Beranda / Romansa / MENANTU IMPIAN IBU / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab MENANTU IMPIAN IBU: Bab 41 - Bab 50

69 Bab

Bab 41. Haruskah aku menunggunya?

Dini yang duduk di dekatnya segera menepuk pungunggnya tak tega. Namun tak lama kemudian, Dilan tergelak. Membuat Dini jengkel dengan memukul Dilan dengan bantal di sebelahnya."Namanya juga berdua di kamar. Ya, diapa-apain lah. Masak istri cantik dianggurin? Aku juga lelaki normal. Kamunya aja juga suka. Kamu justru yang paling duluan peluk aku.""Dilan!" teriak Dini sambil menimpuk Dilan dengan bantal kembali. "Aku susah payah menjaganya selama 19 tahun dan kauambil begitu saja saat aku tidak sadar. Aku tidak akan mengampunimu. Rasakan ini!" ujar Dini dengan marah. Dilan sampai teriak-teriak memohon minta ampun."Dini, hentikan! Kamu ngapain anakku?"Dini menghentikan aksinya manakala dia melihat Giani yang datang bersama suaminya."Dia baru juga sembuh karena dipukuli orang, sekarang gantian kamu yang mukuli. Apa kamu mau bikin anakku gegar otak?" Bentak Giani ke Dini yang menunduk kaget, ghak mengira giani datang.Sementara Pramono hanya senyum-senyum menyaksikan kesewotan istriny
Baca selengkapnya

Bab 42. Naluri Ibu.

"Kenapa hati Ibu beberapa hari ini begitu gelisah?" Astri mengungkapkan kegelisahannya sambil menatap jauh ke arah pekarangan. Udara sore yang sejuk tidak cukup menenangkan perasaan risau yang bergelayut di wajahnya."Ibu memikirkan pernikahan Fahmi?" tanya Fahmi, yang mulai mendekati ibunya. Ia menempatkan dirinya di sebelah Astri, yang duduk di balai-balai rumah mereka. Rumah itu, meski tampak sederhana, kini jauh lebih baik daripada sebelumnya. Mereka pernah mengalami masa-masa sulit ketika hujan membuat atap bocor di mana-mana, dan mereka hanya bisa menampung air dengan ember. Berkat uang yang tak terduga dari papanya Dilan, Astri akhirnya bisa merenovasi rumah itu. Meski belum sepenuhnya sempurna, pondasi sudah kokoh dan dindingnya dari bata, meskipun belum diplamir.Tiga kamar cukup untuk mereka, dengan dapur kecil yang terasa pas untuk kebutuhan sehari-hari. Atap rumah itu masih terbuat dari esbes, bukan genting, pilihan yang lebih hemat meskipun kayu di daerah tersebut tidak m
Baca selengkapnya

Bab 43. Kepulangan Dilan.

"Kak Fahmi, ini aku, Fatimah." Fahmi kaget dengan suara yang kemudian terdengar. "Saya pikir Dilan, Fat," ucap Fahmi lemas."Memang kenapa dengan Kak Dilan?""Ei, kamu kok masih panggil 'Kak' saja. Kamu mulai sekarang harus membiasakan memanggilnya dik.""O, iya-iya,,...dik.""Bukan ke aku juga kali!"Terdengar Fatimah terkekeh."O, ya,. Kak. Kamu dipanggil Bapak ke rumah.""Memang ada apa lagi?" Fahmi heran, kenapa lagi dengan calon mertuanya itu hinggah memanggilnya lagi. Cukup sudah kesabaranku jika dia mau macam-macam lagi, kelu Fahmi."Kurang tau." Enteng Fatimah berkata."Pasti ada yang serius yang perlu dibicarakan. Aku paham betul dengan Bapakmu.""Sabar, Kak. Kita sudah melewati semuanya. Syukurlah akhirnya kita bisa bersama."Dia adalah Fatimah, adik kelas Dilan dan Fahmi yang biasa memanggil mereka dengan 'kak'. Pernikahan mereka juga sama dengan perkawinan Dini. Kedua orantua Fatimah yang juragan buah itu keberatan jika Fatimah dinikahi Fahmi yang pekerjaannyaccuma ikut p
Baca selengkapnya

Bab 44. Kenapa kautinggalkan aku?

