Share

Rasa dan Dilema

Author: NHOVIE EN
last update Last Updated: 2024-11-11 10:19:53

Ketika pagi menjelang, Cahaya matahari yang mengintip malu-malu dari sela-sela gorden langsung menyorot wajah Farel, membangunkannya dari tidur yang seolah terlalu berat. Rasa kantuk perlahan menghilang ketika ia sadar akan situasi di sekitarnya. Matanya menyapu kamar apartemen Sonya—ruangan yang kini terasa sangat asing dan menyesakkan. Hawa dingin pagi bercampur dengan panas yang tiba-tiba meliputi tubuhnya saat ia menyadari sesuatu yang mengejutkan. Dirinya dan Sonya sama-sama tanpa busana.

Perasaan Farel sangat berat. Kenyataan menghantam seperti palu besar. Tanpa sadar, ia mengepalkan tangan dan memejamkan matanya rapat-rapat, mencoba menenangkan pikiran yang berkecamuk. Apa yang baru saja mereka lakukan? Bagaimana ini akan mempengaruhi hubungan mereka ke depannya?

Farel tercekat. Napasnya tertahan, membiarkan perasaan bingung dan rasa bersalah bergumul di dalam dirinya. Bagaimana semua ini bisa terjadi? Kenangan kabur dari malam sebelumnya menghantam pikirannya satu per satu—sen
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (21)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Farel,kau memang harus bertanggung jawab,tapi hatimu masih gundah.... Sonya,hatimu pun masih gamang,karena kau merasa tak akan bisa memiliki hati Farel.....dilema
goodnovel comment avatar
Meliala Kolompoy
hiihiihii..jebakan sonya melesaatt..masuukk pak farelll..wkwkk jebakan neon akhir sonya menang kawiin..kawiinn..kawiin...uhuuyy...
goodnovel comment avatar
Viiie
Farel emang mau bertanggung jawab tapi hati nya masih terisi penuh dengan Rania..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kontraksi Tiba-tiba

    Malam itu, gerimis turun dengan lembut di Desa Lembang. Rintiknya mengiringi alunan angin dingin yang berhembus melalui celah-celah jendela, seolah bernyanyi dalam irama syahdu. Di dalam kamar bernuansa pastel, Rania duduk di kursi rotan dekat lemari kecil yang telah ia siapkan untuk bayi yang sebentar lagi akan hadir. Usia kandungannya kini sudah masuk minggu ke empat puluh—hanya tinggal hitungan hari. Wajahnya lembut, namun lelah terlihat jelas di sorot matanya.Satu per satu, Rania mengelus pakaian bayi berwarna cerah yang tergantung rapi di lemari. Ia menarik satu kaus mungil, meletakkannya di pangkuan, dan menghela napas panjang. Senyum kecil tersungging di bibirnya, tetapi air mata jatuh tanpa bisa ia bendung."Nak, kamu sudah sangat dekat dengan dunia ini. Ibu siap menunggumu," bisik Rania sambil mengelus perut yang kini terasa semakin berat.Rania berdiri perlahan, berjalan menuju rak tiga susun di sebelah lemari. Di rak itu, peralatan bayi telah tertata rapi. Popok sekali pak

    Last Updated : 2024-11-11
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Rasa Yang Tak Terjelaskan

    Pagi itu, sinar matahari Jakarta menyusup masuk melalui jendela besar ruang makan. Pendaran cahayanya mempertegas nuansa modern di dalam rumah mewah milik Bastian dan Maya. Di atas meja makan, sarapan telah disusun dengan sempurna oleh chef pribadi mereka—telur dadar dengan taburan rempah, roti panggang, buah segar, serta secangkir kopi panas untuk Bastian dan teh hijau untuk Maya.Bastian duduk, mengenakan jas hitam yang rapi. Rambutnya disisir ke belakang, wajahnya serius. Pekerjaan di kantor menanti, namun pikirannya terasa jauh, melayang ke tempat yang tidak ia pahami. Tidak lama kemudian, Maya masuk, mengenakan blus formal warna putih dengan celana panjang berpotongan elegan. Sepasang anting berlian menghiasi telinganya. Ia duduk di kursi berhadapan dengan Bastian tanpa sepatah kata.Keduanya seakan berada dalam dimensi yang berbeda. Hening terasa begitu menyesakkan. Dua asisten rumah tangga mereka, yang sedang memastikan semua hidangan terhidang sempurna, bergerak dengan tenang.

