Home / Young Adult / Perjalanan Patah Hati / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Perjalanan Patah Hati: Chapter 11 - Chapter 20

26 Chapters

11. Ingatan

Pukul sepuluh malam saat Gavin menerima pesan masuk dari Asta, lampiran video berdurasi lima belas detik yang membawanya melesat cepat dari kasurnya yang hangat menuju sebuah apartemen di bilangan Jakarta Selatan. Dalam rekaman CCTV itu terlihat Raya, melangkah gusar, berkali-kali menjatuhkan kunci apartemennya saat hendak membuka pintu, dan dengan tubuh bergetar hebat terhuyung masuk ke unitnya. Raut wajahnya dipenuhi oleh beragam emosi yang sulit di gambarkan. Sebuah pertanda buruk yang Gavin hapal betul saat gadis itu mencapai puncak episode depresinya.Gavin tiba di lantai delapan apartemen tersebut dengan nafas tersengal. Sudah ada Sal di sana, berkacak pinggang di depan pintu dengan nafas memburu yang sama.“Dikunci, gue bisa denger suara benda jatuh tapi dia nggak mau buka pintu.” Sal menjelaskan situasinya. Gavin mengetuk pintu. “Raya, ini gue, Gavin. Please buka pintunya, Ra! Lo nggak bisa sendirian,” serunya, tetap berusaha setenang mungkin. “Gue temenin jalan malem ini, R
last updateLast Updated : 2024-09-27
Read more

12. Jagat Raya

Raya dengan segera melangkah keluar dari mobil setelah kendaraan terparkir sempurna di lahan parkir yang tersedia di bawah jembatan. Wajahnya sumringah. Matanya berkilat penuh semangat. Tangannya menggenggam erat buku sketsa di dada. Kakinya berlari-lari kecil tanpa memperdulikan panggilan Sal dan Asta di belakang."Tunggu, Ra!""Pelan-pelan, Ra!"Suara kedua pria itu menyatu dengan deru mobil dan percakapan banyak orang. Tidak terdengar. Raya tetap menaiki anak tangga dan baru berhenti setelah tiba di puncaknya. Gadis itu tersenyum lebar. Mengatur nafasnya yang tersengal."Hati-hati dong, Ra! Kalau lo-""Sssh!"Kalimat Sal menggantung di udara. Ada telunjuk Raya yang menempel di bibirnya. Dengan gerakan kepala, ia meminta pria itu mengikuti arah pandang matanya.Seketika, Sal menganga terpesona.Langit berwarna jingga keunguan berpadu cantik dengan Sungai Musi yang mengalir tenang dibawah mereka. Di permukaannya, hilir mudik kapal-kapal tongkang serta perahu kecil yang berdampingan d
last updateLast Updated : 2024-10-01
Read more

13. Resign

Raya mengamati rumah makan di hadapannya. Sebuah bangunan satu lantai yang didominasi warna merah bata, dengan lampu gantung menyala terang menghiasi terasnya yang tak seberapa luas. Di teras itu terdapat empat buah meja beton berlapis keramik dengan bangku besi yang mengelilingi. Ada etalase kaca besar yang berdampingan dengan meja kasir, memisahkan antara teras dengan bagian dalam rumah makan. Yang di etalase itu, terpampang berbagai variasi pempek dalam beragam bentuk. Ada susunan huruf yang menempel di dinding belakang meja kasir. Bertuliskan: Pempek Saga Sudi Mampir."Boleh makan di depan aja nggak?" tanya Raya, menatap enggan pada deretan meja dan kursi kayu di dalam ruangan.Gavin mendorong kembali kursi yang sudah sempat ia tarik. Melempar pandang pada Sal dan Asta sebelum akhirnya mengangguk. "Biar gue yang pesen," katanya, melangkah ke meja kasir.Mereka lalu memilih meja paling dekat dengan area memasak. Persis di seberang pemanggang yang sebagian besar terisi oleh pempek le
last updateLast Updated : 2024-10-02
Read more

