Semua Bab Wanita yang Kau Hinakan. Season 2.: Bab 191 - Bab 200

236 Bab

Bab. 192. Biang masalah.

“Susi ke mana, Ta? “Aku tidak tahu Mbak, tadi ada kok, di sini sama anaknya lagi mainan sama Kia, tapi itu Kia sama Mbak Asih! Mungkin Mbak Susinya ada di kamar atau mungkin sedang keluar beli jajan anaknya. Mbak Susi itu doyan sekali jajan. Padahal di dalam rumah ini banyak jajanan di kulkas, tapi dia tidak mau jajanan sehat malah yang diberi itu sosis bakar dan teman-temannya," jawabku.Ternyata, Mbak Susi panjang umur baru saja dibicarakan dia sudah datang dari pintu samping, melihat kami duduk bersama, Mbak Susi mengambil duduk di antara kami menyalami kakak-kakakku satu per satu dan juga adikku. Kemarin Mbak Susi tidak begitu padaku. Aku jadi merasa cemburu diperlakukan berbeda oleh saudara-saudaraku sendiri padahal aku tidak tahu salahku apa.“Kamu dari mana, Sus, ya ampun kita orang udah datang dari tadi loh, lihat nih, aku udah ngopi, udah dikasih kue kamu enggak menyambut kakak-kakak kamu datanga!?" omel, Mbak Nur seraya memamerkan perhiasan-penghiasan yang dia pakai.Aku
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-10
Baca selengkapnya

Bab 193. Tak terima.

"Kamu ngusir aku, Ta? Nyesel aku jauh-jauh datang ke sini ada Wira, Bapak, Mbak Nur enggak tahunya kamu di sini mempermalukan aku begitu, kalau tahu begini najis aku menginjakkan kakiku ke rumah kamu," jawab Mbak Ning, dia pun tak kalah emosinya denganku. Ibu yang ada di dapur tergopoh-gopoh menghampiri kami.“Ya, Allah, kalian ada apa ini? Kaliand sudah datang. Kenapa tidak menemui Ibu di belakang, Ibu tidak tahu kalau kalian sudah datang," ucap Ibu matanya berkaca-kaca melihat aku dan Mbak Ning bersitegang.Untungnya saudara Mas Danu pun belum pada datang hanya baru kami dan juga tetangga kanan, kini, Mbak Wulan, Mbak Fitri dan tukang masak yang kami bayar.“Tanyakan pada anak kesayangan Ibu ini, yang kaya raya 7 turunan, 7 tanjakan, belokan segala macam ini kenapa aku marah-marah begini Bu. Sakit hatiku baru datang sudah diusir," jawab Mbak Ning menggebu-gebu."Apa benar begitu Ita?" tanya ibu padaku. Aku menggeleng memang kenyataannya bukan aku duluan yang bikin masalah dan ad
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-10
Baca selengkapnya

Bab 194. Egois.

“Saudara Danu saja yang suruh tinggal di rumah ibunya Danu, jangan di sini kalau di sini khusus saudara kamu. Aku pingin dong, ngerasain tinggal di rumah bagus, tinggal di rumah mewah. Masa harus berbagi kamar suamiku gimana?" sahut Mbak Nur.“Gampang, kan bisa tidur di luar, bisa tidur di ruang tamu, ruang tengah. Ini kan, rumahku luas nanti tinggal gelar aja kasur masa, iya, lagi rame-rame gini mau berduaan di kamar kan, enggak mungkin. Sudahlah Mbak Nur enggak usah banyak alasan intinya aku mengumpulkan kalian di sini itu untuk saling berbagi, saling kenal, saling memaafkan, bukan saling sikut-menyikut," jawabku.“Ih, kamu, Ita, sekarang kenapa jadi menyebalkan sekali sih, aku ini saudara kandung kamu, berasa jadi saudara tiri kesel deh!” ucap Mbak Nur, dia berlalu masuk ke kamar tamu paling depan disusul Mbak Susi.“Mbak Nur, kamu jangan tidur sama akulah enggak enak. Kamu itu badanmu gede sudah gitu kamu ngorok, aku tidur sama Mbak Ning aja. Mbak Nur sama ibu aja sana!" Usir Mb
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-10
Baca selengkapnya

Bab 195. Banyak utang.

