Semua Bab MENJADI ORANG KEDUA: Bab 161 - Bab 170

231 Bab

161. SEBELUM BADAI

Ping: apa kau bisa melihat apa yang ada di balik pintu itu, Clara?*Ping: rasanya akan bodoh sekali jika tidak, bukan?*Ping: mereka menikah! Apa kau sudah tahu? Anak pembunuh itu menikah dengan kekasihmu!Ping: gila! Gila! Gila! Aku tidak percaya ini!Ping: bagaimana mungkin keluarga Rendra memberi restu pada jalang sialan itu saat mereka menolakmu?*Ping: kau tidak diundang? Dasar tidak tahu malu. Jalang sialan itu pasti pandai sekali sampai membuat Rendra benar-benar melupakan kehadiranmu yang menemaninya bertahun-tahun. Aku ikut bersedih untukmu, Clara.*Ping: apa kau tahu, mereka membeli rumah baru! Tch! tch! Tch! bukan mereka tentu. Itu pasti uang kekasihmu, Clara. Kurasa, hidup anak pembunuh itu pasti sempurna sekali, bukan? Dasar sialan! Ia bahkan membawa adik penyakitannya tinggal di rumah itu. Betapa tidak tahu malunya jalang sialan itu.*Ping: rasanya aku tak lagi bisa menahan diri untuk merampas segalanya dari anak pembunuh itu!*Ping : ia pasti sedang menari-nari k
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-20
Baca selengkapnya

162. HAK SUAMI

"Aku sayang padamu, Mbak."Kalimat sama tidak pernah lupa adikku bisikkan padaku."Dan aku tahu kamu sangat sayang padaku."Sementara aku yang tubuhnya Santo peluk, mengangguk lalu keluar bersama mas Rendra dari kamar tempat adikku tinggal sampai keadaanya membaik.Rumah perawatan tempat ia dan anak-anak yang senasib dengannya berkumpul.*Hari sudah menggelap saat aku dan Mas Rendra pulang, meninggalkan Lais yang masih ingin ngobrol dengan bocah besar yang panas tubuhnya ku bawa pulang.Tak butuh waktu lama untuk Mas Rendra yang duduk di belakang kemudi menghentikan kendaraan, tepat di depan rumah kami yang jaraknya memang tidak terlalu jauh dari tempat yang ditinggali adikku saat kondisinya menurun dan ia akan terus di sana sampai dokter mengizinkan Santo pulang."Terimaksih, Pak," ucap Mas Rendra pada pak Mizan yang membukakan pagar untuk kami."Sama-sama, Mas," balas pria dengan seragam yang selalu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-21
Baca selengkapnya

163. PINTA DALAM DAMAI

Terbangun dalam dekapan mas Rendra, sudah jadi rutinitas bagiku yang rasanya selalu butuh waktu untuk sekedar menatapi wajah lelapnya.Mendapati hembusan nafasnya yang teratur, merasakan degup jantungnya yang tenang, tubuhnya yang menyalurkan kehangatan di bawah selimut yang menutupi tubuh kami.Semua hal itu seolah jadi penghiburan setiap waktu meski saat ini pipiku serasa panas saat mengingat apa yang kami lakukan semalam.Hanya saja, saat aku menyadari seterang apa cahaya menyusup dari celah gorden, aku langsung terduduk sampai membangunkan mas Rendra."Tidakkah ini terlalu pagi untuk bangun, Runi?""Ini sudah sangat siang, Mas. Dan kamu akan telat ke kantor."Tapi, aku yang membuka lemari dengan memakai kaosnya karena pakaian itu paling dekat dari jangkauan tangan, menoleh untuk ucapan mas Rendra."Apa?" Tanyaku yang sudah mengeluarkan kemeja dari lemari yang pintunya lebar kubuka."Ini hari Minggu, Runi. Da
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-22
Baca selengkapnya

