Share

Sindiran Menyakitkan

Penulis: NHOVIE EN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-14 11:47:23

Rania melangkah perlahan melewati gerbang rumahnya, sambil menggenggam erat selimut yang melindungi bayi kecil dalam pelukannya. Udara siang itu terasa hangat, dan angin yang berembus membawa aroma pepohonan di sekitarnya. Rania menarik napas dalam-dalam, merasakan kelegaan luar biasa. Rumah adalah tempat di mana ia merasa aman, tempat di mana ia bisa mengistirahatkan pikiran dan hatinya yang masih dipenuhi kelelahan dan kegembiraan setelah proses kelahiran.

Beberapa tetangga yang memang dekat dengan keluarganya berkumpul di halaman rumah. Mereka menyambut kepulangan Rania dengan senyum ramah dan ucapan selamat. "Alhamdulillah, selamat ya, Rania," ucap salah seorang ibu paruh baya sambil menatap bayi kecil yang terlelap di gendongannya. "Cantik sekali anakmu!"

Rania tersenyum, mengucapkan terima kasih dengan nada lemah namun tulus. Ia tahu bahwa mereka ikut bahagia melihatnya pulang dengan selamat.

“Dia ini laki-laki, Nek. Bukan Perempuan,” ucap Rania seraya menatap wajah putranya yan
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (37)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Rania....jangan dengarkan kata kata orang yang nyinyir,karena akan menjadi beban hatimu...fokus saja pada anakmu Bastian,kau masih mencintai & merindukan Rania tapi tak punya nyali untuk mengakui sehingga kau mengambil keputusan yang salah
goodnovel comment avatar
Zidan Kasan
rasain lu bas, emang enak merana, tanggung tu akibatnya
goodnovel comment avatar
Viiie
bu Cucu tegas dan lembut secara bersamaan..tegas disaat anaknya ada yg mengganggu dan lembut untuk menenangkan perasaan anaknya.. bu Cucu emang yg terbaik... Bastian masih gak sadar apa ya? sampe kapan dia mau membohongi diri sendiri kalau lagi merindukan Rania..kejar Bas sebelum terlambat..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kabar Duka

    Pagi itu, sinar matahari menerobos masuk melalui tirai jendela apartemen Sonya. Ia bergegas mempersiapkan diri dengan hati-hati. Gaun hitam panjang yang ia kenakan terlihat sederhana, namun tetap elegan. Rambutnya yang biasanya tergerai dikepang sederhana, mencerminkan suasana hati yang hening. Di ruang tamu, Farel sudah menunggunya. Pria itu mengenakan kemeja hitam polos dan celana panjang yang senada."Sudah siap?" Farel bertanya sambil tersenyum lembut.Sonya mengangguk sambil merapikan tasnya. "Iya, maaf lama."Farel menggeleng, "Tidak apa-apa. Yang penting kita bisa berangkat sekarang."Di perjalanan menuju Lembang, udara terasa sejuk meskipun matahari sudah meninggi. Mobil Farel melaju pelan di jalan yang berliku, melewati pepohonan hijau yang melambai di sepanjang jalan. Sesekali, Sonya melirik ke luar jendela, mencoba menenangkan pikirannya. Suasana duka yang akan mereka hadapi nanti membuat hatinya sedikit berat."Bagaimana perasaanmu?" tanya Farel, memecah keheningan. Ia men

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Luka Dalam Kecemasan

    Malam itu, setelah seharian berurusan dengan pekerjaan di Bandung, Rania baru saja sampai di rumah. Langit malam yang gelap dan hujan deras seakan menambah beratnya langkah kakinya. Namun, ketika ia membuka pintu rumah, sebuah suasana yang tidak biasa menyambutnya. Cucu—ibu Rania—tengah duduk di ruang tamu dengan wajah khawatir, memandang ponsel yang tergeletak di atas meja. Ketika Rania melangkah masuk, ibu Rania langsung berdiri, matanya langsung menatap penuh kecemasan.Rania yang masih merasa lelah, meletakkan tasnya di atas kursi dan menghela napas. "Ada apa, Bu?" tanyanya, suara lelahnya terdengar jelas.Cucu menggelengkan kepala dan berkata dengan nada pelan, "Bintang, Nak... dia nggak mau menyusu sejak pagi tadi. Badannya juga panas tinggi, sampai ibu bawa ke bidan tadi, tapi nggak ada perubahan. Ibu khawatir. Dan ponselmu, kenapa nggak bisa dihubungi? Sudah berapa kali ibu coba telepon." Wajah Cucu tampak muram, dan setiap kata yang diucapkannya membuat hati Rania serasa dihim

