Home / Romansa / ISTRI SIRI TENTARA ALIM / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of ISTRI SIRI TENTARA ALIM: Chapter 141 - Chapter 150

171 Chapters

Bab 141. Masa lalu

Lani menatap layar handphone-nya. Sejak kepergian Alzam kemarin, dia tak berhenti menatap layar alat itu. Dia juga mencoba menghubungi Alzam, tapi selalu tak aktif. Semalaman bahkan dia bangun berkali-kali dan memohon akan keselamatan suaminya. "Asalamualaikum, Bu," akhirnya Lani menelpon ibunya."Waalaikumussalam, Nak. Kamu di mana?""Di pabrik ini, Bu.""O, ya,.. kapan hari Mira diantar budemu ke sana.""Iya, Bu. Sekarang dia sepertinya bahagia kerja di sini," ucap Lani dengan menatap Mira di ruangannya. Dia bahkan terlihat cekatan."Sukurlah, Dhuk.""Tapi Lani ghak bisa bawa Mira tinggal di rumah Lani, Bu. Kamarnya cuma dua. Lagian ghak enak sama Mas Alzam. ""Iya, ghak apa, Dhuk.""Ada khabar Senja, Bu?" "Ghak ada, Dhuk. Tiap Ibu coba telpon nomernya ghak aktif.""Sepertinya dia tidak pakai nomer itu lagi, Bu. Saya juga sudah coba telpon Ummi, tapi Ummi bilang suruh biarkan Senja tenang duluh.""Kamu ghak usah banyak kikir, Dhuk. Dia akan baik-baik saja. Pikirkan saja anak yang
last updateLast Updated : 2024-12-26
Read more

Bab 142. Bayangan

"Arhand?" Agna berdiri dengan wajah kaget, melihat sepupu suaminya itu berdiri di sana dengan santai, seperti tidak ada yang salah. Wajah tampannya bahkan menyunggingkan senyum."Selamat pagi, Agna. Cantik sekali seperti biasa," ucap Arhand sambil melangkah mendekat."Kamu ngapain di sini? Ini kantorku! Pergi sekarang juga sebelum aku panggil keamanan!" seru Agna, suaranya bergetar, campuran antara marah dan ketakutan akan malam itu yang mungkin akan diketahui orang kantornya. Walau di lingkungannya hal seperti itu juga bukan hal yang tabu dilakukan rekan-rekan kerjanya.Arhand tersenyum sinis. "Tenang, aku cuma mau ajak kamu ngoborol. Habisnya saat kamu aku telpon tidak kamu tanggapi. Padahal aku ingin sekai bisa bicara denganmu, Agna. Aku kangen. Apalagi setelah... kejadian malam itu."Wajah Agna memerah, baik karena malu maupun marah. "Kamu menjebak aku! Itu bukan sesuatu yang pantas dibanggakan dan dibicarakan, Arhand!""Panggil apa saja, jebakan, rencana, atau bahkan takdir," bala
last updateLast Updated : 2024-12-26
Read more

Bab 143. Ketakutan

"Hutan ini terlalu sunyi," ujar Reynaldi sambil mengintip dari balik pepohonan lebat. Suaranya pelan, hampir seperti bisikan. "Kamu yakin kita di jalur yang benar?"Alzam mengangguk, meski napasnya memburu setelah berlari sejauh itu. Telinganya terus waspada, mendengar derap langkah samar di belakang mereka. "Mereka pasti tahu kita di sini. Kita harus bergerak cepat."Rey mengangguk dan melanjutkan langkahnya, menelusuri jalan setapak yang nyaris tak terlihat. Di kejauhan, suara burung hantu sesekali memecah keheningan, membuat suasana semakin mencekam."Kamu lihat apa tadi di tenda itu?" tanya Rey, berhenti sejenak untuk memastikan tak ada yang mengintai.Alzam menyeka keringat di dahinya. "Dua sandera. Mereka diikat di pojok tenda. Ada empat penjaga, dua bersenjata lengkap. Kita harus mencari cara masuk tanpa menarik perhatian.""Dan kalau mereka tahu kita di sini?" Rey menatap tajam, jelas khawatir.Alzam tersenyum tipis, meski matanya penuh ketegangan. "Maka kita improvisasi."Lan
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

