Home / Romansa / MENANTU IMPIAN IBU / Bab 37. Apakah milikku yang berharga, kauambil?

Share

Bab 37. Apakah milikku yang berharga, kauambil?

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2024-11-03 21:51:47

Di ambang pintu, Dini hampir tak sempat menjejakkan kaki ke dalam ruangan saat Giani menerjang ke arahnya. Wajah ibu itu memerah, amarah membara dalam sorot matanya. Tangannya terangkat, siap melayang ke pipi Dini, sebelum Davin buru-buru memegang pergelangan tangan mamanya dengan hati-hati.

“Ma, tolong sabar, Ma!” Davin menghalangi, berusaha menjaga agar situasi tak makin keruh.

Giani mendelik tajam, suaranya bergetar penuh luka. “Kembalikan Dilanku! Jika sesuatu yang buruk terjadi pada anakku, aku tak akan pernah memaafkanmu,” teriaknya, nada suaranya penuh derita dan tuduhan. matanya tak berhenti menangis.

Davin menarik napas panjang, mencoba meredakan ketegangan. “Mama, tadi Mama bilang ingin pulang, kan? Biar aku antar sekarang,” ucapnya, lembut namun tegas.

Tapi Giani tak bergeming. Ia menatap Dini seperti seseorang yang tengah menghadapi musuh besar. “Jangan pernah dekat-dekat anakku lagi! Pergi!” desisnya, sembari mendorong Dini, hampir membuatnya terjatuh. Untung saja Kanaya,
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 38. Dilan?

    "Selamat siang, Pak!" Barata sudah di menghadap ke kantor polisi. "saya mendapat khabar kalau saya harus menghadap Bapak. Ada apa ya?""Anda tidak merasa bersalah?" tanya Polisi, " ah, ya,.. orang besar seperti Anda mana pernah merasa punya salah.""Jaga ucapan Anda, Pak!" ucap Barata mulai emosi. "kesalahan apa yang saya buat? Bahkan anak saya sekarang masuk di jeruji besi dengan tuduhan yang tidak pantas. Sudah jelas, yang menculik mereka adalah dua orang itu. Dan akan memperkosa gadis itu adalah dua orang itu. Anak saya menyelamatkan mereka, kenapa malah yang ditangkap?" ucap Barata nampak emosi."Jangan mengeluarkan kata keras kepada saya. Jika semuanya terungkap, Anda akan merasa malu dengan sendirinya." Tak kalah kerasnya dengan kata-kata Barata, Perwira Polisi itu juga mengeluarkan kata-kata pedasnya."Tunjukkan bukti duluh, Pak, baru menangkap saya. Setelah ini pengacara saya yang akan berurusan dengan Anda atas tuduhan tidak jelas ini," ucap Barata lalu pergi dengan begitu sa

    Last Updated : 2024-11-03
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 39. Iya, Dilan!

    Kata-kata Kanaya bagai petir di saing bolong. sederhana namun membuat Davin khaatir sampai reflek Davin menghentikanjemarinya yang mengetik di ponselnya dan menatap Kanaya. "Iya juga,..""Kamu sih, Kak, bukan orang kayak Kak Dilan yang menyukai orang hanya itu, itu saja dari duluh, jadinya ghak tau bagaimana rasanya jika cinta kita ghak seimbang. Kalau hati Kak Dini berubah bagaimana? Dari kemarin aja aku sudah lihat, dianya berbeda. Yadi itu aja, bajunya itu aja, sudah baju yang dengan warna yang disukai Bian.""Iya, kemarin gelangnya juga ghak mau pakai, masih di Papa. Aku rasa itu karena dia sudah nyadar kalau gelang itu dari pemberian Kak Dilan.""Mana Kak Dilan lagi kritis lagi. Bagaimana kalau Kak Dini tiba-tiba saja meninggalkannya begitu saja? Apa Kak Dilan akan sembuh?""Nay,.." Davin sampai menarik tangan Kanaya, "jangan memberitau ini ke Kak Dilan. Biar dia mengetahuinya sendiri."Kanaya menatap Davin hendak protes, namun dia kemudan berfikir lagi, "Iya, Kak. Mudah-mudahan

    Last Updated : 2024-11-04
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 40. Kauapakan aku?