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Secercah Harapan

    Waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi ketika Rania memutuskan untuk tidak lagi memejamkan mata. Ruangan rumah sakit yang hening dan gelap terasa semakin menekan. Suara desahan napas Bintang yang tertidur dengan infus di tangannya, serta monitor detak jantung yang terdengar monoton, menyatu dalam keheningan malam itu. Bintang masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit, tubuhnya yang kecil penuh dengan tabung dan alat medis. Ia hanya bisa menggenggam erat tangan ibunya dengan genggaman lemah.Rania merasa seolah dunia ini begitu sunyi, meskipun di luar sana orang-orang lain mungkin sedang terlelap dalam tidur mereka. Ia menatap putranya yang tertidur dengan wajah yang memucat, rasa cemas semakin menyesakkan dadanya. Keputusan untuk tetap bangun malam ini bukan hanya karena tidak ingin meninggalkan Bintang, tapi juga karena hatinya terasa tercekik dengan perasaan yang campur aduk.Dengan pelan, Rania bangkit dari kursi yang telah setia ia duduki sepanjang malam. Ia pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kejanggalan Yang Mengguncang

    Jakarta, kediaman Bastian.Pagi itu, Jakarta masih diselimuti kabut tipis. Matahari baru saja mengintip di balik gedung-gedung pencakar langit, menandakan awal hari yang sibuk. Di dalam kediaman Bastian, suasana pagi tampak sepi. Hanya suara detakan jam yang terletak di meja kerja dan gemerisik angin di luar jendela yang menemani keheningan itu.Bastian berdiri dengan wajah serius di depan meja rias, menatap Maya yang sedang asyik merias wajahnya di depan cermin besar. Maya, yang sedang memoleskan bedak di wajahnya, tidak menyadari kehadiran Bastian yang berdiri menatapnya dengan tatapan tajam. Tiba-tiba, Bastian melemparkan sebuah berkas ke atas meja rias dengan keras. Berkas itu jatuh tepat di samping tempat Maya berdiri, membuatnya terkejut."Ada apa, Bastian?" tanya Maya, suaranya sedikit tercekat karena kaget. Ia menatap Bastian yang tampak begitu marah. Ada ketegangan yang terlihat jelas di wajah suaminya.Selama hidup bersama, Maya sudah sangat mengenal ekspresi Bastian yang sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Solusi Hingga Percintaan

    Sepeninggal Bastian, Maya pun bergegas meninggalkan rumahnya. Tujuannya hanya satu, apartemen Ronald. Ia sedang tidak bersemangat ke kantor pagi ini. Apa lagi harus bertemu dengan Bastian yang kini menaruh kecurigaan sangat besar kepadanya.Sesampai di apartemen Ronald, Maya menutup pintu apartemen Ronald dengan desah napas panjang yang penuh beban. Tangannya gemetar saat ia meraba dinding, mencari kekuatan untuk tetap berdiri. Sementara itu, suara dentingan jam di ruangan itu terdengar seperti detik-detik menuju kehancurannya. Ronald, pria dengan senyum memikat dan tatapan yang selalu penuh percaya diri, menghampirinya dengan langkah ringan.“Sayang, akhirnya kau datang,” sapa Ronald dengan nada hangat yang biasanya bisa melelehkan hati Maya. Ia meraih pinggang Maya dan mengecup bibirnya dengan lembut. Namun, hari ini berbeda. Maya menoleh, memalingkan wajah, dan melepaskan pelukan Ronald dengan tegas.“Ronald, aku tidak bisa,” Maya berg

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Keputusan Yang Berat

    Sore itu, sinar matahari mulai meredup ketika Rania berjalan keluar dari rumah sakit sambil menggendong Bintang yang kini tampak jauh lebih segar. Udara sore yang sejuk menyelimuti keduanya, seperti belaian lembut yang mengiringi langkah mereka. Cucu, yang berjalan di samping mereka dengan tas berisi perlengkapan Bintang, tersenyum penuh syukur. Tiga hari di rumah sakit terasa seperti perjalanan panjang yang penuh kekhawatiran, namun kini, mereka bisa kembali ke rumah.Saat tiba di rumah, kehangatan dan ketenangan menyambut mereka. Suara burung berkicau di pepohonan sekitar rumah, dan udara yang lebih bersahabat menyelimuti lingkungan itu. Rania membawa Bintang ke kamar, meletakkannya dengan hati-hati di tempat tidur kecilnya. Si kecil itu terlihat tenang, meskipun nafasnya masih sedikit berat. Rania mencium kening Bintang lembut sebelum keluar dari kamar, memberi waktu putranya untuk beristirahat.Malam tiba, dan Rania serta Cucu duduk di meja makan sederhana mereka.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   PENTING!!

