Share

Bab 115 : Pantai

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-11 13:21:59

Langit senja membentang di atas pantai, memancarkan gradasi jingga keemasan yang memantul di atas ombak. Suara deburan air yang tenang berpadu dengan angin laut yang sepoi-sepoi.

Setelah acara kelulusan berakhir, Hero mengajak Veline untuk pergi ke pantai—tempat favorit mereka yang selalu menghadirkan ketenangan.

Hero berdiri di dekat bibir pantai dengan kemeja putih yang basah di ujungnya karena terkena air laut, sementara Veline, mengenakan gaun putih bermotif bunga, ia tertawa lepas dengan rambut hitam legamnya yang berkibar diterpa angin.

"Sayang, sini sebentar," ujar Hero sambil merentangkan tangannya, meminta Veline mendekat.

Tanpa ragu, Veline berlari ke arah lelaki itu, kakinya menyentuh ombak kecil yang dingin. Begitu tiba, Hero memeluknya erat dan mengangkat tubuh Veline ke udara, sampai membuat Veline terkikik seperti anak kecil.

"Hero, turunin!" Veline berseru, meskipun tawa tak pernah hilang dari bibirnya.

Alih-alih menurunkan Veline, lelaki itu malah mem
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 116 : Kedatangan Leona

    Ting! Tong! Ting! Tong! Bunyi bel terdengar nyaring di kediaman keluarga Wiratama. Seorang gadis muda mengenakan blouse putih dengan tas selempang tersampir di bahunya berdiri di depan pintu, menunggu dengan sabar seseorang membukakan pintu untuknya. Pintu besar itu akhirnya terbuka, memperlihatkan seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah yang langsung menyapa. "Eh, Non Leona," ucap Bi Ranti, ia tampak terkejut sekaligus senang melihat sosok yang ada di hadapannya kini. Pasalnya, sudah lama sekali Leona baru mengunjungi kediaman Wiratama lagi. Padahal, dulu, ia begitu sering sekali main. "Halo, Bi," jawab Leona sambil tersenyum. "Leona mau nengok Tante Zahira. Tante Zahira ada di rumah?" "Oh, ada, ada. Silakan masuk," kata Bi Ranti sambil membuka pintu lebih lebar, mempersilakan Leona masuk. Leona mengangguk sopan dan melangkah masuk ke dalam rumah yang beraroma wangi khas lavender ruangan keluarga Wiratama. "Siapa, Bi?" tanya Zahira, yang tengah duduk di sofa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 117 : Sikap Posesif Hero

    Di sebuah swalayan besar yang ramai pengunjung, Veline berjalan di antara rak-rak tinggi yang dipenuhi berbagai macam produk kebutuhan rumah tangga. Lampu-lampu neon yang terang benderang memantulkan cahaya ke lantai ubin putih yang mengkilap. Suara pengumuman promosi sesekali terdengar dari pengeras suara, bersahut-sahutan dengan musik yang diputar di latar belakang. Veline yang mengenakan blouse abu-abu dilengkapi dengan celana jeans hitam, sedang mendorong troli belanja bersama Amanda. Troli itu sudah terisi beberapa bahan makanan, mulai dari sayuran segar, buah-buahan, hingga daging beku. Veline berhenti sejenak di depan rak bumbu dapur, memiringkan kepala sambil membaca label salah satu botol saus sambal. "Sayang, kayaknya kita lupa beli gula pasir deh?" Amanda yang berdiri tak jauh darinya berkata sambil memeriksa daftar belanjaan yang ada di tangannya. Veline menepuk jidatnya. "Oh, iya, gula pasir belum, Ma." Amanda meraih dua bungkus gula pasir dari rak di depannya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 118 : Pasangan yang Cocok

    "Oh, hai, Vel. Gue tadi cuma mampir. Kebetulan Tante Zahira baru pulang dari rumah sakit. Jadi, gue nengok sebentar," beber Leona. Veline hanya manggut-manggut. "Oh." Saat itu juga, Zahira mengalihkan pandangannya ke arah lelaki muda yang sedang menurunkan barang belanjaan di teras. "Dia siapa, ya?" tanyanya sambil menunjuk ke arah Yudha. Yudha langsung berjalan ke arah mereka dengan sopan. "Saya Yudha, Tante." "Yudha? Yudha siapa, ya?" Amanda yang berdiri di sebelah Veline, segera menjawab, "Dia anak saya, Bu Zahira." "Oh, jadi kamu sudah punya anak, ya?" Amanda tersenyum tipis. "Iya, Bu." Yudha kemudian menoleh pada Amanda. "Ma, Yudha pamit dulu, ya?" "Baik, hati-hati di jalan, ya, Sayang." Yudha mengangguk, lalu berbalik menuju mobilnya. Namun, sebelum sempat membuka pintu, suara Leona memanggilnya. "Yudha! Kebetulan kita searah, gue boleh nebeng, nggak?" tanyanya, sambil mendekati Yudha. Yudha menoleh ke arah Leona, ia sedikit ragu, tapi akhirnya menga

