Beranda / Romansa / MENANTU IMPIAN IBU / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab MENANTU IMPIAN IBU: Bab 31 - Bab 40

69 Bab

Bab 31. Dia bukan Aziel!

Ima yang baru saja datang dari pasar melihat semua itu, dia berlari mengejar."Penculik! Mau kamu bawa ke mana Den Dini? Turunkan! Turunkan!" Imah berusaha mencegah dengan sekuat tenaga."Hey perempuan tua, menyingkir kamu dari sini. Atau kamu ingin mampus?" Dengan sekali dorong, salah seorang diantara mereka membuat Bi Ima terjerembab jatuh. Dengan segera masuk mobil dan membawa Dini.Ima kebingungan. Kembali berteriak pernculik, penculik. Di saat itu Dilan datang."Den, cepat. Den Dini dibawa mobil hitam itu."Dilan yang panik langsung mengikuti mobil yang masih terlihat olehnya. Mobil itu? Dilan hafal betul dengan nomer platnya saat dia mengawasinya di cafe. KIni dia baru tau, ternyata dua orang itu mengincar Dini, bukan dirinya. Sesaat dia terigat perbincangan dia dengan papa dan abinya tempo hari. Berarti itu ada hubunganya dengan kematian Aziel, tebaknya. Yang artinya itu dafa hubungannya dengan anak pejabat itu yag telah membunuh Aziel.Mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Di
Baca selengkapnya

Bab 32. Duluh aku membencimu. Sekarang!, makin membencimu!

Dini menatap tak percaya. Kebohongan apa ini yang menimpaku? Orang yang telah aku anggap suami, yang bersamanya setiap hari-hariku dan memeluknya di kala tidurku, dia bukanlah orang yang selama ini aku cintai. Dia telah berbohong dengan mengambil keuntungan dari ketidakberdayaanku. Orang yang teramat aku benci itu, ternyata telah menggantikan Aziel selama ini."Kamu lihat apa? Lihat suamimu yang tenang dalam tidurnya?" bentak salah seorang diantara mereka setelah orang dengan bertubuh tanbun keluar dengan pengawalnya."Ayo jalan!" perintahnya ke Dini yang menatap mereka dengan pandangan benci."Atau kamu mau aku angkat seperti pria ini?" tanya yang satu lagi.Dini kemudian berjalan menuruti perintah. Dilan yang terkulai, ditidurkannya dengan didudukkan di kursi dekat Dini. Wajahnya termanggut-manggut saat kendaraan melaju. Dini menopangnya dengan berkali-kali airmata menetes. "Kamu telah membohongiku,kamu telah membohongiku! ucap Dini berkali kali dalam hatinya.Avansa putih itu kemud
Baca selengkapnya

Bab 33. Jangan kausentuh Diniku!

Polisi itu tak enak hati dengan kegelisahab Pramono. "Begini, Pak. Ada yang harus kami bicarakan. Kami tak ingin gegabah dalam bertindak. Ini melibatkan orang penting di wilayah ini. Sepertinya ini kasus yang ada kaitannya dengan kejadian hampir setahun silam." Polisi itu lalu memperlihatkan layar handphone-nya ke Pramono. Memperlihatkan sebuah foto di sana.Pramono melihat dengan jelas foto Dini yang terpajang di medsos itu. Tubuhnya seketika menegang. Sorot matanya penuh kecemasan, mengingat ternyata menantu ayng mat diasayangi itu kin terlibat dalam pusaran masalah yang tak terduga."Ini menantu, Bapak?""I,..iya, Pak. Itu menantu saya," ucapnyad rngan suara tertahan.Polisi itu menggangguk pelan. mempererat genggaman tangan ada handphone-nya. "Dia adalah saksi hidup meninggalnya Abian Azierul Alam, santri Pondok Pesantren Puncak hampir setahun yang lalu di bumi perkemahan. Media sosialnya yang menawarkan bunga sering dikunjungi seseorang. Kami akan menyelidikinya."Pramono memejam
Baca selengkapnya

Bab 34. Batas tipis kebencian.

