Home / Romansa / MENANTU IMPIAN IBU / Bab 45. Mencarimu.

Share

Bab 45. Mencarimu.

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2024-11-07 21:29:40

Dilan yang terbangun, kemudian tergugu kembali setelah menyadari kalau semua itu hanya sebuah mimpi. Suara Dini hanya mengambang di udara, tanpa ada orangnya yang hadir di sisi Dilan. Dilan menutup kedua matanya dengan jemarinya. Dadanya terasa makin sesak. Tangis tak dapat lagi dia tahan. Kenapa kautinggalkan aku, Din? Tidak taukah kamu kalau aku begitu mencintaimu? Tidak cukupkah cintaku menahanmu untuk tidak pergi? Aku sudah terbiasa denganmu, menghirup bau harum tubuhmu, memelukmu saat tidurku. Kenapa kau tak mengingat semua itu sama sekali? Karena kelelahan , akhirnya DIlan tertidur kembali.

Ima masuk ke kamar Dilan yang tak terkunci. Dia ingin menawari Dilan makan siang. Dilihatnya wajah itu begitu lelah dengan airmata yang menetes di ujung matanya yang terpejam. "Kasihan sekali kamu, Den. Kenapa kamu harus bertemu Dini kembali setelah lama kamu tak mengingatnya?" guman Ima sambil memegang kening Dilan, memastikan kalau kondisinya baik-baik saja.

Ima ingat betul, tiap Dilan pul
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 46. Lelah mencarimu.

    "Dini? Dini siapa?" tanya gadis itu dengan menatap Dilan curiga. Wajahnya yang cantik nampak berkerut.Dilan tersenyum. Sepertinya yang ada di pikirannya hanya satu nama itu,..Dini. Orang bercadar yang baru ditubruknya dikira Dini Dan sekarang gadis ini pun, dikira Dini pula. Sepertinya pikiran Dilan tak ada pikiran lain selain satu nama itu."Ah, ya,.. maaf." "Sepertinya kita berjodoh ketemu di sini kembali," ucap Sisil dengan mengajak Dilan duduk di meja yang sama. "Handphone kamu mati lama sekali. Ada masalah?" Sisil menarik kursi dan duduk di depan Dilan. Lalu memanggil waitres dan memesan makanan."Kalau Mas Dilan, masih sama yang dipesan?" "Sekarang ganti, aku belum bisa makan sambal. Soto saja.""Baik, Mas. Minumannya?""Itu juga ganti. Susu saja. Ghak usah kopi.""Baiklah. Terimakasih."Dilan mengangguk."Kamu lagi ada masalah?""Heem," jawab Dilan pendek. Dia tak ingin menjelaskan banyak hal kepada gadis itu. "O, ya,.. kapan hari katanya mau bahas sesuatu denganku."Sisil

    Last Updated : 2024-11-07
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 47. Seseorang telah membuat Dini pergi.

    Dilan menarik nafas panjang. Dia begitu lelah untuk menyembunyikan sebuah kebenaran hidupnya. Erka adalah sahabatnya, selain Fahmi. Pelan, Dilan kemudian bercerita tentang banyak hal soal Dini. hinggah akhirnyad ia merasakan ada yang sedikit lega di dadanya."Berari gadis yang dari duluh membuat kmau menjaga hati?""Iya, Erka. dan aku tak bisa mencintai orang lain selain dia.""Kamu kebangetan ya, padahal kamu taud ia begitu karena dia mencintai orang lain.""Aku hanya ingin membuatnya sembuh.""Kalau karena itu, kenapa kini kamu terasa kehilangan dia?"Sejenak Dilan mengusap airmata yang tiba-tiba mengembun di sudut matanya. "Maaf, aku jadi begini," ucapnya dengan seulas senyum yang dipaksanya."Pantesan kamu ghak tertarik siapapun, rupanya kamu sudah memiliki orang yang spesial, bahkan telah menikah.""Pernikahan yang tak berujung, Erka. Setelah dia sadar, dia kini meninggalkan aku. Mungkin akan selamanya rasa itu hanya milikku. Yang berada dipikirannya hanya Bian, sepupuku."Erka m

