Share

Bab 143. Ketakutan

Penulis: HaniHadi_LTF
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-27 17:12:18

"Hutan ini terlalu sunyi," ujar Reynaldi sambil mengintip dari balik pepohonan lebat. Suaranya pelan, hampir seperti bisikan. "Kamu yakin kita di jalur yang benar?"

Alzam mengangguk, meski napasnya memburu setelah berlari sejauh itu. Telinganya terus waspada, mendengar derap langkah samar di belakang mereka. "Mereka pasti tahu kita di sini. Kita harus bergerak cepat."

Rey mengangguk dan melanjutkan langkahnya, menelusuri jalan setapak yang nyaris tak terlihat. Di kejauhan, suara burung hantu sesekali memecah keheningan, membuat suasana semakin mencekam.

"Kamu lihat apa tadi di tenda itu?" tanya Rey, berhenti sejenak untuk memastikan tak ada yang mengintai.

Alzam menyeka keringat di dahinya. "Dua sandera. Mereka diikat di pojok tenda. Ada empat penjaga, dua bersenjata lengkap. Kita harus mencari cara masuk tanpa menarik perhatian."

"Dan kalau mereka tahu kita di sini?" Rey menatap tajam, jelas khawatir.

Alzam tersenyum tipis, meski matanya penuh ketegangan. "Maka kita improvisasi."

Lan
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Zidan Kasan
kamu yang busuk tapi mau mengkambing hitamkan lani, agna" apapun usahamu lani orang yang tekun ibadah nya dan selalu meminta perlindungan dan pertolongan sama Alloh kamu pasti kalah agna dan malah kebusukanmu yg bakal terungkap
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 144. Gelisah

    Langkah pria itu terdengar mantap di beranda. Hentakan sepatu hitamnya menciptakan irama tegas di teras rumah itu. Tak lama, terdengar bel dibunyikan. Mbok Saren, yang tengah menyiapkan makan malam, segera menghentikan gerakannya ketika pria itu kembali membunyikan bel. Mbok Sarem melangkah dengan pelan namun penuh kepastian di tengah keheranannya, menebak siapa yang betamu sore-sore begini."Permisi," suara bassnya terdengar saat Mbok Saren membuka pintu, memperlihatkan pria itu berdiri tegap, wajahnya mengulas senyum."Ada apa, Mas?" tanya Mbok Sarem, suaranya sedikit cemas. Walau lelaki dengan celana jeans dan kaos itu tersenyum ramah, namun wajahnya yang melongok ke dalam rumah, seolah mencari sesuatu, membuat Mbok Sarem sedikit waspada."Apakah Lani ada di rumah?" tanya pria itu singkat.Mbok Saren mengerutkan dahi, matanya mengamati wajah pria itu yang tampak rileks. Rumah Lani memang hampir tak pernah menerima tamu. Jika urusan pabrik selalu di pabrik. Jika urusan lain, selalu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 145. Terlena

    Langkah Lani terasa berat saat keluar dari kamarnya. Namun, senyuman kecil ia paksa hadir di bibirnya. Ketika sampai di ruang tamu, ia mendapati Damar dan Mira sudah duduk berhadap-hadapan. Mira tampak menunduk, menghindari tatapan, sementara Damar hanya tersenyum tipis, mengangguk pada Lani."Wah, kalian sudah janjian, ya?" sapa Lani, mencoba mencairkan suasana.Damar tersenyum tipis, tetapi Mira semakin canggung. "Dia yang ngajak janjian, Lani," ujar Mira, akhirnya bersuara. "Sejak waktu itu, dia hampir setiap saat menelepon. Aku pikir, ya sudahlah, mungkin ini saatnya kita ketemu."Lani menatap keduanya bergantian, senyumnya kini lebih lebar. "Dia kalau lagi jatuh cinta, memang suka begitu, agresif."Mira kaget, wajahnya memerah, sementara Damar tergelak kecil. "Lho, kamu kok tahu, Lani?" tanya Mira, berusaha terdengar santai, tetapi matanya penuh kewaspadaan."Aku dulu jualan gorengan di pertokoan tempat dia jual suvenir, jadi tahu saja," jawab Lani sambil menahan tawa kecil.Ucap

