Home / Pernikahan / Hanya Wanita Pengganti / Chapter 171 - Chapter 180

All Chapters of Hanya Wanita Pengganti : Chapter 171 - Chapter 180

195 Chapters

Bab 171. Apa Kau Berjanji?

“Aku mau cerai! Aku tidak peduli kau menyetujuinya atau tidak! Yang aku inginkan hanya kita bercerai!” isak Miracle keras. Bahunya bergetar dan terdengar begitu pilu. Tatapan Mateo menghunus tajam kala Miracle lagi dan lagi mengatakan kata cerai. Rahangnya mengetat. Amarah yang terbendung di dalamnya telah memuncak dan tak lagi bisa tertahan. Sepasang iris mata cokelat Mateo tampak menunjukan amarah yang akan meledak. “Miracle! Berapa kali aku mengatakan padamu! Kita tidak akan pernah bercerai!” teriak Mateo begitu menggelegar. Bulir air mata Miracle mendera, membasahi pipinya. Dia menggelengkan kepalanya tegas. Menatap Mateo penuh dengan luka. “Mau sampai kapan, Mateo? Apa kau tidak lelah dengan semuanya? Aku lelah! Lelah! Jika aku kembali memberikan kesempatan, dan kau kembali mengulangi kesalahan yang sama. Pada akhirnya kita akan tetap berpisah. Lebih baik kita berpisah sekarang. Kau tenang saja. Aku akan tetap membiarkanmu bertemu dengan anak kita. Aku tidak akan pernah mengha
Read more

Bab 172. Melepas Rindu yang Mendalam

Mateo menatap Miracle yang tengah tertidur pulas. Wajah cantik tanpa polesan make up sedikit pun tetap membuat istrinya itu terlihat segar dan mempesona. Kini Mateo membawa tangannya, mengelus lembut pipi Miracle. Mengecupinya di sana. Sudah lama dia tidak bermesraan dengan sang istri. Mateo benar-benar merindukan memeluk istrinya itu. Sudah beberapa hari ini, Mateo hanya bisa melihat Miracle saat tertidur pulas. Namun, kali ini tentu berbeda. Mateo bukan hanya bisa melihat, tetapi dia pun bisa memeluk istrinya kembali. Setelah badai menerpa rumah tangga mereka, pada akhirnya Mateo dan Miracle tetap mampu bertahan. Kenyataannya, cinta yang telah menyingkirkan ego mereka. “Kau sangat cantik.” Mateo bergumam pelan sembari memberikan kecupan lembut di bibir sang istri. Dia menelusuri wajah Miracle yang begitu halus. Hidung mancung menjulang melebihi bibir ranum nan indah. Bulu mata lentik. Membuat Miracle bagaikan pahatan seorang dewi yang sempurna. Mateo menyadari, dirinya selalu jat
Read more

Bab 173. Lupakan Semua Masa Lalu 

Matahari sudah tinggi. Sinarnya menembus tirai rumah rawat, dan menyentuh wajah Miracle. Miracle tengah duduk di tepi ranjang menunggu Mateo yang tengah menemui dokter. Hari ini adalah hari yang tengah ditunggu-tunggu oleh Miracle. Akhirnya Miracle diperbolehkan untuk pulang. Tentu hari ini juga Miracle langsung melakukan penerbangan dengan sang suami pulang ke Milan. Mengingat perjalanan yang ditempuh oleh Miracle sangat jauh, membuat Mateo menemui sang dokter untuk memastikan kesehatan istrinya itu. “Mateo lama sekali,” gumam Miracle dengan embusan napas pelan. Ceklek. Suara pintu terbuka, membuat Miracle langsung mengalihkan pandangannya ke arah pintu—seketika senyum di bibir Miracle terukir hangat melihat Mateo melangkah masuk ke dalam kamar. Miracle langsung bangkit berdiri dan memeluk erat sang suami. “Mateo, kau dari mana saja? Kenapa lama sekali,” rengek Miracle dalam pelukan Mateo. “Maaf, sayang. Aku harus memastikan kesehatanmu dan anak kita sudah sepenuhnya pulih. Kit
Read more

