Semua Bab Suami Tukang Parkirku Ternyata Tajir Melintir: Bab 81 - Bab 90

108 Bab

Kembali Pulang

Malam itu, seperti yang telah disepakati, aku dan Mas Dewangga kembali 'bermain'. Kali ini, dia benar-benar menepati janjinya untuk 'bermain' hanya sebentar. Meski begitu, kehangatan yang dia berikan tetap terasa, membuatku merasa begitu dicintai. Setelah selesai, kami saling mendekap di bawah selimut tebal, menikmati kehangatan tubuh masing-masing sebelum akhirnya tertidur lelap.Keesokan paginya, rutinitas kami hampir sama seperti sebelumnya. Mas Dewangga kembali mengajakku mandi bersama, seperti kesepakatan kami. Kali ini, aku merasa lebih relaks, seolah semua kelelahan sebelumnya sudah terhapus oleh waktu berkualitas yang kami habiskan bersama.Hari itu, kami memutuskan untuk mulai berkeliling Paris lagi.Tak lupa kami mampir ke beberapa toko untuk membeli buah tangan. Aku memilih beragam oleh-oleh untuk keluargaku di rumah, serta keluarga Kak El yang sudah seperti saudara dan juga banyak membantuku.Mas Dewangga juga membantuku memilih beberapa barang unik yang khas Paris, mula
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-23
Baca selengkapnya

Pertemuan Baru, Ilmu Baru

Keesokan harinya, Mas Dewangga mengajakku bertemu seorang konsultan bisnis. Katanya, ini langkah awal untuk mempersiapkan toko kue yang ingin kubangun. Aku pikir kami akan bertemu di kantor formal yang kaku, tetapi ternyata Mas Dewangga memilih tempat yang berbeda, sebuah kafe kecil dengan ruangan privat di lantai dua. Suasananya tenang, dihiasi tanaman hijau di setiap sudut."Kafe ini cukup nyaman untuk diskusi, kan?" tanyanya sambil menarikkan kursi untukku.Aku mengangguk sambil tersenyum. "Iya, terlihat nyaman sekali tempatnya. Aku tidak menyangka akan bertemu konsultan di sini."Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya dengan kemeja rapi masuk ke ruangan. Pria itu memperkenalkan diri sebagai Pak Bram. Dengan ramah, dia langsung membuka pembicaraan tentang rencana bisnisku."Jadi, Bu Zoya," ucapnya formal, "hal pertama yang perlu dipertimbangkan adalah lokasi. Kalau boleh tahu, sudah ada gambaran mau membuka toko kue ini di mana?"Aku menggeleng. "Belum, Pak. Aku masih bingung,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

Mencoba Membuat Sendiri

Hari ini, Mas Dewangga mulai kembali masuk ke perusahaan setelah beberapa hari meluangkan waktu bersamaku. Meski begitu, dia masih menyempatkan diri menemaniku bertemu Pak Bram untuk diskusi lanjutan tentang toko kue impianku.Di meja diskusi, Pak Bram mulai memaparkan ide-ide baru sambil menunjukkan beberapa diagram di laptopnya. Aku menyimak dengan penuh antusias, mencatat setiap poin penting di buku kecilku. Sesekali aku melirik Mas Dewangga yang duduk di sebelahku, matanya fokus pada layar laptop yang dia bawa."Mas," panggilku pelan saat Pak Bram sedang membenahi file di laptopnya."Hmm?" Mas Dewangga menoleh."Kamu yakin tidak apa-apa? Aku bisa kok sendiri. Kamu tidak harus selalu menemaniku, apalagi sambil membawa-bawa kerjaan begini," kataku ragu.Mas Dewangga tersenyum tipis, menggeser sedikit laptopnya sejenak, lalu menatapku lekat. "Zoya, aku tidak mau kamu merasa sendirian di awal perjalanan ini. Aku tahu kamu bisa, tapi aku tetap ingin ada di sini untuk kamu."Aku terdia
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

