Setelah menyerahkan potret sang cucu yang memilih mati pada adikku, pandangan Pak Alif terlihat menerawang jauh dan tersenyum sendiri.Ia seolah mengingat masa lalu yang tak mungkin kuketahui. Meski dalam wajahnya yang tersenyum itu ada kerinduan, juga kesedihan yang tergurat dalam wajah penuh keriputnya yang kini terlihat lebih damai.Seolah sesuatu yang mengganjal hidup, terangkat. Sementara adikku yang meminta potret Yuli ..., 'mbak harap kamu pun merasa lebih baik, Nang.'***"Kami pamit pulang ya, Pak," pamitku menyalami tangan tua yang mengangguk. Pun, memperhatikanku yang mencium tangannya."Hati-hati di jalan, Neng.""Iya, Mbak Iyah, kami titip Aji dan mbahnya ya, Pak Naim, Mbak Iyah.""Pasti, Mas Rendra.""Terimakasih rambutannya ya, Mas Santo.""Iya, Mbak Iyah, sama-sama. Kami pulang dulu," balas Santo yang kembali duduk di belakang seperti saat kami berangkat tadi.Bedanya, kini ada selembar foto yang disimpannya dalam saku.Potret dari gadis yang kehidupannya menjeritkan
Terakhir Diperbarui : 2024-12-08 Baca selengkapnya