Home / Rumah Tangga / Tuan CEO, Mari Bercerai! / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Tuan CEO, Mari Bercerai!: Chapter 61 - Chapter 70

71 Chapters

61. Nakula Terluka

Radha duduk di tepi ranjang di salah satu kamar vila milik Saga. Di luar jendela, cahaya bulan menyorot lembut ke permukaan laut yang tenang, tetapi keindahan itu tidak mampu meredakan guncangan di hatinya. Di hadapannya, Nakula terbaring dengan wajah lebam dan sudut bibir pecah. Luka-luka itu adalah bukti kekejaman yang dilakukan oleh Freya, ibu kandungnya sendiri. Dengan hati-hati, Radha merendam kain ke dalam mangkuk berisi air dingin dan menempelkannya ke pipi Nakula. Jemarinya gemetar, bukan karena dinginnya air, tapi karena rasa bersalah yang menyesakkan dada. “Tahan sebentar ya, Nakula. Maaf, aku... benar-benar minta maaf. Ini semua salahku,” ucap Radha dengan suara bergetar. Nakula tersenyum kecil meski wajahnya jelas menahan nyeri. “Kak, jangan minta maaf. Aku yang memilih membantu Kakak.” Radha menatap wajah adik tirinya dengan perasaan pilu. “Tapi dia ibumu, Nakula. Kenapa dia bisa sekejam ini padamu? Kalau dia melakukannya padaku, aku mungkin bisa menerima. Tapi kau...
last updateLast Updated : 2024-12-24
Read more

62. Ungkapan Hati Saga

Malam merangkak pelan di atas vila yang sunyi. Hanya suara angin yang bermain lembut di antara dedaunan, menemani langkah Radha yang baru saja selesai merawat luka Nakula. Hatinya sedikit lega melihat adik tirinya itu tertidur dengan tenang, meski bayang-bayang kejadian tadi masih mengendap di benaknya. Radha melangkah pelan menuju taman belakang, di mana cahaya bulan temaram membasahi rerumputan dengan sinarnya yang redup. Saga duduk sendirian di bangku taman, pandangannya terlempar jauh ke langit yang dihiasi bintang-bintang. Ketika Radha mendekat, Saga menoleh dan menyambutnya dengan senyum samar. "Bagaimana keadaan Nakula?" tanya Saga, suaranya terdengar hangat, namun ada secercah kekhawatiran yang sulit disembunyikan. Radha duduk di sampingnya, membiarkan malam meresapi keheningan di antara mereka sejenak. "Dia sudah sedikit mendingan. Dan sekarang dia tertidur dengan pulasnya." Saga mengangguk pelan, meski hatinya masih dihantui rasa bersalah. "Seharusnya aku lebih waspada
last updateLast Updated : 2024-12-24
Read more

63. Mengaku Sebagai Suami Radha

Pagi itu, cahaya matahari mengintip lembut dari balik jendela ruang makan. Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi ruangan, bersanding dengan aroma roti panggang yang masih hangat. Namun, di tengah suasana yang terasa nyaman, Radha duduk diam, menatap kosong ke arah piringnya yang masih kosong. Pikirannya melayang pada percakapan mereka berdua semalam. Di mana ungkapan hati Saga masih terngiang jelas di telinganya. “Aku hanya ingin kau tahu... aku akan selalu ada di sini—di sampingmu. Tidak peduli sebagai apa pun yang kau butuhkan.” kalimat itu kembali terngiang, membuatnya semakin resah. Radha meneguk ludah, merasa canggung setiap kali mengingat kata-kata itu. Tak pernah terlintas dalam benaknya bahwa pria yang selama ini ia anggap seperti kakaknya sendiri, ternyata memiliki perasaan lebih. Saga selalu ada untuknya, menjadi tempatnya bersandar di saat sulit. Namun, Radha tak ingin merusak hubungan baik mereka hanya karena perasaannya yang tak bisa ia balas. Jadi, pagi itu, ia memutus
last updateLast Updated : 2024-12-25
Read more

