Beranda / Romansa / MENANTU IMPIAN IBU / Bab 55. Kenapa rasa ini datang?

Share

Bab 55. Kenapa rasa ini datang?

Penulis: HaniHadi_LTF
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-13 20:05:18

Dini langsung menatap wanita di depannya tak percaya. Sebagaimana juga Firdaus, Dini juga merasakan kenyamanan dengan tinggal bersama mereka. Dia merasa seperti layaknya di rumahnya yang ada Ibu dan Fahmi. Namun kenyataannya berbeda. mereka bukanlah siapa-siapa Dini.

"Ummi ghak salah milih Dini sebagai menantu Ummi? Dini sudah pernah menikah, Mi. Dini bukanlah gadis suci lagi yang pantas untuk Haidar. Dini sudah tak suci lagi. Dini sudah,.."

Firdaus mengatupkan telunjuknya ke mulut Dini. "Kamu ngomong apa, Sayang? Bagi Ummi kamu masih utuh, tak terjamah. Lagipula kalau memang seperti yang kamu katakan, apa salah jika kamu memulai hidup kembali?"

"Tapi, Mi."

"Kamu justru tidak tau kebenarannya. Bukankah kamu ghak sadar saat menikah?"

"Tapi begitulah kenyataannya, Mi. Mana mungkin dia tidak menyentuh Dini?" Dini terlihat sedih dengan pandangannya yang menunduk."Bahkan pernikahan Dini bukanlah pernikahan biasa. Sampai sekarang pun, Dini ghak tau status Dini. Bahkan kehidupan Dini saja ha
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 56. Keyakinan Dilan.

    Firdaus menatap Haidar. "Bicara apa?" tanyanya dengan melihat Haidar seolah aneh."Ya, tentang Mela, dong, Mi. tentang apa lagi?" Haidar duduk di meja tempat umminya masih menyelesaikan makanan ringannya."Memangnya kenapa dengan Mela?" Haidar menarik nafas berat. "Kenapa bicara tentang niat Ummi ke Mela? Haidar jadi serba salah, nih. Tak seharusnya Ummi mengtakan semua itu, biarlah sang waktu yang akan menjawab mau ke mana hubungan Haidar dan Mela, MI. Toh Haidar sudah menganggap Mela seperti adik buat Haidar."Firdaus mendengus, lalu emnyunggingkan senyum tipisnya. "Kamu angan bohongi Ummi, Haidar. Ummi iin orang yang mengandungmu, melahirkanmu, juga merawatmu.""Maksud Ummi?""Ummi tau kamu menyimpan asa kepada Mela. Kamu jangan pungkiri itu dari Ummi.""Tapi asa ini tidak benar, Mi.""Apanya yang salah?""Dia milik orang, Mi.""Itu hanya di atas kertas, Haidar, yang kapan-kapan bisa diganti kata-katanya.""Tidak Mi, itu sama artinya kita tak baik pada Mela.""Ghak apa. Mudah-muda

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 57. Bisa jadi Dini pelaku pembunuhan itu.

    Sekelompok wartawan segera datang menyerbu setelah melihat sedan mewah yang telah mereka kenal datang. Seorang pria bertubuh tambun berdasi dan memakai jas dongker keluar, lalu disusul dengan perempuan tinggi cantik berkebaya dengan warna senada dipadu dengan kain tenun bahan berkualitas."Selamat, Pak, Bu. Akhirnya putra Anda wisuda juga." Seorang wartawan memulai percakapan."Terimakasih, semua itu berkat kalian juga," ucap perempuan cantik itudngan memamerkan senyum cantiknya."Bagaimana perasaan Bapak yang selama ini ini adalah harapan Anda?""Tentu saja senang. Terimakasih atas ucapan slamatnya. Semoga ilmu yang dia dapat bisa bermanfaat untuk orang-orang sekitar, agama juga bangsanya." Pria itu tersenyum bangga. Bagaimana tidak, apa yang diharapkan selama ini telah terkabul, Danu hari ini telah wisuda."Saya dengar juga, usaha yang baru dibangunnya maju pesat, Pak. Beliau sudah menangani proyek besar." Memang Danu bisa dikatakan bergerak cepat dengan proyek yang dia dapat jauh s