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 146. Senyum yang memudar

    .Pagi hari, Agna hadir dalam pertemuan bulanan Persit (Persatuan Istri Tentara) yang diadakan di aula markas besar batalyon tempat Alzam bertugas. Ruangan itu dipenuhi oleh puluhan ibu-ibu, semuanya mengenakan seragam hijau khas Persit. Aroma teh melati dan kue tradisional memenuhi ruangan, sementara suara obrolan hangat terdengar di seluruh ruangan.Di sudut ruangan, sebuah meja besar disiapkan, penuh dengan penganan lokal—risoles, lemper, kue lapis, hingga pastel. Beberapa ibu sibuk mengatur posisi makanan sambil bercanda. "Ayo, Bu Agna, coba ini! Pastelnya masih hangat," sapa seorang ibu sambil menyodorkan piring kecil.Agna tersenyum Ia menoleh saat seorang wanita muda, yang tampak berusia sekitar 25 tahun, mendekatinya. Wanita itu mengenakan hijab abu-abu yang elegan, matanya cerah tetapi menyiratkan sedikit kecemasan."Maaf, Bu Agna, saya Ria. Suami saya baru bergabung dengan kru Kapten Alzam dalam misi kali ini.""Oh, begitu? Bagaimana kabar mereka? Aku dengar misi kali ini s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 147. Tanpa pengakuan

    Lani yang baru saja datang dari pabrik, sedang memarkir sepeda maticnya saat terlihat mobil militer datang dan menurunkan Alzam. Berdiri di teras dia menyunggingkan senyum saat pria yang dicintainya itu tersenyum padanya. Namun senyum dan kerinduan Lani itu menjadi kelu saat dilihatnya Agna menyongsong Alzam dan memeluknya. Seketika hatinya hancur, terlebih saat melihat beberapa orang mendekat dan bertanya soal Alzam, dan Agna dengan semangat melayani orang- orang desa yang lewat itu.Kini Lani hanya mematung di balik tirai jendela. Matanya memerah, mengingat Alzam yang baru turun dari mobil militer tadi. Tubuhnya masih tampak gagah meski wajahnya memancarkan kelelahan dan muka yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Tapi bukan itu yang kini membuatnya tercekat dan hatinya hancur.Agna.Mengingat betapa wanita itu langsung berlari menghampiri Alzam, memeluknya erat di depan semua orang. Tawa ceria terdengar dari beberapa penduduk sini yang lewat, yang ikut menyambut kedatangan Alzam. "Wah, Bu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   148. Kekhawatiran yang terwujud

    Alzam hanya diam menelan ludah. Apa yang duluh pernah mereka khawatirkan kini terjadi. Apa yang bisa dia lakukan? Apa yang bisa dia berikan pada anak itu? Secara hukum mereka tidak punya surat nikah.Lani masih tidur di sudut ranjang, membelakangi Alzam. Punggungnya gemetar menahan tangis, meskipun ia mati-matian menjaga agar suara isaknya tidak terdengar. Alzam yang masih duduk mematung di tepi tempat tidur, hanya menunduk. Tatapannya tajam, penuh rasa bersalah. Terlebih jika dia mengingat betapa cerobohnya dia saat mengajak Agna menikah. Ia tahu betul wanita di hadapannya sedang terluka, tetapi kata-katanya seperti terhenti di tenggorokan. "Lani..." Suaranya bergetar pelan. "Apa yang bisa aku lakukan untuk menebus kesalahanku padamu, pada anak kita?"Alzam mendekat, merebahkan dirinya di ranjang. Tangannya terulur, namun ia menahan diri ketika Lani menepis gerakannya dengan dingin."Aku nggak ingin membahasa apa-apa lagi, Mas. Pergilah.""Pergi ke mana? Sudah seminggu aku menahan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 149. Bumil, masih ada yang mau?

