Home / Young Adult / Perjalanan Patah Hati / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Perjalanan Patah Hati: Chapter 1 - Chapter 10

26 Chapters

1. Malam di Nuansa

Sal melirik kembali jam tangan digitalnya. Hari jumat, pukul tujuh malam. Dan siapapun pasti tahu Jakarta - entah lalu lintasnya, trasnportasi umumnya, restorannya, kafenya - padat sekali di waktu-waktu seperti ini. Tidak terkecuali tempat yang kini ia singgahi, sebuah kafe bertema industrialis di pinggiran Kemang, dengan baliho grand opening Nuansa Cafe terpampang besar di depan pagar."Sal, sori gue masih wara-wiri." Seorang pria dengan apron hijau menghampiri mejanya. Ada tulisan Suseno di bordir bagian kiri atas. Si pemilik kafe, yang menyerahkan sepiring kentang goreng lengkap dengan saus keju."Apaan nih? Gue kan nggak pesen.""Compliment buat pelanggan setia." Seno nyengir, alisnya naik turun. "Yang lain mana? Belum pada dateng?"“Asta sama Gavin udah otw dari kantor. Kalau Raya baru masuk tol dalam kota,” jawab Sal datar."Wih, abis roadtrip lagi dia?" Seno bertanya soal Raya.Sal mengangguk. Ia comot satu kentang goreng, mencocolnya ke saus keju, dan memasukkanya ke mulut. "Lo
last updateLast Updated : 2024-08-28
Read more

2. Cuti

Sal meraih tumbler diatas meja, meneguk isinya, lalu menaruhnya kembali ke tempat semula. Matanya tak lepas dari layar komputer yang menampilkan Microsoft Excel dengan ratusan kolom berisi angka-angka desimal. Pointer di layar bergerak naik turun, lalu berhenti pada sebuah kolom. Sal mengetik sebuah formula pada kolom tersebut, lalu menggerakkan pointer nya lagi, mencari kolom yang lain. Begitu terus sejak tadi."Dor!""Anjrit!" Seorang pria bertubuh kecil dengan rambut cepak tiba-tiba muncul di samping kubikel. Nyengir kuda. "Lembur lho, Sal?" tanya Mas Bian, menunjuk jam tangan digital merk Cina di tangannya. Jam delapan malam.Sal masih elus-elus dada. "Iya, ada dokumen kontrak yang harus gue cek buat rapat bareng vendor besok pagi. Lo sendiri baru balik?""Iku loh, drafter banyak yang cuti. Jadi ghue deh yang disuruh back up kerjaan."Mas Bian ini baru delapan bulan pindah dari Semarang ke Jakarta, dengan dalih beradaptasi, lucu sekali mendengarnya bicara lo-gue diantara logat Ja
last updateLast Updated : 2024-08-28
Read more

3. Hujan

Seminggu kemudian.Bolpoin bergerak cepat di atas kertas, membentuk sebuah tanda tangan yang diawali dengan huruf G kecil, menyusul liukan keatas dan kebawah, diakhiri titik diatasnya. Gavin membalik berkas tersebut dan melakukannya lagi. "Kalau ada perubahan, sekecil apapun itu, tolong forward ke saya ya."Pria bertubuh gempal di hadapannya dengan cepat mengangguk. "Baik, Pak.""Nanti dari tim arsitek di dampingin siapa?""Untuk restoran Siang-Malam, Mbak Raya nunjuk Pak Harris. Tapi untuk rumah Pak Samuel, Mbak Raya bilang langsung ke beliau aja, soalnya Pak Samuel cuma mau rumahnya di follow up sama Mbak Raya."Gavin manggut-manggut. Sembari memijat-mijat kening, ia menyelesaikan satu tanda tangan terakhir. "Kalau gitu, titip tim operasional buat seminggu ke depan ya, Don. Kabarin kalau ada apa-apa.""Siap, Pak." Doni mengangguk lagi. Lantas pamit setelah Gavin menyerahkan kembali dokumennya.Setelah dirasa tidak ada pekerjaan yang tertinggal, Gavin melangkah keluar dari ruangan dan
last updateLast Updated : 2024-08-28
Read more