    Last Updated : 2024-11-12
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Perjuangan Seorang Ibu

    Enam jam telah berlalu, dan kontraksi yang dirasakan Rania semakin menguat. Napasnya terasa berat, setiap tarikan disertai dengan rasa sakit yang membuat tubuhnya lemah. Peluh bercucuran dari dahi hingga lehernya, membasahi bantal yang menopang kepalanya. Ketuban telah pecah, tanda bahwa momen besar sudah semakin dekat. Cucu tetap setia di sisinya, menggenggam tangan putrinya dengan erat, menyalurkan kekuatan dan ketenangan.“Kamu kuat, Nak. Ini semua akan segera berakhir,” ucap Cucu dengan suara bergetar, meskipun hatinya ikut merasakan penderitaan yang dialami putrinya.Rania menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan teriakan saat gelombang nyeri datang kembali. “Bu... terlalu sakit...” isaknya pelan. Tangannya mencengkeram selimut, seakan-akan itu adalah tali penyelamat yang bisa menahannya dari rasa sakit yang terus menghantam.Cucu menunduk, mencium dahi putrinya. “Maaf, sayang. Ibu tahu kamu kesakitan. Tapi kamu harus bertahan, demi bayimu.” Ia menghapus air mata yang jatuh dar

    Last Updated : 2024-11-13
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Perasaan Yang Canggung

    Tiga minggu berlalu sejak malam yang mengubah segalanya antara Farel dan Sonya. Sejak saat itu, keakraban mereka terasa berbeda. Ada jarak tak kasatmata yang memisahkan, membuat percakapan yang sebelumnya ringan dan hangat berubah menjadi canggung dan penuh kehati-hatian.Di apartemennya yang berada di pusat kota Jakarta, Farel duduk di tepi ranjang. Matanya memandang langit malam yang tertutup awan gelap. Hujan mengguyur kota dengan deras, dan kilat sesekali menyambar, memantulkan cahaya di dinding kaca jendela apartemennya. Diiringi gemuruh petir, perasaannya terasa semakin gelisah."Kenapa semuanya jadi seperti ini?" gumam Farel lirih, seakan bertanya pada dirinya sendiri. Ia mencoba mematikan pikirannya dari kenangan tentang Rania, tetapi bayangan Sonya, malam itu, terus menghantui. Tatapan penuh kehangatan yang kemudian berubah menjadi kebisuan, sentuhan yang begitu nyata, semua itu menorehkan rasa yang tak bisa ia abaikan begitu saja.Hampir tiga minggu Farel menghindar, dengan

    Last Updated : 2024-11-13
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Bibir Manyun Yang Lucu

    Pagi ini udara Jakarta tidak seperti biasanya. Walau Cahaya matahari bersinar terang, namun udara terasa lebih sejuk dari biasanya. Mungkin karena semalam kota Jakarta diguyur hujan lebat hingga menyisakan kesejukan di sana.Farel kembali pada rutinitasnya di kantor. Ia berusaha mengalihkan pikirannya dengan tumpukan pekerjaan yang menanti. Tapi, setiap kali ia mengambil jeda sejenak, wajah Sonya kembali muncul di benaknya. Ada perasaan hangat yang sulit ia abaikan, tapi di sisi lain, ada ketakutan yang perlahan menggerogoti.Siangnya, Farel memutuskan untuk menemui Bastian di ruangannya. Ia merasa perlu berbicara dengan sahabatnya, meskipun mungkin bukan tentang hal yang ingin ia ungkapkan seutuhnya. Setelah beberapa kali mengetuk, ia masuk ke dalam ruang kerja Bastian. Pria itu tengah duduk di meja kerjanya, tampak sibuk memeriksa beberapa dokumen.“Masuk saja,” ujar Bastian tanpa menoleh.Farel berjalan mendekat, lalu duduk di kursi di depan Bastian. “Sedang sibuk?”Bastian akhirnya

