Home / Romansa / ISTRI SIRI TENTARA ALIM / Bab 190. Mencari jalan

Share

Bab 190. Mencari jalan

Author: HaniHadi_LTF
last update Huling Na-update: 2025-01-16 04:27:04

"Sayang, telpon kamu bunyi," ucap Alzam sambil membawa handphone Lani yang tadi di kamarnya ke ruang tamu, saat Lani duduk-duduk di sana bersama Mbok Sarem sambil nonton TV.

"Terimakasih, Mas."Diambilnya handphone itu sambil menyingkir ke ruang depan agar tak tercampur dengan suara televisi. Dia menatap layar ponselnya yang menyala, diangkatnya panggilan itu tanpa ragu.

"Mbak!" suara ceria seorang gadis kecil terdengar di seberang. "Mbak, lagi apa?"

"Senja, sayang. Mbak lagi santai. Kamu gimana? Tadi sekolahnya seru?" Lani menyandarkan tubuh ke sofa, senyumnya mengembang.

"Seru banget, Mbak!" jawab Senja antusias. "Tadi aku ketemu teman baru. Namanya Gita. Dia baik, terus dia suka ngajarin aku matematika. Gita tuh pintar banget!"

"Wah, hebat. Kalau gitu, kamu juga harus belajar dari Gita, ya. Nanti bisa jadi pintar juga," balas Lani sambil mendengar tawa kecil Senja.

"Bak, tadi di kantin aku lihat kucing kecil! Tapi aku nggak boleh bawa pulang. Kata Bu Guru, kucing itu milik sekolah
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 191. Diandra

    Damar berdiri di depan pagar rumah yang pernah menjadi bagian dari kehidupannya. Rumah itu dulu penuh warna dan tawa, tempat ia dan Vero membangun harapan. Namun, sekarang... pemandangan di depannya membuat dadanya sesak.Cat dindingnya memudar, banyak yang terkelupas, dan halaman yang dulu rapi kini penuh ilalang liar. Beberapa daun pintu terlihat retak, sementara jendela-jendelanya berdebu, seperti lama tak dibersihkan. Ia menggenggam erat setangkai bunga di tangannya, bunga mawar putih yang ia beli untuk Diandra, putrinya. Sepertinya aku tidask salah rumah. Tapi kenapa rumah ini berubah? Apakah Bi Ira tak lagi di sini dan membersihkannya? Damar teringat nama asisrten rumah tangga mereka. Baru juga setahun lebih, rumah yang dia berikan untuk Vero sebagai rumah untuk anaknya itu, seperti asing baginya."Kenapa bisa jadi begini?" gumamnya pelan, matanya menyapu pemandangan suram itu.Dengan langkah berat, Damar mendekat ke pintu. Tangannya mencari bel, namun ternyata sudah tak berfung

    Huling Na-update : 2025-01-16
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 192. Dia butuh Ibu

    Saat Damar hendak pergi bersama Diandra, Vero menahan tangannya. Wajahnya tampak tegang."Dam, aku tahu aku nggak pantas minta tolong, tapi aku butuh bantuanmu."Damar berbalik, menatapnya dengan alis terangkat. "Apa lagi, Vero?""Ini tentang Diandra..." Vero terdiam sejenak, mencoba menguatkan dirinya. "Aku rasa aku nggak bisa merawatnya lagi."Damar terpaku, hatinya tercekat mendengar pengakuan itu. Diandra yang mendengar percakapan mereka hanya bisa menatap bingung dari sisi Damar."Apa maksudmu, Vero? Kamu mau meninggalkannya?"Vero menundukkan kepala, air matanya jatuh ke lantai. "Aku... aku nggak punya pilihan. Aku mau coba kerja ke luar negri."Damar memandangi Vero dengan tatapan yang sulit ditebak. Ada kekecewaan, kemarahan, sekaligus sesuatu yang menyerupai rasa iba. Ia mendekat selangkah, lalu berhenti, menahan napas sebelum akhirnya berbicara."Jadi ini maumu, Vero? Pergi ke luar negeri, menitipkan Diandra ke aku, dan berharap semuanya akan baik-baik saja?"Vero mendongak.