"Hentikan!" teriak seorang pemuda yang tiba-tiba saja datang, memasuki resort yang tak terkunci. Rupanya setelah keluaranya elaki tambun tadi, mereka lupa mengunci pintunya."Tapi, Mas,.." ucap penculik itu."Hentikan!""Tolong Dini di dalam, Mas. Tolong Dini,.." ucap Dilan yang kemudian terkulai tak sadarkan diri. Darah mengalir di beberapa bagian tubuhnya.Danu segera berlari. Jeritan Dini amat memilukan. Dibukanya pintu kamar yang juga tak terkunci itu. Melihat yang terpapar di depannya, darahnya mendidih."Biadab! Kamu apakan Diniku?" Danu segera mendekati pria penculik itu dan menyeret tubuhnya dari Dini. Sebuah tamparan keras dia lontarkan. Sampai lelaki itu meringis kesakitan.Dini dengan pakaian compang camping, segera menutupi dirinya dengan selimut yang ada di tempat tidur itu. Matanya nanar menatap Danu dengan derai airmata yang mengalir di pipinya."Kamu apakan dia?" tanya Danu dengan menghantam kembali pria dengan telanjang dada itu"Saya belum,.."Sekali lagi tamparan me
Baca selengkapnya

Bab 35. Haruskah kuterima pernikahan ini?

Pramono menatap orang-orang di depannya, wajahnya penuh amarah yang sulit dibendung. Alisnya yang tebal berkerut tajam, otot-otot di rahangnya mengencang seiring dengan kemarahan yang menyalak dari dadanya. "Siapa yang menyuruh kalian? Kenapa kalian mau menculik anakku?" tanyanya, suaranya menggelegar seperti petir di malam tanpa bintang.Orang-orang itu hanya membisu. Mata mereka enggan bertemu tatapan penuh tuntutan dari Pramono, sementara seorang pemuda tampan di antara mereka menunduk, wajahnya tenggelam dalam bayang-bayang rasa bersalah yang samar. Pramono meneliti pemuda itu. Ada sesuatu yang aneh, seolah pemuda itu tidak cocok berada di sana, terlihat berpendidikan dan halus. "Siapa dia?" Pramono bertanya dalam hati, matanya tak lepas dari wajah Danu yang semakin dalam menunduk, seakan ingin menghilang dari pandangan."Tahan diri Anda, Pak," seorang polisi berbadan tegap menepuk bahu Pramono dengan lembut. "Sekeras apa pun Anda bertanya, mereka tak akan menjawab, Pak. Tidak sem
Baca selengkapnya

Bab 36. Kebencian ini.

"Bi, bagaimana ini, kenapa Kak Dini belum juga keluar. Tengok, Bi! Tengok!" akhirnya Kanaya memerintahkan Ima untuk menengok Dini Dia benar-benar tidak berani mendekat."Baiklah, Non!" jawab Ima dengan beranjak dari duduknya. Belum juga dia sampai di pintu Dini, pintu kamar terbuka. Nampak Dini keluar dengan baju rumahan, baju tidur peach selutut dengan lengan pendek. Kulit putihnya tersembul dengan indah. Demikian juga dengan tangannya yang ramping. Rambutnya yang ikal sepunggung digerainya karena masih basah.Kanaya membelalakkan matanya, takjub. Dia memang tak pernah melihat Dini dengan penampilan rumah seperti itu. Di rumah dia memang ada Davin yang membuat Dini tak berani memakai pakaian yang dibelikan Dilan itu, kecuali saat dia tidur. . Benar-benar kecantikan yang sempurna tanpa polesan, pantas kedua kakakku klepek-klepek melihatnya, pikir Kanaya."Kalian belum makan?" tanya Dini."Belum, Den""Kanaya juga belum makan?""E,.. belum, Kak!" Kanaya sampai terbata masih takjub deng
Baca selengkapnya

Bab 37. Apakah milikku yang berharga, kauambil?

Di ambang pintu, Dini hampir tak sempat menjejakkan kaki ke dalam ruangan saat Giani menerjang ke arahnya. Wajah ibu itu memerah, amarah membara dalam sorot matanya. Tangannya terangkat, siap melayang ke pipi Dini, sebelum Davin buru-buru memegang pergelangan tangan mamanya dengan hati-hati.“Ma, tolong sabar, Ma!” Davin menghalangi, berusaha menjaga agar situasi tak makin keruh.Giani mendelik tajam, suaranya bergetar penuh luka. “Kembalikan Dilanku! Jika sesuatu yang buruk terjadi pada anakku, aku tak akan pernah memaafkanmu,” teriaknya, nada suaranya penuh derita dan tuduhan. matanya tak berhenti menangis.Davin menarik napas panjang, mencoba meredakan ketegangan. “Mama, tadi Mama bilang ingin pulang, kan? Biar aku antar sekarang,” ucapnya, lembut namun tegas.Tapi Giani tak bergeming. Ia menatap Dini seperti seseorang yang tengah menghadapi musuh besar. “Jangan pernah dekat-dekat anakku lagi! Pergi!” desisnya, sembari mendorong Dini, hampir membuatnya terjatuh. Untung saja Kanaya,
Baca selengkapnya

Bab 38. Dilan?

