Semua Bab Pendekar Penguasa Dua Pedang Sakti: Bab 21 - Bab 30

60 Bab

Bab 021 - Siapa Lelaki Paruh Baya Itu?

“Apa yang telah kau lakukan pada putriku?” tanya lelaki paruh baya itu dengan tatapan tajam.Meski umurnya tidak lagi muda, ia masih tampak gagah dan berwibawa.“Ma– maaf, Paman. Ak– aku ….”“Ini salahku Ayah, aku yang menyerangnya terlebih dahulu. Aku telah salah menuduhnya sebagai pencuri.” Si gadis tiba-tiba menyela dan membela Arya Wisesa.“Kalau ternyata benar pemuda ini adalah pencuri, bagaimana?” tanya sang ayah.Baru berbicara saja, lelaki itu sudah memancarkan aura yang sangat dominan. Suaranya penuh wibawa dan dalam dirinya tersimpan sebuah ketegasan yang bisa terbaca dan dirasakan langsung oleh Arya Wisesa.“Aku yakin dia bukan pencuri, Ayah. Dia orang baik,” jawab si gadis.“Hmmm…,” respon lelaki paruh baya itu hanya mendeham saja.Ia lantas kembali mengamati pendekar muda yang berpakaian putih-putih dan berambut gondrong itu dari ujung kepala, hingga ujung kaki. Dengan serius dan tatapan tajamnya, diamatilah pula logo kecil bergambar srigala yang menempel di baju sebelah
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-02
Baca selengkapnya

Bab 022 - Desa Gandareksa

Maka bertanyalah Arya Wisesa, “Apa itu, Paman? Apa yang harus aku lakukan?”“Tolong kau selidiki dan tangkap para perampok jahat yang sudah mencuri ternak warga desa,” perintah si laki-laki paruh baya.“Kuperingatkan kau agar berhati-hati dan tak menyepelekan mereka. Perampok itu bergerombol dan dipimpin oleh orang yang ilmu silatnya lumayan tinggi. Mereka sangat kejam dan tidak segan-segan membunuh orang yang berusaha melawan. Dan kabarnya, sekarang mereka mulai merampok perhiasan dan juga barang-barang berharga milik warga.” Si laki-laki paruh baya mewanti-wanti pada Arya Wisesa.“Baik, Paman. Aku akan segera menyelidiki dan melumpuhkan para perampok itu,” jawab Arya Wisesa menyanggupi permintaan si laki-laki paruh baya.“Tidak mesti sekarang juga, Anak Muda. Kau istirahatlah terlebih dahulu. Hari ini aku membuat sup ayam hutan dan kau pasti sudah sangat lapar,” sahutnya.Si gadis yang ternyata mendengarkan dengan sangat serius percakapan dua orang laki-laki yang ada di ruangan itu,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-03
Baca selengkapnya

Bab 023 - Mengulik Informasi dari Warga Desa

Setelah meletakkan cangkulnya, laki-laki tua itu pun akhirnya menghampiri mereka yang berada di tepi sawah.“Ada apa memanggilku, Anak Muda?” tanya laki-laki tua itu.“Maaf Kakek, kami mengganggu pekerjaan Kakek. Kami datang dari pojok desa dan bermaksud ingin bertanya pada Kakek, apakah benar di desa ini ada rampok yang sering mencuri ternak dan perhiasan milik warga desa?” sahut Arya Wisesa sekaligus bertanya dengan sopan.“Ah, betul sekali Anak Muda, kami sudah sangat resah dengan para perampok itu. Tak terhitung sudah berapa banyak kerugian yang kami alami. Sudah dua kambingku yang mereka curi. Mereka benar-benar serakah dan kejam sekali Anak Muda,” jawab si kakek.“Jumlah mereka ada berapa orang, Kek?” Arya Wisesa bertanya lagi. “Dan apakah Kakek tahu di mana persembunyian mereka?”“Oh, setahuku mereka berjumlah lima orang. Tapi mereka bukan perampok biasa, mereka kuat-kuat dan nampaknya punya ilmu silat yang lumayan tinggi,” kata si laki-laki tua itu menjawab.“Ah, soal di mana
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-05
Baca selengkapnya