    Huling Na-update : 2025-01-17
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 193. Pertemuan

    Mobil melaju pelan melewati jalanan yang ramai, ditemani percakapan santai di dalamnya. Lani duduk di kursi depan, melirik ke arah Alzam yang fokus pada kemudi. Di kursi belakang, Mira memandangi jalanan dengan tatapan kosong."Jadi, gimana Damar, Mbak?" Lani membuka percakapan, mengangkat alis penuh rasa ingin tahu. ' Kok nggak pernah cerita ke aku?"Mira tersentak, lalu tertawa kecil. "Entahlah, Lani." Ia mengangkat bahu, mengalihkan pandangan ke luar jendela. "Kayaknya Ibu masih belum setuju sama dia. Lagian..." Mira menghela napas, suaranya melembut, "Mas Damar juga belakangan ini kalau aku telpon seolah-olah menghindar."Lani memiringkan kepala, melirik Mira lewat kaca spion dalam. "Menghindar? Maksudnya?""Aku nggak tahu, Lani." Mira tersenyum tipis, mencoba menutupi kegundahannya.Lani melirik Alzam. "Mas, kamu tahu sesuatu soal ini?"Alzam menatap lurus ke depan, menggenggam setir dengan erat. "Aku nggak terlalu tahu banyak soal mereka. Tapi, kalau boleh jujur, aku rasa Damar

    Huling Na-update : 2025-01-17
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 194. Jalan satu-satunya

    Damar mematikan telepon dengan tangan gemetar. Langkahnya tertahan di tengah keramaian mal. Bayangan Mira seolah-olah terus menari di benaknya, membuat pikirannya tak tenang. Namun, suara tawa Diandra yang memeluk bonekanya membawanya kembali ke kenyataan."Papa, aku haus," ucap Diandra.Damar mengangguk pelan. "Ayo, kita cari tempat duduk dulu."Mereka berdua menuju kedai kecil di pojokan mal. Diandra duduk manis, menyantap makanan dan minumannya. Namun, Damar hanya menatap kosong ke meja, pikirannya masih bergelut dengan perasaan kebingungan antara Mira dan Diandra.Seketika, ia teringat Bu Ira. "Diandra mau diasuh Bu Ira lagi?" tanyanya."Bu Ira?" Seketika mata Diandra berbinar. Lalu mengangguk. Ia lalu memutuskan untuk pergi ke rumah Bu Ira setelah ini."Assalamu'alaikum," Damar mengetuk pintu rumah kecil itu.Seorang wanita paruh baya muncul, wajahnya terlihat lelah namun ramah. "Wa'alaikumussalam. Oh, Damar. Ada apa?" tanyanya.Damar tersenyum canggung. "Bu, saya mau minta tolo

    Huling Na-update : 2025-01-18
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 195. Permohonan

    Pagi baru saja merayap ketika Alzam keluar dari kamar mandi dengan handuk tergantung di bahunya. Ia berhenti sejenak, menatap Lani yang masih terbaring di tempat tidur dengan selimut menutupi tubuhnya hingga dada. Wajah Lani terlihat pucat di bawah sinar redup lampu tidur."Kamu sakit?" tanya Alzam, suaranya dipenuhi kekhawatiran. Ia mendekat, duduk di sisi tempat tidur, lalu menyentuh kening Lani.Lani membuka mata perlahan, menatap Alzam dengan sorot lemah. "Nggak apa-apa. Cuma sedikit pusing," jawabnya lirih."Apa karena Adik yang bikin kamu pusing?" Alzam memegang perut Lani "Adik, jangan nakal, ya. Kasihan Bunda kesakitan," ucapnya lalu terkekeh saat menyadari bayi yang dipegangnya bergerak. "Dia denger, Sayang."Lani ikut tersenyum melihat kekonyolan Alzam."Tunggu sebentar, aku ambilkan air hangat," kata Alzam sambil bangkit setelah memegang kening Lani dan tidak mendapati Lani demam seperti dugaannya."Mas," panggil Lani pelan, membuatnya berhenti di tengah langkah. "Nggak per

