Home / Romansa / MENANTU IMPIAN IBU / Bab 51. Katakan, Bu!

Share

Bab 51. Katakan, Bu!

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2024-11-10 21:31:11

Astri masih menunduk. Berbohong bainya seolah lebih sulit dari apapun. Dia tak sanggup menatap Ajeng, Ibra, terlebih Dilan.

“Maafkan saya, Bu. Bukannya saya tak ingin mengabari. Saya hanya takut Ibu cemas. Sedangkan saya belum menemukannya,” ucap Dilan kembali.

Astri memang menyayangi Dilan dari duluh, namun setelah kejadian yang menimpa putrinya dan Dilan tak mengabarinya, membuatnya merasa kecewa. Hanya saja alasan Dilan yang tak mengabarinya, membuat Astri melemah. Ternyata Dini salah jika Dilan tak mencarinya, bathinnya kemudian.

Satu hal yang menggayut di benaknya, apa betul Dilan memiliki tunangan seperti yang diceritakan Dini dari kata-kata mamanya yang membuat Dini mundur seketika tanpa mempertimbangkan perasaan Dilan yang dia rasakan Dilan amat menyayang dirinya.. Inginnnya Astri bertanya tentang itu. Namun itu berarti dia akan membongkar kalau Dini telah ke rumahnya. Dan dia telah berjanji untuk tidak mengatakan kedatangan Dini ke siapapun.

"Sekali lagi saya minta maaf, dan
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 52. Aku pasti menemukanmu!

    "Itu tidak benar, Fahmi. Mama memang menginginkan aku dengan seorang gadis anak koleganya. Tapi aku tidak pernah memikirkannya. Dia hanya gadis sebatas kemauan Mama," ucap Dilan dengan menatap Astri, "maafkan saya, Bu. Dilema besar bagi saya untuk tidak menghormati Mama yang tidak menyukai Dini. Sementara saya amat mencintai Dini dan tidak akan pernah meninggalkannya. Maafkan Mama saya. Saya berjanji melindungi Dini dari Mama. Bahkan untuk itu kami sudah tinggal di rumah Profesor, jauh dari Mama.""Aku percaya kamu, Dilan. Kita bersahabat sudah begitu dekat. Aku mengenalmu dalam segalanya.""Berarti benar Dini telah kemari? Bagaimana keadaannya, Bu?""Dia baik-baik saja, Le." Astri mengusap airmata yang sudah membasahi pipi tuanya. "Seharusnya kami tak mengatakan ini kepadamu. Dini sepertinya ingin menjahuimu. Bukan karena apa-apa, tapi dia memikirkan keselamatanmu. Barata masih mengejarnya. Saat dia mau pulang kemari setelah diusir ibumu, dia bahkan akan dibunuh kembali oleh orang su

    Last Updated : 2024-11-10
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 53. Dia lagi.

    "Ini makananmu, Mel. Kenapa kamu tak mau aku ajak makan?" tanya Haidar dengan membawakan bingkisan makanan untuk Dini yang dia panggil dengan Mela.Dini menegakkan punggungnya yang terasa kaku. "Lagi males, Kak," jawab Dini sekenanya. Padahal di hatinya timbul ketakutan, dia takut ketemu Dilan lagi. Pertemuannya kapan hari di cafe itu sempat membuat Dini, jantungan. Terlebih dengan rasa aneh yang kini menghinggapinya setelah lama dia tak bertemu dengan Dilan. rasa berdebar yang membuatnya menjadi tak nyaman."Kamu sebenarnya berharap dia ke kehidupanmu, Mel?" tanya Haidar yang sudah di depan meja Dini.Dini yang lagi makan, mendongakkan wajahnya. "Entahlah, Kak," jawabnya singkat, namun cukup membuat hati Haidar jatuh ke lembah yang terdasar. Keraguan itu seolah mengatakan iya. Selama ini Haidar memang tak berani mengungkapkan perasaannya. Dia hanya merasakan getaran itu setelah sekian lama dia tinggal dengan Dini dan setiap hari juga sering bersama Dini. Walau kadang ditepisnya pera

    Last Updated : 2024-11-11
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 54. Akan kubuktikan kalau kamu Dini.