Kue Pertamaku

Dua hari setelah percakapan kami, Mas Dewangga menepati janjinya untuk mempertemukanku dengan seorang baker profesional bernama Bu Angel. Kali ini, kami tidak pergi ke kafe, melainkan ke sebuah studio baking milik Bu Angel. Tempat ini terlihat menawan, dengan jendela besar yang memamerkan berbagai kue cantik dan papan nama elegan di depan.Begitu masuk, aroma mentega dan cokelat langsung menyambutku. Aku terpukau melihat studio yang begitu rapi dengan meja-meja panjang, oven modern, dan rak penuh bahan-bahan baking. Bu Angel, seorang wanita berwibawa dengan senyum hangat, menyambut kami di pintu masuk."Selamat datang, Bu Zoya. Pak Dewangga sudah bercerita banyak tentang rencana Anda membuka toko kue," katanya ramah.Aku tersenyum canggung. "Masih banyak yang harus saya pelajari, Bu.""Itu bagus. Belajar memang kunci suksesnya. Hari ini, kita akan mulai dari dasar, ya."Mas Dewangga menyentuh bahuku lembut. "Aku pamit dulu, ya, Sayang. Kalau ada apa-apa, langsung kabari aku, ya."Ak
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

Asisten Baru Untukku

Esok paginya, suasana cerah menyambutku saat aku dan Mas Dewangga tiba di studio baking milik Bu Angel. Mas Dewangga turun bersama denganku, lalu membuka pintu studio. Wangi adonan manis langsung menyapa kami."Semangat, ya," ucap Mas Dewangga sambil tersenyum.Aku mengangguk. "Tentu, Mas."Namun, saat kami melangkah masuk, ponsel Mas Dewangga berdering. Dia meraih ponselnya dari saku jas, memeriksa layar sejenak, lalu menatapku. "Zoya, aku ada telepon. Aku keluar sebentar, ya?""Iya, Mas," balasku sambil tersenyum.Mas Dewangga meninggalkanku, sementara Bu Angel sudah menunggu di meja kerja dengan bahan-bahan yang sudah tertata rapi."Pagi, Bu Angel," sapaku ramah."Pagi juga, Bu Zoya. Siap belajar lagi?" tanyanya."Tentu!" jawabku penuh semangat.Hari ini, Bu Angel mengajarkanku teknik menghias kue tart dengan frosting dan penggunaan piping bag. Aku mulai memahami pentingnya konsistensi adonan buttercream dan bagaimana mengatur tekanan tangan saat menghias kue.Namun, saat Bu Ange
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

Apakah Aku Sakit?

"Aku punya kenalan seorang desainer interior yang handal, terutama dalam mendesain tempat dan hiasan untuk toko. Namanya Pak Ario. Kita bisa menghubunginya setelah kamu punya ide konsep untuk toko kue-mu," kata Kak El dengan santainya, membuatku terdiam beberapa saat.Aku terperangah mendengar tawaran itu. Tidak hanya Kak El, bahkan ada seseorang yang begitu ahli dalam desain toko yang siap membantuku nantinya.Sungguh luar biasa. Semua seolah berjalan begitu mulus, dan hatiku dipenuhi rasa terima kasih."Benarkah, Kak? Itu sangat membantu," jawabku, suaraku sedikit bergetar karena bahagia.Dalam hati, aku merasa sangat bersyukur memiliki mereka di hidupku. Aku merasa sangat senang karena jalanku terasa semakin dekat dengan mimpiku."Privilege orang kaya memang beda," bisikku dalam hati, sedikit bercanda dengan diri sendiri.Setelah kami berbincang sedikit lebih lama, Kak El pun pamit untuk pulang bersama Ferdinand saat hari sudah mulai gelap. Namun, sebelum mereka pergi, aku bisa me
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

Perhatian dari Keluarga Kecilku

Aku menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan untuk menenangkan tubuhku yang terasa lemah. Setelah itu, aku menutup mata, mencoba mengabaikan rasa tidak nyaman di kepala dan perutku. Suara hujan deras dari luar jendela terasa menenangkan, menjadi irama pengantar tidur yang tak tergantikan. Tak butuh waktu lama, aku kembali terlelap.Ketika aku membuka mata lagi, suasana kamar masih sama tenangnya, hanya saja kini ada Mas Dewangga di sisi kananku dan Abiyan di sisi kiriku. Entah sudah berapa lama mereka berada di sini."Kamu sudah bangun?" Suara Mas Dewangga terdengar lembut. Dia mencondongkan tubuh, menyentuh keningku dengan punggung tangannya. "Bagaimana rasanya sekarang?"Aku mengerjap pelan, lalu mencoba tersenyum kecil meski terasa berat. "Masih pusing, Mas. Perutku juga agak mual.""Kalau begitu, jangan bergerak terlalu banyak. Biar aku yang urus semuanya," ucapnya serius, ekspresi wajahnya jelas menunjukkan kekhawatiran.Abiyan yang duduk di sisi kiriku ikut ang
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