"Maksudnya ditelepon gimana? Bisik-bisik atau kayak mana, Dina, kok mbak jadi takut. Wira itu kan, orangnya slengean suka asal. Takutnya dia main perempuan atau gimana kasihan kamu sama anak kamu masih kecil," tebakku.“Aku juga takutnya begitu Mbak, saat aku tanya siapa yang telepon, dia hanya jawab teman. Teman yang mana, terus dia juga jawab yang pernah kasih bantuan ke kita. Sudah gitu aja Mbak," jelas Dina.“Bantuan mana, memang kalian, pernah dibantu oleh orang lain?" tanyaku pada Dina.“Pernah Mbak, waktu kami mau ngontrak rumah, tapi belum ada uang kata orang tuaku tunggu 1 bulan lagi nanti ada panen sawit, tapi Mas Wiranya enggak mau. Akhirnya dia pinjem sama temannya melalui telepon, terus pinjam lagi untuk beli barang-barang dalam rumah, untuk beli HP dia, beli TV, sama untuk beli motor second. Jujur, ya, Mbak, kalau aku sendiri tidak perlu barang-barang yang didapat dari kredit ataupun dari pinjam uang. Mendingan rumahku kosong melompong," cerita Dina.“Iya, sih, Mbak ju
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-10
Baca selengkapnya

Bab 196. Kedatangan Mbak Desi.

"Astaghfirullahaladzim ... nanti, Ibu, akan tanyakan pada Wira. Kasihan sekali Dina. Bru lahiran sudah memikirkan banyak utang begitu. Wira ini benar-benar gaya hidupnya ngikutin kakak-kakaknya yang enggak benar," jawab Ibuku. Beliau terlihat sangat marah.“Ita, panggilkan Wira datang ke sini. Ibu mau bicara dengan dia."“Tapi, Bu, tidak sekarang karena lagi banyak orang. Aku enggak enak kalau misalnya bilang sama Wira sekarang. Dia itu kan, hobinya ngamuk."“Tapi, Ibu sudah tidak tahan lagi, Ta, Ibu ingin bicara dengan dia."“Ya sudah, tapi nanti, ya? Sekarang Ibu tenangin hati dan pikiran dulu baru bicara dengannya. Ini minum dulu biar adem. Aku juga mau cerita sesuatu pada Ibu." Ibuku mengangguk.“Mbak Fitri, Mbak Wulan, kalian serius sekali kerjanya padahal kan, sudah ada tukang masak. Santai aja Mbak!" tegurku kepada mereka yang terlihat sangat serius sedang memotong sayuran.“Eh, enggak, kok, Ita, ini juga santai. Santai banget malah. Kita sambil cerita masa sekolah dulu terny
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-10
Baca selengkapnya

Bab 197. Kabur.

"Ada apa ini ribut-ribut di rumah orang?” tanyaku pada mereka yang sedang adu mulut dengan Desi dan anak buahnya.“Akhirnya tuan rumah keluar juga. Apa seorang tamu tidak dipersilakan masuk, Nyonya Ita?” tanya Mbak Desi.“Oh, ya, silakan masuk, Mbak!" jawabku. Mbak Desi dan anak buahnya masuk ruang tamu sementara Wira dan suami kakak-kakakku menunggu di teras.“Apa kabar Ita, terakhir bertemu sekitar 3 bulan yang lalu?” tanya Mbak Desi ramah.“Alhamdulillah ... aku baik-baik saja, Mbak. Seperti yang Mbak lihat semoga Mbak Desi pun begitu,” jawabku.“Syukur Alhamdulillah aku dan anakku juga baik-baik saja. Oh, ya, sepertinya mau ada acara ramai sekali orang datang ke rumah kamu. Kebetulan dong, aku datang ke sini,” ucap Mbak Desi lagi dia memindai setiap orang yang ada di sini.“Alhamdulillah ... iya, Mbak, mau ada acara kumpul keluarga sekalian mau tujuh bulanan kehamilan Mbak Asih. Kalau Mbak Desi ada waktu boleh berkenan datang untuk mendoakan kami agar menjadi keluarga yang selalu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-10
Baca selengkapnya

Bab 198. Ada apa dengan Wira?

"Mbak Desi beneran ada perlu dengan Wira? Biar aku panggilkan istrinya saja biasanya suami istri kan, selalu tahu,” kataku memberikan solusi.“Oh, ada anak dan istrinya juga di sini? Kalau tidak merepotkan tidak apa-apa bawa saja istrinya ke sini,” jawab Mbak Desi.“Tunggu sebentar, ya, Mbak! Silakan tehnya diminum dan camilannya dicicipi aku ke dalam dulu,” pamitku. Kulihat Dina sedang menyusui anaknya sampai tertidur. Dina memang cantik, kulitnya bersih dan terawat, tapi ada yang membuat aku heran dulu sewaktu belum menutup aurat baju-baju dia bagus-bagus, branded. Sekarang dia sudah menutup aurat, tapi bajunya biasa saja bahkan terkesan lusuh.Tidak apa kita memakai baju harga murah yang penting nyaman dan tidak lusuh, kalau yang Dina pakai ini dan sepertinya memang cuci pakai. Bawaan dia pun tidak banyak padahal dia punya bayi, sedangkan kakak-kakakku yang lain aja sampai bawa baju dua koper. Ini Dina satu ransel itu sudah mencakup baju dia dan baju anaknya. Apakah kebutuhan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-10
Baca selengkapnya

Bab 199. Praduga!