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 58. Fitnah untuk Dini

    "Sebentar, Kak. Suara itu aku sepertimengenalnya." Dini menajamkan telinganya."Ada apa?" tanya Haidar dengan penuh perhatian."Aku seperti mendengar suara orang yang aku kenal di sound itu." Gadis itu menyimak dengan baik apa yang didengarnya."Di sana sepertinya ada wisuda." Haidasr menimpali dengan mengatrahkan pandangan Dini melihat ke aula di depan kampus daerah itu."Iya, Kak. Dan orang yang pidato itu, adalah Barata.""Orangtunya Danu?" tanya Danu dnegan terkejut.Kedua alisnya sampai bertaut."Heem." Dini masih memperhatikan pemandangan di depan meeka. Lalu kembali mendengar apa yang pria itu unfkapkan di pidatonya. "Sepertinya dia menyindirmu di pidatonya."Dini mengeryitkan dahinya. Bagaimanapun dia paham pengaruh Barata di lingkungannya, hinggah dari zaman dia masih ingusan sampai sekarang, orang itu tak pernah turun dari kedudukannya sebagai anggota legislatif. Banyak orang yang selalu mendukung dirinya dan mengagungkan namanya. Orang yang dikenal bijak dalam bertutur dan s

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 59. Sikap itu telah kembali.

    Dini mendekat setelah meletakkan tas yang dibawanya. Hatinya sudah geram dengan melihat pria yang di depannya dengan sudah memamerkan senyum termanisnya karena saking gembiranya setelah sekian lama baru bertemu Dini."Assalamualaikum, Bidadari surgaku!" sapanya cengingisan seperti biasa.Wajah yang tadi telungkup, kemudian berbalik dan memandang Dini dengan senyum, membuat Dini menghentikan langkahnya. Baru saja dia ingin menabok pria itu dengan sambal, tapi melihatnya yang tersenyum telah membuat jangtung Dini berdebar tak beraturan."Mau apa kamu berada di kamarku?" tanya Dini dengan suara sedikit gemetar."Kamarmu, juga kamarku 'kan? Bukankah kita sudah,..""Itu hanya akalanmu saja. Pernikahan itu belum aku setujui. Kamu menikahiku di saat aku tak tau siapa diriku.""Kalau kamu masih ragu, boleh, nanti malam kita nikah lagi. Aku tadi pagi ke pesantren menemui Pak Kyai. Kita disuruh ke sana nanti.""Kamu sudah ke Pak Kyai?""Heem," ucap Dilan dengan berusaha lebih mendekati Dini yan

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 60. Sunnah rosul, yuk!

    Dini membalikkan tubuhnya hinggah dia dapat menatap dengan jelas siapa yang kini berdiri dengan kedua tangan di dada sambil memandanginya."Sudah lama di situ?" tanya Dini sewot. Giginya gemertak ingin segera menerkam pria yang kini tersnyum itu."Lumayan." Senyum tipis Dilan mengembang. Namun bagi Dini itu seolah seringaian untuk menelan dirinya."Kenapa ghak di luar duluh nunggunya?""Kenapa? Aku ghak boleh mandangi kamu? Atau kamu,.."Dilan mendekat. Dini mundur selangkah.Dilan tersenyum. "Setidaknya pakailah ini agar orang tak tau kalau kita lagi berantem." Dilan meraih tangan Dini, menyematkan cincim kawinnya, juga gelangnya. Lalu dia hendak meraih bahu Dini dengan bermaksud mengenakan kalung di lehernya, namun dia kemudian menggeleng pelan, ragu dengan melihat tatapan Dini. "Yang lain, kamu pakai sendiri, ya. Jangan ditinggal lagi," ucap Dilan yang membiarkan Dini terpaku. Lalu keluar.Dini mengerjapkan matanya, menata hatinya yang seolah tersengat listrik saat Dilan menyemat

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 61. Ke mana lagi kau, Dini?