    "Kamu sudah sembuh, Din?" kembali Dilan bertanya tanpa menunggu Dini menjawab satu pertanyaan sebelumnya."Iya sudah sembuh. Kenapa?" Dengan ttapan tajam Dini bertanya.Dilan tersenyum sedangkan dalam hati yang was was, "Alhamdulillah kalau sudah sembuh."Dini mengambil tasnya dan beranjak pergi, "Ghak takut kalau aku sembuh?""Maksud kamu takut apa?""Takut aku tuntut, Dilan. Karena kamu telah menikahiku di saat aku sedang tak mengingat siapa diriku."Dilan tertawa. Dini yang hatinya jengkel, segera meneruskan langkahnya ke musholla. Sedangkan Dilan meneruskan pikirannya yang berkecamuk. Diingatnya dengan keras, sejak kapan Dini sembuh. Sejak hari ini memanggilku Dilan, atau sejak aku sadar dari koma, dan yang aku ingat,..dia tak pernah lagi memanggilku 'Mas'? Seharusnya aku bersyukur dia telah sembuh. Bukankah itu tujuanku menikahinya. Setidaknya selama beberapa hari ini saat dia bersamaku dia baik-baik saja, tidak menunjukkan rasa tak sukanya. Dia juga menyuapiku dengan sayang. At

    Last Updated : 2024-11-04
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 41. Haruskah aku menunggunya?

    Dini yang duduk di dekatnya segera menepuk pungunggnya tak tega. Namun tak lama kemudian, Dilan tergelak. Membuat Dini jengkel dengan memukul Dilan dengan bantal di sebelahnya."Namanya juga berdua di kamar. Ya, diapa-apain lah. Masak istri cantik dianggurin? Aku juga lelaki normal. Kamunya aja juga suka. Kamu justru yang paling duluan peluk aku.""Dilan!" teriak Dini sambil menimpuk Dilan dengan bantal kembali. "Aku susah payah menjaganya selama 19 tahun dan kauambil begitu saja saat aku tidak sadar. Aku tidak akan mengampunimu. Rasakan ini!" ujar Dini dengan marah. Dilan sampai teriak-teriak memohon minta ampun."Dini, hentikan! Kamu ngapain anakku?"Dini menghentikan aksinya manakala dia melihat Giani yang datang bersama suaminya."Dia baru juga sembuh karena dipukuli orang, sekarang gantian kamu yang mukuli. Apa kamu mau bikin anakku gegar otak?" Bentak Giani ke Dini yang menunduk kaget, ghak mengira giani datang.Sementara Pramono hanya senyum-senyum menyaksikan kesewotan istriny

    Last Updated : 2024-11-05
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 42. Naluri Ibu.

    "Kenapa hati Ibu beberapa hari ini begitu gelisah?" Astri mengungkapkan kegelisahannya sambil menatap jauh ke arah pekarangan. Udara sore yang sejuk tidak cukup menenangkan perasaan risau yang bergelayut di wajahnya."Ibu memikirkan pernikahan Fahmi?" tanya Fahmi, yang mulai mendekati ibunya. Ia menempatkan dirinya di sebelah Astri, yang duduk di balai-balai rumah mereka. Rumah itu, meski tampak sederhana, kini jauh lebih baik daripada sebelumnya. Mereka pernah mengalami masa-masa sulit ketika hujan membuat atap bocor di mana-mana, dan mereka hanya bisa menampung air dengan ember. Berkat uang yang tak terduga dari papanya Dilan, Astri akhirnya bisa merenovasi rumah itu. Meski belum sepenuhnya sempurna, pondasi sudah kokoh dan dindingnya dari bata, meskipun belum diplamir.Tiga kamar cukup untuk mereka, dengan dapur kecil yang terasa pas untuk kebutuhan sehari-hari. Atap rumah itu masih terbuat dari esbes, bukan genting, pilihan yang lebih hemat meskipun kayu di daerah tersebut tidak m

    Last Updated : 2024-11-05
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 43. Kepulangan Dilan.

