Enam jam telah berlalu, dan kontraksi yang dirasakan Rania semakin menguat. Napasnya terasa berat, setiap tarikan disertai dengan rasa sakit yang membuat tubuhnya lemah. Peluh bercucuran dari dahi hingga lehernya, membasahi bantal yang menopang kepalanya. Ketuban telah pecah, tanda bahwa momen besar sudah semakin dekat. Cucu tetap setia di sisinya, menggenggam tangan putrinya dengan erat, menyalurkan kekuatan dan ketenangan.“Kamu kuat, Nak. Ini semua akan segera berakhir,” ucap Cucu dengan suara bergetar, meskipun hatinya ikut merasakan penderitaan yang dialami putrinya.Rania menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan teriakan saat gelombang nyeri datang kembali. “Bu... terlalu sakit...” isaknya pelan. Tangannya mencengkeram selimut, seakan-akan itu adalah tali penyelamat yang bisa menahannya dari rasa sakit yang terus menghantam.Cucu menunduk, mencium dahi putrinya. “Maaf, sayang. Ibu tahu kamu kesakitan. Tapi kamu harus bertahan, demi bayimu.” Ia menghapus air mata yang jatuh dar
Baca selengkapnya