Bab 144. Gelisah

Langkah pria itu terdengar mantap di beranda. Hentakan sepatu hitamnya menciptakan irama tegas di teras rumah itu. Tak lama, terdengar bel dibunyikan. Mbok Saren, yang tengah menyiapkan makan malam, segera menghentikan gerakannya ketika pria itu kembali membunyikan bel. Mbok Sarem melangkah dengan pelan namun penuh kepastian di tengah keheranannya, menebak siapa yang betamu sore-sore begini."Permisi," suara bassnya terdengar saat Mbok Saren membuka pintu, memperlihatkan pria itu berdiri tegap, wajahnya mengulas senyum."Ada apa, Mas?" tanya Mbok Sarem, suaranya sedikit cemas. Walau lelaki dengan celana jeans dan kaos itu tersenyum ramah, namun wajahnya yang melongok ke dalam rumah, seolah mencari sesuatu, membuat Mbok Sarem sedikit waspada."Apakah Lani ada di rumah?" tanya pria itu singkat.Mbok Saren mengerutkan dahi, matanya mengamati wajah pria itu yang tampak rileks. Rumah Lani memang hampir tak pernah menerima tamu. Jika urusan pabrik selalu di pabrik. Jika urusan lain, selalu
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

Bab 145. Terlena

Langkah Lani terasa berat saat keluar dari kamarnya. Namun, senyuman kecil ia paksa hadir di bibirnya. Ketika sampai di ruang tamu, ia mendapati Damar dan Mira sudah duduk berhadap-hadapan. Mira tampak menunduk, menghindari tatapan, sementara Damar hanya tersenyum tipis, mengangguk pada Lani."Wah, kalian sudah janjian, ya?" sapa Lani, mencoba mencairkan suasana.Damar tersenyum tipis, tetapi Mira semakin canggung. "Dia yang ngajak janjian, Lani," ujar Mira, akhirnya bersuara. "Sejak waktu itu, dia hampir setiap saat menelepon. Aku pikir, ya sudahlah, mungkin ini saatnya kita ketemu."Lani menatap keduanya bergantian, senyumnya kini lebih lebar. "Dia kalau lagi jatuh cinta, memang suka begitu, agresif."Mira kaget, wajahnya memerah, sementara Damar tergelak kecil. "Lho, kamu kok tahu, Lani?" tanya Mira, berusaha terdengar santai, tetapi matanya penuh kewaspadaan."Aku dulu jualan gorengan di pertokoan tempat dia jual suvenir, jadi tahu saja," jawab Lani sambil menahan tawa kecil.Ucap
last updateLast Updated : 2024-12-28
Read more

Bab 146. Senyum yang memudar

.Pagi hari, Agna hadir dalam pertemuan bulanan Persit (Persatuan Istri Tentara) yang diadakan di aula markas besar batalyon tempat Alzam bertugas. Ruangan itu dipenuhi oleh puluhan ibu-ibu, semuanya mengenakan seragam hijau khas Persit. Aroma teh melati dan kue tradisional memenuhi ruangan, sementara suara obrolan hangat terdengar di seluruh ruangan.Di sudut ruangan, sebuah meja besar disiapkan, penuh dengan penganan lokal—risoles, lemper, kue lapis, hingga pastel. Beberapa ibu sibuk mengatur posisi makanan sambil bercanda. "Ayo, Bu Agna, coba ini! Pastelnya masih hangat," sapa seorang ibu sambil menyodorkan piring kecil.Agna tersenyum Ia menoleh saat seorang wanita muda, yang tampak berusia sekitar 25 tahun, mendekatinya. Wanita itu mengenakan hijab abu-abu yang elegan, matanya cerah tetapi menyiratkan sedikit kecemasan."Maaf, Bu Agna, saya Ria. Suami saya baru bergabung dengan kru Kapten Alzam dalam misi kali ini.""Oh, begitu? Bagaimana kabar mereka? Aku dengar misi kali ini s
last updateLast Updated : 2024-12-28
Read more

Bab 147. Tanpa pengakuan

Lani yang baru saja datang dari pabrik, sedang memarkir sepeda maticnya saat terlihat mobil militer datang dan menurunkan Alzam. Berdiri di teras dia menyunggingkan senyum saat pria yang dicintainya itu tersenyum padanya. Namun senyum dan kerinduan Lani itu menjadi kelu saat dilihatnya Agna menyongsong Alzam dan memeluknya. Seketika hatinya hancur, terlebih saat melihat beberapa orang mendekat dan bertanya soal Alzam, dan Agna dengan semangat melayani orang- orang desa yang lewat itu.Kini Lani hanya mematung di balik tirai jendela. Matanya memerah, mengingat Alzam yang baru turun dari mobil militer tadi. Tubuhnya masih tampak gagah meski wajahnya memancarkan kelelahan dan muka yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Tapi bukan itu yang kini membuatnya tercekat dan hatinya hancur.Agna.Mengingat betapa wanita itu langsung berlari menghampiri Alzam, memeluknya erat di depan semua orang. Tawa ceria terdengar dari beberapa penduduk sini yang lewat, yang ikut menyambut kedatangan Alzam. "Wah, Bu
last updateLast Updated : 2024-12-28
Read more