    Last Updated : 2024-11-08
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 48. Saat gadis itu membuka cadarnya

    Gadis itu membuka cadarnya. Astri, Ibu itu memeluknya dengan hangat. Sebulir airmata begitu saja mengalir di pipinya."Benarkah ini kamu, Dini?""Iya, Bu. Ini aku, Dini anakmu.""Kamu sudah sembuh, Dhuk? Alhamdulillah, ya Allah!" Namun kemudian dia memandang pemuda yang berdiri tak jauh dari mereka berpelukan."Siapa dia Dini? Di mana Dilan?" tanya ibunya dengan tatapan tidak suka saat melihat Dilan tak bersama Dini."Panjang ceritanya, Bu. Yang jeals, Mas ini yang menolong Dini."Mendengar itu, Astri kemudian mengubah sikapnya pada pemuda yang di sebelah Dini. "Cerita ke Ibu, Dhuk. Ayo, duduk duluh. Ayo, Le,..silakan duduk!""Kenalkan, Bu, dia Kak Haidar, orang yang menolong Dini. Kalau tidak ada dia, mungkin Dini sudah tidak bertemu lagi dengan Ibu."Astri membelalakkan matanya. Namun dia kemudian mengalihkan pandangannya ke pintu saat Fahmi datang. Demikian juga dengan Dini dan Haidar."Mas, tolong tutup pintunya!" pinta Dini kemudian.Dengan wajah tak sabar menyapa Dini, Fahmi seg

    Last Updated : 2024-11-08
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 49. Kejutan di makam Aziel.

    " Untuk apa kamu ke sana, Din? Nanti malah bikin orang yang mengejarmu itu menemukanmu lagi." Astri merasa keberatan."Saya merasa bersalah belum bisa menjadi pembelanya, Bu. Tolonglah."Astri masih ragu."Dia butuh keadilan, Bu. Dia butuh saya agar tenang di sana." Nampak suara Dini bergetar. Matanya mengaca.Fahmi yang berdiri menepuk pundak ibunya pelan."Baiklah, Dhuk, kalau itu bisa membuatmu sedikit tenang," suara wanita itu kemudian berbisik pelan, "Aku hanya ingin kamu menyadari, Aziel tidak ada lagi. Sedangkan kamu memiliki Dilan, Dhuk. Bagaimanapun juga kamu harus menyadari itu."Sekilas kilatan aneh terpancar dari mata Dini. "Tapi, Bu,.. dia telah mengambil keuntungan dari aku yang tidak sadar akan diriku.""Dini, Dilan bukanlah orang yang seperti itu. Dia sahabat Mas sejak duluh. Dan Mas bukannya membela dia, tapi begitulah Dilan, dia orang yang baik, Din." Sejenak Fahmi menatap pemuda itu dengan tak enak hati."Tapi, Mas,..""Kalau kamu masih ragu padanya, baiklah, Dhuk.

    Last Updated : 2024-11-09
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 50. Mencari jejak Dini.

    Dini yang pura-pura berdo'a di makam di depannya tanpa meihat makam siapa, merasakan hal yang aneh. Ada rasa seperti saat kapan hari saat dia bertabrakan dengan Dilan di cafenya Erka. Rasa yang selama dia bersama Dilan itu tak pernah ada selain perasaan benci melihat wajahnya, apalagi saat dia tertawa ngakak."Permisi, Mas, Mbak,!" ujar Ajeng saat mereka harus melewati jalan di belakang Dini.Debar-debar yang terasa membuat Dini berusaha melihat wajah Dilan yang kebetulan tak melihatnya. Dilan saat ini memang tidak melihat Dini, namun saat dia datang tadi, masuk ke pemakaman keluarga pesantren, dia sudah melihat gadis yang bercadar yang tengah menundukkan wajahnya. Rasa yang aneh yang melingkupi hatinya, membuat dia berusaha menelisik wanita itu, namun karena dia terus menunduk, dipikir Dilan karena khusu' berdo'a, dia tak lagi melihatnya."Kenapa Bian dikubur di pemakaman keluarga Pak Kyai, Mi?" tanya Dilan."Sebagai pengormatan, kata pak Kyai." Yang menjawab malah Ibra."Maafkan kam

    Last Updated : 2024-11-09
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 51. Katakan, Bu!

