Share

PENTING!!

Penulis: NHOVIE EN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-19 10:09:56

Hai teman-teman ...

Terima kasih yang sebesar-besarnya buat teman-teman yang sudah mampir ke cerita ini dan sudah support cerita ini. Terkhusus buat teman-teman yang sudah berkenan memberikan GEM serta rating yang baik untuk cerita ini, aku ucapkan TERIMA KASIH BANYAK.  Hanya Tuhan yang bisa membalas semuanya ^_^

Buat teman-teman yang belum support, mohon support ya, biar aku lebih semangat lagi nulisnya. Karena tanpa support dari teman-teman semuanya, aku bukan apa-apa. LUV ... ^_^

Jika teman-teman berkenan, mohon bantu share cerita ini agar lebih banyak lagi teman-teman kita yang lain yang tahu perjuangan besar Rania di cerita ini, hehehe ...

PENTING!!

Tolong jangan tinggalkan SPOILER atau kesimpulan BAB di kolom komentar ya, karena itu akan mengurangi rasa penasaran PEMBACA LAINNYA. Terima kasih.

Buat teman-teman yang belum ikutan GA, yuk ikutan. Kayaknya DEADLINE akan diperpanjang sampai 31 Desember 2024. Yuk bantu ramaikan GA aku ya. Silahkan mampir ke akun pesbuq aku aja ya untuk mengikuti rulesnya ^_^

Akhir kata, aku ucapkan Selamat Menikmati Lanjutan Cerita ini ya.

Salam Sayang Penuh Cinta, KISS ^_^

Komen (11)
goodnovel comment avatar
Wiediajheng
lanjut... ......
goodnovel comment avatar
NHOVIE EN
Makasih, Sayang :)
goodnovel comment avatar
NHOVIE EN
Makasih, Sayang :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Pertemuan Yang Tak Terduga

    Setibanya di lokasi sekitar pukul sepuluh pagi, Rania segera disambut suasana ramah dan hangat dari keluarga Sonya. Rumah berlantai satu yang terletak di tepi kota Jakarta itu akan disulap menjadi tempat pesta pertunangan yang megah dan elegan, sesuai harapan Sonya dan keluarganya. Halaman rumah yang cukup luas memberi banyak ruang bagi Rania dan timnya untuk berkreasi dengan dekorasi.Sonya dan keluarganya langsung menghampiri Rania begitu ia turun dari mobil bersama Icha, Arman, dan Doni. Senyuman merekah menghiasi wajah Sonya saat memperkenalkan Rania kepada beberapa anggota keluarganya. Setelah berbasa-basi sejenak, mereka membawa Rania dan tim ke meja yang sudah dipenuhi hidangan sarapan. Makanan lezat dan minuman hangat menjadi penyambutan yang membuat Rania merasa diterima layaknya sahabat lama.“Silakan, Nia,” ujar Sonya, panggilan akrab yang digunakan Rania di kalangan orang baru. “Kalian butuh energi untuk bekerja seharian.”Rania tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Sela

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Rasa Yang Lelah

    Suasana malam itu di rumah Sonya perlahan-lahan mereda dari kesibukan menjadi hening penuh keletihan yang berbalut kehangatan. Rania melepaskan ikatan rambutnya dan mengusap wajahnya yang lelah, menatap hasil kerja kerasnya bersama tim dengan perasaan bangga bercampur lega. Pesta pertunangan besok akan berjalan dengan cantik sesuai harapan, dan itu adalah buah dari kerja keras tanpa henti yang mereka curahkan sepanjang hari.“Terima kasih, Icha,” Rania berkata dengan suara lembut, menggenggam tangan gadis muda itu yang ikut bersinar dengan kepuasan. “Tanpamu, aku tidak akan sanggup melakukannya.”Icha tersenyum lelah namun bahagia. “Mbak, aku justru yang berterima kasih. Ini pengalaman luar biasa,” katanya, nada suaranya penuh kehangatan. Keduanya tertawa kecil, melepaskan sebagian beban yang mereka rasakan.Sonya, dengan mata yang terlihat berusaha keras melawan kantuk, menghampiri mereka.“Nia,” sapanya seraya memaksa matanya tetap terbuka. “Hasil dekorasimu luar biasa. Aku benar-be