Pria Misterius

Sudah dua hari aku terbaring lemah di kamar ini. Tubuhku masih terasa lemas, meskipun perlahan kondisiku mulai membaik. Namun, semua rencana yang sudah kususun menjadi berantakan. Pertemuanku dengan Bu Angel dan Pak Bram terpaksa tertunda, dan aku tidak punya pilihan selain beristirahat.Sesekali, Kak El dan Nara datang menjengukku. Mereka membawa suasana yang lebih segar ke kamar yang sepi ini. Kak El membawa buah-buahan segar, sedangkan Nara membawakanku sup ayam yang katanya dimasak sendiri."Zoya, jangan terlalu keras kepala. Kalau tubuhmu lemah, istirahat saja," kata Kak El sambil memotong buah apel untukku.Aku tersenyum kecil. "Iya, Kak. Aku juga tidak mau sakit lama-lama."Nara yang duduk di sudut ranjang ikut menimpali. "Kalau sampai tiga hari masih belum pulih, sebaiknya Anda pergi ke dokter lagi, ya. Jangan ditunda-tunda."Mereka berdua benar-benar perhatian. Kehadiran mereka membuatku merasa sedikit lebih baik, meski hanya sebentar.Kak El dan Nara sudah saling berkenal
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

Mengutus Bodyguard

"Nara, coba kamu foto orang itu," bisikku dengan cepat. "Kirim fotonya padaku. Aku akan melaporkannya ke suamiku."Nara langsung mengeluarkan ponselnya tanpa banyak bertanya. Dia bergerak pelan agar tidak menarik perhatian pria itu, memotret dari sudut yang cukup tersembunyi.Sementara itu, aku mencoba berpikir cepat. Sosoknya begitu asing, dan caranya berdiri di sana membuatku semakin gelisah. "Bu Angel." Aku memanggil pelan. "Bu, itu siapa, ya? Orang itu mondar-mandir terus di depan."Bu Angel yang sedang mengambil bahan di rak langsung menoleh. "Mana? Orang yang di luar itu?" tanyanya sambil berjalan mendekati pintu kaca. Dia mengerutkan dahinya. "Tunggu sebentar, saya tanyakan langsung saja.""Bu Angel, hati-hati," kataku dengan nada setengah berbisik sambil mengikuti langkahnya dari belakang. Aku tidak bisa membiarkannya menghadapi pria itu sendirian, tetapi aku juga menjaga jarak, sekadar berjaga-jaga.Bu Angel membuka pintu dan berdiri tegap di ambang pintu. "Permisi. Ada y
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

Bayangan yang Menjaga

Seperti yang Mas Dewangga ucapkan kemarin, pagi ini dua pria bertubuh kekar dengan setelan hitam lengkap sudah berdiri di depan pintu mansion. Mereka adalah bodyguard yang ditugaskan Mas Dewangga untuk mengawalku ke mana pun aku pergi. Meski aku tahu ini demi keselamatanku, rasa canggung dan malu tetap tidak bisa kuhindari.Saat mobil yang membawaku menuju studio Bu Angel melaju, aku menyadari tatapan heran dari beberapa orang di jalan. Bahkan, saat aku turun di depan studio, beberapa orang memandangiku seolah aku adalah selebritas yang butuh perlindungan ekstra. Aku hanya bisa tersenyum kaku sambil menahan perasaan tidak nyaman."Maaf, Nyonya." Salah satu bodyguard dengan suara baritonnya angkat bicara. "Kami akan menunggu di luar selama Anda di dalam."Aku mengangguk pelan. "Baik, tapi kalian boleh duduk di kursi yang di sana. Jangan terus berdiri, nanti lelah," tawarku, mencoba bersikap ramah.Namun, pria yang tadi berbicara hanya menggeleng tegas. "Terima kasih, Nyonya, tapi kam
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status