    Astri masih menunduk. Berbohong bainya seolah lebih sulit dari apapun. Dia tak sanggup menatap Ajeng, Ibra, terlebih Dilan.“Maafkan saya, Bu. Bukannya saya tak ingin mengabari. Saya hanya takut Ibu cemas. Sedangkan saya belum menemukannya,” ucap Dilan kembali.Astri memang menyayangi Dilan dari duluh, namun setelah kejadian yang menimpa putrinya dan Dilan tak mengabarinya, membuatnya merasa kecewa. Hanya saja alasan Dilan yang tak mengabarinya, membuat Astri melemah. Ternyata Dini salah jika Dilan tak mencarinya, bathinnya kemudian.Satu hal yang menggayut di benaknya, apa betul Dilan memiliki tunangan seperti yang diceritakan Dini dari kata-kata mamanya yang membuat Dini mundur seketika tanpa mempertimbangkan perasaan Dilan yang dia rasakan Dilan amat menyayang dirinya.. Inginnnya Astri bertanya tentang itu. Namun itu berarti dia akan membongkar kalau Dini telah ke rumahnya. Dan dia telah berjanji untuk tidak mengatakan kedatangan Dini ke siapapun."Sekali lagi saya minta maaf, dan

    Last Updated : 2024-11-10
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 52. Aku pasti menemukanmu!

    "Itu tidak benar, Fahmi. Mama memang menginginkan aku dengan seorang gadis anak koleganya. Tapi aku tidak pernah memikirkannya. Dia hanya gadis sebatas kemauan Mama," ucap Dilan dengan menatap Astri, "maafkan saya, Bu. Dilema besar bagi saya untuk tidak menghormati Mama yang tidak menyukai Dini. Sementara saya amat mencintai Dini dan tidak akan pernah meninggalkannya. Maafkan Mama saya. Saya berjanji melindungi Dini dari Mama. Bahkan untuk itu kami sudah tinggal di rumah Profesor, jauh dari Mama.""Aku percaya kamu, Dilan. Kita bersahabat sudah begitu dekat. Aku mengenalmu dalam segalanya.""Berarti benar Dini telah kemari? Bagaimana keadaannya, Bu?""Dia baik-baik saja, Le." Astri mengusap airmata yang sudah membasahi pipi tuanya. "Seharusnya kami tak mengatakan ini kepadamu. Dini sepertinya ingin menjahuimu. Bukan karena apa-apa, tapi dia memikirkan keselamatanmu. Barata masih mengejarnya. Saat dia mau pulang kemari setelah diusir ibumu, dia bahkan akan dibunuh kembali oleh orang su

    Last Updated : 2024-11-10
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 53. Dia lagi.

    "Ini makananmu, Mel. Kenapa kamu tak mau aku ajak makan?" tanya Haidar dengan membawakan bingkisan makanan untuk Dini yang dia panggil dengan Mela.Dini menegakkan punggungnya yang terasa kaku. "Lagi males, Kak," jawab Dini sekenanya. Padahal di hatinya timbul ketakutan, dia takut ketemu Dilan lagi. Pertemuannya kapan hari di cafe itu sempat membuat Dini, jantungan. Terlebih dengan rasa aneh yang kini menghinggapinya setelah lama dia tak bertemu dengan Dilan. rasa berdebar yang membuatnya menjadi tak nyaman."Kamu sebenarnya berharap dia ke kehidupanmu, Mel?" tanya Haidar yang sudah di depan meja Dini.Dini yang lagi makan, mendongakkan wajahnya. "Entahlah, Kak," jawabnya singkat, namun cukup membuat hati Haidar jatuh ke lembah yang terdasar. Keraguan itu seolah mengatakan iya. Selama ini Haidar memang tak berani mengungkapkan perasaannya. Dia hanya merasakan getaran itu setelah sekian lama dia tinggal dengan Dini dan setiap hari juga sering bersama Dini. Walau kadang ditepisnya pera