64. Sosok Mencurigakan Di Tengah Keramaian

"Tentu, Dok. Terima kasih atas sarannya. Saya pasti akan menjaga istri saya sebaik mungkin.” Dr. Sasmitha tersenyum puas. Sementara Radha, di sisi lain, hanya bisa memandang Saga dengan bingung. Hingga setelah keluar dari ruang pemeriksaan, ia langsung menoleh ke arah pria itu. “Kenapa tadi Kak Saga bilang seperti itu? Dr. Sasmitha mungkin akan salah paham dengan kita berdua,” ujarnya setengah berbisik. Saga terkekeh pelan. “Aku hanya ingin mempercepat proses pemeriksaannya saja. Kalau nanti dia tahu kau datang ke sini bukan bersama suamimu tapi dengan pria lain, malah akan jadi panjang urusannya. Meskipun sebenarnya kau dan Krisna akan segera bercerai. Jadi aku rasa itu tidak masalah, 'kan?” Radha mendesah panjang. “Tapi tetap saja Kak, tolong lain kali jangan lakukan itu lagi. Aku tidak mau ada orang lain yang salah paham dengan hubungan kita." “Baiklah, tidak akan lagi,” jawab Saga sambil tersenyum kecil. "Maaf, ya?" Radha menghela napas panjang dan mengangguk pelan. “Kak, b
last updateLast Updated : 2024-12-25
Read more

65. Wanita Masa Lalu Saga

Saga langsung bangkit dari kursinya, langkahnya cepat dan mantap menuju arah di mana ia melihat kilatan kamera. Radha dan Clara sempat terdiam, saling pandang dengan kebingungan. “Kak Saga!” panggil Radha, suaranya tertahan. "Tunggu sebentar," jawab Saga singkat. "Aku harus memastikan sesuatu." Sebelum Radha bisa menahannya, Saga sudah berjalan cepat menerobos kerumunan restoran. Clara hanya melirik sekilas, tampak tidak terlalu peduli. Ia kembali menyibukkan diri dengan gelas anggurnya, sementara Radha menatap punggung Saga yang semakin menjauh. Ia melangkah cepat ke antara meja-meja, melintasi pelayan yang membawa nampan, dan menggeser kursi-kursi yang menghalangi jalannya. Matanya menyapu seluruh area restoran, mencari jejak seseorang dengan kamera. Saga akhirnya melihat sesosok pria berjaket hitam dengan topi abu-abu yang tampak terburu-buru menuju pintu keluar. Tanpa pikir panjang, Saga mempercepat langkahnya dan menyusul pria tersebut. Tangan Saga hampir menyentuh bahu pria
last updateLast Updated : 2024-12-26
Read more

66. Hal Yang Tak Bisa Dipaksakan

Clara menyandarkan punggungnya ke kursi, matanya menyipit menatap Saga dengan tajam. "Tidak hidup di masa lalu, huh? Kau pikir aku bisa melupakan semuanya begitu saja, Saga?" Clara menyilangkan tangan di depan dadanya, nada suaranya naik satu tingkat. Saga mengaduk pelan kopinya yang mulai dingin. "Bukan soal mudah atau tidak, Clara. Tapi kita harus memilih apa yang ingin kita jalani. Dan aku telah memilih untuk melangkah ke depan." Clara tertawa pendek, sarkastik. "Oh, tentu. Kau memilih melangkah ke depan dengan dia, bukan? Wanita itu tampaknya tidak punya latar belakang seperti kita, tidak punya kedudukan yang setara, dan—" "Clara." Saga memotong dengan suara tegas, menatapnya langsung. "Jangan mulai membandingkan dirimu dengan Radha." Clara meletakkan cangkir tehnya dengan sedikit keras. "Kenapa? Karena kau tahu aku benar? Apa yang dia punya yang aku tidak miliki, Saga?" "Entahlah, mungkin dia bukan tipe wanita yang suka membuat keputusan secara sepihak lalu pergi tanpa penj
last updateLast Updated : 2024-12-28
Read more

67. Tamparan Keras Buat Clara

Clara memandang surat di tangannya dengan ekspresi penuh keterkejutan. Tulisan "Hasil Pemeriksaan Kehamilan: Positif" terus berputar dalam pikirannya. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Matanya beralih ke Radha, yang kini berdiri dengan wajah tenang namun terlihat sedikit canggung. "Apa ini?" tanya Clara dengan suara tertahan, sambil menunjuk surat itu. "Kau hamil?" Radha mengangguk, senyumnya tipis namun tetap tenang. Ia mengulurkan tangan untuk mengambil surat itu dari Clara. "Ya, aku hamil," jawabnya singkat, lalu memasukkan surat itu ke dalam tasnya dengan hati-hati. Kata-kata itu menghantam Clara seperti badai. Dadanya berdebar, dan pikirannya berputar liar. Semua potongan puzzle seolah mulai menyatu dalam pikirannya. Radha hamil, dan itu menjelaskan semuanya. Perubahan sikap Saga, jarak yang tiba-tiba muncul di antara mereka, dan kini—jawabannya menjadi jelas. "Tentu saja," ujar Clara dengan nada sarkastik, tangannya terlipat di depan dada. "Jadi ini alasan
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