    Huling Na-update : 2025-01-18
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 196. Menanti jawaban

    "Mas," panggil Lani pelan.Alzam melipat koran dan menatapnya. "Ada apa?""Aku... mau keluar sebentar. Mira janji ketemuan di kafe sama Damar." "Kenapa nggak suruh dia ke sini saja?"Lani menggeleng. "Ada yang ingin dia bicarakan, dan sepertinya lebih nyaman di luar."Alzam terdiam sesaat, lalu mengangguk. "Oke, aku antar.""Tapi aku sudah minta Pak Surip. Lagipula ini urusan biasa, nggak perlu repot-repot."Ada kerutan di dahi Alzam, tapi ia hanya menatap Lani beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah. Tapi kalau ada apa-apa, kabari aku."Lani tersenyum tipis. "Terima kasih, Mas." Sebuah ciuman didaratkan Lani di pipi Alzam, membuat alzam malah menariknya dan menghadiai Lani ciuman di bibirnya.Mobil melaju pelan di jalan yang agak lengang. Pak Surip, supir pabrik yang biasa mengantar Lani untuk urusan kerja, duduk tenang di belakang kemudi. Sementara itu, Lani dan Mira berbincang ringan di jok belakang, sesekali tertawa kecil."Jadi, Damar ngajak ketemu lagi?" Mira men

    Huling Na-update : 2025-01-19
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 197. Tandatangan

    Kopi panas di cangkir Damar mengepul, aroma pahitnya samar bercampur harum teh melati yang dipesan Mira. Diandra duduk manis di kursinya, menggoyang-goyangkan kaki sambil memainkan sedotan plastik dari es krimnya. Suasana hangat terjalin di antara mereka, meskipun ada ketegangan kecil yang sulit diabaikan.Mira diam. Lani hanya mengamati dengan tenang, membiarkan kedua orang itu berbicara."Tapi," suara Mira kembali terdengar. "Kamu tahu kan, Damar? Seberapapun besarnya cintamu untuk Diandra, seorang anak tetap butuh ibunya."Damar menatap Mira dalam. "Aku tahu, Mira. Tapi aku tidak ingin memberinya sosok ibu yang tidak benar-benar ada untuknya. Aku lebih baik sendiri daripada membiarkan Diandra mengalami hal yang sama lagi."Suara Damar terdengar berat, nyaris bergetar. Mira menunduk, mengusap telapak tangan yang berkeringat."Lalu, apa yang kamu harapkan dariku?" tanyanya pelan.Damar menarik napas panjang. Dia menoleh ke arah Diandra yang kini sibuk menggambar lingkaran kecil di me

    Huling Na-update : 2025-01-19
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 198. Babak Baru

    "Ayo, kita jalan-jalan sebentar. Aku butuh suasana baru." Alzam menarik Lani ke dalam pelukannya."Mau ke mana?" "Ke pasar sore," jawab Alzam sambil menatap Lani penuh cinta.Lani tersenyum tipis, meski hatinya masih bergelut dengan keputusan yang baru saja dia ambil. "Ke pasar sore?" tanyanya sambil melirik suaminya.Alzam mengangguk, matanya berbinar ceria seperti anak kecil yang baru saja menemukan mainan baru. "Iya, aku mau potong rambut. Besok aku ada panggilan dari komandan. Barusan beliau telepon."Lani terdiam sejenak. Kabar itu membangkitkan perasaan campur aduk di dalam dirinya. Ada kebahagiaan untuk Alzam, tapi juga kegetiran yang sulit disembunyikan. "Kamu terlihat senang," komentarnya akhirnya.Alzam tertawa kecil, menggenggam tangan Lani erat. "Tentu saja. Ini kesempatan yang sudah lama aku tunggu-tunggu. Aku bisa meneruskan karierku, Lani. Naik pangkat itu bukan hal yang datang setiap hari, walau itu kini aku tak bisa terlalu berharap setelah kejadian ini.""Baik, aku