    Last Updated : 2024-11-11

Latest chapter

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu bab 114

    Mata Dini sudah mengaca. Dilan hanya bisa merengkuhnya, membenamkan wajahnya dalam dekapannya. "Kita akan cari rumah kontrakan yang mungkin bisa untuk mengembangkan usahamu sekaligus bisa untuk kita tempati," janji Dilan, "kamu jangan lagi menangis." diciumnya kening wanita yang kini terisak di pelukannya."Nanti kalau diminta orangnya lagi gimana? Susah lagi kan?" protes Dini.Dilan terkikik. "Iya juga ya," cetusnya."Nah, kurang pinter juga kamu ya, Mas.""Iya, iya, Dek. Yang pinter kan cuma kamu. Terlebih kamu pinter mencuri."Dini mendorong dada Dilan. "Maksud Mas apa?""Aduh!" Dilan yang tidak menyangka sampai berpegangan di bibir tempat tidurnya. "Kamu ini ya,.. nggak lagi sedidh, nggak lagi senang, sukanya bikin aku mau celaka terus."Dini cemberut. "Habisnya, kamu ngomong begitu." Matanya sudah kembali mengaca. "Emang aku mencuri apa kamu.""Kamu kan mencuri hatiku, Dek.""Hih! Rasain ini." Dini sudah menghujani Dilan yang turun dari tempat tidurnya dengan tabokan bantal. "A

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu Bab 113

    Dini yang membuka kunci rumah, segera mempersilahkan Profesor Satya dan Amira, istrinya masuk."Silahkan masuk, Pak, Bu."Memasuki rumah, sepasang suami istri itu sudah berdecak kagum. Wanita yang masih cantik di usianya yang sudah setengah baya tu bahkan berkeliling matanya menatap seluruh ruangan itu."Terus terang kami pangling dengan rumah kami sendiri. Bukan karena catnya yang kalian ganti ini, tetapi karena penataan dan pernak pernik ruangan yang kalian terapkan, sangat cantik," puji Amira.Dilan tersenyum memandang Dini, "Semua ini dia yang ngatur, Bu. Saya mana mengerti yang begituan. Cuma izin Bapak saja waktu ganti cat. Itu pun saya juga baru tau setelah selesai ngecatnya." Dialna merasa tak enak hati. "Untung Bapak setuju, kalau tidak bisa berabe."Tawa pun menggema. "Rumah tambah bagus kok nggak suka, ya nggak mungkin, Dilan," tutur Satya."Kamu memang pintar, Din," puji Amira lagi. "Sama bunga aja kamu telaten. Apalagi dengan nata beginian. Mencerminkan banget siapa dirimu

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 112

    "Assalamualaikum, Din. Mana Bu Astri?" sapa pria itu, yang ternyata Pak RT."Ke Pak Kyai, Pak," jawab Dini sambil menggeser jilbabnya yang tadi dia pakai asalan. "Mau narik iuran kampung?"Pak RT terkekeh kecil. "Iya, Din. Seperti biasanya. Ini tadi saya baru tau kalau Bu Astri sudah kembali dari rumahmu, Din. Makanya saya datang sekalian."Dini mengangguk, lalu tanpa banyak basa-basi mengeluarkan uang dari dompetnya yang tadi ditaruh di sofa setelah berbelanja, dan menyerahkannya kepada Pak RT.Hampir mau keluar, Pak RT menoleh ke arah Dini. "Oya, Nak Dini. Selamat, ya. Kamu sudah berhasil melewati Barata dengan menjadi saksi itu. Kasihan Nak Aziel. Sekarang dia bisa hidup tenang setelah misteri kematiannya terungkap."Dini terdiam sesaat, ada semburat kesedihan di wajahnya. Ia menghela napas pelan. "Iya, Pak. Kita doakan saja keputusan hakim adil. Vonisnya belum keluar."Pak RT mengangguk mantap. "Tapi Bapak sudah lihat jalannya sidang yang ditayangkan live dari TV Pesantren. Insya