    Last Updated : 2024-11-14
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Sindiran Menyakitkan

    Rania melangkah perlahan melewati gerbang rumahnya, sambil menggenggam erat selimut yang melindungi bayi kecil dalam pelukannya. Udara siang itu terasa hangat, dan angin yang berembus membawa aroma pepohonan di sekitarnya. Rania menarik napas dalam-dalam, merasakan kelegaan luar biasa. Rumah adalah tempat di mana ia merasa aman, tempat di mana ia bisa mengistirahatkan pikiran dan hatinya yang masih dipenuhi kelelahan dan kegembiraan setelah proses kelahiran.Beberapa tetangga yang memang dekat dengan keluarganya berkumpul di halaman rumah. Mereka menyambut kepulangan Rania dengan senyum ramah dan ucapan selamat. "Alhamdulillah, selamat ya, Rania," ucap salah seorang ibu paruh baya sambil menatap bayi kecil yang terlelap di gendongannya. "Cantik sekali anakmu!"Rania tersenyum, mengucapkan terima kasih dengan nada lemah namun tulus. Ia tahu bahwa mereka ikut bahagia melihatnya pulang dengan selamat.“Dia ini laki-laki, Nek. Bukan Perempuan,” ucap Rania seraya menatap wajah putranya yan

    Last Updated : 2024-11-14
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kabar Duka

    Pagi itu, sinar matahari menerobos masuk melalui tirai jendela apartemen Sonya. Ia bergegas mempersiapkan diri dengan hati-hati. Gaun hitam panjang yang ia kenakan terlihat sederhana, namun tetap elegan. Rambutnya yang biasanya tergerai dikepang sederhana, mencerminkan suasana hati yang hening. Di ruang tamu, Farel sudah menunggunya. Pria itu mengenakan kemeja hitam polos dan celana panjang yang senada."Sudah siap?" Farel bertanya sambil tersenyum lembut.Sonya mengangguk sambil merapikan tasnya. "Iya, maaf lama."Farel menggeleng, "Tidak apa-apa. Yang penting kita bisa berangkat sekarang."Di perjalanan menuju Lembang, udara terasa sejuk meskipun matahari sudah meninggi. Mobil Farel melaju pelan di jalan yang berliku, melewati pepohonan hijau yang melambai di sepanjang jalan. Sesekali, Sonya melirik ke luar jendela, mencoba menenangkan pikirannya. Suasana duka yang akan mereka hadapi nanti membuat hatinya sedikit berat."Bagaimana perasaanmu?" tanya Farel, memecah keheningan. Ia men

    Last Updated : 2024-11-15
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Luka Dalam Kecemasan

    Malam itu, setelah seharian berurusan dengan pekerjaan di Bandung, Rania baru saja sampai di rumah. Langit malam yang gelap dan hujan deras seakan menambah beratnya langkah kakinya. Namun, ketika ia membuka pintu rumah, sebuah suasana yang tidak biasa menyambutnya. Cucu—ibu Rania—tengah duduk di ruang tamu dengan wajah khawatir, memandang ponsel yang tergeletak di atas meja. Ketika Rania melangkah masuk, ibu Rania langsung berdiri, matanya langsung menatap penuh kecemasan.Rania yang masih merasa lelah, meletakkan tasnya di atas kursi dan menghela napas. "Ada apa, Bu?" tanyanya, suara lelahnya terdengar jelas.Cucu menggelengkan kepala dan berkata dengan nada pelan, "Bintang, Nak... dia nggak mau menyusu sejak pagi tadi. Badannya juga panas tinggi, sampai ibu bawa ke bidan tadi, tapi nggak ada perubahan. Ibu khawatir. Dan ponselmu, kenapa nggak bisa dihubungi? Sudah berapa kali ibu coba telepon." Wajah Cucu tampak muram, dan setiap kata yang diucapkannya membuat hati Rania serasa dihim