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 119 : Berprasangka Buruk

    Suara deru kendaraan roda empat memasuki halaman rumah. Dari ruang tamu, Veline yang sedang duduk santai segera melongok ke arah jendela. Ia menyibakkan tirai sedikit dan melihat sebuah mobil berhenti di depan rumah. Pak Supri, sopir pribadi ayah mertuanya, keluar dari kursi pengemudi dan bergegas membuka pintu untuk Dimas. Senyum lebar menghiasi wajah Veline. 'Papa sudah pulang!' pikirnya, begitu antusias. Dengan cepat, ia berlari ke arah pintu depan untuk menyambut Dimas. "Papa!" Veline sangat semangat begitu pintu terbuka. Dimas tersenyum hangat melihat Veline. "Halo, Sayang," sapanya sambil melangkah masuk. "Papa sudah pulang?" "Sudah dong. Bagaimana? Kamu lulus nggak?" Dimas memperhatikan gadis di hadapannya yang begitu ceria. Setiap kali ia pulang bekerja, Veline memang selalu menyambutnya seperti itu. Dan Dimas pun begitu senang, seakan kebahagiaan yang terpancar di wajah Veline bisa ia rasakan juga. "Lulus dong, Pa!" "Bagus! Papa senang dengarnya," balas Dim

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 120 : Perkataan Zahira yang Menyakitkan

    Tepat ketika pintu kamar terbuka, Hero terkejut ketika melihat pecahan kaca berserakan di lantai. "Ada apa dengan Mama?" Hero bertanya seraya menoleh pada Dimas. Dimas hanya menghela napas panjang, mengusap wajahnya yang tampak lelah. "Papa juga tidak tahu apa yang ada dipikiran mamamu itu." Tanpa banyak bicara, Hero langsung melangkah masuk ke kamar. Di sana, ia melihat Zahira duduk di sofa, wajahnya sembab dan air mata masih mengalir di pipinya. "Ma, kenapa? Apa yang terjadi?" Zahira mengangkat pandangannya, mengarah pada Hero. "Hero ... papamu jahat!" "Tenang, Ma. Jangan sedih." Hero segera memeluk ibunya, mengusap punggungnya dengan lembut. Sementara itu, Dimas memilih pergi, meninggalkan kamar dengan berat hati. Amanda dan Bi Ranti yang sudah sampai di depan kamar hanya bisa terdiam melihat pemandangan yang memilukan itu, karena tak ingin menambah masalah, mereka pun akhirnya pergi meninggalkan kamar tersebut, memberi waktu pada Zahira untuk tenang. Sedangkan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 121 : Sejuta Kejutan

    Selepas Kepergian Zahira, Veline menatap kosong ke arah jendela kamar. Air matanya mengalir perlahan, membasahi pipinya yang dingin. Sesekali ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Namun, kepedihan yang dirasakannya tak juga reda. Terdengar langkah kaki menaiki tangga, membuat Veline buru-buru menyeka air matanya. Ia tahu betul siapa yang akan muncul. Tak ingin terlihat lemah, ia mencoba menyembunyikan kesedihannya. Pintu kamar perlahan terbuka, memperlihatkan sosok Hero, suaminya, yang melangkah masuk sambil membawa sebuah paper bag berwarna jingga. Senyumnya merekah seperti biasa, meskipun ada sedikit rasa khawatir di matanya. "Sayang, barusan aku ketemu Mama di tangga. Dia habis ke sini, ya?" tanya Hero, sambil menaruh tas jingga itu di meja. Veline menelan ludah. Ia mengangguk pelan. "Iya, Mama tadi sempat ke sini," jawabnya, mencoba mengontrol suaranya agar tak terdengar bergetar. Hero memperhatikan wajah Veline dengan seksama. Matanya yang tajam segera menan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 122 : Graduation and Anniversary Night

    Sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat di depan pintu utama sebuah gedung perhotelan yang megah. Di depan pintu masuk, tamu-tamu dengan pakaian resmi mulai berdatangan, berjalan di atas karpet merah untuk menghadiri pesta kelulusan sekaligus perayaan ulang tahun SMA Pandawa. Suara tawa dan obrolan terdengar samar di antara dentingan sepatu hak tinggi di lantai marmer. Di dalam mobil, Hero dan Veline melepas seat belt. Malam ini, mereka tampak begitu serasi. Hero mengenakan kemeja hitam yang pas di tubuhnya, sedangkan Veline mengenakan gaun hitam dengan potongan elegan. Veline hendak keluar dari mobil. Namun, sebelum ia sempat membuka pintu, Hero segera meraih tangannya. "Sayang." Veline menoleh. "Kenapa?" tanyanya sambil menatap Hero. "Tunggu sebentar." Hero merogoh saku jaketnya. Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil berbalut beludru biru. Mata Veline melebar melihat itu. "Apa itu?" Hero membuka kotak itu perlahan. Di dalamnya, sebuah kalung Italia berwarna perak

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 123 : Lantai Dansa

    Tepat ketika Veline melangkahkan kaki ke atas panggung, langkahnya tiba-tiba terhenti. Matanya membelalak saat melihat seseorang yang berjalan dari sisi lain panggung. Sosok itu tampak begitu percaya diri, mengenakan pakaian rapi yang membuatnya sulit untuk tidak diperhatikan. Veline tanpa sadar memperhatikan lelaki itu dari ujung sepatu pantofelnya yang hitam mengkilap. Celana panjang kain hitam yang dikenakan tampak disetrika dengan sempurna. Pandangannya naik ke atas, melihat kemeja putih berlengan panjang yang terpasang rapi. Rambut hitam lelaki itu sedikit berantakan, tetapi justru menambah kesan kasual yang memikat. Dan di sanalah Arnold—mantan kekasihnya, berdiri dengan senyuman yang membuat darah Veline mendidih. 'Kenapa harus dia, sih?' gerutu Veline dalam hati. Ia menahan napas, mencoba menenangkan diri, tetapi rasa kesal sudah menyeruak. Bagaimana mungkin undian ini mempertemukannya dengan seseorang yang paling ingin ia hindari? Arnold menatapnya dengan santai. Se

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15

Bab terbaru

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 141 : Kelahiran dan Harapan Baru (Tamat)

    Malam ini hujan turun dengan deras, menyelimuti kota dengan dingin. Di sebuah ruang bersalin di rumah sakit, Veline terbaring di ranjang, wajahnya basah oleh keringat. Rasa sakit melandanya seperti gelombang yang tak kunjung usai, tetapi genggaman tangan Hero yang erat memberinya kekuatan. "Sayang, aku di sini. Tarik napas dalam-dalam, oke? Kamu pasti bisa," ujar Hero dengan suara yang tenang meskipun matanya memancarkan kegelisahan. Veline menggigit bibirnya, berusaha menahan jeritan. "Hero … sakit banget …," suaranya bergetar. Hero mengusap rambut istrinya yang basah oleh keringat. "Kamu kuat, Sayang. Kamu selalu kuat. Nggak lama lagi kita bakal ketemu sama anak kita." Dokter dan perawat sibuk mempersiapkan semuanya. "Baik, Bu Veline, saat kontraksi berikutnya, tolong dorong sekuat tenaga, ya," kata dokter. Veline mengangguk lemah, matanya menatap Hero dengan penuh harap. Hero hanya membalas dengan senyuman yang berusaha menenangkan, meski di dalam dirinya ia merasa

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 140 : Saling Memaafkan

    Pagi ini, Zahira melangkah pelan menyusuri lorong rumah sakit. Aroma antiseptik menusuk hidung, dan langkah sepatunya yang berderap di lantai mengkilap terdengar jelas di antara kesunyian. Matanya menatap nomor ruangan di depannya. Di balik pintu itu, Amanda, wanita yang selama ini ia anggap sebagai duri dalam rumah tangganya, kini terbaring lemah. Ada perasaan aneh yang menyelinap di hatinya. Setelah menghela napas panjang, Zahira mengetuk pintu dan masuk. Di dalam ruangan, Amanda terbaring dengan wajah pucat. Namun, ada senyum tipis di bibirnya saat melihat Zahira masuk. Dimas yang duduk di kursi di samping ranjang segera bangkit, memberikan ruang untuk mereka. "Zahira …," suara Amanda terdengar lemah. Zahira mendekat, menatap Amanda yang terbaring dengan infus terpasang di tangan kirinya. "Aku datang untuk menjengukmu," katanya dengan nada datar, tapi matanya menunjukkan keraguan yang dalam. Amanda tersenyum lemah. "Terima kasih … aku tahu ini pasti tidak mudah untukmu."