Benar dugaanku ternyata memang Wira yang ditelepon oleh Mbak Desi. Semoga saja hubungan mereka hanya sebatas utang piutang dan tidak ada hubungan lainnya.“Em, apa Mbak, dengan suami saya ada hubungan khusus?” tanya Dina, matanya mulai berkaca-kaca. Ya, Allah, aku takut sekali apa yang aku pikirkan akan terjadi.“Ada. Sebenarnya aku tidak ingin membicarakan ini kepada kamu, Dina, tapi karena kamu menginginkan, kita berbicara, ya, sudah tidak apa-apa, kalau aku akan katakan semuanya padamu. Aku berharap tidak ada kesalahpahaman di sini antara kamu dan aku bagaimana apa kamu setuju?” tegas Mbak Desi.“Iya, aku setuju!” jawab Dina lirih.“Jadi begini, Ita, Dina, ini adalah buku catatan utang piutang milikku. Di sini ada banyak sekali nasabah-nasabahku dari yang kaya sampai yang miskin,” ucap Mbak Desi seraya membuka-buka lembaran demi lembaran buku hutang piutangnya.Dina memegang jari jemariku erat. Aku tahu dia pasti sangat gelisah. Sangat kentara sekali dengan tangannya yang dingin d
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-10
Baca selengkapnya

Bab 200. Utang Wira.

“Iya, Dina. Aku ini tidak menyalahkan kamu justru aku tak enak padamu. Aku ini benar-benar kesal sekali pada Wira! Lihat saja, begitu dia melihat Mbak Desi datang ke sini langsung tancap gas pergi entah kr mana!"“Entahlah, Mbak, aku juga bingung Mas Wira itu maunya seperti apa? Dia itu selalu mengungkit-ungkit aku, Mbak. Aku kerja duitnya ke mana gitu padahal kan, di kebon sawit sebisaku karena aku punya bayi. Tidak mungkin aku membawa banyak sawit yang akan membuat aku kesusahan."“Memang kurang ajar yang namanya Wira, semuanya sendiri! Awas saja kalau sampai anak buahnya Mbak Desi menemukan dia, aku pun tidak akan pernah mau diam. Akan kuberi pelajaran dia!”“Iya, Mbak, sebenarnya kalau aku tidak ingat melawan suami adalah durhaka, aku sudah tentu marah-marah dengan Mas Wira dan mungkin aku sudah meninggalkan Mas Wira. Sakit hati, kalau suami tidak jujur pada kita. Rasanya kita seperti benar-benar tidak dihargai. Padahal yang melayaninya setiap hari adalah kita, istrinya. Yang me
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-10
Baca selengkapnya

Bab 201. Ancaman.

"Iya, aku, tahu kalau Wira itu tidak punya pekerjaan tetap, tapi dalam sistem hutang piutang yang aku jalankan ini aku tidak peduli dia punya pekerjaan tetap atau tidak yang penting adalah dia mampu bayar angsurannya,” jawab Mbak Desi.Benar juga sih karena Mbak Desi bukan sistem seperti di bank jadi apa pun profesinya jika butuh uangnya maka Mbak Desi akan memberikan utangan itu.“Jadi, hutang pokok Mas Wira itu 40 juta ditambah dengan bunganya sama semuanya 55 juta, ya, Mbak?” tanya Dina. Mbak Desi mengangguk mantap.“Iya, begitu. Semua utangnya si Wira karena selama ini dia tidak pernah menyicil 1 bulan pun makanya terpaksa aku mendatangi dia dan menelepon dia. Sebenarnya waktu aku 3 bulan yang lalu datang ke sini itu ingin memberitahukan bahwa Wira punya hutang padaku, tapi berhubung terjadi sesuatu antara Aku dan Ita dan juga saudara iparnya, aku jadi malas mau jelasinnya,” jawab Mbak Desi.“Jadi, apa konsekuensinya? Mbak, kalau misalnya Wira tidak bisa bayar hutang?” tanyaku pa
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-11
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1819202122
...
24
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status