    "Duduk sana, yuk!" ajaknya ke Sisil.Sisil tersenyum dan menuruti kata-kata Dilan. Sengaja Dilan mencari tempat duduk yang tak jauh dengan jendela agar dia bisa dekat dengan sepasang orang yang duduk di sana. Dilan berusaha melenggang di dekatnya sebelum memutuskan duduk sambil mengucap kata permisi. Pemilik iris coklat itu menatapnya dengan pandangan kikuk di balik cadarnya dan tingkahnya. Sementara sang pemuda menatap Dilan dengan benci."Maaf, Mas, soal yang tadi," kata Dilan. Masih berusaha mencuri pandang ke gadis di meja sebelahnya.Dilan yang duduk begitu dekat dengan Sisil, dan sesekali berbincang dengan hangat, membuat merah padam gadis itu."Kamu ghak apa-apa, Mel?" tanya Haidar melihat kegugupan Dini.Dini hanya menggeleng. Sementara Haidar yang kemudian sudah mengingat siapa pemuda di meja sebelahnya itu, menjadi tak nyaman hatinya. Dia marasa cemburu melihat Dini yang sepertinya terpengaruh dengan kedatangan Dilan."Kamu ghak nyanyi lagi? Suaramu bagus, lho,.. aku suka ka

    Last Updated : 2024-11-12
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 55. Kenapa rasa ini datang?

    Dini langsung menatap wanita di depannya tak percaya. Sebagaimana juga Firdaus, Dini juga merasakan kenyamanan dengan tinggal bersama mereka. Dia merasa seperti layaknya di rumahnya yang ada Ibu dan Fahmi. Namun kenyataannya berbeda. mereka bukanlah siapa-siapa Dini."Ummi ghak salah milih Dini sebagai menantu Ummi? Dini sudah pernah menikah, Mi. Dini bukanlah gadis suci lagi yang pantas untuk Haidar. Dini sudah tak suci lagi. Dini sudah,.."Firdaus mengatupkan telunjuknya ke mulut Dini. "Kamu ngomong apa, Sayang? Bagi Ummi kamu masih utuh, tak terjamah. Lagipula kalau memang seperti yang kamu katakan, apa salah jika kamu memulai hidup kembali?""Tapi, Mi.""Kamu justru tidak tau kebenarannya. Bukankah kamu ghak sadar saat menikah?""Tapi begitulah kenyataannya, Mi. Mana mungkin dia tidak menyentuh Dini?" Dini terlihat sedih dengan pandangannya yang menunduk."Bahkan pernikahan Dini bukanlah pernikahan biasa. Sampai sekarang pun, Dini ghak tau status Dini. Bahkan kehidupan Dini saja ha

    Last Updated : 2024-11-13
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 56. Keyakinan Dilan.

    Firdaus menatap Haidar. "Bicara apa?" tanyanya dengan melihat Haidar seolah aneh."Ya, tentang Mela, dong, Mi. tentang apa lagi?" Haidar duduk di meja tempat umminya masih menyelesaikan makanan ringannya."Memangnya kenapa dengan Mela?" Haidar menarik nafas berat. "Kenapa bicara tentang niat Ummi ke Mela? Haidar jadi serba salah, nih. Tak seharusnya Ummi mengtakan semua itu, biarlah sang waktu yang akan menjawab mau ke mana hubungan Haidar dan Mela, MI. Toh Haidar sudah menganggap Mela seperti adik buat Haidar."Firdaus mendengus, lalu emnyunggingkan senyum tipisnya. "Kamu angan bohongi Ummi, Haidar. Ummi iin orang yang mengandungmu, melahirkanmu, juga merawatmu.""Maksud Ummi?""Ummi tau kamu menyimpan asa kepada Mela. Kamu jangan pungkiri itu dari Ummi.""Tapi asa ini tidak benar, Mi.""Apanya yang salah?""Dia milik orang, Mi.""Itu hanya di atas kertas, Haidar, yang kapan-kapan bisa diganti kata-katanya.""Tidak Mi, itu sama artinya kita tak baik pada Mela.""Ghak apa. Mudah-muda

    Last Updated : 2024-11-13
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 57. Bisa jadi Dini pelaku pembunuhan itu.