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 139 : Perkelahian

    Veline dan Yudha berjalan perlahan menuju parkiran rumah sakit. Udara malam terasa menusuk. Namun, langkah mereka tetap tenang di tengah suasana sunyi. Lampu-lampu jalan memancarkan cahaya temaram, menambah kesan hening di sekitar. Namun, langkah Veline tiba-tiba terhenti. Ia menoleh ke arah Yudha dan berkata, "Yud, gue mau beli minum dulu sebentar." Yudha menatapnya sejenak, lalu mengangguk tanpa banyak bicara. "Ya udah, kita ke minimarket aja. Itu ada di dekat sini," jawabnya sambil menunjuk ke arah sebuah minimarket kecil tak jauh dari parkiran. Mereka kemudian melangkah menuju minimarket tersebut. Saat sampai, Veline masuk ke dalam tanpa ragu, sementara Yudha memilih menunggu di luar. Ia bersandar pada salah satu tiang dekat pintu masuk, pandangannya mengawasi sekitar dengan santai, meski raut wajahnya masih terlihat tegang setelah kejadian di rumah sakit tadi. Namun, suasana hening itu tiba-tiba berubah ketika Yudha melihat sebuah mobil berhenti di depan rumah sakit. S

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 138 : Keadaan Amanda

    Amanda tergeletak di atas aspal, tubuhnya berlumuran darah yang terus mengalir, membasahi pakaian dan jalanan di sekitarnya. Matanya perlahan membuka, lemah, seolah mencoba menahan rasa sakit yang luar biasa. Di sisi lain, Dimas berdiri terpaku sebelum akhirnya teriakannya menggema. "Amanda!" Dimas berteriak dengan suara yang serak dan penuh kegelisahan. Kakinya melangkah cepat, lututnya hampir jatuh saat ia berlutut di samping tubuh Amanda. Dengan kedua tangannya yang bergetar, ia mengangkat kepala Amanda, memeluknya dengan erat meskipun darah terus mengalir di tangannya. "Amanda, kenapa kamu melakukan ini?" Amanda hanya tersenyum samar, bibirnya bergetar mencoba mengeluarkan kata-kata. Namun, tidak ada suara yang terdengar. Di dekat mereka, Veline berdiri terpaku, tubuhnya gemetar. Matanya tidak bisa lepas dari genangan darah di sekitar tubuh Amanda. Wajahnya pucat, sementara pikirannya penuh dengan kebingungan dan rasa syok. "Ma ... Mama ...." Hero yang tadinya diam

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 137 : Mengejar Zahira

    Dimas berdiri mematung di tempatnya, tubuhnya terkulai lemas. Wajahnya yang biasanya tampak tegas kini terlihat kusut. Napasnya terdengar berat, dan matanya seakan kehilangan semangat. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, bagaimana ia bisa memperbaiki kesalahan yang telah dibuatnya. "Mas, kenapa kamu diam saja? Ayo, cepat kejar Zahira! Kamu mau dia pergi begitu saja?" Amanda mengguncang bahu Dimas, mencoba menyadarkannya. Namun, Dimas hanya berdiri diam, tidak bergerak sedikit pun. Ia tahu semuanya sudah terlambat. Amanda menghela napas frustrasi. "Aku yang harus mengejarnya?" gerutunya, lalu tanpa menunggu jawaban, ia berlari keluar dari rumah, berusaha mengejar Zahira yang sudah meninggalkan rumah itu dengan langkah cepat. Di dalam rumah, suasana menjadi semakin canggung. Veline dan Hero yang baru saja turun dari tangga, heran melihat Amanda berlari keluar dengan terburu-buru, seolah sedang mengejar seseorang. "Mama, kenapa itu?" tanya Veline dengan suara penasaran, ma