    Alzam berdiri di sudut ruang tamu dengan pandangan nanar. Foto di ponsel Agna masih tergambar jelas di kepalanya—Lani berdiri bersama seorang pria yang tampak rapi, terlebih dia Damar. Senyum mereka begitu akrab. Dadanya sesak, gemuruh marah beradu dengan gelombang cemburu yang tak tertahankan. Ia merasa tersayat, seperti ada pisau yang menusuknya dari dalam."Damar..." gumam Alzam pelan, nyaris seperti desisan. Namun nama itu membuat emosinya memuncak. Apa yang pria itu lakukan di rumah Lani? pikirnya. Kapan hari dia sudah mengingatkan untuk menjahui Lani. Kenapa kali ini masih balik lagi?" Siapa yang akan mau sama wanita bunting, Mas? " Lani pernah mengatakan semua itu saat dia cemburu pada Rey. Namun bagi Alzam, jika seseorang yang jatuh cinta, akan sama dengan dirinya, yang tak pernah memandang siapa dia. Terlebih bagi Alzam, pesona Lani yang kuning lansat bersinar dengan pipi kemerahan alami itu selalu membuat orang meliriknya. Seperti saat mereka singgah di rumah makan saat pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 150. Memaksa

    Pandangan Alzam menyapu isi rumah Lani yang tampak sepi, hanya ada Mbok Sarem yang duduk di bangku kayu di dapur, sibuk dengan racikan bumbu di tangannya. Lani selalu menyuruhnya menyiapkan bumbu untuk persiapan empat hari saat Alzam di rumahnya."Mbok," panggil Alzam sambil melangkah mendekat. Wajahnya tetap tegang, pikirannya penuh dengan bayangan tadi saat bersama Agna."Oh, Mas Alzam. Ghak kerja, Mas?""Libur hari ini, Mbok. Setelah pulang dari misi. Sepertinya Mbok sudah lupa."Mbok Sarem terkekeh.Alzam melirik pintu kamar yang sedikit terbuka. Ada sesuatu yang dia tahan. Keinginan yang di ubun-ubun. "Dia nggak pulang makan siang, Mbok?""Ndak, paling, Mas. Pagi tadi juga makannya cuma sedikit. Sepertinya lagi nggak enak badan," jawab Mbok Sarem, nada suaranya penuh kekhawatiran.Alzam hanya bergumam pelan sambil melirik jam di tangannya. Sudah pukul satu siang, tapi Lani belum terlihat. Padahal biasanya kalau pulang jam duabelas. Dia menarik napas panjang, lalu mengaktifkan pon

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 151. Nyatanya

    Lani keluar dari kamar menuju ruang makan dengan langkah perlahan. Senyum kecil menghiasi wajahnya, membuat Mbok Sarem yang masih duduk di bangku panjang teras mencandainya."Wah, wajahnya cerah sekali, Dhuk. Apa sudah sembuh dari nggak enak badan tadi pagi?" Mbok melirik sambil tersenyum simpul. "atau karena yang baru masuk tadi yang bikin enak hati?" candanya.Lani hanya diam menunduk, tanpa menjawab. Dengan senyum malu yang membuat pipinya makin kemerahan. Duduk di kursi meja makan, ia menatap nasi, lauk, dan sayur yang sudah disajikan di atas meja dengan tudung saji. Mendadak, perutnya terasa lapar. Dia menyendokkan makanan ke piring dan mulai makan dalam diam, mencoba menenangkan hatinya yang masih diliputi emosi dan rasa bersalah saat dia merasa tak baik pada suaminya itu, setelah melihat apa yang ada di kain tadi.Kenapa aku merasa... Mas Alzam baru melakukan hubungan itu denganku? pikirnya sambil menatap kosong piring di depannya. Sesaat dia tertegun, mengingat sesuatu.Apa A