    Sekelompok wartawan segera datang menyerbu setelah melihat sedan mewah yang telah mereka kenal datang. Seorang pria bertubuh tambun berdasi dan memakai jas dongker keluar, lalu disusul dengan perempuan tinggi cantik berkebaya dengan warna senada dipadu dengan kain tenun bahan berkualitas."Selamat, Pak, Bu. Akhirnya putra Anda wisuda juga." Seorang wartawan memulai percakapan."Terimakasih, semua itu berkat kalian juga," ucap perempuan cantik itudngan memamerkan senyum cantiknya."Bagaimana perasaan Bapak yang selama ini ini adalah harapan Anda?""Tentu saja senang. Terimakasih atas ucapan slamatnya. Semoga ilmu yang dia dapat bisa bermanfaat untuk orang-orang sekitar, agama juga bangsanya." Pria itu tersenyum bangga. Bagaimana tidak, apa yang diharapkan selama ini telah terkabul, Danu hari ini telah wisuda."Saya dengar juga, usaha yang baru dibangunnya maju pesat, Pak. Beliau sudah menangani proyek besar." Memang Danu bisa dikatakan bergerak cepat dengan proyek yang dia dapat jauh s

    Last Updated : 2024-11-14
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 58. Fitnah untuk Dini

    "Sebentar, Kak. Suara itu aku sepertimengenalnya." Dini menajamkan telinganya."Ada apa?" tanya Haidar dengan penuh perhatian."Aku seperti mendengar suara orang yang aku kenal di sound itu." Gadis itu menyimak dengan baik apa yang didengarnya."Di sana sepertinya ada wisuda." Haidasr menimpali dengan mengatrahkan pandangan Dini melihat ke aula di depan kampus daerah itu."Iya, Kak. Dan orang yang pidato itu, adalah Barata.""Orangtunya Danu?" tanya Danu dnegan terkejut.Kedua alisnya sampai bertaut."Heem." Dini masih memperhatikan pemandangan di depan meeka. Lalu kembali mendengar apa yang pria itu unfkapkan di pidatonya. "Sepertinya dia menyindirmu di pidatonya."Dini mengeryitkan dahinya. Bagaimanapun dia paham pengaruh Barata di lingkungannya, hinggah dari zaman dia masih ingusan sampai sekarang, orang itu tak pernah turun dari kedudukannya sebagai anggota legislatif. Banyak orang yang selalu mendukung dirinya dan mengagungkan namanya. Orang yang dikenal bijak dalam bertutur dan s

    Last Updated : 2024-11-14
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 59. Sikap itu telah kembali.

    Dini mendekat setelah meletakkan tas yang dibawanya. Hatinya sudah geram dengan melihat pria yang di depannya dengan sudah memamerkan senyum termanisnya karena saking gembiranya setelah sekian lama baru bertemu Dini."Assalamualaikum, Bidadari surgaku!" sapanya cengingisan seperti biasa.Wajah yang tadi telungkup, kemudian berbalik dan memandang Dini dengan senyum, membuat Dini menghentikan langkahnya. Baru saja dia ingin menabok pria itu dengan sambal, tapi melihatnya yang tersenyum telah membuat jangtung Dini berdebar tak beraturan."Mau apa kamu berada di kamarku?" tanya Dini dengan suara sedikit gemetar."Kamarmu, juga kamarku 'kan? Bukankah kita sudah,..""Itu hanya akalanmu saja. Pernikahan itu belum aku setujui. Kamu menikahiku di saat aku tak tau siapa diriku.""Kalau kamu masih ragu, boleh, nanti malam kita nikah lagi. Aku tadi pagi ke pesantren menemui Pak Kyai. Kita disuruh ke sana nanti.""Kamu sudah ke Pak Kyai?""Heem," ucap Dilan dengan berusaha lebih mendekati Dini yan