    "Kak Fahmi, ini aku, Fatimah." Fahmi kaget dengan suara yang kemudian terdengar. "Saya pikir Dilan, Fat," ucap Fahmi lemas."Memang kenapa dengan Kak Dilan?""Ei, kamu kok masih panggil 'Kak' saja. Kamu mulai sekarang harus membiasakan memanggilnya dik.""O, iya-iya,,...dik.""Bukan ke aku juga kali!"Terdengar Fatimah terkekeh."O, ya,. Kak. Kamu dipanggil Bapak ke rumah.""Memang ada apa lagi?" Fahmi heran, kenapa lagi dengan calon mertuanya itu hinggah memanggilnya lagi. Cukup sudah kesabaranku jika dia mau macam-macam lagi, kelu Fahmi."Kurang tau." Enteng Fatimah berkata."Pasti ada yang serius yang perlu dibicarakan. Aku paham betul dengan Bapakmu.""Sabar, Kak. Kita sudah melewati semuanya. Syukurlah akhirnya kita bisa bersama."Dia adalah Fatimah, adik kelas Dilan dan Fahmi yang biasa memanggil mereka dengan 'kak'. Pernikahan mereka juga sama dengan perkawinan Dini. Kedua orantua Fatimah yang juragan buah itu keberatan jika Fatimah dinikahi Fahmi yang pekerjaannyaccuma ikut p

    Last Updated : 2024-11-06
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 44. Kenapa kautinggalkan aku?

    "Anu, Den. Den Dini telah pergi." Ima menunduk penuh sedih. Matanya tak dapat menyembunyikan kesedihannya."Pergi kemana maksudnya, Bu?" Dilan sudah tak sabar dengan melihat reaksi Bi Ima yang mencurigakan. Dilan sampai menyentuh bau Bi Ima karena masih diam namun dnegan isak yang tertahan."Bi, bicaralah!" Dengan tak sabar Dilan memegang tangan Ima yang bergetar.Ima masih dengan tatapan matanya yang ke bawah dengan menahan airmatanya. "Pergi meninggalkan rumah ini.""Dia pergi ke mana maksudnya, Bi?" tanya Pramono."Ya, pergi, Den."Dilan yang masih tertatih, berlari ke dalam, ke kamar yang mereka tempati. Dipandanginya kamar yang banyak mengukir canda tawa itu dengan tatapan mata yang mulai buram. Semuanya tampak rapi dan harum seperti biasanya. Dilan beranjak lebih dalam mendekati ranjang. Di atas meja rias Dini, terlihat benda berkilau. Dilan makin mendekat. Firasatnya benar, Dini meninggalkan satu set perhiasan, termasuk cincin kawin dan gelang yang kemarin baru dia kenakan di

    Last Updated : 2024-11-06
  • MENANTU IMPIAN IBU   Bab 45. Mencarimu.

    Dilan yang terbangun, kemudian tergugu kembali setelah menyadari kalau semua itu hanya sebuah mimpi. Suara Dini hanya mengambang di udara, tanpa ada orangnya yang hadir di sisi Dilan. Dilan menutup kedua matanya dengan jemarinya. Dadanya terasa makin sesak. Tangis tak dapat lagi dia tahan. Kenapa kautinggalkan aku, Din? Tidak taukah kamu kalau aku begitu mencintaimu? Tidak cukupkah cintaku menahanmu untuk tidak pergi? Aku sudah terbiasa denganmu, menghirup bau harum tubuhmu, memelukmu saat tidurku. Kenapa kau tak mengingat semua itu sama sekali? Karena kelelahan , akhirnya DIlan tertidur kembali.Ima masuk ke kamar Dilan yang tak terkunci. Dia ingin menawari Dilan makan siang. Dilihatnya wajah itu begitu lelah dengan airmata yang menetes di ujung matanya yang terpejam. "Kasihan sekali kamu, Den. Kenapa kamu harus bertemu Dini kembali setelah lama kamu tak mengingatnya?" guman Ima sambil memegang kening Dilan, memastikan kalau kondisinya baik-baik saja.Ima ingat betul, tiap Dilan pul

