juga. Biar tau rasa sekalian. Orang yang bikin orang lain menderita, pasti ada karmanya.""Mami,..""Sini, mana makanan Mami, Hand. Ini nungu Papi juga kelaparan aku. Tapi buka puasa cuma roti aja.""Sudahlah, kamu makan cepat. Biar nanti kuat. Kita ke sana bareng.""Yakin kamu ikut?"Agna mengangguk.****Mira berdiri kaku, jantungnya berpacu cepat. Rey di sebelahnya mengepalkan tangan. Towirah hanya terus berzikir direngkuh Salma. Sem

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 298. Tapi,..

    Mira menggenggam ponselnya erat. Jemarinya gemetar, menelusuri daftar kontak dengan panik. Otaknya mencoba mengingat siapa yang harus dihubungi.Nomor Lani? Tidak mungkin. Siapa yang pegang ponsel Lani sekarang?Alzam? Tidak enak rasanya.Mira menggigit bibir, frustrasi. Sampai akhirnya ia teringat sesuatu.Dita.Tadi Dita yang ngantar ke rumah sakit bersama Budi. Mereka pasti tahu sesuatu.Tanpa pikir panjang, ia mencari nomor Budi. Nomor itu sering ia hubungi untuk urusan kulit jeruk yang dijadikan sovenir oleh Budi, jadi tak sulit menemukannya. Setelah beberapa detik, telepon tersambung.Budi mengangkat, suaranya serak. "Mira?""Apa yang terjadi? Lani gimana? Bayinya sudah lahir? Budi, cepat bilang!"Hening beberapa saat.Mira semakin gelisah. "Budi, jawab!""Lani masih berjuang." Suara di seberang terdengar lemah.Mira menahan napas. "Kenapa?"Tarikan napas berat terdengar sebelum Budi menjawab. "Pendarahan. Banyak."Jantung Mira serasa berhenti. "Apa... dia baik-baik saja?""Dokte

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 296. Kebencian

    Mira menggenggam tangannya erat. Hatinya semakin gelisah, perasaan itu tak mau hilang sejak mereka meninggalkan rumah.Marni duduk di sebelahnya, wajahnya murung. Biasanya, perempuan itu tidak pernah kehabisan kata-kata jika sudah membahas Lani, tapi kali ini berbeda. Ada kegelisahan yang terpancar jelas di wajahnya. Keponakan suaminya hanya Lani. Dia yang duluh selalu membenci Lani merasa takut jika terjadi sesuatu pada Lani."Aku takut," gumam Marni tiba-tiba.Mira menoleh, menatap Marni yang mengusap wajah dengan tangan gemetar."Takut kehilangan Lani," lanjutnya dengan suara lirih.Mira merasakan hal yang sama. Perasaan yang menyesakkan dada.Di sebela mereka, Tukiran juga tidak bisa duduk diam. Beberapa kali ia berjalan, menengok sibuknya lalu lintas yang melewati jalan besar di depannya, mondar-mandir gelisah."Tolong lebih cepat, Pak," kata Rey pada tukang tambal ban yang sedang bekerja.Laki-laki itu hanya menoleh sebentar, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya dengan kecepatan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status