    Dilan mendekat dengan menyingkirkan bantalnya. Dini memejamkan mata. Dilan sudah merasa tak sabar dengan mendekatkan wajahnya hendak mencium Dini. Namun,.."Aww,..Dini!" pekik Dilan kesakitan, sambil memegangi pantatnya karena terjatuh dari springbad yang mereka tiduri. Dilan memang tak menyangka dengan reaksi Dini yang tiba-tiba menyibakkan tangannya. "Jahat bener kamu, ya. Aku ajak kamu ke surga, kamu memberiku neraka.""Rasain!" Dini malah terkekeh melihat Dilan yang kesakitan'Jangan jahat sama suami sendiri. Kamu diajak sudah menolak itu dapat laknak dari malaikat. Tadi denger ghak kata Pak Kyai, kalau semalaman malaikat juga akan menjahuimu.""Biarin dijahui malaikat, daripada didekati malaikat Izrail.'" Kausamakan aku dengan Izrail? Kebangetan kamu ya,.! Sini,.." Dilan sudah tak sabar dengan makin menggoda Dini dengan mendekatiya dan memeluknya. Dini yang meronta seperti anak kecil membuat Dilan malah gemas dengan menciumnya. Lagi-lagi Dini menendangnya."Auww!" Dilan memegang

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 62. Ancaman Danu.

    "Kamu suadh lama di situ, Din?" tanya wanita itu dengan sudah menatap Dini dengan senyumnya yang menyejukkan.Sapaan itu membuat Dini reflek menoleh. Sisa air matanya segera dia habus dengan menunduk. Alisnya bertaut, berusaha mengingat siapa wanita yang kini telah di depannya. Diingatnya wajah itu seperti pernah dia lihat." Aku Ajeng, umminya Aziel, Dini." Wanita yang paham dengan kebingungan Dini itu menjelaskan.Selintas kembali Dini teringat wanita itu pernah menyuruhnya memanggil 'ummi'. Dini berdiri dan menyalaminya. Lalu mengatupkan kedua tangannya ke dada untuk Ibra yang juga tengah memamerkan senyumnya untk Dini.Dini bergeser. Mereka lalu duduk di depan makam Aziel. Sejenak mereka kemudian membisu, khususnya kedua orang tua Aziel yang sibuk melantunkan do'a untuk Aziel."Jangan kautangisi Aziel, Din. Dia telah bahagia di sana,' ucap Ibra."Tapi Dini belum bias membantu Aziel mendapatkan keadilan."Ajeng menatap Dini setelah menyelesaikan do'anya. "Kamu berhak bahagia bersama

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 63. Apa kamu kembali kepadanya?

    "Assalamualaikum, Kak!" Dini memulai telponnya dengan salam."Waalaikum salam, Mel. Gimana, jadi dijemput kapan? kamu sudah selesai liburannya?" tanya seorang pemuda di sebarang sana."E, begini, Kak. Ada persoalan baru yang membuat aku harus kembali ke rumah kami. " Dini menjeda ucapannya merasa tak enak ke Haidar setelah apa yang telah diungkapkan umminya kapan hari. "aku harus menyelesaikan persoalanku duluh, Kak. Aku tak boleh lari dari kenyataan.""Maksudnya apa, Mel?""saya harus memberi Aziel keadilan dengan menjadi saksi atas kematian Aziel.""Kamu ghak apa-apa? Kamu siap?""InsyAllah, Kak. Doaian ya," ucap Dini."Baiklah, Mel. Memang harus itu yang kamu hadapi.""Tapi aku tidak bisa sebebas dulu untuk kerja di tempat Kakak. Setelah aku bersedia menjadi saksi, otomatis hari-hariku harus selalu waspada. Dan sepertinya aku hanya bisa tinggal di rumah kami, utitu pun kayaknya kau harus pakai penjaga.""Rumah kami?" Tak sengaja Haidar mengulang kata Dini soal rumah."E, maksudku r

Bab terbaru

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 69. Malam pertama?