    Last Updated : 2024-11-15

Latest chapter

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 93. Ketakutan

    Mereka sudah tiba di kantin rumah sakit jiwa tempat Dilan bekerja. Suasana nampak ruh oleh pegawai rumah sakit juga keluarga pasien yang datang menjenguk"Makan duluh ya, Dek?" tanya Dilan yang sudah menggandeng Dini untuk duduk di kursi kantin rumah sakit. Ditariknya kursi untuk diduduki Dini.Dini sontak menatap Dilan dengan tajam. "Tentu saja, Sayangku.L lawong kita juga udah di sini gitu, Mas. Emang mau ngapain kalau bukan mau makan."Dilan tertawa, ngakak. "Aku pikir kita mau itu,.." Dilan mengerling. Sebuah timpukan sudah didaratkan Dini. "Otak kamu ngeres melulu."Tawa Dilan makin keras."Biar ghak tegang. Setelah membaca WA kamu sepertinya tak ada semangat." Dilan segera diuduk di sebelah Dini, menatap Dini tanpa merasa puas. Seolah kalau memungkinkan, matanya tak berhenti bergerak dari wajah Dini.Dini setelah terdiam sesaat, dia menatap Dilan. Matanya yang bersitatap, masih kerap memberinya debar-debar halus. "Terkadang aku takut, Mas. Mereka memutarbalikkan fakta. Bukannya a

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 92. Hati yang retak

    "Kamu tidak akan menjadi milik orang lain sampai aku memilikimu terlebih dahulu," ucap pemuda yang dengan mata berkilatnya menatap dua orang di depannya."Apa maumu, Danu? Apa yang akan kauakukan?"Lelaki itu mendekat, menyunggingkan senyumnya. Lalu dengan penuh perasaan mencolek dagu Dini. "Cih!" Dini meludahi wajah pemuda itu.Danu menyeringai, membalurkan air ludah Dini ke seluruh mukanya. ""Rasanya aku telah merasa kamu menjilatkan lidahmu ke wajahku," "Din,.."Dini menelan saliva. "Din, maafkan aku!" Dia berdiri kaku, terpaku oleh kata-kata yang baru saja keluar dari mulut Danu di saat pikirannya melanglang buana, mengingat kejadian yang membawa Aziel pergi . Angin di ruangan pengadilan itu terasa berat, seperti menyimpan semua beban dunia di udara yang mengelilinginya. Suara langkah sepatu Danu yang semakin mendekat mengisi kekosongan itu, dan setiap detiknya seolah memperlambat waktu. Dini tak tahu harus merasa apa.“Aku yang mengacaukan hidupmu. Maafkan aku, Din,” ujar D

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 91. Bolehkah aku jujur?

    "Assalamualaikum! bagaimana keadaan kalian? Baik-baik saja?" Ajeng segera memeluk Dini, "kamu makin cantik saja, Din," pujinya. "sepertinya karena kalian makin bahagia. Ummi bisa melihatnya," ucap Ajeng dengan memindai rambut Dilan yang basah dan kerudung Dini yang sepertinya juga masih basah rambut di dalamnya saat tadi dia memeluknya.Dini dan Dilan tersipu mengerti dengan arah pembicaraan umminya. Apalagi saat merangkul Dilan, dia mengacak rambutnya. Mereka memang tidak sempat mengeringkan rambut ketika azan Subuh baru terdengar, ada bunyi klakson dari pagar rumah yang mereka tempati. Saat Ima membuka pintu pagar, terlihat mobil travel yang membawa Ajeng dan Ibra datang."Kita kayaknya sebentar lagi mau punya cucu, Mi," tambah Ibra yang membuat Ajeng terkekeh, namun Dilan dan Dini menunduk malu."Bunga kamu makin banyak, Din." Ajeng melihat bunga sambil berjalan ke arah rumah. Semerbak melati tercium harumnya. Dia bahkan mengambil nunga itu dan dibawanya ke rumah."Ummi, jangan lam