Bab 024 - Keributan di Kedai

Saat Arya Wisesa sedang memesan makanan dan bercakap-cakap seperti itu dengan pemilik kedai, di bagian meja paling pojok terlihat empat orang pemuda berbisik-bisik sambil melirik ke arah Dewi Raraswati.“Hei lihat, gadis itu sangat cantik sekali,” kata salahsatu dari empat pemuda itu, memberi tahu temannya. Ia tampak yang paling gendut di antara yang lain.Keempatnya terlihat sedang ngobrol-ngobrol sambil minum-minum tuak di kedai itu. Dari sikap dan bagaimana cara mereka bertingkah, sudah dapat terbaca bahwa mereka bukanlah orang baik-baik.Dari cara duduknya saja, mereka sudah terlihat tidak sopan. Mengangkat kaki mereka tinggi-tinggi, hingga ada yang menyelonjorkan kakinya di atas meja, seolah mereka paling berkuasa di kedai itu.“Oh, itu anaknya Wisangpati, si petani tua yang rumahnya di tepi hutan itu,” sahut temannya. Yang ini berperawakan sedang dan berwajah serius.“Sayang sekali, kalau gadis cantik yang sedang mekar-mekarnya itu jarang dijamah,” sahut si pemuda yang satu lagi
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-07
Baca selengkapnya

Bab 025 - Perasaan yang Terselubung

Setelah keadaan sudah kembali tenang, mereka pun bersiap untuk menyantap makanan. Diteguklah segelas air bening oleh Arya Wisesa. Ia mungkin cukup haus karena sudah mengeluarkan tenaga untuk melawan keempat pemuda berandalan tadi.“Apa tadi kau bilang? Kau berkata pada mereka bahwa aku ini kekasihmu? Enak saja kau mengaku-ngaku kekasihku!” kata Dewi Raraswati sedikit memprotes.Ia yang baru saja hendak menyantap makanan, jadi terhenti sejenak oleh pertanyaan Dewi Raraswati yang sedikit mengejutkannya.“Mungkin kau salah dengar, yang bilang kau kekasihku itu kan, mereka. Bukan aku,” sahut Arya Wisesa coba mengelak.Padahal jelas-jelas tadi ia berkata demikian. Dewi Raraswati mendengarnya sendiri, karena ia berdiri persis di belakangnya.“Ah, bisa saja kau membuat alasan. Yasudah, aku lapar mau makan saja,” katanya agak cemberut.Sebenarnya jauh di lubuk hatinya, gadis itu merasa girang ketika Arya Wisesa mengaku-ngaku sebagai kekasihnya. Bahkan lebih jauh ia sebenarnya juga ingin pende
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-08
Baca selengkapnya

Bab 026 - Bermalam di Rumah Nenek Tua

‘Kenapa kau tidak mengerti juga, Arya? Bukan hutan itu yang membuatku takut, tapi yang lebih aku takutkan adalah kehilanganmu. Aku tidak ingin kau kenapa-kenapa, Arya.’Melihat gadis di depannya hanya diam saja tak merespon dan hanya melirik ke arah lain, Arya Wisesa kembali berbicara pada Dewi Raraswati.“Dewi? Kau tidak apa-apa? Apakah ada yang salah dengan ucapanku?” tanya Arya Wisesa menyadarkan lamunannya.Gadis itu hanya menggelengkan kepala, lalu menunduk. Wajahnya masih terlihat cemberut.‘Aku tak menyangka ucapanku bisa membuatmu menangis, Dewi. Ingin sekali rasanya aku memelukmu, tapi aku tak bisa, aku tak kuasa melakukannya.’Diusaplah air mata yang tersisa di pelupuk matanya. Arya Wisesa tampak menyesal sudah membuat gadis itu menangis. Ia pikir, Dewi Raraswati tak akan merespon sampai sebegitunya. Rupanya, di balik sikapnya yang ketus, cuek, dan sedikit menyebalkan, ia juga memiliki hati yang lembut dan sangat perasa sekali.“Baiklah, kita istirahat terlebih dulu. Tak per
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-09
Baca selengkapnya

Bab 027 - Bayangan Hitam

Arya Wisesa pun tersenyum ketika mendengar ucapan bocah itu. Dan tujuannya menjadi seorang pendekar masih perlu dimaklumi. Itu normal dan wajar, karena selama ini mungkin ia sering dianggap lemah dan disepelekan oleh teman-temannya karena tidak memiliki orangtua.“Cita-cita yang bagus, Paman sangat mendukung cita-citamu. Tapi ketahuilah, untuk menjadi seorang pendekar yang hebat itu tidak mudah. Diperlukan usaha dan latihan yang keras untuk mencapainya. Menjadi kuat saja tidak cukup, karena itu bukanlah tujuan utama seorang pendekar sejati.Karena sudah banyak pendekar kuat dan hebat di dunia ini, tapi tidak semua pendekar itu mengabdi pada kebenaran dan membantu orang-orang yang lemah. Justru banyak dari mereka malah menciptakan malapetaka dan kejahatan di mana-mana yang merugikan banyak orang.Maka, untuk jadi seorang pendekar yang hebat dan tangguh, diperlukan juga sebuah niat dan hati yang bersih. Seorang pendekar tidak boleh sombong dan menyalahgunakan kekuatannya untuk tujuan yan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-10
Baca selengkapnya