    Huling Na-update : 2025-01-20

Pinakabagong kabanata

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 309. Kangen

    "Mir, bayi Alzam gimana?" tanya Rey begitu Mira mengangkat telpon.Mira menahan sendok yang hendak masuk ke mulutnya. Suara Rey terdengar datar, tapi ada sesuatu di balik nada itu."Telpon itu bilang salam duluh kek, ngak langsung gini."Rey terkekeh. "O iya, lupa. Assalamualaikum, Cayangku!""Hm, manis sekali ujungnya.""Tuh, nggak jawab salam malah bilang begitu.""Iya, sampai lupa juga denger terakhirnya." Mira menatap Mbok Sarem yang makan bersamanya. "Walaikumussalam, Raksasa Darat!""Tuh, kan, nggak enak didengernya. Aku bilang Cayang, kamu bales gitu.""Habisnya aku sebel ingat kamu kalau bilang cayang begitu.""Kenapa? Ingat tatapan mesraku ya?""Ingat tatapanmu yang membuatku takut.""Kok takut?"Mira menyimpan senyumnya. Takut jadi makin sayang kamu, Rey, bathinnya. Walau Rey tidak tampan, entah kenapa Mira suka senyumnya yang kharismatik dan penuh ketulusan."Hey, pertanyaanku belum kamu jawab ya?""Yang mana?""Itu tentang bayi Alzam.""Masih di rumah sakit. Tadi sore Lani

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 308. Kapan kamu bisa kupeluk?

    Malam turun perlahan, membawa keheningan yang diselingi suara binatang malam. Lani berbaring gelisah, tangannya menekan dada yang mulai terasa panas dan kencang. Napasnya tak beraturan, keringat dingin membasahi pelipis."Bulek, badannya panas dingin." Mira berbisik pada Towirah yang masih sibuk mencatat siapa saja yang datang tilik bayi.Towirah mengangkat wajah. "Sudah minum obatnya tadi?"Lani menggeleng pelan. "Nggak ada hubungannya, Bu. Ini cuma karena asi terlalu deras."Towirah menatapnya dalam-dalam. Ia tahu anaknya selalu punya asi yang berlimpah. Sejak hamil, Lani rajin minum kuah kacang hijau yang direbus lama, membuat tubuhnya terbiasa menghasilkan asi lebih banyak. Tapi kali ini, situasinya berbeda. Bayinya tak ada, sedangkan tubuhnya tetap memproduksi asi seperti biasa.Mira menatap Lani dengan raut bingung. "Kenapa nggak dipompa aja, Lani?"Lani menutup matanya sebentar, mencoba menahan nyeri yang semakin menusuk. "Nggak kepikiran beli pompa asi waktu beli perlengkapan b

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 307. Cemas

    Pagi itu, embun masih menggantung di ujung daun ketika Senja mengayuh sepedanya melewati jalan desa. Udara segar mengisi paru-parunya, membawa aroma khas sawah yang luas membentang. Roda sepeda berdecit pelan saat ia mengerem di depan rumah yang sudah lama tak disinggahinya.Pintu kayu terbuka, dan dari dalam, seorang gadis kecil dengan kerudung ungu berlari keluar. Wajahnya berbinar, lalu tanpa ragu, dia memeluk Senja erat.“Senja!”Tawa renyah mereka bercampur, membawa kembali kenangan lama.“Kamu tambah tinggi!” seru Azra, matanya penuh rasa ingin tahu.“Ah, biasa aja! Kamu juga tambah cantik,” balas Senja.Azra tertawa kecil, lalu menarik tangan sahabatnya masuk ke dalam rumah. Mereka langsung duduk di beranda, seperti dulu saat mereka menghabiskan sore dengan menghafal ayat-ayat pendek.“Gimana sekolah di kota? Seru nggak?” tanya Azra sambil merangkul sahabatnya itu.Senja meletakkan tangan sahabatnya sebelum menjawab. “Seru, tapi beda banget sama di sini. Semua serba internet.