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 90. Terbiasa

    Dini yang kecapean sudah tertidur. Bantal guling kesukaannya tak lupa dipeluknya. Dilan yang masuk kamar, diam-diam memandangi wajah cantik yang kini terbaring miring di depannya yang duduk di sisi tempat tidur. Ditelusurinya wajah Dini dengan jemarinya. Dini sekarang memang terlihat makin cantik. Dia rajin merawat diri dan wajahnya. Tubuhnya pun terlihat makin berisi. Dilan menelan salivanya. Ada yang bergejolak di jiwa lelakinya. Diam-diam Dilan merutuki dirinya. Baru juga tadi pagi aku melewati malam pertama kami, pikirnya. Sekilas Dilan tersenyum. Mungkin Dini juga masih sakit, pikirnya yang memang tak berpengalaman dalam hal tempat tidur itu. Dilan merebahkan dirinya di samping Dini. dipandanginya lekat wanita yang teramat dicintainya dari sejak dia masih di bangku sekolah itu. Jemarinya terjulur, mengusap wajah Dini. Saat Dini membuka matanya, Dilan pura-pura tidur."Hanya mimpi," guman Dini dengan sekilas menatap Dilan yang wajahnya tepat di depannya. Dia memandang lelaki yang

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 89. Hanya bekas ODGJ

    "Cerai?" Dilan menengok ke arah pandangan Dini. "Apa maksud perkataanmu, Sil? Siapa yang mengatakan semua itu padamu?"Gadis yang kini menatapnya dengan luka itu, menatap Dini dengan tatapan menghujat. "Seluruh keluarga kita telah merencanakan pertunangan kita. Bahkan minggu depan rencana acaranya, bisa-bisanya kamu sekarang bermesraan dengannya!""Sil, kamu salah mengartikan hubungan kita.""Lihat aku, Dilan. Kau sejajarkan aku dengan wanita bekas ODGJ?"Mendengar perkataan Sisil, mata Dini mulai memburam. Dia berdiri hendak pergi."Dek,.!" Susah payah Dilan menggapai tangannya. Hinggah saat wanita yang dicintainya itu telah direngkuhnya, Dilan memeluknya erat. "Jangan tinggalkan aku lagi, Dek!""Lepaskan aku, Mas!""Tidak, Dek. Aku takkan melepaskanmu. Aku bisa jelaskan semuanya ke Sisil."Namun Dini tetap berusaha melepaskan pelukan Dilan dan pergi."Erka, tolong kunciku!"Erka yang sedari tadi tak melepas pandangannya dari Dini dan Dilan, hinggah tau kapan Sisil datang dan menatap

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 88. Cerai?

    "Apa yang bisa kamu dapat dengan berdebat dengannya, atau menamparnya?" Dilan memulai dengan suara pelan namun tegas. "Justru kamu akan mendapat kasus baru yang akan menjeratmu dalam rana hukum. Kamu sendiri kan tau siapa dia," lanjutnya.Dini masih mencoba melawan, namun tangannya lemah, kalah oleh ketenangan Dilan. Dia akhirnya menyerah dan membiarkan Dilan membimbingnya masuk ke mobil. Kursi penumpang menjadi tempat Dini mengempaskan tubuhnya yang masih dipenuhi rasa frustrasi."Ini, minumlah!" Tanpa banyak bicara lagi, Dilan menghidupkan mesin mobil etelah Dini minum, dan melajukan kendaraan ke arah sebuah tempat yang sudah dikenalnya baik—café milik Erka, sahabatnya."Kita mampir di café temanku ya, nggak jauh dari sini," ucap Dilan santai. "Kamu tentu sudah lapar, setelah melampiaskan emosimu barusan."Dini hanya mengangguk pelan."Aku gemes, tahu nggak? Lihat tampangnya aja aku udah enek."Dilan melirik Dini. "Walau gitu, nggak usah ngamuk juga kali. Nanti cantiknya hilang," g

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 87. Menjijikkan.