4. Kejutan Asta

Mobil terparkir sempurna di halaman rumah Asta yang luas. Kanopi kaca diatas carport memungkinkan Raya dan Gavin untuk keluar dari mobil tanpa kebasahan. Tak jauh di sisi lain carport, sudah berdiri Asta, ditemani Sal dan seorang pria paruh baya, nampak tengah mendiskusikan sesuatu di depan sebuah mobil yang kapnya terbuka. Ketiga orang itu menoleh saat Raya dan Gavin mendekat."Assalammu'alaikum, Pi." Raya sumringah menyalami Ayah Asta.Ayah Asta tersenyum. "Wa'alaikumsalam. Apa kabar, nduk?""Baik, Pi. Papi apa kabar?""Sehat, Alhamdulillah. Abis dari Lombok kata Asta?" Ayah Asta bertanya antusias. Meski sudah berusia lebih dari lima puluh, Ayah Asta masih sangat bugar. Penampilannya sederhana untuk statusnya sebagai pengusaha kopi yang pabrik dan kebunnya tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Produknya bahkan sudah melanglangbuana hingga mancanegara.Raya nyengir. "Biasa, Pi. Cuci mata.""Lo doang kayaknya cewek yang cuci matanya bukan ke mall, Ra." Asta mencibir."Dih, siapa b
last updateLast Updated : 2024-08-30
Read more

5. Menuju Bakauheni

"Pakaian, alat mandi..." Sal mencermati ransel-ransel di kakinya lalu mengangkatnya masuk ke dalam bagasi. "Drone, DSLR, charger, RC...""Itu di jok belakang aja." Gavin meraih tas selempang berisi perlengkapan fotografi dan memasukkannya ke mobil. "Portable power station sama batrai cadangan biar di bagasi.""Siap." Sal meraih benda yang lain. "Gitar, tenda, sleeping bag... Eh, ini kita bawa tenda, Ra?"Raya yang sejak tadi bersandar di sisi bagasi mengangguk. "Buat jaga-jaga aja, siapa tahu kita nggak dapet penginapan."Sal meringis. Untuknya yang punya prinsip 'healing itu untuk ngilangin pusing bukan bikin tambah rungsing', membayangkan berkemah jelas membuatnya merinding. Paling tidak hotel bintang tiga, atau bintang dua yang dekat dengan pusat jajanan. Atau glamping minimal, dengan catatan keharusan toilet yang bersih dan akses wara wiri yang nyaman.Mengingat Raya yang merencanakan ini, sepertinya Sal harus buang jauh-jauh ekpekstasi penginapan nyaman tersebut."Udah, percaya aj
last updateLast Updated : 2024-09-18
Read more

6. Way Kambas

Menara Siger yang menyambut dari kejauhan menjadi pertanda mereka telah tiba di Lampung dengan selamat. Pukul enam pagi saat mobil turun dari kapal dan mereka akhirnya mendarat di Pulau Sumatera."Wohoo! Gue di Lampung!" Sal berseru bangga. Kamera ponselnya merekam pemandangan diluar jendela.Asta yang duduk di sebelahnya memukul lengan Sal. "Berisik lo, Raya lagi nelfon." "Iya, Bli. Aku udah keluar Bakauheni." Raya mengangguk dengan wajah serius. "Ke desa apa? - Oh, oke aku tunggu share loc nya. Makasih, Bli.""Gimana?" Gavin yang kebagian duduk di balik setir melirik saat Raya mematikan sambungan telepon."Ke Desa Braja Harjosari, Vin. Kita lewat lintas timur.""Temen lo nunggu disana?""Iya, di homestay. Sampe udah disiapin kamar karena dia pikir kita berangkat malem. Nggak taunya nungguin yang nonton Liverpool dulu," sindir Raya."Nggak sia-sia kan tapi nungguin gue nonton bola? Kapan lagi lo bisa liat sunrise di kapal." Kepala Asta nyembul diantara mereka berdua."Terus, itu teme
last updateLast Updated : 2024-09-20
Read more

7. Menyapa Para Gajah

Ada satu tempat di antara padang savana ini, terlindung di balik hutan kecil dengan pohon-pohon besar yang menjulang tinggi, sebuah bangunan sederhana dari kayu. Dengan tempat duduk-duduk, dapur kecil dekat bangunan utama, juga bangunan kayu lain yang lebih tinggi sebagai tempat pengecekan rutin terhadap para gajah. Disebut sebagai ERU atau Elephant Response Unit, tempat ini dibangun untuk menangani konflik yang terjadi antara gajah liar dengan masyarakat sekitar."ERU ini, dibentuk beberapa tahun lalu, guna melakukan patroli untuk menjaga gajah-gajah tersebut masuk ke pemukiman warga, sekaligus menjaga kawanan gajah dari aktivitas perburuan liar,” jelas Bli Toni pada rombongan. "Biasanya, seorang mahot akan ditemani satu gajah jinak yang sudah terlatih saat melakukan patroli.""Mahot itu tugasnya apa, Bli?" Seorang pemuda yang tadi memegang kamera berlensa tele bertanya."Elephant sitter, anggap saja begitu. Karena seorang mahot biasanya hanya akan melatih dan mengurus satu gajah samp
last updateLast Updated : 2024-09-21
Read more