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kenangan Tentang Impian

    Malam itu, Bastian berdiri di depan cermin, mengenakan setelan jas gelap yang disesuaikan dengan sempurna. Rambutnya tersisir rapi, dan wajahnya seperti biasa—tegas, dingin, tanpa ekspresi yang benar-benar terbaca. Di tengah kesibukannya memeriksa dasi, Maya muncul dari belakang. Wanita itu, dalam gaun malam yang mewah berwarna biru tua, melangkah perlahan mendekati suaminya sambil memerhatikan penampilannya.“Kau terlihat rapi sekali malam ini,” ucap Maya, nadanya terdengar datar, tapi ada sedikit nada sindiran di baliknya. “Untuk menghadiri pertunangan Farel?”Bastian menghela napas pendek, tetap memandang bayangan dirinya di cermin tanpa menoleh ke arah istrinya. “Ya. Itu penting.”“Kenapa harus begitu formal? Dia hanya—.” Maya berhenti, menelan kalimat yang ingin diucapkannya. Namun, matanya yang mencemooh berbicara lebih banyak daripada kata-katanya.“Dia hanya apa?” potong Bastian, suaranya tenang, tapi tegas. Ia menoleh, memandangi Maya dengan sorot mata tajam.“Farel hanya pri

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Mengharap Perlindungan

    Malam mulai merangkak, dan suasana di kantor Bastian terasa tegang. Di balik pintu ruangan pribadi yang tertutup rapat, suara-suara tinggi terdengar. Bastian yang biasanya tenang dan dingin kini berbeda. Ia berdiri dengan kedua tangan mengepal di samping tubuhnya, napasnya memburu karena amarah yang membara.“Jadi benar, Maya? Semua ini karena ulahmu?” Suara Bastian menggema di ruangan, tatapannya dingin seperti es yang siap membekukan segala sesuatu di sekitarnya.Maya duduk di kursi berlapis kulit di depannya, berusaha tetap terlihat tenang. Namun, getaran di tangannya menunjukkan sebaliknya. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab dengan nada datar, “Bastian, kamu salah paham. Aku bisa menjelaskan semuanya.”“Jangan berani-berani memutarbalikkan fakta, Maya!” Bastian membentak, suaranya penuh kekerasan. Ia memukul meja dengan keras, membuat berkas-berkas yang ada di atasnya melompat kecil. “Semua bukti menunjukkan bahwa kamu sudah menggelapkan dana perusahaan. Kamu bahkan teg

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Pertemuan Yang Memanas

    Siang itu, rumah megah milik keluarga Prakas terasa lebih tenang dari biasanya, meski ketegangan menggantung di udara. Di meja makan yang besar, tersaji hidangan lengkap mulai dari sup asparagus hingga steak salmon, yang semuanya tampak menggugah selera. Namun, tak satu pun dari mereka tampak benar-benar menikmati makanannya. Bastian duduk dengan ekspresi dingin di salah satu ujung meja, sementara Maya duduk di seberangnya dengan wajah yang terlihat penuh kepura-puraan. Nora, sang ibu, duduk di tengah-tengah mereka, sesekali melirik ke arah kedua belah pihak. Prakas, yang memimpin meja makan, akhirnya memecah keheningan. “Baiklah, semua sudah di sini. Mari kita makan dulu sebelum berbicara,” ujar Prakas, mencoba memberi nada netral pada situasi yang jelas tidak bersahabat. Bastian hanya mengangguk singkat. Ia sebenarnya tidak ingin berada di sini, namun rasa hormatnya pada kedua orang tuanya menahan keinginannya untuk pergi. Sementara itu, Maya, dengan senyuman kecil yang tampak di

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Pertemuan Dengan Bintang

    Setelah percakapan emosional di taman belakang, Nora dan Maya kembali ke ruang makan. Prakas dan Bastian masih terlihat berbincang ringan sambil sesekali menyeruput teh hangat yang tersisa. Ketika keduanya melihat kedatangan Nora dan Maya, suasana perlahan berubah lebih serius. Nora duduk di kursinya dengan anggun, sementara Maya memilih tempat yang agak berjauhan dari Bastian, berusaha menghindari tatapan tajam suaminya. Keheningan menyelimuti ruangan sejenak sebelum Nora menghela napas panjang, mencoba mencairkan suasana. “Bastian, Papi…” Nora memulai dengan nada tenang. “Aku sudah berbicara dengan Maya di taman tadi. Dia mengakui kesalahannya dan benar-benar menyesal.” Bastian mendengus kecil, matanya menyipit. “Menyesal? Baru sekarang? Setelah semua bukti jelas di depan mata?” “Bastian, dengarkan dulu,” potong Nora dengan lembut. “Maya merasa tertekan. Dia merasa diabaikan olehmu, dan itu yang membuatnya bertindak di luar kendali. Mami tidak membenarkan apa yang dia lakukan, t

