Home / Young Adult / Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah: Chapter 111 - Chapter 120

141 Chapters

Bab 111 : Mencoba Mengalah

Amanda mengangkat lemah pandangannya yang terlihat sayu. Menatap Dimas yang berdiri di hadapannya. Mata pria itu yang biasanya memberikan ketenangan kini hanya menambah beban di hati Amanda. Ia tahu, keputusan yang akan diambilnya ini bukanlah hal mudah, tapi ia merasa tak memiliki pilihan lain. "Apa yang kamu pikirkan?" tanya Dimas, meski ada kekhawatiran terselip di sana. Ia memperhatikan mata Amanda yang mulai berkaca-kaca, seakan menyimpan ribuan emosi yang sulit diterjemahkan. Amanda menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian. "Aku senang mendengar Zahira sudah sembuh," ujarnya pelan. Dimas tersenyum, meski ia masih merasa ada yang ganjil dengan sikap Amanda. "Iya, aku juga senang." "Kamu akan menjemputnya sekarang?" Amanda melanjutkan, mencoba terdengar tenang meski hatinya bergejolak. "Iya," jawab Dimas sambil mengangguk. "Suster Ira bilang sekarang Zahira sudah bisa dijemput." Amanda menelan ludah, berusaha menahan getar di suaranya. "Baguslah kal
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more

Bab 112 : Kepulangan Zahira

Sorot lampu di depan rumah membuat hati Zahira terasa hangat, meski ada getar pelan yang merambati tubuhnya. Sepuluh tahun bukan waktu yang singkat untuk kembali ke tempat yang pernah ia sebut rumah. Kenangan masa lalu berputar dalam pikirannya, seperti film lama yang diputar ulang. Setiap sudut rumah ini menyimpan cerita, mulai dari saat ia pertama kali pindah ke sini bersama Dimas, hingga momen-momen sederhana seperti tertawa di ruang tamu atau memasak di dapur. Tapi sekarang, semuanya terasa berbeda. Waktu telah berlalu, dan ia merasa seperti orang asing yang mencoba mengenali kembali tempat ini. Matanya memandang pintu depan yang kokoh, seolah pintu itu adalah gerbang menuju kehidupan yang dulu ia tinggalkan. Jantungnya berdetak lebih cepat, bukan karena takut, tetapi karena campuran emosi yang sulit ia deskripsikan—bahagia, cemas, dan sedikit rindu yang tertahan. Hero segera membuka pintu mobil, langkahnya sigap menuju sisi ibunya. Dengan hati-hati, ia memapah Zahira kel
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more

Bab 113 : Cuma Figuran

"Kamu bilang kamu pembantu? Kenapa kamu bisa bilang seperti itu?" Suara Dimas terdengar berat, saat menatap istrinya, Amanda. Setelah makan malam selesai, Dimas melangkah menuju salah satu kamar yang ada di rumahnya. Ia melihat Amanda tengah duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk. Pandangannya kosong, seolah menatap sesuatu yang tak kasat mata. Cahaya lampu kamar menerangi wajahnya yang tampak pucat. Amanda mendongak, menatap suaminya dengan senyum getir. "Terus aku harus bilang apa, Mas? Apa aku harus bilang kalau aku ini istri kamu? Kamu tahu kan, Zahira itu baru sembuh. Apa yang akan terjadi kalau dia tahu aku ini istrimu? Apa kamu ingin aku menghancurkan kebahagiaan dia di saat dia baru saja kembali ke rumah ini?" Dimas terdiam, kata-kata Amanda seperti belati yang menancap di hatinya. Ia menghela napas panjang, lalu duduk di sebelah Amanda. Tangannya ingin meraih tangan wanita itu, tapi Amanda dengan segera menariknya. "Kamu pikir ini mudah buat aku?" Amanda mela
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Bab 114 : Lupakan Dia