    "Selamat malam, Pak. Maaf mengganggu tidur Anda." Salah satu dari dua orang itu membuka ucapannya. Lalu mengangsurkan sebuah amplop. Dilan mengambilnya ddan ememgangnya dengan hati-hati dengan sesekali menatap kedua orang itu dengan tatapan selidik. Yang satunya berambut biasa, yang satunya berambut sebahu."Bapak bisa baca, itu surat dari kepolisian. Mulai hari ini kami harus menjaga Nyonya Dini. Walau kami tak terus terang seperti duluh. Bagaimanapun juga kasus Nyonya Dini kini makin serius, jadi kami harus lebih berhati-hati.""Kok cepat sekali, Pak kami mendapat eprlindungan. Kami bahkan belum memasukkan gugatan atas kasus meninggalnya Bian."Yang berambut panjang tersenyum, berusaha menetralkan kecurigaan Dilan. "Pak Danu kemarin menyerahkan diri. Satu-satunya saksi hidup hanyalah Nyonya Dini. Setelah kejadian penculikan sebulan yang lalu, kami harus lebih hati-hati untuk menjaganya. Bagaimanapun juga orang tua Pak Danu memiliki kekuasaan dan kedatangan Pak Danu untuk menyerahka

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 68. Sulitnya bilang cemburu.

    Dilan masih mendekap Dini yang terisak dalam pelukannya. Dilan memang tak habis pikir, apa yang terjadi dengan Dini. "Apa kamu takut dengan menjadi saksi ini?"Dilan mencoba menerka. Dini menggeleng. Kembali mendongak ke wajah Dilan yang kini telah mendaratkan kecupan di keningnya. "Kamu jangan takut, Din, aku akan selalu ada di sampingmu. aku akan terus mendampingimu, apapun masalah yang kauhadapi."Aku tidak takut soal itu," jawab Dini pelan."Lalu apa?"Dini masih diam dan sesenggukan."Apa ini ada hubungannya dengan ucapanmu di meja makan tadi?" Dilan mendaratkan ciumannya di ubun-ubun Dini. Bau segar rambut Dini membuatnya lebih lama dengan memejamkan matanya. "jika sampai rumah ini sudah tidak boleh kita tempati lagi, aku janji akan membelikanmu rumah dengan menyicil KPR, atau mungkin beli tanah kapling duluh. Aku ada tabungan kalau hanya untuk tanah satu kapling. Kita akan bangun rumah, walau rumah kecil ghak apa-apa, asal kita selalu bersama. Yang penting tamannya aja banyak b

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bsb 67. Baru juga kubuka diri.

    "Din, kamu kenapa, aku perhatikan sejak kamu dari kamar atas tadi kok diemi aku?" tanya Dilan, namun Dini hanya diam dengan terus menjalankan sholat Maghrib tanpa mengajak Dilan jamaah."Ghak nunggu aku dari kamar mandi, Din? Kita jamaah Maghrib."Dini langsung mengangkat tangannya dengan memulai takbir.Dilan lalu meninggalkannya dengan bergegas mengambil mandi sekalian. Saat dia keluar dari kamar mandi, dia hanya mengenakan handuk dengan dililitkan di pinggangnya. Rambutnya yang tampak basah indah terjuntai di wajahnya, sekilas membuat debar di hati Dini yang memandangnya, terlebih saat melihat tubuh Dilan. Dini lalu meninggalkan kamarnya menuju dapur. Kenapa pikiranku jadi ngeres begini saat melihatnya? rutuk Dini."Masak apa, Bu? Harum sambal terasinya kok sudah tercium?" Dini mendekati Ima yang tengah sibuk di dapur menyiapkan makan malam. Ima hanya tersenyum. Dini lalu membuat teh hangat. Menyiapkan semuanya di meja makan dekat mini bar.Ajeng dan Ibra menuruni tangga. Tampak ju

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 66. Calon ibu anakku.