148. Kekhawatiran yang terwujud

Alzam hanya diam menelan ludah. Apa yang duluh pernah mereka khawatirkan kini terjadi. Apa yang bisa dia lakukan? Apa yang bisa dia berikan pada anak itu? Secara hukum mereka tidak punya surat nikah.Lani masih tidur di sudut ranjang, membelakangi Alzam. Punggungnya gemetar menahan tangis, meskipun ia mati-matian menjaga agar suara isaknya tidak terdengar. Alzam yang masih duduk mematung di tepi tempat tidur, hanya menunduk. Tatapannya tajam, penuh rasa bersalah. Terlebih jika dia mengingat betapa cerobohnya dia saat mengajak Agna menikah. Ia tahu betul wanita di hadapannya sedang terluka, tetapi kata-katanya seperti terhenti di tenggorokan. "Lani..." Suaranya bergetar pelan. "Apa yang bisa aku lakukan untuk menebus kesalahanku padamu, pada anak kita?"Alzam mendekat, merebahkan dirinya di ranjang. Tangannya terulur, namun ia menahan diri ketika Lani menepis gerakannya dengan dingin."Aku nggak ingin membahasa apa-apa lagi, Mas. Pergilah.""Pergi ke mana? Sudah seminggu aku menahan
last updateLast Updated : 2024-12-29
Read more

Bab 149. Bumil, masih ada yang mau?

Alzam berdiri di sudut ruang tamu dengan pandangan nanar. Foto di ponsel Agna masih tergambar jelas di kepalanya—Lani berdiri bersama seorang pria yang tampak rapi, terlebih dia Damar. Senyum mereka begitu akrab. Dadanya sesak, gemuruh marah beradu dengan gelombang cemburu yang tak tertahankan. Ia merasa tersayat, seperti ada pisau yang menusuknya dari dalam."Damar..." gumam Alzam pelan, nyaris seperti desisan. Namun nama itu membuat emosinya memuncak. Apa yang pria itu lakukan di rumah Lani? pikirnya. Kapan hari dia sudah mengingatkan untuk menjahui Lani. Kenapa kali ini masih balik lagi?" Siapa yang akan mau sama wanita bunting, Mas? " Lani pernah mengatakan semua itu saat dia cemburu pada Rey. Namun bagi Alzam, jika seseorang yang jatuh cinta, akan sama dengan dirinya, yang tak pernah memandang siapa dia. Terlebih bagi Alzam, pesona Lani yang kuning lansat bersinar dengan pipi kemerahan alami itu selalu membuat orang meliriknya. Seperti saat mereka singgah di rumah makan saat pe
last updateLast Updated : 2024-12-29
Read more

Bab 150. Memaksa

Pandangan Alzam menyapu isi rumah Lani yang tampak sepi, hanya ada Mbok Sarem yang duduk di bangku kayu di dapur, sibuk dengan racikan bumbu di tangannya. Lani selalu menyuruhnya menyiapkan bumbu untuk persiapan empat hari saat Alzam di rumahnya."Mbok," panggil Alzam sambil melangkah mendekat. Wajahnya tetap tegang, pikirannya penuh dengan bayangan tadi saat bersama Agna."Oh, Mas Alzam. Ghak kerja, Mas?""Libur hari ini, Mbok. Setelah pulang dari misi. Sepertinya Mbok sudah lupa."Mbok Sarem terkekeh.Alzam melirik pintu kamar yang sedikit terbuka. Ada sesuatu yang dia tahan. Keinginan yang di ubun-ubun. "Dia nggak pulang makan siang, Mbok?""Ndak, paling, Mas. Pagi tadi juga makannya cuma sedikit. Sepertinya lagi nggak enak badan," jawab Mbok Sarem, nada suaranya penuh kekhawatiran.Alzam hanya bergumam pelan sambil melirik jam di tangannya. Sudah pukul satu siang, tapi Lani belum terlihat. Padahal biasanya kalau pulang jam duabelas. Dia menarik napas panjang, lalu mengaktifkan pon
last updateLast Updated : 2024-12-30
Read more
PREV
1
...
131415161718
DMCA.com Protection Status