"Anu, Den. Den Dini telah pergi." Ima menunduk penuh sedih. Matanya tak dapat menyembunyikan kesedihannya."Pergi kemana maksudnya, Bu?" Dilan sudah tak sabar dengan melihat reaksi Bi Ima yang mencurigakan. Dilan sampai menyentuh bau Bi Ima karena masih diam namun dnegan isak yang tertahan."Bi, bicaralah!" Dengan tak sabar Dilan memegang tangan Ima yang bergetar.Ima masih dengan tatapan matanya yang ke bawah dengan menahan airmatanya. "Pergi meninggalkan rumah ini.""Dia pergi ke mana maksudnya, Bi?" tanya Pramono."Ya, pergi, Den."Dilan yang masih tertatih, berlari ke dalam, ke kamar yang mereka tempati. Dipandanginya kamar yang banyak mengukir canda tawa itu dengan tatapan mata yang mulai buram. Semuanya tampak rapi dan harum seperti biasanya. Dilan beranjak lebih dalam mendekati ranjang. Di atas meja rias Dini, terlihat benda berkilau. Dilan makin mendekat. Firasatnya benar, Dini meninggalkan satu set perhiasan, termasuk cincin kawin dan gelang yang kemarin baru dia kenakan di
Baca selengkapnya

Bab 45. Mencarimu.

Dilan yang terbangun, kemudian tergugu kembali setelah menyadari kalau semua itu hanya sebuah mimpi. Suara Dini hanya mengambang di udara, tanpa ada orangnya yang hadir di sisi Dilan. Dilan menutup kedua matanya dengan jemarinya. Dadanya terasa makin sesak. Tangis tak dapat lagi dia tahan. Kenapa kautinggalkan aku, Din? Tidak taukah kamu kalau aku begitu mencintaimu? Tidak cukupkah cintaku menahanmu untuk tidak pergi? Aku sudah terbiasa denganmu, menghirup bau harum tubuhmu, memelukmu saat tidurku. Kenapa kau tak mengingat semua itu sama sekali? Karena kelelahan , akhirnya DIlan tertidur kembali.Ima masuk ke kamar Dilan yang tak terkunci. Dia ingin menawari Dilan makan siang. Dilihatnya wajah itu begitu lelah dengan airmata yang menetes di ujung matanya yang terpejam. "Kasihan sekali kamu, Den. Kenapa kamu harus bertemu Dini kembali setelah lama kamu tak mengingatnya?" guman Ima sambil memegang kening Dilan, memastikan kalau kondisinya baik-baik saja.Ima ingat betul, tiap Dilan pul
Baca selengkapnya

Bab 46. Lelah mencarimu.

"Dini? Dini siapa?" tanya gadis itu dengan menatap Dilan curiga. Wajahnya yang cantik nampak berkerut.Dilan tersenyum. Sepertinya yang ada di pikirannya hanya satu nama itu,..Dini. Orang bercadar yang baru ditubruknya dikira Dini Dan sekarang gadis ini pun, dikira Dini pula. Sepertinya pikiran Dilan tak ada pikiran lain selain satu nama itu."Ah, ya,.. maaf." "Sepertinya kita berjodoh ketemu di sini kembali," ucap Sisil dengan mengajak Dilan duduk di meja yang sama. "Handphone kamu mati lama sekali. Ada masalah?" Sisil menarik kursi dan duduk di depan Dilan. Lalu memanggil waitres dan memesan makanan."Kalau Mas Dilan, masih sama yang dipesan?" "Sekarang ganti, aku belum bisa makan sambal. Soto saja.""Baik, Mas. Minumannya?""Itu juga ganti. Susu saja. Ghak usah kopi.""Baiklah. Terimakasih."Dilan mengangguk."Kamu lagi ada masalah?""Heem," jawab Dilan pendek. Dia tak ingin menjelaskan banyak hal kepada gadis itu. "O, ya,.. kapan hari katanya mau bahas sesuatu denganku."Sisil
Baca selengkapnya

Bab 47. Seseorang telah membuat Dini pergi.

Dilan menarik nafas panjang. Dia begitu lelah untuk menyembunyikan sebuah kebenaran hidupnya. Erka adalah sahabatnya, selain Fahmi. Pelan, Dilan kemudian bercerita tentang banyak hal soal Dini. hinggah akhirnyad ia merasakan ada yang sedikit lega di dadanya."Berari gadis yang dari duluh membuat kmau menjaga hati?""Iya, Erka. dan aku tak bisa mencintai orang lain selain dia.""Kamu kebangetan ya, padahal kamu taud ia begitu karena dia mencintai orang lain.""Aku hanya ingin membuatnya sembuh.""Kalau karena itu, kenapa kini kamu terasa kehilangan dia?"Sejenak Dilan mengusap airmata yang tiba-tiba mengembun di sudut matanya. "Maaf, aku jadi begini," ucapnya dengan seulas senyum yang dipaksanya."Pantesan kamu ghak tertarik siapapun, rupanya kamu sudah memiliki orang yang spesial, bahkan telah menikah.""Pernikahan yang tak berujung, Erka. Setelah dia sadar, dia kini meninggalkan aku. Mungkin akan selamanya rasa itu hanya milikku. Yang berada dipikirannya hanya Bian, sepupuku."Erka m
Baca selengkapnya