    Last Updated : 2024-11-07

Latest chapter

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 112

    "Assalamualaikum, Din. Mana Bu Astri?" sapa pria itu, yang ternyata Pak RT."Ke Pak Kyai, Pak," jawab Dini sambil menggeser jilbabnya yang tadi dia pakai asalan. "Mau narik iuran kampung?"Pak RT terkekeh kecil. "Iya, Din. Seperti biasanya. Ini tadi saya baru tau kalau Bu Astri sudah kembali dari rumahmu, Din. Makanya saya datang sekalian."Dini mengangguk, lalu tanpa banyak basa-basi mengeluarkan uang dari dompetnya yang tadi ditaruh di sofa setelah berbelanja, dan menyerahkannya kepada Pak RT.Hampir mau keluar, Pak RT menoleh ke arah Dini. "Oya, Nak Dini. Selamat, ya. Kamu sudah berhasil melewati Barata dengan menjadi saksi itu. Kasihan Nak Aziel. Sekarang dia bisa hidup tenang setelah misteri kematiannya terungkap."Dini terdiam sesaat, ada semburat kesedihan di wajahnya. Ia menghela napas pelan. "Iya, Pak. Kita doakan saja keputusan hakim adil. Vonisnya belum keluar."Pak RT mengangguk mantap. "Tapi Bapak sudah lihat jalannya sidang yang ditayangkan live dari TV Pesantren. Insya

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 111

    "Bapak siapa?" tanya Dini, menelisik pria berkulit sawo matang yang terlihat keras itu."Saya hanya mau lihat, apa rumah ini sudah bagus." "Kalau sudah bagus, kenapa ya Pak?" "Tolong bukakan pintuny. Saya mau masuk," ucap lelaki itu dengan sikap sombongnya. Seolah-olah dialah pemilik rumah itu. "Ada perlu apa ya, Pak?" Dini masih curiga dengan pria yang tidak begitu dikenalnya. Ditatapnya penuh selidik. Terkadang dia merasa tak asing dengan wajah itu, namun dia juga ghak terlalu yakin. "Saya hanya ingin tau, apa rumah bakal mantu saya sudah bener- bener bagus. Saya sudah mengeluarkan uang banyak untuk itu. Saya harus pastikan agar nanti kalau ada kerabat yang datang tidak malu-maluin.""Berarti Anda,..?" Dilan menerka."Kamu dapat menebak saya. Saya Pak Mail juragan buah dari kampung sebelah. Saya bapaknya Fatimah.""Oala, Pak,..kirain siapa tadi." Dilan langsung menyalami pria itu.Dilan lalu berbisik ke Dini. Dini yang orang sini malah yang tidak tau. Dilan memang tau hubungan c

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 110

    Dilan sudah siap-siap, siapa tau Dini akan menipunya kembali. Namun yang ada Dini malah membuka kimononya. "Mau aku tipu lagi?""Aku sudah pakai jurus jika kamu melakukan itu lagi.""Mana jurusnya?""Ini,.." Dilan menarik pinggang Dini, dan meraih tengkuknya dengan bibir yang sudah menyentuh bibir Dini.Paginya. Pagi sekali Dilan sudah mengajak Dini naik motor Fahmi yang duluh sering dipakainya."Mau ke mana sih, Mas, pagi sekali? Dingin lagi udaranya.""Mau ke pasar Subuh. Biar rambutku kering di jalan. Malu nanti dilihat Fahmi ketauan aku mandi basa. Kemarin sih ya, kita ghak bawa hairdyer.""Kenapa malunya sama Mas Fahmi, bukan sama Ibu?" cibir Dini."Dia kan temanku Dek. Belum nikah lagi. Ya, malulah."Dilan sudah menstarter motornya. Sekali, dua kali, masih tak bisa. Sampai akhirnya Fahmi keluar. Dan benar saja, untuk yang pertama kali dilihat Fahmi adalah rambutnya Dilan."Ghak dingin, subuh-subuh udah keramas. Aku aja sampai Dhuhur baru mandi.""Ih, kamu ya,..!" timpuk Dilan ma