    Last Updated : 2024-11-16

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Pertemuan yang Penuh Ketegangan

    Hari itu, udara Bandung terasa sejuk dengan semilir angin yang menyusup di sela-sela pepohonan. Di rumah keluarga Rania, suasana terasa hangat. Di ruang makan, meja panjang telah dipenuhi hidangan, tanda mereka bersiap untuk makan siang bersama. Rania duduk bersama kedua orang tuanya, Rita dan Boby, serta ibu angkatnya, Cucu. Satria juga ada di sana, duduk di samping Bintang, sambil bercanda dengan bocah kecil itu.Tawa Bintang mengisi ruangan. Anak itu begitu riang ketika Satria menunjukkan cara membuat origami sederhana dari tisu."Om Satria bisa bikin ini lagi?" tanya Bintang sambil memegang hasil origami berbentuk burung kecil."Tentu, Bintang. Om bisa buat yang lebih bagus lagi kalau kamu mau," jawab Satria sambil tersenyum hangat.Namun, suasana ceria itu tiba-tiba terhenti ketika terdengar suara bel dari pintu depan. Semua kepala menoleh ke arah sumber suara."Siapa, ya?" gumam Rita sambil melirik Rania."Aku buka pintu, Ma," ujar Rania sambil beranjak.Saat pintu terbuka, Rani

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Maaf, Aku Tidak Suka!

    Pagi itu, sinar matahari masuk melalui jendela ruang keluarga rumah Rania. Di atas meja, beberapa cangkir teh hangat tersusun rapi, sementara di ruang tamu terdengar tawa renyah Bintang yang sedang bermain di atas karpet bersama mobil-mobilan kecilnya.“Ma, lihat ini!” teriak Bintang sambil menunjukkan mainan barunya yang kemarin ia beli bersama Rania.Sebelum Rania sempat menjawab, suara bel rumah berbunyi.“Sebentar, Bintang,” kata Rania sambil melangkah ke pintu.Begitu pintu terbuka, seorang pria dengan setelan kasual—kaus putih dan celana jeans—tersenyum hangat. Satria, pria yang belakangan ini sering mampir ke rumah Rania, berdiri dengan sebuah kantong kertas besar di tangannya.“Pagi, Rania. Ini untuk Bintang,” ujarnya sambil menyerahkan kantong itu.Rania melirik kantong tersebut, lalu ke arah Satria dengan ekspresi sedikit bingung. “Kamu nggak perlu repot-repot setiap kali datang, Mas.”Satria hanya tertawa kecil. “Aku nggak merasa repot, kok. Aku senang bisa membawakan sesua

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Dunia Baru Maya

    Kepulan asap pesawat terbang tampak membumbung tinggi di udara Bandara Soekarno-Hatta. Maya berdiri di tepi jendela kaca besar di ruang tunggu, memandang ke arah landasan pacu. Matanya kosong, wajahnya lelah, tetapi bibirnya tetap membentuk garis tegas seolah ia tidak ingin menunjukkan kelemahan. Di tangannya, paspor dan tiket penerbangan ke Frankfurt, Jerman, tergenggam erat.Hari ini, segalanya berubah. Perceraian yang baru saja disahkan beberapa minggu lalu telah menghapus statusnya sebagai istri dari Bastian, seorang pengusaha ternama di Jakarta.“Bu Maya, sudah waktunya boarding,” suara sopir pribadinya memecah keheningan.Maya menoleh sekilas. “Kamu pulang saja. Terima kasih sudah mengantarkan,” jawabnya singkat.Pria itu mengangguk hormat sebelum pergi, meninggalkan Maya sendirian.Maya menarik napas panjang dan berjalan menuju gerbang keberangkatan. Sepanjang langkahnya, ingatan tentang rumah megah yang pernah ia tinggali bersama Bastian menghantui pikirannya. Di sana, ia pern