8. Mimpi Buruk

Asta merebahkan tubuh di teras setibanya mereka di homestay. Kaos Boss hitamnya sudah basah dipenuhi peluh. Rambutnya berantakan. Usianya yang menjelang tiga puluh, ditambah bobot tubuhnya yang nyaris menyentuh angka delapan puluh, membuatnya lelah lebih cepat. Apalagi setelah pulang dari ERU tadi, Bli Toni masih mengajak mereka mampir ke satu tempat budidaya lebah madu trigona milik warga. Kini betisnya jadi terasa sedikit berdenyut."Olahraga makanya," kata Gavin, menyandarkan tubuh ke tembok di sebelah Asta. "Punya sepeda mahal-mahal nggak di pake.""Belum, bukannya nggak." Asta membela diri. "Lo juga mulai jarang nge-gym gue perhatiin.""Jogging sekarang. Lagi males nge-gym." "Kenapa?""Di godain om-om." Gavin tertawa.Asta terbahak-bahak.Diantara tiga pria ini, Gavin memang yang terbilang punya gaya hidup paling sehat. Ia tidak minum kopi jika benar-benar ingin, tidak merokok, jarang mengkonsumsi junk food dan rutin minum vitamin. Tingginya mungkin tiga centi dibawah Sal, tapi p
last updateLast Updated : 2024-09-24
Read more

9. Petuah

"Lingkaranku kerap bertanya. Mengapa ku tampak biasa-biasa saja."Sal melirik Raya yang duduk di sampingnya. Tengah memejamkan mata menyanyikan lagu Juicy Luicy yang terputar melalui music player di mobil. Kepalanya bergoyang pelan, duduknya tegap, tangannya terangkat mengikuti alunan lagu."Jalani hari dan tertawa, apa selama ini ku tak benar cinta?"Raya mengepalkan tangan. Mengarahkannya ke depan mulut Sal, seolah-olah ada mic yang ia sodorkan pada penontonnya. Mereka bernyanyi bersama."Tak harus ku alirkan air mata, untuk tunjukkan derita. Dia tinggalkanku, seketika. Tak perlu ku terus-terus bertanya, apa alasannya? Mungkin dia bukan orangnya!"Sal dan Raya saling melakukan tos diiringi gelak tawa penuh kebanggaan. Suara Sal yang maskulin, cocok sekali beradu dengan suara Raya yang ringan dan lembut. Lagunya juga terbilang pas untuk Sal yang baru saja putus cinta. Asta bertepuk tangan di jok belakang, sementara Gavin tetap terlelap.Satu jam berlalu sejak mereka meninggalkan homes
last updateLast Updated : 2024-09-25
Read more

10. Dua Rahasia

Lampung terik. Tapi entah bagaimana, ubin masjid seakan punya teknologi mutakhir yang mampu membuatnya tetap dingin dan sejuk di tengah cuaca seperti ini. Termasuk selasar Masjid Taqwa Kota Metro yang siang itu berubah jadi oase dan menarik banyak orang untuk sekedar meluruskan kaki atau tidur-tidur ayam. Termasuk, Raya. Hampir tiga menit ia melamun memandangi pantulan sinar matahari yang mentereng dahsyat di halaman masjid sampai sebuah panggilan masuk mengubah raut wajahnya yang tenang jadi se-sumpek udara siang itu dalam sepersekian detik. Ia pandangi nama di layar ponselnya untuk beberapa saat, sebelum menggeser tombol hijaunya."Halo?" Raya menyapa orang diseberang dengan malas. "Dimana, Kak?"Basa basi sekali, Raya membatin."Ada apa?""Ibu minta kirimin uang, buat beli token sama bayar arisan."Kan, ia tak perlu menjawab. Toh, info lokasinya tak pernah penting bagi keluarganya. "Nanti di transfer.""Sama uang jajanku, kan?" Suara pria di seberang terdengar cemas.Setidaknya ia
last updateLast Updated : 2024-09-27
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status