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 109

    Dini mendekat, senyumnya tetap ramah meskipun bisa melihat raut kesal di wajah perempuan paruh baya di depannya. Wanita itu, mengenakan blus batik dengan tas selempang kecil yang sudah sedikit lusuh, tampak mengangkat setangkai bunga dengan ekspresi tak percaya."Masak iya, bunga begini semahal itu?" keluhnya, matanya menyipit menatap kelopak bunga seakan-akan menyalahkannya atas harga yang dipasang.Dini, yang sudah terbiasa menghadapi berbagai macam pelanggan, tetap tenang. Ia melirik sekilas ke arah bunga di tangan wanita itu, kemudian tersenyum."Ada yang bisa saya bantu, Bu?" ulangnya, suaranya lembut, nyaris berbisik seperti belaian angin sore yang masuk melalui celah pintu toko bunga miliknya.Wanita itu menatapnya lebih dekat, seakan baru menyadari sesuatu. "Ini Mbak Dini, ya?" tanyanya dengan raut penasaran.Dini mengangguk kecil. "Iya, Bu. Ada yang bisa saya bantu?"Wanita itu mendengus kecil, masih tak rela dengan harga yang tercantum di pot tanaman itu. "Ini, Mbak. Masak i

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 108

    Dini baru saja menghembuskan napas lega ketika seseorang menepuk pundaknya. Dia menoleh dan melihat sosok Pak Pramono tersenyum padanya."InsyaAllah ada titik terang di sidang ini. Dan kenangan ada di pihak kita," ucap Pak Pramono sambil mengusap kepalanya dengan sayang.Dini menunduk, air mata menggenang di pelupuknya. Begitu banyak hal yang telah terjadi, begitu banyak fitnah yang menimpanya. Namun kini, satu per satu kebenaran mulai terungkap."Selamat, Kak Dini!"Suara ceria Kanaya membuyarkan lamunannya. Gadis itu mendekat dengan senyum lebar, lalu memeluk Dini erat. Di belakangnya, Davin ikut tersenyum sambil mengangguk sopan."Aku tahu Kak Dini tidak mungkin melakukan semua itu. Aku percaya sejak awal," bisik Kanaya, membuat Dini makin terharu.Namun, tak semua orang menunjukkan ekspresi yang sama. Giani, mertua Dini, hanya melipat tangan di dada. Wajahnya datar, tapi sorot matanya menunjukkan ketidakpuasan. Dalam hatinya, ia bergumam, "Aku pikir dia akan dipenjara selamanya."

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 107

    Sekelompok pemuda pemudi datang menghampirinya."Mbak ingat kami?"Dini mencoba mengingat kembali.Seorang cewek mendekat. "Kemarin kami mau dekati Mbak, tapi saya lihat Mbak mendekati pria itu, sementara kami juga diajak ngobrol sama Pak Pramono dari kubu mana kami ini dan mau membela siapa.""Mbak, .. bukannya yang kasih minum aku ya,.." tebak Dini."Bener, Mbak. Kami mengikuti perkembangan kasus Mbak. Dari mulai Mbak diculik sampai kemarin di pengadilan. Rasanya kami berdosa jika kami membiarkan Mbak Dini hanya berjuang sendiri mengungkap hal yang seharusnya diungkap," ucap cewek itu.Seseorang datang mendekat sambil berdehem. Sepertinya dia satu diantara orang suruan Barata."Mbak Dini, sebentar ya," ucap dia permisi.Diin mengangguk dengan memperhatikan tngkah gadis yang sesekali melirik ke arahnya."Pak, tenang saja, kami tidak akan mengingkari perjanjian kita," ucap cewek itu, Ailin yang kemudian menepi dan menggiring orang yang mendekat sambil berdehem itu."Ingat, kami telah