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kerinduan Terhadap Kampung Halaman

    Pagi ini, aroma embun bercampur harum bunga dari taman rumah Rania membuat suasana terasa sejuk. Udara segar Bandung menjadi pelengkap sempurna untuk perjalanan menuju Lembang. Sebuah mobil SUV hitam mewah sudah terparkir rapi di depan rumah, menunggu penumpangnya.Seorang sopir pribadi berdiri di sisi mobil, mengenakan seragam rapi, sementara seorang bodyguard berjaga tidak jauh darinya. Tugas mereka hari ini adalah memastikan perjalanan keluarga Rania berjalan lancar dan aman.Rania muncul dari dalam rumah, mengenakan pakaian kasual tetapi tetap elegan. Rambutnya yang tergerai membuat wajahnya terlihat segar meski kesibukan akhir-akhir ini menguras energinya. Di sampingnya, Bintang berlari kecil dengan semangat khas anak kecil, menggenggam tangan boneka superhero kesayangannya.“Mama, nanti di Lembang kita bisa lihat bunga banyak, kan?” tanya Bintang dengan mata berbinar.“Tentu saja, Sayang,” jawab Rania sambil mengusap kepala p

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Keteguhan Hati Bastian

    Siang itu, matahari menyinari gedung perkantoran megah yang menjadi pusat kesibukan Bastian sehari-hari. Di lantai paling atas, ruangan kantor Bastian tampak luas dengan dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan kota Jakarta yang sibuk. Suasana ruangan beraroma kopi dan kayu cedar, mencerminkan kepribadian Bastian yang tegas dan profesional.Seorang asisten mengetuk pintu sebelum membukanya. “Pak Bastian, ada Bu Ami dan Pak Gery yang ingin bertemu.”Bastian, yang tengah duduk di belakang meja kerjanya, menghentikan pekerjaannya sejenak. Ia menatap asistennya dengan ekspresi tenang. “Persilakan mereka masuk.”Beberapa saat kemudian, Ami dan Gery memasuki ruangan. Ami mengenakan gaun pastel elegan, sementara Gery terlihat rapi dalam setelan formal. Mereka memasang senyum ramah, meskipun ketegangan terlihat di mata mereka.“Selamat siang, Mami, Papi,” sapa Bastian sambil berdiri dan menjabat tangan mereka. “Silakan duduk.”“Terima kasih, Nak,” jawab Ami dengan nada lembut, berusaha me

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Seketika Marah

    Pagi itu, sinar matahari yang hangat menerobos masuk melalui jendela besar di ruang makan. Aroma roti panggang yang baru keluar dari oven bercampur dengan wangi kopi hitam yang pekat memenuhi udara, menciptakan suasana nyaman di rumah keluarga Rania.Di meja makan besar, keluarga kecil itu berkumpul. Boby dan Rita duduk di sisi kepala meja, sementara Cucu, ibu angkat Rania, duduk bersebelahan dengan Bintang yang sibuk menyendokkan bubur ke mulut kecilnya. Rania, mengenakan gaun rumah sederhana berwarna pastel, duduk di sisi lain meja, tampak menikmati secangkir teh hangat.“Mama, tolong minta rotinya,” pinta Bintang dengan suaranya yang riang.Rania tersenyum, mengambil sepotong roti panggang dan menyerahkannya ke tangan kecil putranya. “Pelan-pelan makannya, Sayang. Jangan sampai tumpah lagi, ya.”“Iya, Ma,” jawab Bintang dengan pipi yang sudah menggembung karena bubur.Suasana pagi itu begitu hangat, dipenuhi c