Bab 174. Biarkan Aku yang Menyelesaikannya

Milan, Italia. Miracle mengerjapkan matanya beberapa kali. Menggeliat di ranjang empuk dan megah. Lalu merentangkan kedua tangannya kala pagi menyapa. Kini Miracle menoleh ke samping, melihat ranjang sang suami sudah kosong. Miracle berdecak kesal. Pasti Mateo sudah disibukan dengan pekerjaannya. Pasalnya tadi malam Mateo terlihat begitu sibuk membaca email masuk dari asistennya. Sebenarnya Miracle kesal karena Mateo tidak kenal waktu. Namun, Miracle pun tidak ingin egois. Mateo sudah lama menemaninya di Indonesia. Sudah pasti suaminya itu disibukan dengan banyak pekerjaan kala tiba di Milan. Miracle telah tiba di Milan. Setelah perjalanan panjang dari Bali menuju Milan akhirnya dia telah tiba di rumahnya. Tadi malam kala dirinya dan Mateo tiba di rumah, Miracle lebih dulu tertidur pulas. Tampak Miracle begitu merindukan kamarnya dan Mateo. Kamar yang selalu memadu cinta dan kasih sayang dengan sang suami. Pertengkaran, rindu, apa pun mereka habiskan di kamar ini. Sungguh, Miracle
Read more

Bab 175. Membalaskan Dendam 

“Mateo, aku ikut dengamu saja, ya?” Miracle berucap dengan tatapan meminta pada sang suami. Tampak raut wajahnya begitu cemas dan khawatir. Miracle tengah membantu sang suami memasang dasi. Sejak tadi malam Miracle tidak bisa tenang. Hal yang membuat Miracle tak mengerti adalah ketika Rudolf, Paman Mateo meminta suaminya itu datang sendiri tanpa adanya pengawal. Tak dipungkiri, tentu sebagai seorang istri Miracle sangat ketakutan. Dia takut terjadi sesuatu dengan suaminya itu. Miracle tahu Leyna yang bersalah. Apa yang dilakukan oleh Mateo adalah demi menyelamatkan dirinya. Akan tetapi, Rudolf tentu saja menaruh dendam dengan Mateo. Meski pun Mateo adalah keponakannya. Namun, Rudolf adalah ayah dari Leyna. Tentu Rudolf tidak akan terima dengan apa yang dilakukan oleh Mateo. Memikirkan hal itu benar-benar membuat Miracle semakin mencemaskan sang suami.“Miracle. Tidak akan terjadi sesuatu padaku.” Mateo membelai lembut pipi Miracle. “Jangan mencemaskanku, sayang. Aku akan pulang tep
Read more

Bab 176. Kenapa Kau Ada di Sini?

Rudolf tersenyum sinis. Dia mengetuk pelan mejanya dengan telunjuknya. Raut wajahnya tampak tengah berbahagia. “Well… Membunuhku? Kau bahkan tidak membawa satu pun pengawalmu. Siapa yang bisa membantumu, Mateo? Tujuanku memintamu ke sini karena tentu aku harus membalaskan dendamku dan membalaskan kematian putriku. Aku rasa kau pernah mendengar, nyawa haruslah dibayar dengan nyawa.” Mateo mengangkat bahunya tak acuh. Raut wajahnya terlihat santai mendengar perkataan Rudolf. Hingga kemudian Mateo menjawab sarkas, “Jadi tujuanmu memanggilku karena ingin membunuhku? Aku baru tahu aku memiliki Paman yang pengecut. Kau memintaku untuk tidak membawa anak buahku. Sedangkan kau di sini di kelilingi oleh anak buahmu.” Mateo begitu terlihat santai dan tidak takut sama sekali. Mateo hanya melihat sekilas banyaknya anak buah Rudolf di sekelilingnya. Tujuan Mateo datang hanya ingin menuruti permintaan Pamannya itu. Rupanya Pamannya memiliki niat licik. Tentu Mateo tidak pernah takut sama sekali.
Read more

Bab 177. Dia Dominic Geovan 

Suara tembakan terdengar, membuat Mateo yang tengah melangkah menuju halaman belakangnya terhenti sejenak. Kini Mateo berada di salah satu rumahnya di dekat perkebunan anggur miliknya. Tepatnya dua jam lalu, dokter baru saja mengeluarkan peluru di lengan kiri Mateo. Beruntung peluru itu tidak menembus mengenai syaraf. Proses mengeluarkan peluru pun tidaklah lama. Luka tebak di lengan kiri Mateo sudah dibalut oleh perban. Mateo sengaja tidak mendatangi rumah sakit, dia takut ada paparazzi yang diam-diam mengambil gambarnya. Itu kenapa Mateo meminta dokter melakukan tindakan operasi di rumahnya yang jauh dari pusat kota. Sebelumnya, luka di lengan kiri Mateo sudah diikat kuat oleh kain demi mengehentikan pendarahan. Paling tidak, Mateo mampu melakukan tindakan pertama agar luka tembak itu tidak membahayakan dirinya. Mateo menatap dingin Dominic yang tengah berlatih menembak. Hal yang membuat Mateo terus menatap Dominic dan tak menghentikan pemuda itu karena Dominic tidak menggunakan
Read more