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 136 : Istri Kedua

    Hero tiba di rumah dengan langkah berat, tangan kanannya memegang mangga muda yang sudah ia perjuangkan dari tengah malam hingga pagi. Ia memasukkan motor ke halaman depan rumah dengan pelan, berusaha tidak membuat suara berisik. Sesampainya di kamar, Hero membuka pintu dengan hati-hati, melihat Veline yang tampak sudah terlelap dengan nyenyak di tempat tidur. Ia memandangnya sejenak, senyumnya merekah meski ada rasa lelah yang menggelayuti tubuhnya. Namun, sesaat setelah melihat wajah Veline yang begitu tenang, semua rasa lelah itu terasa sedikit lebih ringan. Dengan hati-hati, Hero duduk di tepi ranjang, menggoyangkan bahu Veline dengan lembut. "Sayang, bangun ... nih, mangga mudanya." Veline yang masih terlelap hanya menggerakkan bibirnya sedikit. Namun, tidak membuka mata. "Apa sih, ganggu aja ...," jawabnya dengan suara serak, tapi suaranya jelas menunjukkan bahwa ia tidak tertarik untuk bangun. "Sayang, bangun ... ini mangga mudanya." Hero mengulangi, kali ini sedikit

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 135 : Mengambil Mangga

    Hero mengenakan jaket hitam tebalnya dengan tergesa-gesa. Malam ini udara terasa lebih dingin dari biasanya, dan hembusan angin yang menyapu wajahnya saat keluar dari rumah membuatnya merasa semakin terjaga. Ia menurunkan helm dari motor dan meletakkannya di atas jok, berencana untuk menelepon beberapa temannya sebelum melanjutkan perjalanan. Pikirannya terfokus pada satu hal saja—mendapatkan mangga muda yang diminta oleh Veline. Dengan tangan yang sedikit gemetar karena suhu udara yang dingin, Hero meraih ponselnya dan membuka kontak. Nama Raka muncul di layar, dan tanpa ragu ia menekan tombol telepon. "Raka, lo lagi di mana?" Tak lama kemudian, suara Raka terdengar dari ujung telepon. "Gue lagi di basecamp, sama Noval sama Adrian. Kenapa, Ro?" "Ke sekolah sekarang!" "Ngapain ke sekolah? Ini udah malam." "Pokoknya ke sekolah aja dulu, nanti gue jelasin. Ajak Noval sama Adrian juga." "Ya udah deh." Hero menutup telepon itu dengan cepat, menghela napas, dan mengam

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 134 : Ngidam Mangga Muda

    Di ruang tamu yang diterangi lampu hangat, Veline duduk di sofa dengan Hero. Mereka baru saja selesai makan malam, dan suasana rumah terasa tenang, hanya terdengar suara jam dinding yang berdetak pelan. Veline menggigit bibir bawahnya, ragu untuk memulai pembicaraan. Ia menatap secangkir teh hangat di tangannya, mengaduknya perlahan meski tidak ada gula yang perlu larut di sana. "Sayang," ujar Veline, memecah keheningan. Suaranya lembut, tapi terdengar jelas di antara ketenangan malam. Hero yang sedang memainkan ponselnya menoleh, menatap Veline dengan alis sedikit terangkat. "Kenapa? Kamu kelihatan serius banget," katanya sambil meletakkan ponselnya di meja. Perhatiannya kini sepenuhnya terarah pada istrinya. Veline menghela napas panjang, menaruh cangkirnya di meja, lalu bersandar ke sofa. Matanya menatap ke arah jendela, meski yang terlihat hanya bayangan gelap malam. "Aku tadi habis ke rumah Leona," ucapnya. Hero terkejut, tapi ia tidak langsung menyela. Ia hanya mengan

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 133 : Penyesalan Leona

    Sejak kejadian itu, Leona mengurung dirinya di dalam kamar. Pintu kamarnya yang biasanya terbuka lebar kini tertutup rapat, seakan mencerminkan dinding yang ia bangun untuk memisahkan dirinya dari dunia luar. Tirai jendela pun tertutup, membiarkan kegelapan menguasai ruangannya. Suara tangis terkadang terdengar lirih dari balik pintu, tetapi tak ada yang cukup berani untuk mengetuk dan mencoba bicara dengannya. Veline yang mengetahui keadaan sahabatnya merasa dilematis. Meski hatinya masih dipenuhi amarah karena ulah Leona yang terus mencoba memisahkannya dari Hero, rasa iba perlahan merayap ke dalam hatinya. Ia mengingat bagaimana video yang memperlihatkan tindakan tidak terpuji Leona tersebar luas di media sosial. Video itu menjadi bahan cibiran dan ejekan. Orang-orang terus mencela Leona tanpa ampun, menghakimi tanpa memberi ruang untuk pembelaan. Akun media sosial Leona dipenuhi komentar pedas, seolah seluruh dunia bersekongkol untuk menjatuhkannya. "Kenapa dia harus sebodoh

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status