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 306. Bayi yang ditunggu

    Langit masih gelap ketika Alzam menggoyang pelan bahu Senja. "Ayo bangun, nanti keburu sholat Subuh datang," suaranya lembut, tapi cukup tegas.Senja menggeliat pelan di atas sofa kecil yang disediakan di kamar rumah sakit. Kelopak matanya masih berat, tapi suara Alzam membuatnya berusaha sadar sepenuhnya. Dengan mata yang masih setengah terpejam, dia mendengus kecil."Lima menit lagi..." gumamnya sambil menarik selimut.Alzam tersenyum kecil, lalu menepuk bahu anak tiri sekaligus keponakannya itu, sekali lagi. "Nanti kesiangan. Kakak mau belikan buat sahur. Kamu mau apa? "Senja yang tadinya malas-malasan langsung membuka mata. "Bubur ayam, tapi jangan pakai seledri!" katanya cepat."Oke, nanti Kakak carikan. Tapi sekarang, ayo bangun."Dengan sedikit ogah-ogahan, Senja akhirnya bangkit. Setelah wudhu, dia sholat tahajut di sebelah Alzam. Suasana di kamar rumah sakit masih sepi. Hanya terdengar suara lembut lantunan doa dari bibir mereka. "Jangan tidur lagi, sebentar lagi Kakak be

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 305. Saat harus memberi jawaban

    "Adik, jangan lama-lama, ya," suara suster terdengar lembut namun tegas.Senja tersentak, menoleh ke arah suster yang berdiri di dekat pintu. Tatapan wanita paruh baya itu ramah, tapi tetap mengandung peringatan.Ia menatap lagi ke inkubator, ke bayi mungil yang masih tertidur nyenyak, lalu mengangguk kecil. "Iya, Suster."Tangannya yang semula menempel di kaca perlahan turun. Ia beranjak pergi, tapi langkahnya tak menuju ruang perawatan Lani. Ia berjalan lurus melewati lorong rumah sakit yang terasa sepi, lalu ke arah taman kecil di belakang gedung.Duduk di bangku kayu, Senja menghela napas panjang. Kepalanya terasa penuh.Kenapa semuanya tiba-tiba jadi begini?Beberapa bulan terakhir, ia tinggal di rumah Thoriq, kakeknya, dan sudah merasa nyaman. Elmi, adik Alzam, memperlakukannya seperti anak sendiri. Kemana-mana mereka selalu berdua. Bahkan Aksa, suami Elmi, juga seperti sosok ayah baginya.Tapi di sisi lain, Lani.Ibunya.Mereka sering menghabiskan waktu berdua hanya untuk ngobr

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 304. Memilih

    Kinan masih berdiri tegak, matanya menatap tajam ke arah Agna yang berdiri dengan wajah tanpa ekspresi."Kamu pikir aku nggak tahu apa yang kamu lakukan?" suara Kinan rendah, tapi tajam.Agna menarik napas, berusaha tenang. "Aku nggak ngerti maksudmu.""Jangan pura-pura bodoh," Kinan melangkah lebih dekat. "Selama ini kamu selalu bersembunyi di balik topeng baik-baik, tapi kenyataannya? Kamu selingkuh di belakang suamimu. Untung juga Alzam nggak cinta sama kamu. Kalau cinta, bisa hancur rumah tangga."Pak Bara menghela napas, tak tahu harus bagaimana menghentikan Kinan. "Aku nggak pernah bermaksud menyakiti siapa pun," Agna akhirnya bicara. "Justru karena dia nggak cinta sama aku, hinggah aku,.."Kinan tertawa sinis. "Itu bukan alasan untuk orang selingkuh."Agna menegang."Semua ini memang salahku. Aku yang menyebabkan Agna melakukan semua itu. Jadi tolong, berhentilah menghinanya." Akhirnya Arhand angkat bicara.Air mata sudah menggenang di pip Agna.Pak Bara akhirnya melangkah men

