Semua Bab SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku: Bab 11 - Bab 20

28 Bab

11. KESEDIHAN ANITA

MALAM ITU.Anita yang kebingungan mencari uang 15 juta dalam waktu singkat, akhirnya memutuskan pergi ke kediaman keluarga Wijaya.Hanya keluarga Wijaya saja yang Anita percaya untuk bisa menolongnya. "Pak, tunggu sebentar. Saya masuk dulu," kata Anita kepada kang ojek online, yang telah mengantarkannya itu."Mau kemana, Mba? Bayar dulu ongkosnya!" seru pria itu yang langsung menggenggam erat pergelangan tangan Anita. Ia takut kalau Anita akan pergi tanpa membayar ongkosnya.Anita gelagapan dan panik, lantaran saat ini ia tidak memiliki seperser pun uang di tangannya. Dia berniat untuk masuk ke dalam rumah besar itu, guna mencari seseorang yang mungkin saja mau membantunya."Iya, Mas. Saya akan bayar, tapi nanti. Saya mau masuk dulu ke dalam buat ketemu sama orang. Entar kalau udah ketemu, saya pasti bayar," kata Anita kembali memberi penjelasan.Tubuhnya sudah bergetar hebat. Anita begitu ketakutan saat ini. Pikirannya benar-benar kacau antara bapaknya dan juga uang untuk membayar o
Baca selengkapnya

12. KEBERSAMAAN ANGGA DAN ANITA

"Dek."Suara bariton itu, seketika menyadarkan gadis cantik yang sedang duduk di tepi ranjang, dari lamunannya. Sentuhan lembut Angga Wijaya di bahu membuat Anita mendongak. Pandangan keduanya pun saling bertemu. "Mas," ucapnya terdengar lirih. Buru-buru ia menyeka kristal bening yang masih tertahan di dinding matanya. Selanjutnya berdiri menghadap sang suami. "Kamu kenapa, Dek? Kamu habis nangis?" tanya Angga Wijaya kemudian.Anita menggeleng cepat, "enggak, Mas. Siapa yang nangis? Aku enggak nangis. Aku lagi tersenyum. Niii," katanya dan memasang senyuman lebar sampai terlihat deretan giginya yang putih."Kamu jangan bohong, Dek. Mas bisa lihat ada kesedihan di matamu." Angga Wijaya menyentuh pipi kanan sang istri penuh kelembutan. Anita pun terpejam, merasakan belaian itu masuk hingga ke dalam raganya. Setelahnya, ia kembali membuka matanya."Mas tahu, kalau kamu lagi sedih. Pasti mikirin Almarhum Bapak y
Baca selengkapnya

13. GEMA PULANG

Meninggalkan kebersamaan yang sedang dirajut Anita dan Angga Wijaya. Di tempat terpisah. Gema yang sedang tertidur dalam posisi tengkurap pun, perlahan-lahan membuka matanya.Ada rasa sakit yang luar biasa sedang memberatkan tubuhnya. Ia merasa badannya seperti ditimpah batu berukuran sangat besar. Setelah kesadarannya penuh. Dia berbalik badan dan menatap langit-langit kamar itu. Pikirannya seolah sedang berkeliaran bebas tanpa penghalang. Ada sesuatu yang sedang ia rencanakan sekarang. "Lu udah bangun, Bro?" Juna pun mengayunkan kakinya, keluar dari kamar mandi. Dia bertelanjang dada, hanya mengenakan handuk untuk menutupi bagian bawahnya.Rambutnya masih basah dan tubuhnya belum kering sepenuhnya. Masih ada butiran air yang menempel.Gema mengubah posisinya menjadi duduk bersila. Dipandanginya sekeliling kamar. Lebih tepatnya di dekat ranjang. Ada banyak botol minuman berserakan.Dia tidak protes, hanya diam. Sebab yang memb
Baca selengkapnya