Refleks, Veline memutar tubuhnya, dan matanya langsung membelalak lebar ketika melihat seseorang yang ada di belakangnya. Orang itu tengah tersenyum miring sembari menyemprotkan pilox berwarna neon lagi ke arahnya. Lagi-lagi Veline dibuat kesal, ia pun langsung berteriak marah ke arah sahabatnya tersebut. "Alyssa!" teriak Veline lantang. "Apa-apaan sih lo?!" Namun, bukannya berhenti, Alyssa malah terkekeh nakal, ia terus menyemprotkan pilox ke seragam putih Veline, sampai membuat seragam Veline kotor. "Tenang aja, Vel! Kan hari terakhir sekolah. Anggap aja ini kenang-kenangan!" balas Alyssa, wajahnya tersenyum jahil. "Awas, ya, lo!" Veline mendengkus marah, tapi rona merah di pipinya menunjukkan bahwa dia sedang menahan tawa. Tidak ingin kalah, Veline cepat-cepat merebut pilox lain dari tangan seorang teman yang lewat. Dengan sigap, dia membalas menyemprotkan cat ke arah Alyssa, sampai membuat gadis itu menjerit. "Aaaa ... Veline!" teriak Alyssa sambil tertawa, ia be
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Bab 115 : Pantai

Langit senja membentang di atas pantai, memancarkan gradasi jingga keemasan yang memantul di atas ombak. Suara deburan air yang tenang berpadu dengan angin laut yang sepoi-sepoi. Setelah acara kelulusan berakhir, Hero mengajak Veline untuk pergi ke pantai—tempat favorit mereka yang selalu menghadirkan ketenangan. Hero berdiri di dekat bibir pantai dengan kemeja putih yang basah di ujungnya karena terkena air laut, sementara Veline, mengenakan gaun putih bermotif bunga, ia tertawa lepas dengan rambut hitam legamnya yang berkibar diterpa angin. "Sayang, sini sebentar," ujar Hero sambil merentangkan tangannya, meminta Veline mendekat. Tanpa ragu, Veline berlari ke arah lelaki itu, kakinya menyentuh ombak kecil yang dingin. Begitu tiba, Hero memeluknya erat dan mengangkat tubuh Veline ke udara, sampai membuat Veline terkikik seperti anak kecil. "Hero, turunin!" Veline berseru, meskipun tawa tak pernah hilang dari bibirnya. Alih-alih menurunkan Veline, lelaki itu malah mem
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Bab 116 : Kedatangan Leona

Ting! Tong! Ting! Tong! Bunyi bel terdengar nyaring di kediaman keluarga Wiratama. Seorang gadis muda mengenakan blouse putih dengan tas selempang tersampir di bahunya berdiri di depan pintu, menunggu dengan sabar seseorang membukakan pintu untuknya. Pintu besar itu akhirnya terbuka, memperlihatkan seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah yang langsung menyapa. "Eh, Non Leona," ucap Bi Ranti, ia tampak terkejut sekaligus senang melihat sosok yang ada di hadapannya kini. Pasalnya, sudah lama sekali Leona baru mengunjungi kediaman Wiratama lagi. Padahal, dulu, ia begitu sering sekali main. "Halo, Bi," jawab Leona sambil tersenyum. "Leona mau nengok Tante Zahira. Tante Zahira ada di rumah?" "Oh, ada, ada. Silakan masuk," kata Bi Ranti sambil membuka pintu lebih lebar, mempersilakan Leona masuk. Leona mengangguk sopan dan melangkah masuk ke dalam rumah yang beraroma wangi khas lavender ruangan keluarga Wiratama. "Siapa, Bi?" tanya Zahira, yang tengah duduk di sofa
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Bab 117 : Sikap Posesif Hero

Di sebuah swalayan besar yang ramai pengunjung, Veline berjalan di antara rak-rak tinggi yang dipenuhi berbagai macam produk kebutuhan rumah tangga. Lampu-lampu neon yang terang benderang memantulkan cahaya ke lantai ubin putih yang mengkilap. Suara pengumuman promosi sesekali terdengar dari pengeras suara, bersahut-sahutan dengan musik yang diputar di latar belakang. Veline yang mengenakan blouse abu-abu dilengkapi dengan celana jeans hitam, sedang mendorong troli belanja bersama Amanda. Troli itu sudah terisi beberapa bahan makanan, mulai dari sayuran segar, buah-buahan, hingga daging beku. Veline berhenti sejenak di depan rak bumbu dapur, memiringkan kepala sambil membaca label salah satu botol saus sambal. "Sayang, kayaknya kita lupa beli gula pasir deh?" Amanda yang berdiri tak jauh darinya berkata sambil memeriksa daftar belanjaan yang ada di tangannya. Veline menepuk jidatnya. "Oh, iya, gula pasir belum, Ma." Amanda meraih dua bungkus gula pasir dari rak di depannya
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 118 : Pasangan yang Cocok