    Seseorang datang dengan memamerkan senyumnya. "Bukankah itu orang yang di televisi pesantren kapan hari itu, Dek?" tanya Dilan saat menatap pria tambun yang kini ada di depan mereka sedang melangkah."Iya, Mas. Dia Barata. Kenapa dia di sini?" Din heran dengan adanya pria itu.Barata mendekat. Dini merasakan dag dig dug."Saya ke sini untuk mengajukan lamaran atas nama anak saya satu-satunya, Bu Astri." Pria tambun itu mengutarajan kedatangannya ke rumah Dini."Tetapi maaf, Pak, anak saya masih sekolah, baru mau kelas XII, mana mungkin memikirkan pernikahan?" Tolak Astri walau dia merasakan ketakutan dengan pria yang memiliki reputasi terhormat di seluruh lingkungan mereka."Dia kan perempuan Bu, untuk apa lagi kalau bukan menikah? Lagian walau Danu sekarang belum bekerja, dia takkan kekurangan apapun kalau hanya untuk menafkahi seorang gadis. Anak Ibu tidak akan kekurangan hidup bersama kami.""Bukan karena itu, Pak. Saya tau setiap perempuan akan menjadi Ibu dengan memasak di dapur

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 86. Dapat job.

    "Pak Rasyid ada sedikit masalah. Jadi digantikan orang lain.""O, begitu ya? ""Maksudnya apa?" bisik Dini."Selama ini Papa mengiringi langkahmu dengan orang suruannya."" Jadi, orang yang menguntit aku itu suruhan Papa?"Dilan mengangguk."Pantas kamu mengetahui rumahnya Haidar. Kapan hari aku sempat berfikir, kenapa kamu sampai tau rumahnya Haidar, darimana coba. Kamu juga datang di saat yang tepat saat aku tak mendapati tukang ojek waktu pulang.""Heem. Papa yang ngabari aku setelah Papa di telpon orang suruannya."Pramono yang mendengar bisik-bisik mereka menyela,"Kenapa, Din, kamu takut?""Ya jelas takut sih, Pa. takutnya dia penculik kayak yang duluh. "Pramono tertawa kecil."Kenapa juga, Mas Dilan ghak ngomong?""Biar kamu ghak ngerasa tidak bebas, Din.""Makasih, Pa. Dini jadi terharu diperhatikan Papa.""Kamu adalah bagian dari Dilan. Dilan adalah putra Papa. Itu sama saja artinya kamu juga bagian dari Papa. Kamu jaga diri baik-baik ya. Segera kasih Papa cucu biar Papa bisa

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 85. Virgin?

    "Kok lama kamu baru pulang, Sil?" sapa Rena begitu putrinya nyampek di rumah."Iya, sampek pegel nih, Mi," ucap Sisil dengan sewot menyelonjorkan kakinya."Emang kerja apa sampek pegel?""Bukan kerjanya, tapi nungguin Dilan yang pegel. Udah gitu dia pulang sama Dini bergandengan mesra lagi.""Gandengan mesra? Bukankah kata mamnya Dilan mereka hanya sementara, bagaimana gandengannya sampai mesra?" Wajah wanita itu sampei kerkerut."Kenyataannya begitu."Bramanto yang baru dari dalam, segera menghampiri ibu dan anak itu. "Perasaanmu kali, Sil.""Ghak tau juga sih, Pi. Cuma aku lihat tadi Dini naik ke atas, kayak naik ke kamar atas. Bukan ke kamar yang dipakai Dilan. Sepertinya mereka ghak sekamar.""Tuh, kan,..Mami bilang juga apa. Percaya Tante Giani deh," ucap wanita yang masih cantik di usianya yang kepala empat itu sambil merangkul putrinya.Sisil seketika senyumnya mengembang. Demikian juga Bramanto yang segera menggandeng putri kesayangannya masuk.Sementara di rumah yang ditempa

DMCA.com Protection Status