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 111

    "Bapak siapa?" tanya Dini, menelisik pria berkulit sawo matang yang terlihat keras itu."Saya hanya mau lihat, apa rumah ini sudah bagus." "Kalau sudah bagus, kenapa ya Pak?" "Tolong bukakan pintuny. Saya mau masuk," ucap lelaki itu dengan sikap sombongnya. Seolah-olah dialah pemilik rumah itu. "Ada perlu apa ya, Pak?" Dini masih curiga dengan pria yang tidak begitu dikenalnya. Ditatapnya penuh selidik. Terkadang dia merasa tak asing dengan wajah itu, namun dia juga ghak terlalu yakin. "Saya hanya ingin tau, apa rumah bakal mantu saya sudah bener- bener bagus. Saya sudah mengeluarkan uang banyak untuk itu. Saya harus pastikan agar nanti kalau ada kerabat yang datang tidak malu-maluin.""Berarti Anda,..?" Dilan menerka."Kamu dapat menebak saya. Saya Pak Mail juragan buah dari kampung sebelah. Saya bapaknya Fatimah.""Oala, Pak,..kirain siapa tadi." Dilan langsung menyalami pria itu.Dilan lalu berbisik ke Dini. Dini yang orang sini malah yang tidak tau. Dilan memang tau hubungan c

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 110

    Dilan sudah siap-siap, siapa tau Dini akan menipunya kembali. Namun yang ada Dini malah membuka kimononya. "Mau aku tipu lagi?""Aku sudah pakai jurus jika kamu melakukan itu lagi.""Mana jurusnya?""Ini,.." Dilan menarik pinggang Dini, dan meraih tengkuknya dengan bibir yang sudah menyentuh bibir Dini.Paginya. Pagi sekali Dilan sudah mengajak Dini naik motor Fahmi yang duluh sering dipakainya."Mau ke mana sih, Mas, pagi sekali? Dingin lagi udaranya.""Mau ke pasar Subuh. Biar rambutku kering di jalan. Malu nanti dilihat Fahmi ketauan aku mandi basa. Kemarin sih ya, kita ghak bawa hairdyer.""Kenapa malunya sama Mas Fahmi, bukan sama Ibu?" cibir Dini."Dia kan temanku Dek. Belum nikah lagi. Ya, malulah."Dilan sudah menstarter motornya. Sekali, dua kali, masih tak bisa. Sampai akhirnya Fahmi keluar. Dan benar saja, untuk yang pertama kali dilihat Fahmi adalah rambutnya Dilan."Ghak dingin, subuh-subuh udah keramas. Aku aja sampai Dhuhur baru mandi.""Ih, kamu ya,..!" timpuk Dilan ma

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 109

    Dini mendekat, senyumnya tetap ramah meskipun bisa melihat raut kesal di wajah perempuan paruh baya di depannya. Wanita itu, mengenakan blus batik dengan tas selempang kecil yang sudah sedikit lusuh, tampak mengangkat setangkai bunga dengan ekspresi tak percaya."Masak iya, bunga begini semahal itu?" keluhnya, matanya menyipit menatap kelopak bunga seakan-akan menyalahkannya atas harga yang dipasang.Dini, yang sudah terbiasa menghadapi berbagai macam pelanggan, tetap tenang. Ia melirik sekilas ke arah bunga di tangan wanita itu, kemudian tersenyum."Ada yang bisa saya bantu, Bu?" ulangnya, suaranya lembut, nyaris berbisik seperti belaian angin sore yang masuk melalui celah pintu toko bunga miliknya.Wanita itu menatapnya lebih dekat, seakan baru menyadari sesuatu. "Ini Mbak Dini, ya?" tanyanya dengan raut penasaran.Dini mengangguk kecil. "Iya, Bu. Ada yang bisa saya bantu?"Wanita itu mendengus kecil, masih tak rela dengan harga yang tercantum di pot tanaman itu. "Ini, Mbak. Masak i