Bab 028 - Perampok Bertopeng

Meski yang lainnya tidak percaya dan tampak ragu dengan apa yang diceritakan oleh Arya Wisesa, namun ia sangat begitu yakin dengan apa yang telah ia lihat. Bukan hanya sebatas halusinasi atau perasaannya saja.Sementara Dewi Raraswati terlihat sudah merebahkan badan sambil memejamkan matanya. Tidur terlentang di atas dipan di ruang tengah rumah nenek tua itu.Arya Wisesa melakukan hal yang sama, namun dirinya masih saja diliputi perasaan gelisah. Alhasil, ia jadi susah tidur dan hanya memandangi langit-langit rumah dengan tatapan kosong. Tampak melamun sendirian saat yang lainnya sudah tertidur.Suara jangkrik dan belalang makin terdengar bersahutan di luar rumah, pertanda bahwa waktu sudah memasuki tengah malam. Kelalawar mulai beterbangan terlihat aktif beraktivitas di malam hari.Namun baru saja ia tidur sebentar dan hampir terlelap, tiba-tiba terdengar sayup-sayup suara kegaduhan dari arah desa sebelah utara. Ada suara-suara derap kaki, seperti banyak orang berlari dan lama kelama
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-12
Baca selengkapnya

Bab 029 - Hutan Balungan

Ucapan si pemuda warga desa itu terasa menyakitkan, namun Arya Wisesa berusaha tetap sabar dan hanya diam saja tak menyahut.“Kau bukannya berterimakasih akan kami tolong, tapi malah meremehkan kami, huh!” gerutu Dewi Raraswati pada pemuda warga desa itu.“Aha-ha, memang seperti itu kenyataannya, Saudari. Silahkan saja kau pergi ke sana bila tak percaya, mereka pasti tak akan segan-segan mencelakaimu!” katannya lagi sambil tertawa pula.“Tutup mulutmu, Saudara! Tak usah banyak bicara! Dan kenapa tidak kau sendiri saja yang menangkap para perampok itu jika kau punya nyali?!” sahut gadis itu makin ketus.“Cukup! Tak ada gunanya kita berdebat seperti ini. Percuma saja, tak akan menyelesaikan masalah. Biarlah ini menjadi tanggung jawabku dan ini sudah menjadi tugasku, meski nyawa yang akan menjadi taruhannya!” sergah Arya Wisesa.Tak menyahut lagi, gadis itu langsung melengos begitu saja masuk kembali ke dalam rumah si nenek. Mukanya cemberut dan kembali merajuk.Karena merasa pengejaran
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-14
Baca selengkapnya

Bab 030 - Perjalanan Penuh Bahaya

“Kakimu terluka, Dewi. Kau jangan dulu banyak bergerak, biar kubasuh dulu luka di kakimu itu,” kata pemuda itu tampak sangat perhatian.Darah itu mengucur setetes demi tetes di bagian betisnya. Gadis itu pun menurut dan sejenak ia duduk sambil menyelonjorkan kedua kakinya di hadapan Arya Wisesa.“Iya Arya, tidak apa-apa. Kau tak perlu khawatir, ini hanya luka biasa.” Gadis itu berusaha untuk tetap terlihat kuat.Namun Arya Wisesa merasa luka di kaki Dewi Raraswati itu cukup serius. Karena ketika ia selesai membasuh kaki gadis itu, dilihatnya ranting kering sebesar ujung kelingking yang ternyata menancap di betisnya.Diam-diam pada saat gadis itu sedang melirik ke arah lain, dengan cepat ia mencongkel ranting itu dengan ujung kuku telunjuknya sehingga membuat si gadis mendesah sesaat karena kesakitan.“Ahhhhh….!” desah si gadis.“Lihat Dewi, ada ranting kering yang menancap di kakimu. Ini bukan luka biasa, dan harus segera diobati!” kata Arya Wisesa.Ia tampak agak kesal juga sebenarny
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-15
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status