14. KERIBUTAN LAGI

"DIRGANTARA!" teriak Angga Wijaya, yang sudah menggenggam erat kerah baju sang putra dan siap melayangkan sebuah pukulan keras."Mas Angga! Berhenti!"Namun, tindakan tersebut berhenti, tepat saat seruan itu menyeruak. Menembus gendang telinga dua pria yang memiliki hubungan kuat itu.Tangan kanan Angga Wijaya mengambang di udara, sedangkan tangan lainnya masih menggenggam erat kerah baju Gema. Sementara pemuda itu, tampak tenang. Tidak ada sedikitpun rasa takut terpancar di wajahnya. Padahal, persekian detik saja, pukulan keras itu akan membuat wajah tampannya membiru."Cukup, Mas! Hentikan! Lepasin Gema, Mas!" pinta Anita dengan meninggikan suaranya. Ia tahu, sekedar ucapan tidak akan mampu mengubah pemikiran sang suami. Dia juga berusaha menarik tangan Angga Wijaya, supaya mau melepaskan cengkeramannya terhadap Gema."Jangan halangi saya, Dek. Anak ini sudah sangat keterlaluan! Semakin hari. Tingkahnya semakin keterlaluan! Se
Baca selengkapnya

15. KELAKUAN GEMA DIRGANTARA

SEPULUH MENIT KEMUDIAN.Pria yang akrab dipanggil Pak Wishnu itu, akhirnya datang. Ia membawa langkah pasti, memasuki ruangan yang sedang memanas itu Gema memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celana sambil berjalan santai. Ia yang lebih dulu menyambut Pak Wishnu."Assalamualaikum, Mas Gema." Pria empat puluh lima tahun itu, mengucap salam lebih dulu. Mengulurkan tangan kanan. "Waalaikumsalam, Pak Wishnu. Maaf karena sudah merepotkan Anda, untuk datang ke sini," jawab Gema, sembari menjabat tangan pria yang berprofesi sebagai pengacara itu."Tidak repot sama sekali. Sudah sepatutnya saya membantu keluarga ini sebagaimana mestinya."Gema pun tersenyum simpul mendengar kalimat tersebut. Sementara itu, Angga Wijaya berdiri di sana tanpa bergeser sedikitpun dari posisinya. Sedangkan Anita yang semula duduk di sofa, sambil harap-harap cemas, kini berdiri dan perasaannya semakin tidak karuan."Tuan Angga," sapa Pak Wish
Baca selengkapnya

16. KEMELUT KELUARGA WIJAYA

"Bagaimana kondisi Mas Angga, Dokter?" Anita menatap melas pria di hadapannya."Kondisi, Pak Wijaya baik-baik saja. Dia hanya stres saja, yang membuatnya kelelahan," kata pria itu, sedikit menjabarkan tentang kondisi Angga Wijaya yang saat ini terbaring tak sadarkan diri di tempat tidurnya."Kapan Mas Angga sadar, Dok?" Anita masih belum tenang, meskipun sudah diberitahu tahu, bahwasanya sang suami baik-baik saja."Tidak lama lagi dia Pak Wijaya akan sadar. Namun, harus tetap diingat. Beliau harus banyak-banyak istirahat dan jangan sampai stress berlebihan seperti tadi," pesan pria yang mengenakan setelan jas putih kebesaran seorang dokter."Baik, Dok. Saya akan ingat pesan dokter dengan baik." Anita meremas ujung hijabnya. Mendekap seerat mungkin. Mencoba untuk menguatkan diri sendiri.Dia tidak menduga sebelumnya, akan terjadi hal seperti ini. Kondisi suaminya sangat drop, sampai tidak sadarkan diri. "Kalau begitu, saya permis
Baca selengkapnya

17. SIASAT GEMA

Beberapa hari telah berlalu. Kehidupan seolah kembali berjalan normal. Tidak ada drama yang menguras emosi dan tenaga. Semuanya tampak baik-baik saja. Melakukan aktivitas masing-masing, seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Diketahui, setelah kejadian hari itu, Gema tidak pulang ke rumah. Padahal ia begitu ngotot, bahwasanya itu adalah miliknya, sampai dihadirkan pengacara untuk membantunya mengklaim rumah tersebut.Selama itu juga, Angga Wijaya tidak dapat menghubungi sang putra. Ponsel Gema selalu saja tidak aktif. Entah ia sudah mengganti nomornya atau sengaja mematikan ponselnya, supaya tidak ada yang bisa menghubunginya? Entahlah. Angga Wijaya pun tidak tahu, jalan pikiran putranya itu.Bahkan, ketika Angga Wijaya menghubungi Juna pun, pemuda itu mengatakan tidakbada komunikasi dengan Gema dalam beberapa hari terakhir. Juna juga tidak bisa menghubungi Gema, yang saat ini entah di mana keberadaannya?Angga Wijaya, sebenarnya percaya dan tidak
Baca selengkapnya