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Mengungkap Rahasia

    Malam itu, rumah besar Bastian terasa lebih sunyi dari biasanya. Hanya suara detik jam yang terdengar samar, mengiringi langkah pria itu memasuki ruang kerjanya. Pintu kayu besar berderit pelan saat Bastian menutupnya, seolah menyegel dirinya dari dunia luar. Dengan gerakan yang kasar, ia menjatuhkan dirinya di kursi kebesaran di belakang meja kerja. Tatapan matanya kosong, pikirannya penuh dengan bayangan wajah Rania dan tawa kecil Bintang. Naluri di hatinya berkecamuk, memunculkan pertanyaan yang tak bisa ia abaikan. “Bintang…” gumamnya, hampir seperti bisikan. Ada sesuatu yang ia rasakan saat melihat bocah itu—sesuatu yang sulit dijelaskan. Ia menggenggam sisi meja kerjanya dengan erat, mencoba menenangkan diri. Tapi, semakin ia berusaha, semakin kuat amarah yang meluap di hatinya. Ia marah karena Rania telah menikah dan memiliki anak tanpa pernah memberi tahu dirinya, tapi lebih dari itu, ada perasaan lain yang membuat pikirannya tak tenang—naluri emosional yang begitu mendalam

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Lepas Tangan

    Di sebuah kafe kecil di sudut Jakarta, Maya duduk dengan gelisah. Sesekali matanya melirik jam tangan emas yang melingkar di pergelangan tangannya. Beberapa saat kemudian, Ronald masuk, mengenakan kemeja santai. Wajahnya tenang, hampir tanpa ekspresi, seperti tidak ada beban yang menghantuinya.“Kamu terlambat,” ujar Maya ketus saat Ronald mendekatinya.Ronald hanya tersenyum tipis, duduk di hadapan Maya dengan santai. “Santai saja, Sayang. Jadi, ada apa kali ini?”Maya mendesah berat, memutar cangkir kopinya tanpa minat. “Bastian sudah tahu. Dia mulai menyelidiki semuanya. Aku yakin dia sudah punya bukti cukup kuat soal dana yang aku selewengkan.”“Lalu?” Ronald bertanya santai, menyandarkan punggungnya di kursi.Maya menatap Ronald dengan tajam. “Kamu tidak takut sama sekali? Kalau aku kena, kamu juga pasti terseret. Aku bisa saja memberitahu Bastian semuanya.”Ronald tertawa keci

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24

Bab terbaru

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Ketegasan Rania

    Malam menjelang, suasana di kamar Rania terasa begitu hening. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar samar di sela-sela lamunannya. Ia duduk di tepi ranjang, memeluk lutut sambil menatap kosong ke arah jendela yang sedikit terbuka. Angin malam yang sejuk menyelinap masuk, mengusap lembut wajahnya yang terlihat sendu.Kehadiran Bastian tadi siang benar-benar mengusik pikirannya. Entah kenapa, ada perasaan yang sulit ia jelaskan setiap kali berhadapan dengan pria itu. Apalagi, saat melihat bagaimana Bastian memandang Bintang—anak yang selama ini ia besarkan sendiri tanpa kehadiran seorang ayah.Satria juga ada di sana. Pria itu seolah tidak pernah menyerah untuk mendekatinya dan berusaha mengambil peran dalam hidupnya dan Bintang. Rania menghela napas berat. Kepalanya semakin penuh dengan berbagai pikiran yang berputar tanpa henti.Tiba-tiba, suara nada dering ponselnya membuyarkan lamunannya. Dengan ragu, ia meraih ponsel yang tergeletak di meja nakas. Nama Bastian terpampang jel

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Pertemuan yang Penuh Ketegangan

    Hari itu, udara Bandung terasa sejuk dengan semilir angin yang menyusup di sela-sela pepohonan. Di rumah keluarga Rania, suasana terasa hangat. Di ruang makan, meja panjang telah dipenuhi hidangan, tanda mereka bersiap untuk makan siang bersama. Rania duduk bersama kedua orang tuanya, Rita dan Boby, serta ibu angkatnya, Cucu. Satria juga ada di sana, duduk di samping Bintang, sambil bercanda dengan bocah kecil itu.Tawa Bintang mengisi ruangan. Anak itu begitu riang ketika Satria menunjukkan cara membuat origami sederhana dari tisu."Om Satria bisa bikin ini lagi?" tanya Bintang sambil memegang hasil origami berbentuk burung kecil."Tentu, Bintang. Om bisa buat yang lebih bagus lagi kalau kamu mau," jawab Satria sambil tersenyum hangat.Namun, suasana ceria itu tiba-tiba terhenti ketika terdengar suara bel dari pintu depan. Semua kepala menoleh ke arah sumber suara."Siapa, ya?" gumam Rita sambil melirik Rania."Aku buka pintu, Ma," ujar Rania sambil beranjak.Saat pintu terbuka, Rani

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Maaf, Aku Tidak Suka!