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 108

    Dini baru saja menghembuskan napas lega ketika seseorang menepuk pundaknya. Dia menoleh dan melihat sosok Pak Pramono tersenyum padanya."InsyaAllah ada titik terang di sidang ini. Dan kenangan ada di pihak kita," ucap Pak Pramono sambil mengusap kepalanya dengan sayang.Dini menunduk, air mata menggenang di pelupuknya. Begitu banyak hal yang telah terjadi, begitu banyak fitnah yang menimpanya. Namun kini, satu per satu kebenaran mulai terungkap."Selamat, Kak Dini!"Suara ceria Kanaya membuyarkan lamunannya. Gadis itu mendekat dengan senyum lebar, lalu memeluk Dini erat. Di belakangnya, Davin ikut tersenyum sambil mengangguk sopan."Aku tahu Kak Dini tidak mungkin melakukan semua itu. Aku percaya sejak awal," bisik Kanaya, membuat Dini makin terharu.Namun, tak semua orang menunjukkan ekspresi yang sama. Giani, mertua Dini, hanya melipat tangan di dada. Wajahnya datar, tapi sorot matanya menunjukkan ketidakpuasan. Dalam hatinya, ia bergumam, "Aku pikir dia akan dipenjara selamanya."

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 107

    Sekelompok pemuda pemudi datang menghampirinya."Mbak ingat kami?"Dini mencoba mengingat kembali.Seorang cewek mendekat. "Kemarin kami mau dekati Mbak, tapi saya lihat Mbak mendekati pria itu, sementara kami juga diajak ngobrol sama Pak Pramono dari kubu mana kami ini dan mau membela siapa.""Mbak, .. bukannya yang kasih minum aku ya,.." tebak Dini."Bener, Mbak. Kami mengikuti perkembangan kasus Mbak. Dari mulai Mbak diculik sampai kemarin di pengadilan. Rasanya kami berdosa jika kami membiarkan Mbak Dini hanya berjuang sendiri mengungkap hal yang seharusnya diungkap," ucap cewek itu.Seseorang datang mendekat sambil berdehem. Sepertinya dia satu diantara orang suruan Barata."Mbak Dini, sebentar ya," ucap dia permisi.Diin mengangguk dengan memperhatikan tngkah gadis yang sesekali melirik ke arahnya."Pak, tenang saja, kami tidak akan mengingkari perjanjian kita," ucap cewek itu, Ailin yang kemudian menepi dan menggiring orang yang mendekat sambil berdehem itu."Ingat, kami telah

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 106

    "Selamat siang, adik-adik!" Dua orang lelaki menghadang sekelompok pemuda dan pemudi yang sedang menunggu bis yang lewat."Selamat siang, Pak! Ada yang bisa kami bantu?" tanya Mashad, ketua kelompok pecinta alam yang terdiri dari beberapa Mahasiswa dan mahasiswi PTN itu."Aku bisa minta sesuatuke kalian? tanya salah seorang diantara mereka yang lebih mendekat."Apa itu, Pak?""Sebelumnya perkenalkan, saya dari pihak terdakwa yang besuk lusa kalian akan menjadi saksinya."Sekelompok pemuda pemudi itu bersitatap. Mereka baru menyadari perkataan Pramono dan pesannya tadi agar mereka berhati-hati. Pramono bahkan menawarkan sebuah tempat tinggal untuk mereka tempati bersama, namun mereka menolak karena kesibukan mereka yang tak memungkinkan untuk diam di satu tempat dengan bersama."Lalu tujuan Bapak mencegat kami, mau apa?""Kami menawarkan sesuatu agar kalian bisa berbuat banyak hal dengan uang yang akan kami beri.""Lalu yang bapak inginkan apa?""Begini," Lelaki itu kemudian mengungka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status