"Oh, hai, Vel. Gue tadi cuma mampir. Kebetulan Tante Zahira baru pulang dari rumah sakit. Jadi, gue nengok sebentar," beber Leona. Veline hanya manggut-manggut. "Oh." Saat itu juga, Zahira mengalihkan pandangannya ke arah lelaki muda yang sedang menurunkan barang belanjaan di teras. "Dia siapa, ya?" tanyanya sambil menunjuk ke arah Yudha. Yudha langsung berjalan ke arah mereka dengan sopan. "Saya Yudha, Tante." "Yudha? Yudha siapa, ya?" Amanda yang berdiri di sebelah Veline, segera menjawab, "Dia anak saya, Bu Zahira." "Oh, jadi kamu sudah punya anak, ya?" Amanda tersenyum tipis. "Iya, Bu." Yudha kemudian menoleh pada Amanda. "Ma, Yudha pamit dulu, ya?" "Baik, hati-hati di jalan, ya, Sayang." Yudha mengangguk, lalu berbalik menuju mobilnya. Namun, sebelum sempat membuka pintu, suara Leona memanggilnya. "Yudha! Kebetulan kita searah, gue boleh nebeng, nggak?" tanyanya, sambil mendekati Yudha. Yudha menoleh ke arah Leona, ia sedikit ragu, tapi akhirnya menga
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Bab 119 : Berprasangka Buruk

Suara deru kendaraan roda empat memasuki halaman rumah. Dari ruang tamu, Veline yang sedang duduk santai segera melongok ke arah jendela. Ia menyibakkan tirai sedikit dan melihat sebuah mobil berhenti di depan rumah. Pak Supri, sopir pribadi ayah mertuanya, keluar dari kursi pengemudi dan bergegas membuka pintu untuk Dimas. Senyum lebar menghiasi wajah Veline. 'Papa sudah pulang!' pikirnya, begitu antusias. Dengan cepat, ia berlari ke arah pintu depan untuk menyambut Dimas. "Papa!" Veline sangat semangat begitu pintu terbuka. Dimas tersenyum hangat melihat Veline. "Halo, Sayang," sapanya sambil melangkah masuk. "Papa sudah pulang?" "Sudah dong. Bagaimana? Kamu lulus nggak?" Dimas memperhatikan gadis di hadapannya yang begitu ceria. Setiap kali ia pulang bekerja, Veline memang selalu menyambutnya seperti itu. Dan Dimas pun begitu senang, seakan kebahagiaan yang terpancar di wajah Veline bisa ia rasakan juga. "Lulus dong, Pa!" "Bagus! Papa senang dengarnya," balas Dim
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Bab 120 : Perkataan Zahira yang Menyakitkan

Tepat ketika pintu kamar terbuka, Hero terkejut ketika melihat pecahan kaca berserakan di lantai. "Ada apa dengan Mama?" Hero bertanya seraya menoleh pada Dimas. Dimas hanya menghela napas panjang, mengusap wajahnya yang tampak lelah. "Papa juga tidak tahu apa yang ada dipikiran mamamu itu." Tanpa banyak bicara, Hero langsung melangkah masuk ke kamar. Di sana, ia melihat Zahira duduk di sofa, wajahnya sembab dan air mata masih mengalir di pipinya. "Ma, kenapa? Apa yang terjadi?" Zahira mengangkat pandangannya, mengarah pada Hero. "Hero ... papamu jahat!" "Tenang, Ma. Jangan sedih." Hero segera memeluk ibunya, mengusap punggungnya dengan lembut. Sementara itu, Dimas memilih pergi, meninggalkan kamar dengan berat hati. Amanda dan Bi Ranti yang sudah sampai di depan kamar hanya bisa terdiam melihat pemandangan yang memilukan itu, karena tak ingin menambah masalah, mereka pun akhirnya pergi meninggalkan kamar tersebut, memberi waktu pada Zahira untuk tenang. Sedangkan
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more
PREV
1
...
101112131415
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status