Bab 48. Saat gadis itu membuka cadarnya

Gadis itu membuka cadarnya. Astri, Ibu itu memeluknya dengan hangat. Sebulir airmata begitu saja mengalir di pipinya."Benarkah ini kamu, Dini?""Iya, Bu. Ini aku, Dini anakmu.""Kamu sudah sembuh, Dhuk? Alhamdulillah, ya Allah!" Namun kemudian dia memandang pemuda yang berdiri tak jauh dari mereka berpelukan."Siapa dia Dini? Di mana Dilan?" tanya ibunya dengan tatapan tidak suka saat melihat Dilan tak bersama Dini."Panjang ceritanya, Bu. Yang jeals, Mas ini yang menolong Dini."Mendengar itu, Astri kemudian mengubah sikapnya pada pemuda yang di sebelah Dini. "Cerita ke Ibu, Dhuk. Ayo, duduk duluh. Ayo, Le,..silakan duduk!""Kenalkan, Bu, dia Kak Haidar, orang yang menolong Dini. Kalau tidak ada dia, mungkin Dini sudah tidak bertemu lagi dengan Ibu."Astri membelalakkan matanya. Namun dia kemudian mengalihkan pandangannya ke pintu saat Fahmi datang. Demikian juga dengan Dini dan Haidar."Mas, tolong tutup pintunya!" pinta Dini kemudian.Dengan wajah tak sabar menyapa Dini, Fahmi seg
Baca selengkapnya

Bab 49. Kejutan di makam Aziel.

" Untuk apa kamu ke sana, Din? Nanti malah bikin orang yang mengejarmu itu menemukanmu lagi." Astri merasa keberatan."Saya merasa bersalah belum bisa menjadi pembelanya, Bu. Tolonglah."Astri masih ragu."Dia butuh keadilan, Bu. Dia butuh saya agar tenang di sana." Nampak suara Dini bergetar. Matanya mengaca.Fahmi yang berdiri menepuk pundak ibunya pelan."Baiklah, Dhuk, kalau itu bisa membuatmu sedikit tenang," suara wanita itu kemudian berbisik pelan, "Aku hanya ingin kamu menyadari, Aziel tidak ada lagi. Sedangkan kamu memiliki Dilan, Dhuk. Bagaimanapun juga kamu harus menyadari itu."Sekilas kilatan aneh terpancar dari mata Dini. "Tapi, Bu,.. dia telah mengambil keuntungan dari aku yang tidak sadar akan diriku.""Dini, Dilan bukanlah orang yang seperti itu. Dia sahabat Mas sejak duluh. Dan Mas bukannya membela dia, tapi begitulah Dilan, dia orang yang baik, Din." Sejenak Fahmi menatap pemuda itu dengan tak enak hati."Tapi, Mas,..""Kalau kamu masih ragu padanya, baiklah, Dhuk.
Baca selengkapnya

Bab 50. Mencari jejak Dini.

Dini yang pura-pura berdo'a di makam di depannya tanpa meihat makam siapa, merasakan hal yang aneh. Ada rasa seperti saat kapan hari saat dia bertabrakan dengan Dilan di cafenya Erka. Rasa yang selama dia bersama Dilan itu tak pernah ada selain perasaan benci melihat wajahnya, apalagi saat dia tertawa ngakak."Permisi, Mas, Mbak,!" ujar Ajeng saat mereka harus melewati jalan di belakang Dini.Debar-debar yang terasa membuat Dini berusaha melihat wajah Dilan yang kebetulan tak melihatnya. Dilan saat ini memang tidak melihat Dini, namun saat dia datang tadi, masuk ke pemakaman keluarga pesantren, dia sudah melihat gadis yang bercadar yang tengah menundukkan wajahnya. Rasa yang aneh yang melingkupi hatinya, membuat dia berusaha menelisik wanita itu, namun karena dia terus menunduk, dipikir Dilan karena khusu' berdo'a, dia tak lagi melihatnya."Kenapa Bian dikubur di pemakaman keluarga Pak Kyai, Mi?" tanya Dilan."Sebagai pengormatan, kata pak Kyai." Yang menjawab malah Ibra."Maafkan kam
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status