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 106

    "Selamat siang, adik-adik!" Dua orang lelaki menghadang sekelompok pemuda dan pemudi yang sedang menunggu bis yang lewat."Selamat siang, Pak! Ada yang bisa kami bantu?" tanya Mashad, ketua kelompok pecinta alam yang terdiri dari beberapa Mahasiswa dan mahasiswi PTN itu."Aku bisa minta sesuatuke kalian? tanya salah seorang diantara mereka yang lebih mendekat."Apa itu, Pak?""Sebelumnya perkenalkan, saya dari pihak terdakwa yang besuk lusa kalian akan menjadi saksinya."Sekelompok pemuda pemudi itu bersitatap. Mereka baru menyadari perkataan Pramono dan pesannya tadi agar mereka berhati-hati. Pramono bahkan menawarkan sebuah tempat tinggal untuk mereka tempati bersama, namun mereka menolak karena kesibukan mereka yang tak memungkinkan untuk diam di satu tempat dengan bersama."Lalu tujuan Bapak mencegat kami, mau apa?""Kami menawarkan sesuatu agar kalian bisa berbuat banyak hal dengan uang yang akan kami beri.""Lalu yang bapak inginkan apa?""Begini," Lelaki itu kemudian mengungka

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 105

    Dini yang menghampiri Danu, segera meneluarkan unek-uneknya. "Aku memaafkanmu, aku pikir kamu udah bener-bener insaf, Kak. Kenyataannya, kamu hanya ingin menjebakku."Danu yang tak menyukai Dilan di samping Dini, sebenar-sebentar menatap pegangan tangan mereka. "Aku tidak menjebakmu, Din. Mulanya aku justru yang ingin mengakuinya dengan ihlas. Namun melihat sikapmu yang sdelah tak perduli dengan perasaanku, aku tak bisa membuatmu melenggang begitu saja, sementara aku yang akan merasakan dinginnya jeruji besi.""Memang itu kesalahanmu, kenapa duluh kamu ghak nyadar kalau itu resikonya?""Aku ghak sengaja, Din. Kamu tau itu. itu hanya karena didorng rasa inginnnya aku memilikimu.""Aku sudah bilang mengenai hal itu kan? Aku tak bisa bersamamu.""Itu bukan alasan, Din. kalau kita bersama, rasa itu akan tumbuh, karena aku tulus mencintaimu."Dini menggelengkan kepalanya."Belum terlambat, Din. Tinggalkan lelaki itu. Aku akan mengakui kesalahanku. Aku mungkin hanya setahun dua tahun di pen

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 104

    Sekelompok pemuda dan pemudi datang. Model mereka yang laki-laki kebanyakan rambutnya panjang, membuat banyak mata memperhatikan. Terlebih cara berpakaian mereka yang nyentrik."Siapa kalian? Semua ada prosedurnya. Ikuti duluh prosedurnya. Dan sidang hari ini ditunda sampai di sini duluh. Dilanjutkan besuk kembali." Pak Hakim Ketua menginstruksikan."Kami hanyalah sekelompok orang yang ingin menegakkan keadilan Pak.""Baiklah, saya hargai usaha kalian. Besuk, kalian bisa kembali ke sini lagi. Sementara itu kalian harus berhati-hati untuk menjaga diri."Seorang gadis mendekat ke Hakim Ketua. "Terimakasih banyak, Pak."Gemuruh pengunjung sidang merasa kecewa karena sidang harus dilanjutkan besuk. Mereka penasaran dengan sekelompok pemuda pemudi yang datang ingin menjadi saksi.Sementara Pramono dan pengacaranya mendekati sekelompok pemuda dan pemudi yang datang hendak menjadi saksi. Kanaya yang selalu di dekat papanya ikut mendekat. Perbincangan pun terjadi diantara mereka."Kalian sia

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status