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30

Bab terbaru

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 205. Adaptasi

    Malam itu terasa dingin menusuk. Alzam menggigil di atas ranjang, tubuhnya terasa lengket setelah mandi besar di kamar mandi luar rumah Lani. Meski sudah mengenakan jaket, hawa dingin masih meresap hingga ke tulang. Lani yang terlelap di sebelahnya mulai gelisah mendengar bunyi nafas berat suaminya. Ia membuka mata perlahan, mendapati Alzam yang meringkuk sambil memeluk tubuhnya sendiri. Rambutnya basah, wajahnya pucat.Lani duduk, membelai rambut Alzam. "Mas, malam-malam begini kamu sudah keramas?" tanyanya setengah mengantuk.Alzam hanya mengangguk tanpa berkata. Tubuhnya gemetar. Dia dari tadi menahan diri tak memeluk Lani untuk menghangatkan tubuhnya karena takut Lani bangun."Kenapa nggak bangunin aku dulu kalau mau mandi? Aku kan bisa bantu bikin air hangat." Lani segera menyelinap di dada suaminya.Alzam mendesah, malu-malu. "Aku... nggak enak. Kalau tengah malam masak air, nanti ibu atau bapak terbangun. Dilihat mereka malu, Lani."Lani menahan tawa. "Jadi, Mas mandi pakai air

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 204. Bahagia itu sederhana

    "Alzam!" Terdengar Towirah memanggil."Dalem, Bu," jawab Alzam dalam bahasa Jawa yang artinya iya. Dia lalu bangkit dari rebahannya setelah ditinggalkan Lani ke dapur."Ayo cepet makan, Le. Kelihatan makanannya sudah disiapkan Lani. Kebetulan tadi dikasih tetangga ikan lele.""Engge, Bu." Alzam memang sudah merasakan perutnya keroncongan, terlebih mendengar kata ikan lele, dia sudah membayangkan sambal Lani yang pas di lidahnya. Sejak dia pulang dan mendapati kertas Lani di atas meja riasnya, dia sudah tidak sanggup makan atau minum. Dan sekarang, kejengkelannya pada Lani karena seolah menanggapi keluhannya dengan gurauan, membuatnya masih enggan keluar. Sampai ditahannya keinginannya makan.Lani memang sudah jenuh dengan ulah Agna, hinggah dia menanggapinya dengan tenang. Baginya yang penting Alzam selalu bersamanya. Walau tinggal di rumah sederhana milik orangtuanya. Bahkan jika ada kemungkinan terburuk dengan pabriknya, dia telah siap dengan cuma hidup seadanya, asal mereka bisa men

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 203. Aku bukan barang

    Malam itu, langkah kaki Alzam terdengar berat saat ia memasuki rumah Lani. Pintu utama sudah terbuka, menandakan seseorang masih terjaga. Di dalam, suara TV samar mengisi keheningan.Wagimin, ayah Lani, duduk di ruang tengah, mengenakan sarung dan kaus oblong, memegang segelas teh hangat. Wajahnya sedikit terkejut melihat menantunya muncul dengan koper dan raut wajah yang sulit ditebak."Ada kejadian apalagi dengan kalian. Siang tadi Lani membawa koper besar, begitu pun sekarang kamu yang bawa koper. Memang kalian mau pindah ke rumah ini?" Agak menahan senyum Wagimin melihat menantunya itu tertunduk. Baru beberapa menit lalu dia begitu resah, walau secercah keyakinan yang tadi dia pendam itu kini telah tampak. Dia tau Alzam bukanlah orang yang tidak bertanggungjawab. Cintanya pada Lani telah teruji dengan banyak hal. Dan itu tak pernah menggoyahkan menantunya untuk tetap bersama putrinya.Lani memang hanya berkata kalau dia kangen tinggal di rumah mereka, namun dia tau, ada hal yang