    "Dasar wanita gila!" umpat Giani yang takut siapa Dini bagi Dilan, diketahui Sisil. Dia memang sama sekali tidak menyangka gadis itu akan kembali ke rumah ini. Bahkan dengan sikap yang kini jauh dari yang dia duga. Saat kapan hari Sisil yang menunggu Dilan dari siang di rumahnya, sampai mendekati malam, dia hanya berfikir untuk membawanya ke rumah ini. Dia sendiri juga khawatir akan keadaan Dilan yang dari kemarin tak aktif handphone-nya, setelah terjadi pertengkaran dengannya kapan hari. Terlebih saat dia dibilangi Sisil, kalau Sisil sendiri tak bisa menghubungi Dilan.Dini yang mengurung dirinya di kamar atas, merasakan hatinya amat suntuk. Dia bahkan tidak keluara sampai terdengar bunyi mobil yang beranjak pergi dari halaman rumahnya.Dari balkom dia mencoba melihat, ternyata sedan mewah yang dikendarai gadis itu telah pergi. Dini menghela nafas panjang. Syukurlah mereka telah pergi, guman Dini sambil merebahkan dirinya ke tempat tidur. Dini baru menggulir handphone-nya saat terden

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 65. Cemburu.

    Giani, orang yang pertama turun dari sedan itu segera menghampiri Dini. Pandangan matanya menelisik tajam ke Dini. Dalam hati dia memang mengakui betapa cantik gadis tinggi semampai yang kini tubuhnya terlihat lebih berisi dan segar. Wajahnya pun nampak makin ayu dengan bedak ringan dan goresan tipis lipstik warna nude. Namun kebencian yang memuncak sampai ke ubun-ubun, mengalahlan kekagumannya."Kenapa kamu kembali? Siapa yang menyuruhmu? Bukankah aku telah menyuruhmu pergi dari kehidupan anakku?" tanyanya bertubi-tubi tanpa jeda.Dini menatap tajam wanita di depannya. Cukup sudah selama ini dia menginjak harga diriku, bahkan saat itu mengusirku dengan semena-mena, bathin Dini."Kenapa kamu kembali? Budeg ya, kamu?" Giani tidak sabar dengan kediaman Dini. Kembali dia mengeluarkan kata-kata kasarnya."Biasanya orang yang suka teriak-teriak yang budek, Tante." Dini berjalan mendekatinya, meninggalkan bunga anggreknya. "benar kan saya harus memanggil Tante, seperti keinginan Anda?"Gian

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 64. Aku merindukanmu!

    "Hentikan, Danu, apa yang akan kaulakulan dengan pisau buah itu. Kamu mau bunuh papamu?" Tantri ketakutan melihat putra tunggalnya mengacungkan pisau."Itu keenakan untuk Papa jika aku membunuhnya. Aku hanya ingin menghabisi diriku sendiri. Biar Papa sama Mama akan menekuri hari tua sendirian. Bukankah itu lebih menyakitkan?" Danu kemudian tertawa."Dasar anak tidak tau diuntung!" Barata memegangi dadanya setelah Danu meletakkan pisaunya."Sekali lagi Danu tegaskan,... jangan kembali mengusik hidup Dini." Danu pun pergi dengan menyambar kunci mobilnya yang sempat terjatuh.Tantri mendekati suaminya. "Papa tidak apa-apa?" Dia lalu mengambil air minum untuk suaminya.Barata meminum hingga tandas air di gelasnya.Tantri duduk di samping Barata, mencoba menenangkan dirinya meski tangannya masih gemetar. "Kita harus bicara lagi dengan Danu, Pa. Dia semakin sulit dikendalikan," katanya dengan suara rendah. "Setip kita membicarakan tentang Dini, dia akan cepat menanggapi, kita harus hati-hat

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 63. Apa kamu kembali kepadanya?