"Selamat siang, Pak!" Barata sudah di menghadap ke kantor polisi. "saya mendapat khabar kalau saya harus menghadap Bapak. Ada apa ya?""Anda tidak merasa bersalah?" tanya Polisi, " ah, ya,.. orang besar seperti Anda mana pernah merasa punya salah.""Jaga ucapan Anda, Pak!" ucap Barata mulai emosi. "kesalahan apa yang saya buat? Bahkan anak saya sekarang masuk di jeruji besi dengan tuduhan yang tidak pantas. Sudah jelas, yang menculik mereka adalah dua orang itu. Dan akan memperkosa gadis itu adalah dua orang itu. Anak saya menyelamatkan mereka, kenapa malah yang ditangkap?" ucap Barata nampak emosi."Jangan mengeluarkan kata keras kepada saya. Jika semuanya terungkap, Anda akan merasa malu dengan sendirinya." Tak kalah kerasnya dengan kata-kata Barata, Perwira Polisi itu juga mengeluarkan kata-kata pedasnya."Tunjukkan bukti duluh, Pak, baru menangkap saya. Setelah ini pengacara saya yang akan berurusan dengan Anda atas tuduhan tidak jelas ini," ucap Barata lalu pergi dengan begitu sa
Baca selengkapnya

Bab 39. Iya, Dilan!

Kata-kata Kanaya bagai petir di saing bolong. sederhana namun membuat Davin khaatir sampai reflek Davin menghentikanjemarinya yang mengetik di ponselnya dan menatap Kanaya. "Iya juga,..""Kamu sih, Kak, bukan orang kayak Kak Dilan yang menyukai orang hanya itu, itu saja dari duluh, jadinya ghak tau bagaimana rasanya jika cinta kita ghak seimbang. Kalau hati Kak Dini berubah bagaimana? Dari kemarin aja aku sudah lihat, dianya berbeda. Yadi itu aja, bajunya itu aja, sudah baju yang dengan warna yang disukai Bian.""Iya, kemarin gelangnya juga ghak mau pakai, masih di Papa. Aku rasa itu karena dia sudah nyadar kalau gelang itu dari pemberian Kak Dilan.""Mana Kak Dilan lagi kritis lagi. Bagaimana kalau Kak Dini tiba-tiba saja meninggalkannya begitu saja? Apa Kak Dilan akan sembuh?""Nay,.." Davin sampai menarik tangan Kanaya, "jangan memberitau ini ke Kak Dilan. Biar dia mengetahuinya sendiri."Kanaya menatap Davin hendak protes, namun dia kemudan berfikir lagi, "Iya, Kak. Mudah-mudahan
Baca selengkapnya

Bab 40. Kauapakan aku?

"Kamu sudah sembuh, Din?" kembali Dilan bertanya tanpa menunggu Dini menjawab satu pertanyaan sebelumnya."Iya sudah sembuh. Kenapa?" Dengan ttapan tajam Dini bertanya.Dilan tersenyum sedangkan dalam hati yang was was, "Alhamdulillah kalau sudah sembuh."Dini mengambil tasnya dan beranjak pergi, "Ghak takut kalau aku sembuh?""Maksud kamu takut apa?""Takut aku tuntut, Dilan. Karena kamu telah menikahiku di saat aku sedang tak mengingat siapa diriku."Dilan tertawa. Dini yang hatinya jengkel, segera meneruskan langkahnya ke musholla. Sedangkan Dilan meneruskan pikirannya yang berkecamuk. Diingatnya dengan keras, sejak kapan Dini sembuh. Sejak hari ini memanggilku Dilan, atau sejak aku sadar dari koma, dan yang aku ingat,..dia tak pernah lagi memanggilku 'Mas'? Seharusnya aku bersyukur dia telah sembuh. Bukankah itu tujuanku menikahinya. Setidaknya selama beberapa hari ini saat dia bersamaku dia baik-baik saja, tidak menunjukkan rasa tak sukanya. Dia juga menyuapiku dengan sayang. At
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status