    Hai teman-teman ... Terima kasih yang sebesar-besarnya buat teman-teman yang sudah mampir ke cerita ini dan sudah support cerita ini. Terkhusus buat teman-teman yang sudah berkenan memberikan GEM serta rating yang baik untuk cerita ini, aku ucapkan TERIMA KASIH BANYAK. Hanya Tuhan yang bisa membalas semuanya ^_^Buat teman-teman yang belum support, mohon support ya, biar aku lebih semangat lagi nulisnya. Karena tanpa support dari teman-teman semuanya, aku bukan apa-apa. LUV ... ^_^Jika teman-teman berkenan, mohon bantu share cerita ini agar lebih banyak lagi teman-teman kita yang lain yang tahu perjuangan besar Rania di cerita ini, hehehe ...PENTING!!Tolong jangan tinggalkan SPOILER atau kesimpulan BAB di kolom komentar ya, karena itu akan mengurangi rasa penasaran PEMBACA LAINNYA. Terima kasih.Buat teman-teman yang belum ikutan GA, yuk ikutan. Kayaknya DEADLINE akan diperpanjang sampai 31 Desember 2024. Yuk bantu ramaikan GA aku ya. Silahkan mampir ke akun pesbuq aku aja ya untu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Pertemuan Yang Tak Terduga

    Setibanya di lokasi sekitar pukul sepuluh pagi, Rania segera disambut suasana ramah dan hangat dari keluarga Sonya. Rumah berlantai satu yang terletak di tepi kota Jakarta itu akan disulap menjadi tempat pesta pertunangan yang megah dan elegan, sesuai harapan Sonya dan keluarganya. Halaman rumah yang cukup luas memberi banyak ruang bagi Rania dan timnya untuk berkreasi dengan dekorasi.Sonya dan keluarganya langsung menghampiri Rania begitu ia turun dari mobil bersama Icha, Arman, dan Doni. Senyuman merekah menghiasi wajah Sonya saat memperkenalkan Rania kepada beberapa anggota keluarganya. Setelah berbasa-basi sejenak, mereka membawa Rania dan tim ke meja yang sudah dipenuhi hidangan sarapan. Makanan lezat dan minuman hangat menjadi penyambutan yang membuat Rania merasa diterima layaknya sahabat lama.“Silakan, Nia,” ujar Sonya, panggilan akrab yang digunakan Rania di kalangan orang baru. “Kalian butuh energi untuk bekerja seharian.”Rania tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Sela

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19

Bab terbaru

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Pertemuan yang Penuh Ketegangan

    Hari itu, udara Bandung terasa sejuk dengan semilir angin yang menyusup di sela-sela pepohonan. Di rumah keluarga Rania, suasana terasa hangat. Di ruang makan, meja panjang telah dipenuhi hidangan, tanda mereka bersiap untuk makan siang bersama. Rania duduk bersama kedua orang tuanya, Rita dan Boby, serta ibu angkatnya, Cucu. Satria juga ada di sana, duduk di samping Bintang, sambil bercanda dengan bocah kecil itu.Tawa Bintang mengisi ruangan. Anak itu begitu riang ketika Satria menunjukkan cara membuat origami sederhana dari tisu."Om Satria bisa bikin ini lagi?" tanya Bintang sambil memegang hasil origami berbentuk burung kecil."Tentu, Bintang. Om bisa buat yang lebih bagus lagi kalau kamu mau," jawab Satria sambil tersenyum hangat.Namun, suasana ceria itu tiba-tiba terhenti ketika terdengar suara bel dari pintu depan. Semua kepala menoleh ke arah sumber suara."Siapa, ya?" gumam Rita sambil melirik Rania."Aku buka pintu, Ma," ujar Rania sambil beranjak.Saat pintu terbuka, Rani

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Maaf, Aku Tidak Suka!