164. TIDAK INGIN BERGANTUNG

Jalanan padat merayap berubah lebih lengang saat kendaraan yang mas Rendra kemudikan masuk ke dalam gang kecil yang ramai dengan anak-anak.Wajah-wajah polos yang tawanya merasuk dalam mobil, menyamarkan suara klakson ramai yang tidak sabar dari jalan utama."Habis ngaji bukannya pulang malah main." Ucap Santo yang menurunkan jendela.Membuat gadis kecil yang memperhatikan dengan wajah tanya dan dahi berkerut dalam, tersenyum lebar saat tahu siapa yang mengajaknya bicara."MAS SANTO!" Mala yang masih memakai kerudung berseru. Semangat ia memanggil adikku yang senyumnya juga lebar."Mau ikut pulang gak?""Ng! Aku panggil mas Rama dulu.""Siip!" Balas Santo yang jempolnya terangkat tinggi untuk bocah perempuan yang masuk ke dalam mushola. Mencari kakak lelakinya yang terus menuntun Mala. Mendekat pada mobil kami."Sudah selesai ngajinya?""Sudah, Mas." Sopan Rama menjawab, pun, membiarkan sang adik masuk
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-23
Baca selengkapnya

165. LUKA CLARA DAN TANGISNYA

"Kirra-kirra... rambutannya masih ada gak ya?""Minggu kemaren masih ada yang ijo kan?" "Daripada ke kebun, gue pingin mandi di kali.""Ya dan baru naik ke atas setelah benar-benar kedinginan.""Setuju!"Aku dan mas Rendra yang duduk di bagian depan mendengarkan obrolan empat bocah besar yang terlihat tak sabar. Apalagi saat kendaraan yang mas Rendra kendarai masuk ke jalan tempat sepasang pasutri menunggu kedatangan kami.Ibu dan bapak tersenyum lebar saat melihat kami yang turun dari mobil, satu per satu. Menyalami keduanya sampai tiba giliran adikku, bocah yang ibu peluk begitu erat seolah tidak ingin melepaskan Santo."Aku juga kangen padamu, Bu."Ibu yang matanya berkaca-kaca hanya mengangguk. Membenamkan wajahnya pada dada adikku yang kepalanya bapak usap."Ayo masuk, ibu dan mbok Darmi sudah masak macam-macam."Mas Rendra yang berdiri di sampingku mengangguk. Meski kami masuk terakhir.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-24
Baca selengkapnya

166. TEMPAT CLARA TERGANTIKAN

"Kamu tidak ingin membagi apa yang mbak Clara katakan padamu?" Wajah mas Rendra tampak bermasalah saat tanya itu kukatakan. Dan lelaki yang tidak menjawab, mengangkat tangannya untuk meraih tanganku yang lalu ia kecup. Rasanya, balasan mas Rendra ini cukup membuatku tahu, ia tidak ingin mengatakan apa yang sudah Clara ucapkan padanya. Tapi, mas Rendra mirip orang tuanya? Rasanya, itu sungguh jauh dari kenyataan. Aku yang saat kecil hanya bertemu sekali dengan mas Rendra tahu, bahwa ia bocah yang pengertian. Bocah lelaki yang menyerahkan selimutnya padaku yang memangku Santo yang lelap dibawah obat tidur, tidak mungkin bocah egois. Dan saat kami bertemu lagi setelah dewasa, mas Rendra tumbuh jadi orang yang begitu pengertian, menuruti keegoisanku yang orang asing baginya, pun menghormati permintaanku meski hubungannya dengan Clara jadi taruhan. Dan setelah aku mengenal mas Rendra lebih dalam, lelaki yang masih menggenggam tanganku ini tidak mungkin mirip dengan sang ayah. Om L
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-08
Baca selengkapnya

167. YANG TERKUBUR

"Mbak aku ingin nengok Yuli."Sentuhan jari mas Rendra yang posisinya berlawanan dengan Santo, membuatku menatap lelaki yang genggaman jemarinya menguat saat ia melihatku mengangguk. Bangun dari segala bayangan yang menyita fokus."Ya," jawabku pada bocah besar yang membuka matanya, "ayo kunjungi Yuli dan neneknya."Ini kali pertama adikku meminta hal ini sejak kami rutin pulang. Mungkin, ia butuh lebih banyak waktu sampai keberaniannya terkumpul."Terimakasih, Mbak."Aku hanya mengusap kepala Santo yang kembali memejamkan mata. Bocah yang benar-benar lelap sampai tidak bangun saat mas Rendra mengganti pahaku dengan tumpukan handuk."Mau aku temani?"Aku yang pahanya kebas, mengangguk. Dan jawaban itu membuat mas Rendra tersenyum."Kemarilah," mas Rendra yang wajahnya tidak lagi menyimpan muram duduk makin dekat. Menarik kepalaku yang ia sandarkan pada dadanya dan terus merangkul pundakku."Eh, beneran tidur ya nih bocah." Ares yang datang bersama Riris dan Lais memperhatikan Santo.D
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-08
Baca selengkapnya