Bab 178. Semua Masalah Telah Berakhir 

“Berita siang ini datang dari pengusaha ternama Rudolf Cannosa. Kabarnya Rudolf Cannosa terlibat penyuapan pada salah satu pejabat pemerintahan. Saat ini Rudolf Cannosa masih dalam pemeriksaan. Namun, menurut pihak kepolisan bukti semua sudah ada di tangan mereka. Dan menurut kabar, Keluarga De Luca tidak terlibat sama sekali. Sayangnya hingga detik ini Keluarga De Luca tidak mau memberikan keterangan. Mengingat Rudolf Cannosa masih memiliki hubungan persaudaraan dengan Keluarga De Luca.” Bibir Miracle menganga. Dia sampai harus menutup mulut dengan tangannya kala melihat berita yang baru saja dilihatnya. Rudolf Cannosa ditangkap kepolisian? Lalu di mana Mateo? Kenapa suaminya itu belum juga pulang?Pikiran Miracle kini berkecamuk. Dia terus memikirkan tentang Mateo. Berita tentang Rudolf Cannosa—paman dari sang suami membuatnya benar-benar terkejut. Hari ini Mateo bertemu dengan Rudolf Cannosa. Sesuai permintaan paman dari suaminya itu, Mateo datang sendiri tanpa adanya pengawal yan
Read more

Bab 179. Telah Menemukan Orang yang Tepat

Kandungan Miracle memasuki minggu ketiga puluh. Perut Miracle kian membesar. Membuat Miracle semakin berhati-hati setiap melangkah. Hari demi hari Mateo semakin overprotective. Bahkan jika Miracle jenuh di rumah dan ingin berbelanja sendiri di luar maka detik itu juga Mateo akan meluangkan waktu menemaninya. Tidak hanya itu, Mateo pun selalu meminta dua orang pelayan serta empat pengawal mengikuti ke mana pun Miracle pergi. Terdengar berlebihan tapi memang itu yang harus Miracle patuhi. Miracle tidak bisa menolak aturan yang dibuat oleh sang suami. Well… Hidup Miracle selama ini sudah banyak aturan dari ayahnya. Ternyata menikah pun Miracle tetap harus mengikuti aturan suaminya. Walau tak dipungkiri Miracle ingin hidup normal tidak diperilakukan secara berlebihan. Namun, jika sudah seperti ini Miracle bisa apa? Melawan pun tidak bisa. Semua yang dilakukan Mateo memang terbaik untuk dirinya dan bayi yang ada di kandungannya. Meski itu terlalu berlebihan sekali pun. Miracle tengah d
Read more

Bab 180. Mitos Indonesia

Suara dering ponsel terdengar, membuat Miracle yang baru saja melangkah keluar kamar mandi—langsung mengalihkan pandangannya pada ponsel miliknya yang ada di atas nakas. Miracle mengambil ponsel miliknya, lalu melihat ke layar. Embusan napas Miracle terdengar kala melihat nomor Dominic yang muncul di layar ponselnya. Sudah sejak lama Dominic tidak menghubunginya. Bahkan ketika Mateo memceritakan Dominic yang membantunya saja tetap Dominic tidak meneleponnya. Miracle memilih sengaja diam. Bukan tanpa alasan, tetapi Miracle ingin Dominic sendiri yang menghubunginya lebih dulu. Mengingat adiknya itu begitu banyak menutupi sesuatu darinya.Tak berselang lama, Miracle mulai menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan. Sebelum kemudian meletakan ke telinganya. “Ya, Dominic?” jawab Miracle kala panggilan terhubung. “Maaf aku baru menghubungimu,” ujar Dominic dengan suara dingin dari seberang line. Miracle mengembuskan napas kasar. “Kau masih mengingatku juga?” “Aku tidak mungkin tid
Read more
PREV
1
...
151617181920
DMCA.com Protection Status