    Pagi itu, sinar matahari masuk melalui jendela ruang keluarga rumah Rania. Di atas meja, beberapa cangkir teh hangat tersusun rapi, sementara di ruang tamu terdengar tawa renyah Bintang yang sedang bermain di atas karpet bersama mobil-mobilan kecilnya.“Ma, lihat ini!” teriak Bintang sambil menunjukkan mainan barunya yang kemarin ia beli bersama Rania.Sebelum Rania sempat menjawab, suara bel rumah berbunyi.“Sebentar, Bintang,” kata Rania sambil melangkah ke pintu.Begitu pintu terbuka, seorang pria dengan setelan kasual—kaus putih dan celana jeans—tersenyum hangat. Satria, pria yang belakangan ini sering mampir ke rumah Rania, berdiri dengan sebuah kantong kertas besar di tangannya.“Pagi, Rania. Ini untuk Bintang,” ujarnya sambil menyerahkan kantong itu.Rania melirik kantong tersebut, lalu ke arah Satria dengan ekspresi sedikit bingung. “Kamu nggak perlu repot-repot setiap kali datang, Mas.”Satria hanya tertawa kecil. “Aku nggak merasa repot, kok. Aku senang bisa membawakan sesua

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Dunia Baru Maya

    Kepulan asap pesawat terbang tampak membumbung tinggi di udara Bandara Soekarno-Hatta. Maya berdiri di tepi jendela kaca besar di ruang tunggu, memandang ke arah landasan pacu. Matanya kosong, wajahnya lelah, tetapi bibirnya tetap membentuk garis tegas seolah ia tidak ingin menunjukkan kelemahan. Di tangannya, paspor dan tiket penerbangan ke Frankfurt, Jerman, tergenggam erat.Hari ini, segalanya berubah. Perceraian yang baru saja disahkan beberapa minggu lalu telah menghapus statusnya sebagai istri dari Bastian, seorang pengusaha ternama di Jakarta.“Bu Maya, sudah waktunya boarding,” suara sopir pribadinya memecah keheningan.Maya menoleh sekilas. “Kamu pulang saja. Terima kasih sudah mengantarkan,” jawabnya singkat.Pria itu mengangguk hormat sebelum pergi, meninggalkan Maya sendirian.Maya menarik napas panjang dan berjalan menuju gerbang keberangkatan. Sepanjang langkahnya, ingatan tentang rumah megah yang pernah ia tinggali bersama Bastian menghantui pikirannya. Di sana, ia pern

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kerinduan Terhadap Kampung Halaman

    Pagi ini, aroma embun bercampur harum bunga dari taman rumah Rania membuat suasana terasa sejuk. Udara segar Bandung menjadi pelengkap sempurna untuk perjalanan menuju Lembang. Sebuah mobil SUV hitam mewah sudah terparkir rapi di depan rumah, menunggu penumpangnya.Seorang sopir pribadi berdiri di sisi mobil, mengenakan seragam rapi, sementara seorang bodyguard berjaga tidak jauh darinya. Tugas mereka hari ini adalah memastikan perjalanan keluarga Rania berjalan lancar dan aman.Rania muncul dari dalam rumah, mengenakan pakaian kasual tetapi tetap elegan. Rambutnya yang tergerai membuat wajahnya terlihat segar meski kesibukan akhir-akhir ini menguras energinya. Di sampingnya, Bintang berlari kecil dengan semangat khas anak kecil, menggenggam tangan boneka superhero kesayangannya.“Mama, nanti di Lembang kita bisa lihat bunga banyak, kan?” tanya Bintang dengan mata berbinar.“Tentu saja, Sayang,” jawab Rania sambil mengusap kepala p

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Keteguhan Hati Bastian

    Siang itu, matahari menyinari gedung perkantoran megah yang menjadi pusat kesibukan Bastian sehari-hari. Di lantai paling atas, ruangan kantor Bastian tampak luas dengan dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan kota Jakarta yang sibuk. Suasana ruangan beraroma kopi dan kayu cedar, mencerminkan kepribadian Bastian yang tegas dan profesional.Seorang asisten mengetuk pintu sebelum membukanya. “Pak Bastian, ada Bu Ami dan Pak Gery yang ingin bertemu.”Bastian, yang tengah duduk di belakang meja kerjanya, menghentikan pekerjaannya sejenak. Ia menatap asistennya dengan ekspresi tenang. “Persilakan mereka masuk.”Beberapa saat kemudian, Ami dan Gery memasuki ruangan. Ami mengenakan gaun pastel elegan, sementara Gery terlihat rapi dalam setelan formal. Mereka memasang senyum ramah, meskipun ketegangan terlihat di mata mereka.“Selamat siang, Mami, Papi,” sapa Bastian sambil berdiri dan menjabat tangan mereka. “Silakan duduk.”“Terima kasih, Nak,” jawab Ami dengan nada lembut, berusaha me