14. Teman Bodoh Asta

Sal menghisap rokoknya lagi. Sudah batang kedua dalam setengah jam ini. Asap yang ia hembuskan membumbung tinggi di udara. Menguarkan aroma tembakau bercampur dengan semerbak wangi kopi yang memenuhi seantero ruangan. Sebuah kedai kopi dalam bangunan dua lantai di pinggiran jalan kolektor kota Palembang. Lantai dasarnya di desain klasik, lengkap dengan furnitur kayu serta beberapa ornamen dan pajangan bertema oriental. Sedangkan lantai dua, di rancang lebih kontemporer dengan bangku dan meja besi model masa kini. Ada smoking area di balkonnya yang cukup luas, sekaligus jadi area paling ramai lantaran pemandangan yang mengarah langsung ke jalan terlihat cantik saat malam. Letaknya yang strategis membuat Rajawali Kopitiam tak pernah kehabisan pelanggan."Kayaknya seru kalau lihat Raya marah-marah." Asta nyeletuk. Merogoh ponsel dari kantung celana, membuka fitur kamera, dan mengarahkannya ke wajah Sal.Sal berdecak, menutupi wajah dengan tangannya yang bebas. Sementara satu tangannya ya
last updateLast Updated : 2024-10-05
Read more

15. Pagi di Palembang

Raya melangkah keluar dari lift dengan langkah yang sedikit terseret. Matanya masih belum sepenuhnya terbuka lebar. Mulutnya tak berhenti menguap. Rambut ikalnya yang melewati bahu tergerai sedikit berantakan. Jika bukan karena rasa lapar yang mengharuskannya turun untuk mencari sesuap nasi, ia yakin tubuhnya masih berada di kasur saat ini. Tak peduli jika waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. "Raya?"Gadis itu menoleh saat sebuah panggilan dialamatkan kepadanya. Matanya otomatis melebar kala mendapati sosok pria yang tak asing berjalan cepat ke arahnya. "Gavin?"Gavin nampak mengatur nafasnya yang tersengal. "Lo ngapain disini? Sendirian?" tanyanya saat sudah berada tepat di hadapan Raya. "Iya, gue telfonin Sal sama Asta nggak diangkat. Elo juga.""Ah, sori. Hape gue ditinggal di kamar." Ia menyeringai. Menampilkan deretan gigi-giginya yang rapi. "Sal sama Asta kayaknya masih tidur. Mereka baru balik jam satu semalem.""Oh." Raya manggut-manggut. Diliriknya Gavin dari ujung ke
last updateLast Updated : 2024-10-07
Read more

16. Rumah Impian

"Kan! Gue bilang juga apa. Untung gue bawa gunting kuku." Asta melipat tangan di depan dada dengan senyum penuh kebanggaan seolah baru menyelamatkan dunia. Sementara Sal menggigit bibir di lantai, menahan diri untuk tidak berteriak selagi Raya berusaha menggunting kuku ibu jari kakinya yang patah."Aw! Ra, pelan-pelan..." Sal meringis."Sumpah ya, Ta. Lo tuh bikin panik. Gue pikir berdarah-darah kena pecahan kaca atau apalah yang parah banget. Nggak taunya cuma kejedug lemari." Raya menunjukkan potongan kuku yang berhasil ia cabut pada Sal. Dengan cekatan ia menyeka darah yang masih mengucur dengan tisu, meneteskan obat merah, lalu menutupnya dengan kasa dan perban. "Sori, abis lagi enak-enak tidur, tiba-tiba ini orang teriak sambil ngasih liat kakinya yang berdarah-darah. Ya, gue panik lah." Asta mengusap-usap tengkuknya. Sal tersenyum senang. "Jadi, lo khawatir sama gue, Ra?""Menurut lo?" Raya melemparkan gumpalan tisu berisi tetesan obat merah ke wajah Sal. "Lagian kok bisa-bi
last updateLast Updated : 2024-10-09
Read more

17. Renata

Ada satu tempat makan yang ingin Raya tunjukkan pada ketiga temannya sebelum meninggalkan Palembang. Berada diatas perahu berukuran sedang yang mengambang diatas Sungai Musi, bersandar pada dermaga kayu yang diikat oleh seutas tali, ikut bergoyang tiap kali ada ombak datang dari kapal yang melintas, namanya: Warung Terapung Mbok War.Ada banyak menu yang ditawarkan di Warung Terapung Mbok War, tapi yang paling menarik tentu menu pindang pegagan dengan berbagai macam pilihan ikan, mulai dari patin liar, patin keramba, ikan baung, ikan lais, ikan gabus, ikan salai, hingga pindang udang. Ada juga menu ikan dan ayam yang di goreng dan di bakar. Dipadukan dengan lalapan dan sambal yang menggugah selera. Asta bahkan sampai bingung memilih yang mana."Cobain semua aja kali, ya?" ujar pria itu sambil mengelus-elus perutnya.Sal memandang Asta takjub. "Yakin lo? Emang muat itu perut?" "Kalau perut gue nggak muat kan masih ada perut lo. Ribet amat." Asta menanggapi tanpa menoleh. Membuat Sal h
last updateLast Updated : 2024-10-10
Read more