    Pagi itu, sinar matahari masuk melalui jendela ruang keluarga rumah Rania. Di atas meja, beberapa cangkir teh hangat tersusun rapi, sementara di ruang tamu terdengar tawa renyah Bintang yang sedang bermain di atas karpet bersama mobil-mobilan kecilnya.“Ma, lihat ini!” teriak Bintang sambil menunjukkan mainan barunya yang kemarin ia beli bersama Rania.Sebelum Rania sempat menjawab, suara bel rumah berbunyi.“Sebentar, Bintang,” kata Rania sambil melangkah ke pintu.Begitu pintu terbuka, seorang pria dengan setelan kasual—kaus putih dan celana jeans—tersenyum hangat. Satria, pria yang belakangan ini sering mampir ke rumah Rania, berdiri dengan sebuah kantong kertas besar di tangannya.“Pagi, Rania. Ini untuk Bintang,” ujarnya sambil menyerahkan kantong itu.Rania melirik kantong tersebut, lalu ke arah Satria dengan ekspresi sedikit bingung. “Kamu nggak perlu repot-repot setiap kali datang, Mas.”Satria hanya tertawa kecil. “Aku nggak merasa repot, kok. Aku senang bisa membawakan sesua

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Dunia Baru Maya

    Kepulan asap pesawat terbang tampak membumbung tinggi di udara Bandara Soekarno-Hatta. Maya berdiri di tepi jendela kaca besar di ruang tunggu, memandang ke arah landasan pacu. Matanya kosong, wajahnya lelah, tetapi bibirnya tetap membentuk garis tegas seolah ia tidak ingin menunjukkan kelemahan. Di tangannya, paspor dan tiket penerbangan ke Frankfurt, Jerman, tergenggam erat.Hari ini, segalanya berubah. Perceraian yang baru saja disahkan beberapa minggu lalu telah menghapus statusnya sebagai istri dari Bastian, seorang pengusaha ternama di Jakarta.“Bu Maya, sudah waktunya boarding,” suara sopir pribadinya memecah keheningan.Maya menoleh sekilas. “Kamu pulang saja. Terima kasih sudah mengantarkan,” jawabnya singkat.Pria itu mengangguk hormat sebelum pergi, meninggalkan Maya sendirian.Maya menarik napas panjang dan berjalan menuju gerbang keberangkatan. Sepanjang langkahnya, ingatan tentang rumah megah yang pernah ia tinggali bersama Bastian menghantui pikirannya. Di sana, ia pern

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kerinduan Terhadap Kampung Halaman

    Pagi ini, aroma embun bercampur harum bunga dari taman rumah Rania membuat suasana terasa sejuk. Udara segar Bandung menjadi pelengkap sempurna untuk perjalanan menuju Lembang. Sebuah mobil SUV hitam mewah sudah terparkir rapi di depan rumah, menunggu penumpangnya.Seorang sopir pribadi berdiri di sisi mobil, mengenakan seragam rapi, sementara seorang bodyguard berjaga tidak jauh darinya. Tugas mereka hari ini adalah memastikan perjalanan keluarga Rania berjalan lancar dan aman.Rania muncul dari dalam rumah, mengenakan pakaian kasual tetapi tetap elegan. Rambutnya yang tergerai membuat wajahnya terlihat segar meski kesibukan akhir-akhir ini menguras energinya. Di sampingnya, Bintang berlari kecil dengan semangat khas anak kecil, menggenggam tangan boneka superhero kesayangannya.“Mama, nanti di Lembang kita bisa lihat bunga banyak, kan?” tanya Bintang dengan mata berbinar.“Tentu saja, Sayang,” jawab Rania sambil mengusap kepala p