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Berita Yang Mengusik

    Hujan deras mengguyur Bandung sejak semalam, menciptakan suasana dingin dan temaram yang terasa menusuk hingga ke tulang. Di dalam kamar bernuansa krem yang hangat, Rania duduk di tepi ranjang, menggenggam ponselnya dengan wajah terkejut. Portal berita yang terpampang di layar menampilkan sebuah judul yang membuat dadanya berdebar."Pebisnis Ternama Bastian Pramudista Akan Ceraikan Istrinya, Maya Kartika!"Rania membaca ulang judul itu, seolah ingin memastikan bahwa matanya tidak salah menangkap kata-kata yang terpampang di sana. Ia menelusuri artikel tersebut, membacanya perlahan dengan alis berkerut.Keputusan itu tak disangka. Bastian, pria yang dulu pernah mengisi ruang hatinya, kini menjadi pusat perhatian publik karena rencana perceraian ini. Nama Maya disebut-sebut terlibat dalam skandal yang mencoreng reputasi keluarga mereka.“Bastian...” bisik Rania lirih, hampir tidak percaya.Ia meletakkan ponselnya di samping, menarik napas panjang, lalu memandang keluar jendela. Rintik h

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Keputusan Bulat Bastian

    Sore ini, Bastian duduk di ruang kerjanya dengan ekspresi wajah yang gelap. Di atas mejanya, berkas-berkas yang menjadi bukti nyata perselingkuhan Maya dan penyelewengan dana yang dilakukan bersama Ronal terhampar dengan jelas. Semua bukti telah ia kumpulkan, dari laporan transaksi mencurigakan hingga foto-foto dan pesan-pesan pribadi yang tidak dapat disangkal lagi.Bastian mengepalkan tangannya, mencoba mengendalikan amarah yang bergejolak dalam dadanya. Namun, semakin ia melihat bukti-bukti itu, semakin sulit baginya untuk menahan diri. Pernikahan yang ia jaga dengan segala usahanya ternyata dihancurkan begitu saja oleh orang yang seharusnya menjadi pasangannya.“Cukup sudah,” gumamnya, suaranya penuh dengan kemarahan yang tertahan.Ia mengambil tumpukan dokumen itu, lalu melangkah cepat menuju kamar utama. Pintu kamar didorongnya dengan keras, membuat Maya yang sedang duduk di depan cermin berdandan terkejut.“Bastian?” Maya berbalik, menatap suaminya dengan bingung.Bastian tidak

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kehadiran Satria Yang Tiba-tiba

    Malam itu, suasana di rumah Rania begitu tenang. Suara tawa kecil Bintang menggema di ruang keluarga. Anak itu duduk di karpet sambil bermain balok susun, ditemani Rania yang sesekali tersenyum melihat polah lucunya. Ia tampak cantik dengan balutan baju santai berwarna lembut, rambutnya diikat rapi.Namun, ketenangan itu berubah saat suara klakson halus terdengar dari halaman depan. Rania menoleh ke arah pintu, bingung. “Siapa malam-malam begini?” gumamnya pelan.Tak lama kemudian, Rita muncul dari arah ruang makan. Ia melangkah ke arah pintu utama sambil memanggil Boby. “Pa, ada tamu rupanya. Kamu tahu siapa?”Boby, yang sedang membaca koran di sofa, melipat bacaannya dan ikut berjalan ke pintu. “Sudah kukatakan tadi. Satria bilang ingin mampir,” jawabnya santai.Rania mengernyitkan dahi. “Mas Satria?” tanyanya, nyaris tidak percaya.Rita menoleh dan tersenyum. “Iya, sayang. Kamu nggak dengar kami bicara tadi siang? Dia ingin berkunjung.”Belum sempat Rania menjawab, pintu terbuka, m

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status