18. Melanjutkan Perjalanan

Rasanya baru semalam Sal duduk-duduk di Jembatan Ampera, memuaskan hasratnya makan pempek Palembang langsung di Palembang, menghabiskan pagi di Benteng Kuto Besak, makan siang diatas Sungai Musi dengan menu pindang pegagan yang nikmatnya masih melekat di lidah. Kini, diantara sayup-sayup adzan maghrib, dengan latar langit jingga yang begitu memanjakan mata, ia sudah berada di SPBU daerah Musi Rawas, meregangkan otot-otot yang kaku setelah empat jam berada dalam mobil sembari menghabiskan Martabak HAR yang tadi sempat Raya beli sebelum meninggalkan Palembang.Seluas penglihatan matanya, tak ada yang mencolok dari tempat tersebut, kecuali pohon-pohon besar yang mengitari SPBU – yang tentu saja tak pernah ia temui SPBU dengan latar hutan seperti ini di wilayah Jabodetabek, jalan utama selebar tujuh meter yang hanya terisi dua-tiga kendaraan sejak tadi, dan sebuah rumah warga yang lampu depannya terlihat redup di seberang jalan tersebut. Masih sekitar 60 kilometer lagi menuju pemberhentia
last updateLast Updated : 2024-10-10
Read more

19. Malam di Lubuklinggau

Langit sudah gelap saat mereka tiba di Lubuklinggau. Jalanan lengang. Di minimarket pertama yang mereka temui di kota itu, Raya menepi."Tunggu ya, orangnya belum dateng. Kalau kalian ada yang mau dibeli, sekalian aja," jelas Raya sembari menaikkan tuas rem. Ia raih ponselnya yang terselip di saku pintu, dan mengabari seseorang melalui pesan singkat.Sal lantas turun dari mobil. Mampir ke depan mesin ATM, lalu menyusuri rak berisi perlengkapan mandi untuk membeli sikat gigi lantaran teringat sikat giginya tertinggal di hotel tadi. Setelah memilih satu merk, pria itu lalu berjalan lagi menuju kulkas berisi minuman dingin. Sudah ada Gavin di sana, berdiri di depan pintu kulkas kaca yang masih tertutup, sambil menimbang-nimbang minuman apa yang ingin ia beli.“Tumben nggak beli vitamin c,” ujar Sal saat menyadari Gavin ternyata memperhatikan kulkas yang isinya minuman berkafein.“Lagi pengen aja,” jawab Gavin tanpa menoleh pada Sal sedikit pun. Dibukanya pintu kulkas tersebut, lalu ia amb
last updateLast Updated : 2024-10-11
Read more

20. Gavin

Suara petik gitar melantun merdu memecah keheningan yang membungkus malam. Bersahut-sahutan dengan suara jangkrik dan kepak sayap kelelawar. Di teras rumah Rahman yang remang, Sal ditemani Asta dan Arip, masih asik berbincang ringan sambil sesekali menyanyikan sebuah lagu. Sementara Gavin terlihat dari pintu yang terbuka, tengah duduk di kasur yang digelar di ruang tamu sembari menonton sesuatu di ponselnya."Bentar bentar, nggak dapet nadanya." Sal membetulkan kembali posisi jarinya. Mencari chord yang tepat untuk lagu Two Is Better Than One-nya Boys Like Girls ft. Taylor Swift yang di request Asta barusan. "Terus, tau Andalas dari mana?" Asta kembali pada Arip sembari menunggu Sal selesai dengan lagunya. Ia katupkan jaketnya rapat-rapat untuk menghalau angin dingin yang berhembus."Dari temen, Bang. Dia bilang mau lanjut kuliah disini, pas saya udah daftar, nggak taunya dia malah bilang nggak jadi. Yaudah, terlanjur deh. Nggak bisa di cancel juga," jawab Arip sambil terkekeh getir.
last updateLast Updated : 2024-10-14
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status