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Seketika Marah

    Pagi itu, sinar matahari yang hangat menerobos masuk melalui jendela besar di ruang makan. Aroma roti panggang yang baru keluar dari oven bercampur dengan wangi kopi hitam yang pekat memenuhi udara, menciptakan suasana nyaman di rumah keluarga Rania.Di meja makan besar, keluarga kecil itu berkumpul. Boby dan Rita duduk di sisi kepala meja, sementara Cucu, ibu angkat Rania, duduk bersebelahan dengan Bintang yang sibuk menyendokkan bubur ke mulut kecilnya. Rania, mengenakan gaun rumah sederhana berwarna pastel, duduk di sisi lain meja, tampak menikmati secangkir teh hangat.“Mama, tolong minta rotinya,” pinta Bintang dengan suaranya yang riang.Rania tersenyum, mengambil sepotong roti panggang dan menyerahkannya ke tangan kecil putranya. “Pelan-pelan makannya, Sayang. Jangan sampai tumpah lagi, ya.”“Iya, Ma,” jawab Bintang dengan pipi yang sudah menggembung karena bubur.Suasana pagi itu begitu hangat, dipenuhi c

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Berita Yang Mengusik

    Hujan deras mengguyur Bandung sejak semalam, menciptakan suasana dingin dan temaram yang terasa menusuk hingga ke tulang. Di dalam kamar bernuansa krem yang hangat, Rania duduk di tepi ranjang, menggenggam ponselnya dengan wajah terkejut. Portal berita yang terpampang di layar menampilkan sebuah judul yang membuat dadanya berdebar."Pebisnis Ternama Bastian Pramudista Akan Ceraikan Istrinya, Maya Kartika!"Rania membaca ulang judul itu, seolah ingin memastikan bahwa matanya tidak salah menangkap kata-kata yang terpampang di sana. Ia menelusuri artikel tersebut, membacanya perlahan dengan alis berkerut.Keputusan itu tak disangka. Bastian, pria yang dulu pernah mengisi ruang hatinya, kini menjadi pusat perhatian publik karena rencana perceraian ini. Nama Maya disebut-sebut terlibat dalam skandal yang mencoreng reputasi keluarga mereka.“Bastian...” bisik Rania lirih, hampir tidak percaya.Ia meletakkan ponselnya di samping, menarik napas panjang, lalu memandang keluar jendela. Rintik h

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Keputusan Bulat Bastian

    Sore ini, Bastian duduk di ruang kerjanya dengan ekspresi wajah yang gelap. Di atas mejanya, berkas-berkas yang menjadi bukti nyata perselingkuhan Maya dan penyelewengan dana yang dilakukan bersama Ronal terhampar dengan jelas. Semua bukti telah ia kumpulkan, dari laporan transaksi mencurigakan hingga foto-foto dan pesan-pesan pribadi yang tidak dapat disangkal lagi.Bastian mengepalkan tangannya, mencoba mengendalikan amarah yang bergejolak dalam dadanya. Namun, semakin ia melihat bukti-bukti itu, semakin sulit baginya untuk menahan diri. Pernikahan yang ia jaga dengan segala usahanya ternyata dihancurkan begitu saja oleh orang yang seharusnya menjadi pasangannya.“Cukup sudah,” gumamnya, suaranya penuh dengan kemarahan yang tertahan.Ia mengambil tumpukan dokumen itu, lalu melangkah cepat menuju kamar utama. Pintu kamar didorongnya dengan keras, membuat Maya yang sedang duduk di depan cermin berdandan terkejut.“Bastian?” Maya berbalik, menatap suaminya dengan bingung.Bastian tidak

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kehadiran Satria Yang Tiba-tiba

    Malam itu, suasana di rumah Rania begitu tenang. Suara tawa kecil Bintang menggema di ruang keluarga. Anak itu duduk di karpet sambil bermain balok susun, ditemani Rania yang sesekali tersenyum melihat polah lucunya. Ia tampak cantik dengan balutan baju santai berwarna lembut, rambutnya diikat rapi.Namun, ketenangan itu berubah saat suara klakson halus terdengar dari halaman depan. Rania menoleh ke arah pintu, bingung. “Siapa malam-malam begini?” gumamnya pelan.Tak lama kemudian, Rita muncul dari arah ruang makan. Ia melangkah ke arah pintu utama sambil memanggil Boby. “Pa, ada tamu rupanya. Kamu tahu siapa?”Boby, yang sedang membaca koran di sofa, melipat bacaannya dan ikut berjalan ke pintu. “Sudah kukatakan tadi. Satria bilang ingin mampir,” jawabnya santai.Rania mengernyitkan dahi. “Mas Satria?” tanyanya, nyaris tidak percaya.Rita menoleh dan tersenyum. “Iya, sayang. Kamu nggak dengar kami bicara tadi siang? Dia ingin berkunjung.”Belum sempat Rania menjawab, pintu terbuka, m

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status