    "Assalamualaikum, Kak!" Dini memulai telponnya dengan salam."Waalaikum salam, Mel. Gimana, jadi dijemput kapan? kamu sudah selesai liburannya?" tanya seorang pemuda di sebarang sana."E, begini, Kak. Ada persoalan baru yang membuat aku harus kembali ke rumah kami. " Dini menjeda ucapannya merasa tak enak ke Haidar setelah apa yang telah diungkapkan umminya kapan hari. "aku harus menyelesaikan persoalanku duluh, Kak. Aku tak boleh lari dari kenyataan.""Maksudnya apa, Mel?""saya harus memberi Aziel keadilan dengan menjadi saksi atas kematian Aziel.""Kamu ghak apa-apa? Kamu siap?""InsyAllah, Kak. Doaian ya," ucap Dini."Baiklah, Mel. Memang harus itu yang kamu hadapi.""Tapi aku tidak bisa sebebas dulu untuk kerja di tempat Kakak. Setelah aku bersedia menjadi saksi, otomatis hari-hariku harus selalu waspada. Dan sepertinya aku hanya bisa tinggal di rumah kami, utitu pun kayaknya kau harus pakai penjaga.""Rumah kami?" Tak sengaja Haidar mengulang kata Dini soal rumah."E, maksudku r

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 62. Ancaman Danu.

    "Kamu suadh lama di situ, Din?" tanya wanita itu dengan sudah menatap Dini dengan senyumnya yang menyejukkan.Sapaan itu membuat Dini reflek menoleh. Sisa air matanya segera dia habus dengan menunduk. Alisnya bertaut, berusaha mengingat siapa wanita yang kini telah di depannya. Diingatnya wajah itu seperti pernah dia lihat." Aku Ajeng, umminya Aziel, Dini." Wanita yang paham dengan kebingungan Dini itu menjelaskan.Selintas kembali Dini teringat wanita itu pernah menyuruhnya memanggil 'ummi'. Dini berdiri dan menyalaminya. Lalu mengatupkan kedua tangannya ke dada untuk Ibra yang juga tengah memamerkan senyumnya untk Dini.Dini bergeser. Mereka lalu duduk di depan makam Aziel. Sejenak mereka kemudian membisu, khususnya kedua orang tua Aziel yang sibuk melantunkan do'a untuk Aziel."Jangan kautangisi Aziel, Din. Dia telah bahagia di sana,' ucap Ibra."Tapi Dini belum bias membantu Aziel mendapatkan keadilan."Ajeng menatap Dini setelah menyelesaikan do'anya. "Kamu berhak bahagia bersama

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 61. Ke mana lagi kau, Dini?

    Dilan mendekat dengan menyingkirkan bantalnya. Dini memejamkan mata. Dilan sudah merasa tak sabar dengan mendekatkan wajahnya hendak mencium Dini. Namun,.."Aww,..Dini!" pekik Dilan kesakitan, sambil memegangi pantatnya karena terjatuh dari springbad yang mereka tiduri. Dilan memang tak menyangka dengan reaksi Dini yang tiba-tiba menyibakkan tangannya. "Jahat bener kamu, ya. Aku ajak kamu ke surga, kamu memberiku neraka.""Rasain!" Dini malah terkekeh melihat Dilan yang kesakitan'Jangan jahat sama suami sendiri. Kamu diajak sudah menolak itu dapat laknak dari malaikat. Tadi denger ghak kata Pak Kyai, kalau semalaman malaikat juga akan menjahuimu.""Biarin dijahui malaikat, daripada didekati malaikat Izrail.'" Kausamakan aku dengan Izrail? Kebangetan kamu ya,.! Sini,.." Dilan sudah tak sabar dengan makin menggoda Dini dengan mendekatiya dan memeluknya. Dini yang meronta seperti anak kecil membuat Dilan malah gemas dengan menciumnya. Lagi-lagi Dini menendangnya."Auww!" Dilan memegang

DMCA.com Protection Status