18. AWAL KEINGINAN ANGGA WIJAYA

Angga Wijaya pun memutuskan untuk pulang ke rumah. Pikirannya begitu kacau saat ini. Pekerjaan pun ikut terbengkalai. Semua agenda dibatalkan hanya demi mencari sang putra yang saat ini entah di mana rimbanya."Assalamualaikum, Dek," ucap Angga Wijaya, uruk salam sambil memasuki ruangan. Namun, tidak ada satu orang pun yang menjawab. "Dek!" panggilnya kemudian, mengedarkan pandangannya sebab Anita tidak kunjung terlihat."Mas Angga." Penggilan lembut itu, seketika membuat pria lima puluhan tahun itu, langsung berbalik badan, lalu melebarkan senyuman. Mood yang semula tidak baik-baik saja, seolah berganti keceriaan."Mas Angga udah pulang?" tanya Anita, menghampiri sang suami. Mengikis jarak yang hanya beberapa meter itu."Iya, Dek. Mas kangen banget sama kamu," jawabnya disertai senyuman menggoda. "Dih, apaan si, Mas. Kayak ABG aja," celetuk Anita, melayangkan protes."Memangnya kenapa kalau Mas berbicara sep
Baca selengkapnya

19. MEMINTA NAFKAH BATIN

Pukul 21.00 WIB.Anita keluar dari kamar mandi. Malam ini, dia sengaja menggerai rambutnya yang hitam legam itu. Entah setan mana yang telah merasukinya? Anita mengenakan setelan baju tidur yang cukup ketat, sehingga terlihat lekuk tubuhnya. Memiliki pinggang ramping, dua buah dada cukup besar. Tidak biasanya ia berpenampilan demikian. Anita berjalan menghampiri sang suami yang asyik bermain ponsel di atas tempat tidur itu."Mas Angga," panggilnya sangat lembut, seperti desahan pelan, sembari menyentuh punggung tangan sang suami. Tatapannya begitu berbeda malam ini. Angga Wijaya melirik, melepaskan fokusnya pada benda pintar itu. "Iya, Dek. Ada apa?" Bukannya dia tidak paham atau mengerti? Dilihat dari penampilan Anita dan riasan wajah itu, Angga Wijaya sudah bisa menebak. Pasti ada apa-apa ini.Anita sedikit tertunduk sejenak. Sebelum akhirnya, ia kembali menatap sang suami. "Mas, boleh aku katakan sesuatu
Baca selengkapnya

20. PAGI YANG TAK TERDUGA

Pukul 04.45 WIB.Adzan subuh pun sudah berkumandang sejak beberapa menit lalu. Anita dan Angga Wijaya telah bersiap untuk sholat subuh berjamaah. Angga Wijaya sebagai imam dan Anita menjadi makmumnya. Baik Anita maupun Angga Wijaya, sudah sama-sama sepakat untuk melupakan kejadian semalam. Saling memaafkan satu sama lain.Sholat subuh kali ini, begitu khusyuk dan tenang. Sampai di sujud terakhir. Angga Wijaya tak kunjung menggerakkan tubuhnya.Posisinya tetap sujud hingga beberapa menit. Mendapati adanya kejanggalan di sini, Anita pun menyudahi sholatnya."Mas Angga." Dia mendekat dengan perasaan was-was, kemudian digerakkan tubuh sang suami pelan. "Mas Angga!" Suaranya cukup histeris, lantaran suaminya memejamkan mata dan ketika didorong, ia pun telentang kaku."Mas bangun." Sebisa mungkin ia tetap tenang. Mencoba mengendalikan isi kepalanya supaya tidak berpikir yang aneh-aneh.Anita mencoba menggerakkan tub
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status