168. GANGGUAN

Aji, bocah lelaki yang erat memeluk pinggangku tidak datang sendiri tentu.Ia ditemani pria tua yang yang tatapannya begitu lekat pada adikku.Pak Alif, pria tua pikun yang langkah kakinya cepat itu menghampiri adikku yang berdiri, mata tuanya memperhatikan Santo begitu lekat.Sangat lekat!"Den... Den Santo?" ucap Pak Alif membuatku menatap Mas Rendra yang menahan tanganku yang hendak mendekat.Gelengan kepalanya yang pelan, membuatku mengurungkan niat maju dan hanya memperhatikan bagaimana interaksi adikku dengan kakek dari Yuli."Den Santo kemana saja, Den?" kata Pak Alif lalu duduk di atas kakinya dan menyentuh kaki adikku yang langsung duduk dan memegang tangan pria tua itu."Maafkan Yuli, Den... maafkan kami," suara pak Alif bahkan bergetar saat tangannya Santo pegangi."Seandainya saya tau kedatangan kami akan membawa banyak kepedihan, saya tidak akan memaksa Yuli meminta pertanggung jawaban dari Aden."Punggung tuanya bahkan gemetaran dengan kalimat yang tidak mungkin tidak be
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-08
Baca selengkapnya

169. BETAPA EGOISNYA MEREKA

Setelah menyerahkan potret sang cucu yang memilih mati pada adikku, pandangan Pak Alif terlihat menerawang jauh dan tersenyum sendiri.Ia seolah mengingat masa lalu yang tak mungkin kuketahui. Meski dalam wajahnya yang tersenyum itu ada kerinduan, juga kesedihan yang tergurat dalam wajah penuh keriputnya yang kini terlihat lebih damai.Seolah sesuatu yang mengganjal hidup, terangkat. Sementara adikku yang meminta potret Yuli ..., 'mbak harap kamu pun merasa lebih baik, Nang.'***"Kami pamit pulang ya, Pak," pamitku menyalami tangan tua yang mengangguk. Pun, memperhatikanku yang mencium tangannya."Hati-hati di jalan, Neng.""Iya, Mbak Iyah, kami titip Aji dan mbahnya ya, Pak Naim, Mbak Iyah.""Pasti, Mas Rendra.""Terimakasih rambutannya ya, Mas Santo.""Iya, Mbak Iyah, sama-sama. Kami pulang dulu," balas Santo yang kembali duduk di belakang seperti saat kami berangkat tadi.Bedanya, kini ada selembar foto yang disimpannya dalam saku.Potret dari gadis yang kehidupannya menjeritkan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-08
Baca selengkapnya

170. PERTENGKARAN MEREKA

"Berhentilah melakukan hal bodoh yang akan kau sesali."Mirna yang tangannya kuat terkepal menoleh pada sang suami. Lelaki yang nyatanya begitu pengecut dan tidak memiliki nyali!Tapi, wanita yang kuku jarinya menggores kulit tangannya sendiri itu tidak mengatakan apapun lagi. Bibirnya hanya rapat terkatup dengan rahang mengeras agar tidak mengatakan sepatah kalimat yang bisa membuat sang suami melempar lebih dari fas bunga yang sudah jadi kepingan tak berarti.Mirna paham, pun tahu. Saat ini ia harus menahan diri. Menerima disalahkan untuk apa yang sudah putra mereka lakukan.Tapi, menyerah?Rasanya, bahkan ubin dingin yang memantulkan bayangan Mirna tahu, wanita yang bisa tidur dan hidup seperti biasa setelah tahu apa yang putranya lakukan, tidak akan memadamkan amarah yang sudah membakar jiwa."Kau lihat saja mas Agung, aku pasti akan membuat anak pembunuh itu menyesal sudah mengambil apa yang seharusnya milik anak-anakku."Kalimat penuh ancaman itu tidak mungkin didengar sang sua
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-08
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1516171819
...
24
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status