Arka mencegat Ana. Ana menghempas tangan Arka. Tatapan penuh kecewa dari Ana. Arka memegang kedua telapak tangan Ana lagi. “Ana, maafkan saya. Saya khilaf. Saya telah berjanji itu kekhilafan terakhir saya,” ungkap Arka dengan tatapan mengiba. “Khilaf? Pak Arka sadar kan sama ucapan bapak sendiri,” cecar Ana. Dia terus berusaha melepaskan diri dari Arka. “An, saya bisa jelasin semuanya. Saya bakal jujur sama kamu, tapi tolong maafin saya dulu,” ungkap Arka. Dia memaksa Ana agar mau dipeluk. Ana berusaha memberontak dan mendorong Ana. Tetap saja kekuatan Arka lebih besar darinya. “Nggak, Pak. Pak Arka berlebihan. Nyalahin saya tapi diri sendiri yang selalu bersalah. Saya hanya manusia biasa pak, bisa sakit hati. Selama ini saya cukup sabar,” beo Ana. Air matanya sudah luruh. “Nggak, dengerin saya dulu,” paksa Arka. Dia membawa Ana dalam pelukannya. “Saya mau pergi dari sini, tolong izinkan saya pergi, Pak,” lirih Ana dengan suara yang sudah serak. “Ayo kita ke kamar,” aja
Baca selengkapnya