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 202. Pengorbanan

    "Jadi benar dia pergi, Mbok?" tanya Alzam setelah pulang dan segera menuju kamarnya, walau dia telah tau, satu dari beberapa point di perjanjian itu disebutkan, Lani harus meninggalkan rumahnya . Mbok Sarem mengangguk dengan air mata yang sudah tumpah. Alzam kembali ke kamar, menatap foto Lani dan diriny, setelah membaca surat yang ditinggalkan Lani. Kenapa kaulakukan ini padaku, Lani? Kenapa engkau tak sabar menungguku mendapatkan bukti itu? Aku tidak bisa hidup tanpa kamu, bahkan tidur pun, aku tak bisa tanpa melihatmu di sini. Walau itu hanya sekedar menatapmu. Alzam segera menanggalkan seragamnya dan berganti dengan busana kasual. Diraihnya jaket yang tergantung di almari. Namun belum juga melangkah, dia dikejutkan dengan datangnya Agna di pintu kamar itu."Kenapa kamu kemari? Kamu boleh menempati rumah itu, tapi bukan ke sini!" Raut muka Alzam memerah oleh kemarahan yang ditahannya."Rupanya kamu tidak membaca dengan jelas perjanjian itu, Mas."Prak! Alzam melemparkan kunci

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 201. Jaminan

    Langkah Alzam terdengar berat saat memasuki ruangannya. Ia menutup pintu dengan keras, lalu meletakkan tangannya di meja sebelum tiba-tiba menggebraknya. Napasnya memburu. Pikirannya kacau. Apa yang telah dia rencanakan seolah luntruh begitu saja. Dandi yang baru kembali dari kantin langsung membuka pintu tanpa mengetuk. "Hei, kenapa ngamuk? Ada masalah?" tanya dengan memegang lengan alzam, berusaha menenangkan sahabatnya itu.Alzam menatapnya tajam. "Masalah besar, Dan."Dandi yang masuk tapi matanya masih menatap penghuni markas yang lalu lalang, segera menutup pintu. "Ceritakan. Apa lagi kali ini? Ada yang aneh dari panggilan Komandan?"Alzam menekan pelipisnya. "Semua ini ulah Agna. Aku nggak habis pikir. Dia datang ke komandan, memohon supaya aku dikembalikan ke markas. Bahkan, dia bilang rela kalau aku menikahi Lani secara resmi."Dandi terperangah. "Serius? Itu niat baik banget. Tapi kenapa?""Apa aku bisa bebas dari Agna kalau ini tetap begini? Aku hanya ingin bebas darinya,

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 200. Pamit

    Lani melipat secarik kertas dengan hati-hati sebelum meletakkannya di meja rias, tepat di tempat biasa ia meninggalkan pesan untuk Alzam. Meski sebenarnya ini bukan sesuatu yang mendesak, ia merasa perlu memberitahukan niatnya."Bu Sarem," panggil Lani ketika keluar dari kamar. Ia melangkah menuju dapur, tempat wanita tua itu tengah sibuk menyiapkan makanan.Mbok Sarem menoleh sambil mengusap tangannya dengan kain lap. "Ada apa, Nduk? Wajahmu kok kelihatan seperti orang kepikiran."Lani mencoba tersenyum. "Aku mau ke rumah orangtua sebentar. Ibu bilang rindu, sudah lama aku nggak pulang."Mbok Sarem memandanginya sejenak, menatap koper besar yang dibawa Lani, lalu menyipitkan mata. "Rindu atau ada yang lain? Mbok ini sudah tua, tapi belum pikun, Lani. Ada apa sebenarnya? Jangan kamu kira Ibu bodoh dengan koper besar yang kamu bawa itu, Dhuk." Mbok Sarem mengusap pelunya. "Kamu akan lama di sana kan? Atau bahkan ada asesuatu yang membuatmu tak akan kembali ke sini?"Lani terdiam sesaa