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   303. Saat ingin menjadi orang baik

    Langkah Arhand melambat saat mendekati mobil. Agna, yang berada di sisinya, juga ikut berhenti. Mereka saling bertukar pandang sebelum akhirnya menoleh ke belakang."Mami, Papi duluan aja. Kita masih mau mampir ke ruangan Alzam," ujar Agna, suaranya datar, tapi ada sedikit ketegangan di sana. Merela tau, Sandra tidak akan tinggal diam dengan pemitan mereka.Benar saja, Sandra mendengus, seolah tidak senang dengan keputusan itu. "Buat apa? Mereka pasti sibuk sama bayinya. Ngapain juga kalian ke sana? Merepotkan diri saja," gerutunya."Kita cuma mau pamit," Arhand menimpali. "Sebentar aja."Arya, yang berdiri di sisi Sandra, hanya melirik sekilas. "Iya, Hand, dia saudaramu. Sudah sewajarnya kamu harus pamit padanya. Cepatlah kalau memang itu maumu. Kami bisa duluan pulang."Tanpa menunggu lebih lama, Arhand menggenggam tangan Agna, membawanya melangkah menuju ruang perawatan Lani. Namun, saat mereka tiba di sana, tempat itu kosong. Tidak ada Lani, tidak ada Alzam.Agna mengerutkan kening

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 302. Bayi kita

    Di ruang tunggu rumah sakit, Agna bersandar pada kursi dengan wajah yang sulit suram. Sesekali, kakinya bergerak gelisah, sementara matanya melirik ke arah pintu, menunggu orang yang kini ke ruang administrasi. Arhand masih di dalam, mengurus segala urusan sebelum mereka bisa pulang.Di sebelahnya, Sandra tak henti-henti berbicara."Jadi, Lani akhirnya nggak dapat donor dari Arhand?"Nada suaranya penuh dengan penekanan, seolah ingin memastikan semua orang tahu betapa anehnya keputusan itu.Agna mendengus pelan. Ia melirik Sandra, lalu menoleh ke Arya yang duduk di seberangnya. Dari tadi tingkah maminya begitu membuatnya sebal."Mi, ini sudah bolak-balik dibahas," ucap Agna akhirnya, mencoba menahan kesal."Tapi aneh, kan?" Sandra masih bersikeras. "Masak Arhand, yang katanya peduli, nggak jadi donor? Ada apa sebenarnya? Atau jangan-jangan—""Mi. Sudah ada temannya Mas Alzam yang tiba lebih duluh."Arya memotong cepat. Wajahnya tetap tenang, tapi intonasi suaranya sedikit menekan."K

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 301. Berpelukan

    Rey dan Mira duduk di taman rumah sakit, memperhatikan orang-orang yang berjalan menuju ruang bayi yang tak jauh dari pandangannya, walau di sebrang mereka duduk. Mira ikut menatap ke arah yang sama, tangannya masih menggenggam botol air mineral yang tadi ia beli di kantin rumah sakit."Kita kok belum lihat ke sana. Masih di sini saja?""Jangan ke sana.""Memang kenapa? Aku kan juga pingin lihat gimana rupa bayinya Lani sama Alzam itu," guman Mira."Ntar kamu jadi segera pingin punya anak, padahal kita kan belum waktunya itu,..." Rey terkekeh."Ih, pikiran kamu ngeres." Mira bahkan sempat bergidik saat selintas terbayang Rey sebesar itu mendekatinya."Tuh kan, bayangin aku," gurau Rey.Lagi-lagi Mira bergidik. "Amit-amit deh bayangin kamu, Rey. Yang ada malah aku sawanan. Kamu sebesar itu."Rey terkekeh. Namun dia kemudian terdiam."Lihat, siapa yang datang," gumam Rey pelan.Mira mengernyit. "Siapa?"Sebelum Rey menjawab, seorang lelaki melangkah pelan menuju tempat wudhu di musholla

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status