68. Memutuskan Untuk Pergi

"Pergi dari sini sekarang, atau kau akan melihat versi terburukku yang belum pernah kau lihat." Clara tergagap, napasnya memburu. Tatapan dingin Saga terasa menusuk hingga ke tulangnya, membuat kakinya goyah. Ia menelan saliva dengan susah payah, namun tenggorokannya terasa kering seolah ada batu besar yang mengganjal. “S-Saga… aku… aku hanya—” "Pergi." Suara Saga terdengar lebih rendah, hampir seperti desisan, namun sarat dengan ancaman yang membuat nyali Clara ciut. Clara mundur selangkah, tangannya bergetar di sisi tubuhnya. Ia menatap Radha dengan kebencian yang belum reda, namun ketakutan pada Saga lebih kuat. Tanpa berkata lagi, ia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan restoran dengan langkah tergesa. Saga lalu beralih menatap Radha yang masih berdiri di tempatnya, wajahnya kaku, dan tangan gemetar di sisi tubuhnya. Suara pengunjung di restoran perlahan menghilang, tergantikan oleh denyut jantung yang terdengar jelas di telinga Saga. Ia menarik napas dalam-dalam, menco
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

69. Keputusan Radha Dan Pria Bernama Joshua

Radha membuka pintu vila dengan langkah cepat, nyaris terburu-buru. Napasnya terdengar berat, dan ekspresi wajahnya menunjukkan kemarahan yang tertahan. Ia tidak memedulikan Nakula yang sedang duduk di sofa, menonton televisi dengan santai. Tanpa sepatah kata, Radha langsung menuju kamar, membuka lemari, dan mulai mengemasi barang-barangnya. Nakula mengernyit bingung melihat tingkah kakaknya. Ia segera bangkit dan berjalan menyusul ke kamar. “Kak, ada apa?” tanyanya, nada suaranya penuh kebingungan. Namun, Radha tidak menjawab. Ia membuka lemari pakaian dengan kasar, terus menarik pakaian dari gantungan, melipatnya sekadarnya, dan memasukkannya ke dalam tas besar di atas tempat tidur. Tangannya bergerak cepat, seperti dikejar waktu, sementara wajahnya menyiratkan kegelisahan. “Kak Radha!” Nakula kembali bertanya, kali ini dengan nada lebih tegas. “Kenapa tiba-tiba mengemasi semua pakaianmu, Kak? Apa yang terjadi?” Radha berhenti sejenak, menarik napas panjang, lalu menjawab dengan
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

70. Mendapatkan Sekutu

“Perkenalkan, nama saya Joshua.” Clara berdiri di ambang pintu, mengamati pria jangkung di depannya yang mengenakan jas gelap rapi. Wajah pria itu tidak terlalu asing, tetapi senyumnya yang tipis dan sorot matanya yang tajam membuatnya merasa tidak nyaman. “Joshua?” ulang Clara dengan nada tidak ramah. “Seingatku aku tidak punya teman atau pun kolega yang bernama Joshua. Apa kau orang suruhannya Papa?” Joshua mengangkat satu alis, senyum kecilnya tetap terukir. “Sayangnya bukan. Ini adalah pertemuan kita yang pertama.” “Oh, jadi kau ini seorang penguntit, ya?” Duga Clara, berkacak pinggang, menatap pria itu dari ujung rambut ke ujung kaki. “Wajahmu lumayan, tapi maaf saja. Kau bukan tipeku. Jadi, pergilah. Aku tidak punya waktu bermain-main denganmu.” “Tunggu sebentar, Nona Clara,” tahan Joshua, saat Clara membalikkan tubuhnya, berniat masuk kembali ke dalam rumah. “Aku bukanlah penguntit seperti yang Anda kira. Aku datang ke sini, bermaksud ingin membicarakan sesuatu. Itu saja.
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status