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 199. Istri hebat

    "Mas, kamu udah siap?" tanya Lani begitu melihat Alzam memakai kembali seragam militernya.Alzam berbalik dari cermin dan menatap ke arah Lani. Sementara Lani membenarkan kancing bajunya, lelaki itu hanya menatapnya tanpa kedip."Mas, jangan terus memandangiku, apa kamu tidak bosan?""Apa kamu mau aku bosan kepadamu?" Alzam mulai meletakkan tangannya di pinggang Lani. Lalu mengusap perutnya. Lani hanya tersenyum. "Bukannya setiap satu tatapanku padamu akan menggugurkan dosa-dosa kita?""Ih, bisa ceramah kamu!" Alzam terkekeh. "Putraku, Ayah pergi duluh, ya. Tolong jaga Bunda baik-baik sampai Ayah kembali. Jangan biarkan dia ke mana-mana sebelum Ayah pulang."Lani sejenak tersentak dengan kata-kata Alzam. Apa yang dia rasakan? Apakah dia tau kalau aku akan pergi? bathin Lani bingung."Sayang, kamu kenapa?" Alzam mengangkat dagu Lani yang tertunduk. Sebuah ciuman dia daratkan di bibirnya."Enggak, Mas. Aku ikut bahagia dengan kebahagiaanmu ini.""Mudah-mudahan setelah ini kita akan ba

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 198. Babak Baru

    "Ayo, kita jalan-jalan sebentar. Aku butuh suasana baru." Alzam menarik Lani ke dalam pelukannya."Mau ke mana?" "Ke pasar sore," jawab Alzam sambil menatap Lani penuh cinta.Lani tersenyum tipis, meski hatinya masih bergelut dengan keputusan yang baru saja dia ambil. "Ke pasar sore?" tanyanya sambil melirik suaminya.Alzam mengangguk, matanya berbinar ceria seperti anak kecil yang baru saja menemukan mainan baru. "Iya, aku mau potong rambut. Besok aku ada panggilan dari komandan. Barusan beliau telepon."Lani terdiam sejenak. Kabar itu membangkitkan perasaan campur aduk di dalam dirinya. Ada kebahagiaan untuk Alzam, tapi juga kegetiran yang sulit disembunyikan. "Kamu terlihat senang," komentarnya akhirnya.Alzam tertawa kecil, menggenggam tangan Lani erat. "Tentu saja. Ini kesempatan yang sudah lama aku tunggu-tunggu. Aku bisa meneruskan karierku, Lani. Naik pangkat itu bukan hal yang datang setiap hari, walau itu kini aku tak bisa terlalu berharap setelah kejadian ini.""Baik, aku

  • ISTRI SIRI TENTARA ALIM   Bab 197. Tandatangan

    Kopi panas di cangkir Damar mengepul, aroma pahitnya samar bercampur harum teh melati yang dipesan Mira. Diandra duduk manis di kursinya, menggoyang-goyangkan kaki sambil memainkan sedotan plastik dari es krimnya. Suasana hangat terjalin di antara mereka, meskipun ada ketegangan kecil yang sulit diabaikan.Mira diam. Lani hanya mengamati dengan tenang, membiarkan kedua orang itu berbicara."Tapi," suara Mira kembali terdengar. "Kamu tahu kan, Damar? Seberapapun besarnya cintamu untuk Diandra, seorang anak tetap butuh ibunya."Damar menatap Mira dalam. "Aku tahu, Mira. Tapi aku tidak ingin memberinya sosok ibu yang tidak benar-benar ada untuknya. Aku lebih baik sendiri daripada membiarkan Diandra mengalami hal yang sama lagi."Suara Damar terdengar berat, nyaris bergetar. Mira menunduk, mengusap telapak tangan yang berkeringat."Lalu, apa yang kamu harapkan dariku?" tanyanya pelan.Damar menarik napas panjang. Dia menoleh ke arah Diandra yang kini sibuk menggambar lingkaran kecil di me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status