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Keteguhan Hati Bastian

    Siang itu, matahari menyinari gedung perkantoran megah yang menjadi pusat kesibukan Bastian sehari-hari. Di lantai paling atas, ruangan kantor Bastian tampak luas dengan dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan kota Jakarta yang sibuk. Suasana ruangan beraroma kopi dan kayu cedar, mencerminkan kepribadian Bastian yang tegas dan profesional.Seorang asisten mengetuk pintu sebelum membukanya. “Pak Bastian, ada Bu Ami dan Pak Gery yang ingin bertemu.”Bastian, yang tengah duduk di belakang meja kerjanya, menghentikan pekerjaannya sejenak. Ia menatap asistennya dengan ekspresi tenang. “Persilakan mereka masuk.”Beberapa saat kemudian, Ami dan Gery memasuki ruangan. Ami mengenakan gaun pastel elegan, sementara Gery terlihat rapi dalam setelan formal. Mereka memasang senyum ramah, meskipun ketegangan terlihat di mata mereka.“Selamat siang, Mami, Papi,” sapa Bastian sambil berdiri dan menjabat tangan mereka. “Silakan duduk.”“Terima kasih, Nak,” jawab Ami dengan nada lembut, berusaha me

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Seketika Marah

    Pagi itu, sinar matahari yang hangat menerobos masuk melalui jendela besar di ruang makan. Aroma roti panggang yang baru keluar dari oven bercampur dengan wangi kopi hitam yang pekat memenuhi udara, menciptakan suasana nyaman di rumah keluarga Rania.Di meja makan besar, keluarga kecil itu berkumpul. Boby dan Rita duduk di sisi kepala meja, sementara Cucu, ibu angkat Rania, duduk bersebelahan dengan Bintang yang sibuk menyendokkan bubur ke mulut kecilnya. Rania, mengenakan gaun rumah sederhana berwarna pastel, duduk di sisi lain meja, tampak menikmati secangkir teh hangat.“Mama, tolong minta rotinya,” pinta Bintang dengan suaranya yang riang.Rania tersenyum, mengambil sepotong roti panggang dan menyerahkannya ke tangan kecil putranya. “Pelan-pelan makannya, Sayang. Jangan sampai tumpah lagi, ya.”“Iya, Ma,” jawab Bintang dengan pipi yang sudah menggembung karena bubur.Suasana pagi itu begitu hangat, dipenuhi c

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Berita Yang Mengusik

    Hujan deras mengguyur Bandung sejak semalam, menciptakan suasana dingin dan temaram yang terasa menusuk hingga ke tulang. Di dalam kamar bernuansa krem yang hangat, Rania duduk di tepi ranjang, menggenggam ponselnya dengan wajah terkejut. Portal berita yang terpampang di layar menampilkan sebuah judul yang membuat dadanya berdebar."Pebisnis Ternama Bastian Pramudista Akan Ceraikan Istrinya, Maya Kartika!"Rania membaca ulang judul itu, seolah ingin memastikan bahwa matanya tidak salah menangkap kata-kata yang terpampang di sana. Ia menelusuri artikel tersebut, membacanya perlahan dengan alis berkerut.Keputusan itu tak disangka. Bastian, pria yang dulu pernah mengisi ruang hatinya, kini menjadi pusat perhatian publik karena rencana perceraian ini. Nama Maya disebut-sebut terlibat dalam skandal yang mencoreng reputasi keluarga mereka.“Bastian...” bisik Rania lirih, hampir tidak percaya.Ia meletakkan ponselnya di samping, menarik napas panjang, lalu memandang keluar jendela. Rintik h

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Keputusan Bulat Bastian

    Sore ini, Bastian duduk di ruang kerjanya dengan ekspresi wajah yang gelap. Di atas mejanya, berkas-berkas yang menjadi bukti nyata perselingkuhan Maya dan penyelewengan dana yang dilakukan bersama Ronal terhampar dengan jelas. Semua bukti telah ia kumpulkan, dari laporan transaksi mencurigakan hingga foto-foto dan pesan-pesan pribadi yang tidak dapat disangkal lagi.Bastian mengepalkan tangannya, mencoba mengendalikan amarah yang bergejolak dalam dadanya. Namun, semakin ia melihat bukti-bukti itu, semakin sulit baginya untuk menahan diri. Pernikahan yang ia jaga dengan segala usahanya ternyata dihancurkan begitu saja oleh orang yang seharusnya menjadi pasangannya.“Cukup sudah,” gumamnya, suaranya penuh dengan kemarahan yang tertahan.Ia mengambil tumpukan dokumen itu, lalu melangkah cepat menuju kamar utama. Pintu kamar didorongnya dengan keras, membuat Maya yang sedang duduk di depan cermin berdandan terkejut.“Bastian?” Maya berbalik, menatap suaminya dengan bingung.Bastian tidak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status